Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein (Brunner & Suddart, 2009).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah.
2009).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah (Zaidah 2009).

B. Klasifikasi Tipe DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification
and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance,
dikutip tahun 2011.
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2010), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)

a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi
dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi
reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 2008). Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler.
2. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
a. Adanya hormone aterogenik
b. Merokok
c. Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
8. Gangren kecil atau luas.

b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Smeltzer dan Bare (2010), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala
seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
Pathway Diabetes Melitus (DM)

 Gangguan Atresia Ani Vistel rektovaginal


pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari Feses masuk ke uretra
tonjolan embriogenik Feses tidak keluar

Mikroorganisme
Kelainan kongenital Feses menumpuk masuk ke saluran
kemih

Reabsorbsi sisa Peningkatan Dysuria


metabolisme oleh tubuh tekanan
intraabdominal
Gangguan rasa
Keracunan nyaman
Operasi Anoplasti
Gangguan eliminasi urine
Mual, muntah
Nyeri

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Ansietas Perubahan defekasi:
kebutuhan tubuh  Pengeluaran tak
Kerusakan terkontrol
integritas kulit  Iritasi mukosa
Hambatan
mobilitas fisik

Nyeri Abnormalitas Trauma jaringan


Gangguan rasa spingter rektal
nyaman Perawatan tidak
adekuat
Inkontinensia
defekasi
Resiko Infeksi

(Sumber: Aplikasi asuhan keperawatan NANDA NIC NIC, 2017)


E. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I

a. Hiperglikemia berpuasa

b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c. Keletihan dan kelemahan

d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau

buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)


2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan
dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:
+ nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik
celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)

G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
1. Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2. Kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Menghambat absorpsi karbohidrat
2) Menghambat glukoneogenesis di hati
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung
3. Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
2. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
4. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
5. Respirasi
Tachipnea, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
6. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
7. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (abses, amputasi, prosedur bedah, trauma)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan

tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.


3. Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik: perubahan sirkulasi,

imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)


4. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan

otot

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
injuri fisik (abses, keperawatan selama 3 x 24 1. Lakukan pegkajian

amputasi, prosedur jam, diharapkan tingkat nyeri secara

bedah, trauma) kenyamanan klien meningkat komprehensif

dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,


a. Level nyeri berkurang karakteristik, durasi,
0–2 frekuensi, kualitas
b. Pasien tampak dan ontro presipitasi.
nyaman 2. Observasi reaksi
c. Pasien dapat nonverbal dari
melaporkan nyeri ketidaknyamanan.
pada petugas 3. Gunakan teknik
(frekuensi nyeri, komunikasi
ekspresi wajah, dan terapeutik untuk
menyatakan mengetahui
kenyamanan fisik dan pengalaman nyeri
psikologis) klien sebelumnya.
d. TTV dalam batas 4. Kontrol lingkungan
normal yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
5. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
6. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri.
7. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
untuk mengurangi
nyeri.

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 1. Kaji pola makan

kebutuhan tubuh jam, diharapkan klien klien

b/d menunjukan status nutrisi 2. Kaji adanya alergi

ketidakmampuan adekuat dengan kriteria hasil: makanan.

tubuh mengabsorbsi a. BB stabil tidak terjadi 3. Kaji makanan yang

zat-zat gizi mal nutrisi disukai oleh klien.

berhubungan b. Tingkat energi 4. Kolaborasi dengan

dengan faktor adekuat ahli gizi untuk

biologis. c. Masukan nutrisi penyediaan nutrisi

adekuat terpilih sesuai dengan


kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan
pentingnya bagi
tubuh klien.

3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Catat karakteristik

integritas jaringan keperawatan selama 3 x 24 luka: tentukan ukuran


b/d faktor mekanik: jam, diharapkan Wound dan kedalaman luka,
perubahan sirkulasi, healing meningkat dan klasifikasi
imobilitas dan dengan kriteria hasil: pengaruh ulcers
penurunan a. Luka mengecil dalam 2. Catat karakteristik

sensabilitas ukuran dan cairan secret yang

(neuropati) peningkatan granulasi keluar


jaringan 1) Bersihkan dengan
cairan anti bakteri
2) Bilas dengan cairan
NaCl 0,9%
3) Lakukan tampon
yang sesuai
4) Dressing dengan
kasa steril sesuai
kebutuhan
5) Lakukan
pembalutan
6) Pertahankan tehnik
dressing steril
ketika melakukan
perawatan luka
3. Amati setiap
perubahan pada
balutan
4. Bandingkan dan catat
setiap adanya
perubahan pada luka
5. Berikan posisi
terhindar dari
tekanan

4. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Bathing/hygiene,


fisik b/d nyeri, keperawatan selama 3 x 24 dressing, feeding and
intoleransi aktifitas, jam, diharapkan klien toileting.
penurunan kekuatan menunjukkan toleransi dalam 1. Dorong keluarga

otot tingkat aktivitas fisik dengan untuk berpartisipasi

kriteria hasil: untuk kegiatan mandi


a. Klien berpartisipasi dan kebersihan diri,
dalam aktivitas yang berpakaian, makan
diinginkan dan toileting klien
b. Adanya laporan 2. Berikan bantuan
peningkatan dalam kebutuhan sehari –
toleransi aktivitas hari sampai klien
yang dapat diukur dapat merawat secara
c. Klien mampu mandiri
melakukan aktivitas 3. Monitor kebersihan

ringan tanpa bantuan kuku, kulit,


berpakaian, dietnya
dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan
perawatan diri klien
dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien
melakukan aktivitas
normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Ubah posisi klien

secara berkala

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,

Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. dkk. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis

Yasmara Deni, dkk. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2015-

2017 edisi 10. Jakarta: EGC

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2009. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Umami, Vidhia, Dr. 2011. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)


DENGAN ULKUS
DI BANGSAL AR FAHRUDIN, RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
Disusun Oleh:
Dany Laksmi
(P27220016 063)

DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2018

Anda mungkin juga menyukai