Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

A. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai jawaban dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999).

Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
insulin atau keduanya.

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan


gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner
dan Sudart)

Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan


oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
B. Klasifikasi Tipe Dm

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:


Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Melitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak


mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi


mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.


Ini merupakan respon gila dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seakan-akan sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,


sebagai pola hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi
sel pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor


genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan gila antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut
juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang bekerjasama dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

3. Diabetes dengan Ulkus

a. Faktor endogen:

1) Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan


penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
syok dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan
fatwa darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

2) Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor


resiko lain.
3) Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh


darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan fatwa darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

a) Adanya hormone aterogenik

b) Merokok

c) Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

a) Kaki dingin

b) Nyeri nocturnal

c) Tidak terabanya denyut nadi

d) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior

e) Kulit mengkilap

f) Hilangnya rambut dari jari kaki

g) Penebalan kuku

h) Gangrene kecil atau luas.

b. Faktor eksogen

1) Trauma

2) Infeksi
D. Manifestasi Klinis

1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas amis buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, tempat akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli menawarkan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri ketika istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam


tingkatan,yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki ibarat “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau adegan distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.


E. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira


15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-
rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di


dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan adegan
pilorus dari lambung. Bagian tubuh yang merupakan adegan utama dari
organ ini merentang ke arah limpa dengan adegan ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Tambayong, 2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.

b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang


bahu-membahu membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :

1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi


glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity “.

2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.


3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong,
2001)

Anatomi Pankreas

2. Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,


adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari penyerapan makanan
diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan
disimpan sebagai glikogen. Pada ketika ini kadar glukosa di vena porta lebih
tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi
dari vena porta. Makara hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan
normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa
dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan
glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis
akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan
yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan
fisiologis beberapa hormon antara lain :

a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin Kerja
insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan
cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk


suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

F. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus ialah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi jawaban produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, jadinya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai jawaban dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) jawaban menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
menyebabkan peningkatan produksi tubuh keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala ibarat
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua dilema yang bekerjasama dengan


insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
jawaban terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yang kabur ( jikalau kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan


pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus
keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus bekerjasama dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
tempat kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya syok berulang menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur hingga permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka gila manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem
imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

Pathway Diabetes Melitus (DM)


G. Komplikasi

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut


dan kronik :

1. Komplikasi Akut

Komplikasi akut terjadi sebagai jawaban dari ketidakseimbangan jangka


pendek dari glukosa darah.

a. Hipoglikemia.

b. Ketoasidosis diabetic (DKA)

c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 hingga 15 tahun setelah awitan.

a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi


koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.

b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata


(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baikkomplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.

c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta


menunjang dilema ibarat impotensi dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya hingga pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki adegan distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

H. Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Pernafasan

Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan


sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya
otot-otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan paru juga
menurun. Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami
ketoasidosis dan didapat pula nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis
atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi
paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium
menurun cukup tajam).

b) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama
pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat
terbentuk baik pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh
darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi, edema jaringan
umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta
palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi
neuropati pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran
EKG lambat.

c) Sistem Pencernaa

Kaji adanya polidipsi, poliphgi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan


penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan
pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi abdomen.

d) Sistem Persarafan

Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit


kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia,
gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data klien
tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma bila klien
telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas
kejang.

e) Sistem Endokrin

Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria,


Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita
mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain.
Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja
hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid
paratiroid, moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada
hormon lain maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang berhubungan
dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor hipoglikemik.

f) Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan
terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih
karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan tampak
lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk
jika infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah.
Perlu dikaji juga adanya masalah impotensi pada laki-laki dan masalah
orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.

g) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot,


sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan
kram pada otot.

h) Sistem Integumen

Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering
mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan
integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi
ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien mengalami infeksi.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Gluosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi
5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisas

2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.

3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi

4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:


(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans ( islet cellantibody)

J. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Obat

1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a) Mekanisme kerja sulfanilurea

 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

 kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek


lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

(1) Menghambat penyerapan karbohidrat

(2) Menghambat glukoneogenesis di hati


(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor


insulin

(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek


intraseluler

b. Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin

a) DM tipe I

b) DM tipe I yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c) DM kehamilan

d) DM dan angguan faal hati yang berat

e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM

h) DM operasi

2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :

a) Penurunan berat tubuh yang cepat.

b) Hiperglikeia berat yang disertai ketoasidosis

c) Ketoasidosis diabetik.

d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.


2. Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara


lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat
merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin dibutuhkan
untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk menawarkan


semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

Prinsip diet DM, adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak


K. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Pasien mengatakan nyeri agen injuri fisik Nyeri akut


pada kaki
DO : K/u lemah
P : Nyeri seperti ditusuk
Q : Nyeri pada bagian kaki
R : Tidak menyebar
S : skala nyeri 4 (0-10)
T : 3 menit
2 DS : Pasien mengatakan berat ketidakmampuan tubuh Ketidakseimbangan
badannya semakin hari mengabsorbsi zat-zat nutrisi kurang dari
semakin menurun gizi bekerjasama kebutuhan tubuh
DO: BB pasien turun dalam 1 dengan faktor biologis.
bulan terakhir turun dari 46 kg
menjadi 38 kg
3 DS : Pasien mengatakan luka faktor mekanik: Kerusakan
pada kaki kiri perubahan sirkulasi, integritas jaringan
DO : terdapat luka dan bengkak imobilitas dan
pada kaki penurunan sensabilitas
(neuropati)
L. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor
biologis.

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan


sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

M. Nursing Care Planning (Ncp)

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :


injuri fisik keperawatan, tingkat
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
kenyamanan klien
komprehensif termasuk lokasi,
meningkat, dan dibuktikan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dengan level nyeri:
dan ontro presipitasi.
klien dapat melaporkan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri pada petugas,
ketidaknyamanan.
frekuensi nyeri, ekspresi
wajah, dan menyatakan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
kenyamanan fisik dan untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
psikologis, sebelumnya.

TD 120/80 mmHg 4. Kontrol ontro lingkungan yang


menghipnotis nyeri ibarat suhu ruangan,
N: 60-100 x/mnt
RR: 16-20x/mnt pencahayaan, kebisingan.

Control nyeri dibuktikan 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri


dengan klien melaporkan (farmakologis/non farmakologis)..
gejala nyeri dan control
6. Ajarkan teknik non famakologis
nyeri.
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..

7. Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri.

8. Evaluasi tindakan pengurang


nyeri/kontrol nyeri.

Administrasi analgetik :

1. Cek cara pemberian analogetik; jenis,


dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute


pemberian dan dosis optimal.

4.Monitor TTV sebelum dan sesudah


pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik sempurna waktu


terutama ketika nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan


gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan, klien
1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh b/d mengambarkan status
ketidakmampuan nutrisi adekuat dibuktikan 2. Kaji adanya alergi makanan.
tubuh mengabsorbsi dengan BB stabil tidak
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
zat-zat gizi terjadi mal nutrisi,tingkat
bekerjasama dengan energi adekuat, masukan 4. Kolaborasi dg andal gizi untuk
faktor biologis. nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien.

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan


asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi


mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.

7. Berikan informasi wacana kebutuhan


nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monior Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jikalau


memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi


yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Monitor adanya mual muntah.

5. Monitor adanya gangguan dalam proses


mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, abuh dsb.

6. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Wound care


jaringan b/d faktor keperawatan, Wound
1. Catat karakteristik luka:tentukan
mekanik: perubahan healing meningkat
ukuran dan kedalaman luka, dan
sirkulasi, imobilitas
dengan criteria: pembagian terstruktur mengenai pengaruh
dan penurunan
ulcers
sensabilitas Luka mengecil dalam
(neuropati) ukuran dan peningkatan 2. Catat karakteristik cairan secret yang
granulasi jaringan keluar

3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri

4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

5. Lakukan nekrotomi K/P

6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai


kebutuhan

8. Lakukan pembalutan

9. Pertahankan tehnik dressing steril


ketika melaksanakan perawatan luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya


perubahan pada luka
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]


cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-
diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai