Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA Ny.

D DENGAN ULKUS
DIABETIKUM YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI
DEBRIDEMENT DENGAN TEKNIK SPINAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSUD KOTAPINANG

Disusun Oleh :
DANI APRIJAL
NIM. 02202204014

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit Ulkus Diabetikum


1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein
(Askandar, 2000). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin,
2001).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-
rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat
di dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian kepala kelenjar pancreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh deodenum dan bagian pylorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pancreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans yang
bersama-sama membentuk organ endokrin mesekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “anti
insulin like activity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

b. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih
tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat.
Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan
peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang
adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar
menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang
diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer
tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growthhormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

3. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. Diabetes dengan Ulkus
1) Faktor endogen :
a) Neuropati: Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan
dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah
terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler
b) Angiopati Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor
resiko lain.
c) Iskemia Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai
(makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai,
bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang
luas. Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: Adanya hormone
aterogenik, Merokok, Hiperlipidemia Manifestasi kaki diabetes
iskemia: Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi,
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya
rambut dari jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.
2) Faktor eksogen
a) Trauma
b) Infeksi

4. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen
dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua
proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat
ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas
penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila
tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995)

5. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas, dan DMTTI dengan obesitas)
3) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
4) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

6. Tanda dan Gejala


a. Diabetes Tipe I
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) Keletihan dan kelemahan
4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif Luka Post
Operasi Pemajanan Lingkungan Dingin Efek Post Anastesi Terputusnya
Kontinuitas jaringan Post op Debridement Port the entry kuman Resiko
Infeksi Gang. Integritas Kulit R. Hipotermi Perioperatif Hilangnya
Pengaruh Anastesi Nyeri Akut rangsangan nervus vagus/glosopharyng
eal Nausea
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
3) Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
c. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan, yaitu:
1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.
2) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpaselulitis.
6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
7. Penatalaksanaan
a. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik
sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin,
hemoglobin dan sebagainya.
b. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan
operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
c. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi
pertumbuhan organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis,
bukan merupakan infeksi).
d. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan
konsep TIME:
1) Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
2) Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
Moisture Balance (menjaga kelembaban)
3) Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
e. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang
sesuai diperlukan untuk mengurangi tekanan.
f. Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien
dengan diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara
mandiri. (PERKENI,2015)

8. Pemeriksa Penunjang
a. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi
5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
b. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
c. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin
yang berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes
6,0-6,4% dan diabetes ≥6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan.
d. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi.
e. Pemeriksaan lain: fungsi ginjal (ureum, creatinine), lemak darah:
(cholesterol, HDL, LDL, trigleserid), fungsi hati, antibody anti sel insula
Langerhans (inlet cellantibody).

B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit
ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan
rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan
kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
2. Definisi Regional Anestesi
Anestesi regional memberikan efek mati rasa terhadap saraf yang
menginervasi beberapa bagian tubuh, melalui injeksi anestesi lokal pada
spinal/epidural, pleksus, atau secara Bier block (Mohyeddin, 2013). Anestesi
regional memiliki keuntungan, diantaranya adalah menghindari polifarmasi,
alternatif yang efektif terhadap anestesi umum, anesthesia yang dapat
diperpanjang, pasient dapat tetap dalam keadaan sadar, dan dapat dilakukan
pemberian makanan atau minuman yang lebih dini (Mohyeddin, 2013). Tetapi,
dalam pemberian anestesi regional dapat terjadi komplikasi meskipun jarang
sekali terjadi, diantaranya sakit kepala pasca penyuntikan; sakit punggung;
Transient Neurological Symptomps (TNS;, anastesi spinal total, hematoma
spinal atau epidural; abses epidural; meningitis; arachnoiditis; cardiac arrest;
retensi urin; dan keracunan (Agarwal dan Kishore, 2009).
3. Teknik Regional Anestesi
a. Teknik Paramedian
Paramedian (paramedian approach) yaitu dengan cara memasukkan
jarum spinal 1-2 cm sebelah lateral dari bagian superior processus spinosus
dibawah ruang vertebre yang dipilih. Jarum diarahkan ke titik tengah pada
garis median dengan sudut sama dengan midline approach. Pada teknik ini
hanya ligamentum flavum yang tertembus jarum, karena memiliki celah
yang lebar. Setelah cairan serebrospinal keluar, maka jarum spinal
dihubungkan dengan spuit injeksi yang berisi obat lokal anestesi. Sebelum
penyuntikan obat lokal anestesi dilakukan, maka perlu aspirasi cairan
serebrospinal 0,1 ml untuk memastikan posisi jarum kemudian obat
diinjeksikan. Selama injeksi juga perlu dilakukan aspirasi cairan
serebrospinal untuk memastikan jarum masih berada di ruang subaraknoid.
Teknik ini menguntungkan untuk pasien yang tidak mampu untuk
melakukan posisi fleksi sama sekali yaitu pasien hamil, lanjut usia, obesitas.
Pada paramedian ada dua ligamen yang tidak dilalui yaitu ligamen supra dan
intraspinosium, sehingga akan meminimalisir terjadinya trauma pada
ligamen yang bisa menyebabkan kebocoran liquor (Raj P. 2013).
b. Teknik Median
Median (midline approach) yaitu penusukan jarum tepat digaris
tengah yang menghubungkan prosesus spinosus satu dengan yang lainnya
pada sudut 80º dengan punggung. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan
kembali yaitu pada daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal). Lakukan
penyuntikan jarum spinal ditempat penusukan pada bidang medial dengan
sudut 10º-30º terhadap bidang horizontal ke arah kranial, bevel jarum
diarahkan ke lateral sehingga tidak memotong serabut longitudinal
durameter. Dalam memasukkan jarum spinal, setiap masuk ligamentum
tentu bisa diidentifikasi adanya rasa dimana flacum terasa paling keras.
Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, ligamentum flavum, lapisan durameter dan lapisan
subaraknoid. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
Suntikkan obat anestesi lokal yang telah disiapkan ke dalam ruang
subaraknoid. Pada teknik median, obat akan melalui banyak ligamen yang
menyebabkan trauma penusukan lebih banyak karena ligamen yang dilalui,
ligamen supra dan interspinosum yang bersifat elastis sehingga mudah sekali
trauma yang dikhawatirkan akan menyebabkan kebocoran dari cairan liquor
yang terdapat pada pirameter dura yang sangat sensitif (Raj P, 2013)
4. Rumatan Regional Anestesi
Rumatan regional anestesi yaitu oksigen nasal 2 liter/menit, obat hipnotik
sedatif, dan obat analgetic.
5. Komplikasi Regional Anestesi
a. Komplikasi Tindakan
1) Hipotensi Berat
Akibat blok simpatis, terjadi “venous pooling”. Pada pasien dewasa
dapat dicegah dengan pemberian infus cairan elektrolit 1000 ml atau
koloid 500 ml.
2) Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
3) Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
4) Trauma pembuluh darah
5) Trauma saraf
6) Mual muntah
7) Gangguan pendengaran
8) Blok spinal tinggi, atau spinal total
b. Komplikasi Pasca Tindakan
1) Nyeri tempat suntikan
2) Nyeri punggung
3) Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4) Retensi urine
5) Meningitis

C. Konsep Dasar Tindakan Regional Anestesi

1. Persiapan Alat
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan system aliran gasnya
c. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
d. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
e. Alat airway
f. Tiang infus, plester dan lain-lainnya.
g. Alat pantau tekanan darah dan SpO2 dipasang
h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse
Oxymeter” dan “Capnograf”.
i. Kartu catatan medis anestesia
j. Selimut penghangat
k. Monitoring Intra Operasi

Hal-hal yang perlu dimonitor ketika durante operasi, antara lain :

a. Tekanan Darah
b. Frekuensi Nadi
c. SpO2
d. Intake dan output cairan
e. Jumlah Perdarahan
2. Pasca Anestesi/Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar
merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi
atau pengaruh anestesinya.

Tabel 1. Bromage Scoring System

No. Parameter Skor


1 Gerakan penuh dari tungkai 0
2 Tidak mampu mengekstensikan tungkai 1

3 Tidak mampu memfleksi lutut 2


4 Tidak mampu memfleksi pergelangan kaki 3
Bromage score ≤ 2, maka dapat dipindah ke ruang perawatan
3. Induksi Anestesi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah
induksi. Pada kasus ini digunakan obat induksi marcaine dan fentanyl.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA Ny. D
DENGAN ULKUS DIABETIKUM YANG DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI DEBRIDEMENT DENGAN TEKNIK
SPINAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSUD KOTAPINANG

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin
Golongan darah :B
Alamat : Batang Pane II
No. RM : 051291
Diagnosa medis : Ulkus DM
Tindakan Operasi : Debridement
Tanggal MRS : 22 November 2022
Tanggal pengkajian : 23 November 2022 Jam pengkajian : 08.30 WIB
Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 49 Tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Suami
Alamat : Batang Pane II
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
1) Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan ada luka pada kaki kanan.
2) Saat Pengkajian
Pasien mengatakan ada luka pada kaki kanan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari Kamis, 22 November 2022 pukul 09.00 pasien datang ke Poli Bedah
RSUD Kotapinang dengan keluhan ada luka pada kaki kanan. Berdasarkan hasil
pemeriksaan didapatkan diagnosa bahwa pasien mengalami ulkus pedis dextra
dengan DM. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi pada
tanggal 23 November 2022. Sebelumnya pasien melakukan pemeriksaan
laboratorium dan pemasangan infus.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit kencing manis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit berat seperti
kencing manis, asma, ataupun darah tinggi.
e. Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? ya/tidak
Jika ya, menderita penyakit apa?
- Riwayat operasi sebelumnya: Tidak ada
- Riwayat anestesi sebelumnya: tidak ada
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? ya/tidak
Jika ya, jumlah: - , Reaksi alergi: ya/tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? ya/tidak
Jika ya, sebutkan : -
- Khusus pasien perempuan:
Jumlah kehamilan: 2
Jumlah anak: 2
Mensturasi terakhir: Sudah menopause
Menyusui: ya/tidak
f. Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
1) Obat yang pernah dikonsumsi: Metformin
2) Obat yang sedang dikonsumsi: Saat ini tidak ada
g. Riwayat Alergi : ya/tidak, jika ya, sebutkan : -
h. Kebiasaan:
1) Merokok : ya/tidak , jika ya, jumlah : -
2) Alkohol : ya/tidak , jika ya, jumlah : -
3) Kopi/teh/soda : ya/tidak , jika ya, jumlah : Setiap pagi selalu
minum kopi satu
cangkir
3. Pola Kebutuhan Dasar
a. Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Baik
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Baik
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b. Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 6-7 kali sehari
- Jenis : Air putih
- Cara : Dengan menggunakan gelas minum
- Minum Terakhir :-
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Setiap pagi minum kopi satu cangkir
Saat Ini
- Frekuensi : Pasien puasa
- Jenis :-
- Cara :-
- Minum Terakhir : Jam 05.00 WIB
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
c. Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3 kali sehari
- Jenis : Nasi, sayut dan lauk pauk
- Porsi : Satu piring
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Nasi padang
- Napsu makan : Baik
- Puasa terakhir :-
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi : Pasien puasa
- Jenis :-
- Porsi :-
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Nasi Padang
- Napsu makan : Baik
- Puasa terakhir : Makan terakhir jam 01.30 WIB
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
d. Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : Sekali setiap hari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : Kuning
- Bau : Khas
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi : Satu kali
- Konsistensi : Lembek
- Warna : Kuning
- Bau : Khas
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
2) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 4-5 kali sehari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning jernih
- Bau : Khas amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi : Baru kencing sekali
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning jernih
- Bau : Khas amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
e. Pola aktivitas dan istirahat
1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum ✓
Mandi ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Berpindah ✓
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total
2) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Ya/Tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 7 jam, siang : Jarang tidur siang.
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Ya/Tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 6 jam, siang : -
f. Interaksi Sosial
- Pasien berhubungan baik dengan tetangga, keluarga dan teman.
g. Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : Ya
- Rasa Nyaman : Ya
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Berobat ke puskesmas bila sakit
h. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok sosial
sesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : Kadang-kadang
- Imunisasi : Lengkap. Vaksinasi Covid 19 dua kali
- Olahraga : setiap pagi jalan kaki ke pasar
- Upaya keharmonisan keluarga: Harmonis dengan keluarga
- Stres dan adaptasi : Mudah bergaul dan beradaptasi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis / apatis / delirium/ somnolen / sopor/ koma
GCS : Verbal: 5. Motorik : 6. Mata : 4.
Penampilan : tampak sakit ringan/sedang/berat
Tanda-tanda Vital : Nadi = 84 x/menit, Suhu = 37 0C, TD = 130/80 mmHg,
RR= 16 x/menit.
BB : 50 Kg, TB:150 Cm,
Lainnya :-
2. Pemeriksaan 6 B
a. B1 (BREATH)
- Wajah:
Normal / Dagu Kecil / Edema
Gigi palsu / Gigi goyang / Gigi maju
Kumis/ jenggot / mikrognathia / Hilangnya gigi
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : Ya / Tidak
- Jarak Thyro - Mental < 6 cm : Ya / Tidak
- Cuping hidung : Ya / Tidak
- Mallampati Skor : I / II / III / IV
- Tonsil : T0 / T1 / T2 / T3 / T4
- Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
- Obstruksi Jalan Napas
Tidak ditemukan / Tumor
Gigi maju / Stridor
- Bentuk Leher : Simetris / Asimetris
 Mobilitas Leher : Bebas
 Leher pendek : Ya / Tidak
 Dapatkah pasien menggerakkan rahang ke depan?
Ya / Tidak
 Dapatkah pasien melakukan ekstensi leher dan kepala?
Ya / Tidak
 Apakah pasien menggunakan collar?
Ya / Tidak
- Thorax:
 Bentuk thorax: Simetris
 Pola napas: Teratur
 Retraksi otot bantu napas: Tidak ada
 Perkusi paru: sonor / hipersonor / dullness
 Suara napas: ronchi wheezing vesikuler bronchial / bronkovesikular
b. B2 ( BLOOD )
- Konjungtiva: anemis / tidak anemis
- Vena jugularis: Tidak ada pembesaran
- BJ I : tunggal / ganda / regular irreguler
- BJ II : tunggal / ganda regular / irregular
- Bunyi jantung tambahan: Tidak ada
c. B3 ( BRAIN )
- Kesadaran : kompomentis / apatis /delirium somnolen / spoor / koma
- GCS: Verbal 5. Motorik: 6. Mata : 4
- Reflek fisiologis
1) Reflek bisep : +
2) Reflek trisep : +
3) Reflek brachiradialis : +
4) Reflek patella : +
5) Reflek achiles : +
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
1) Reflek babinski : -
2) Reflek chaddok : -
3) Reflek schaeffer : -
4) Reflek oppenheim : -
5) Reflek gordon : -
d. B4 ( BOWEL )
- Frekuensi peristaltic usus : 14 x/menit
- Titk Mc. Burney : Tidak nyeri tekan
- Borborygmi : Ya Tidak nyeri menjalar
- Pembesaran hepar : Ya / Tidak
- Distensi : Ya / Tidak
- Asites : Tidak ada
e. B4 ( BLADER)
- Buang air kecil : Spontan / Tidak
- Terpasang kateter : Ya / Tidak
- Gagal ginjal : Ya / Tidak
- Infeksi saluran kemih : Ya / Tidak
- Produksi urine : satu kali kencing
- Retensi urine : Ya / Tidak
f. B6 ( BONE )
1) Pemeriksaan Tulang Belakang :
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-),
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (leluasa/terbatas), Fibrosis (-),HNP (-
)
- Lainnya : -
2) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), deformitas (-)
Fraktur (-), terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi otot ( -)
IV line: terpasang di pergelangan tangan kiri, ukuran abocatch 18 G,
tetesan: 20 tpm
ROM: Bebas
Lainnya: -
 Palpasi : -
Perfusi: -
CRT : -
Edema: -
Lakukan uji kekuatan otot: 5
Lainnya: -
- Ekstremitas Bawah:
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), deformitas ( -)
Fraktur (-), lokasi fraktur ( - ), jenis fraktur (-), kebersihan
luka (kotor), terpasanggips (-), Traksi ( - ), atropi otot ( -)
IV line: terpasang di (-), ukuran abocatch (-), tetesan: (-)
ROM: Bebas
Lainnya: terdapat luka pada telapak kaki kanan
 Palpasi
Perfusi: -
CRT: -
Edema: -
Kekuatan otot: 5
Lainnya: -
Kesimpulan palpasi ekstermitas:

- -
- Edema:
- -

+ +
- Uji kekuatan otot:
+ +

C. Data Penunjang
Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13.2 13.2-17.3 g/dl
Leukosit 7.80 3.80-10.60 ribu/ul
Trombosit 351 150-440 ribu/ul
Kreatinin 0.82 0.7-1.2 mg/dL
SGOT 28 <37 U/I
SGPT 32 <41 U/I
PT 14.8 11.7-15.1 detik
APTT 29.8 28.6-42.2 menit
Gol Darah B
HbsAg Negatif Negatif
HIV Negatif Negatif
Gula Darah Sewaktu 190 mg/dL <200
2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil Pemeriksaan radiologi : -
3. Lain-lain: -
Hasil pemeriksaan : -
4. Therapi Saat ini:

Antibiotik profilaksis : Ceftriaxone inj 1 gr. I.V


5. Kesimpulan status fisik (ASA):
Status ASA : ASA 2
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit:
Pasien tua dengan penyakit DM
b. Jenis Anestesi: Spinal Anestesi
Indikasi : Lokasi operasi, keamanan pasien dan kenyamanan operator.
Memudahkan monitor dan kontrol pasien.
a. Teknik Anestesi: Regional Anestesi dengan Spinal Anestesi
1. Persiapan Alat
a. Persiapan Mesin Anestesi
- Mengecek sumber gas apakah terdapat kebocoran
- Mengecek isi volatil agent
- Mengecek kondisi absorben
- Mengecek kebocoran mesin
b. Persiapan Alat Spinal Anestesi
Alat yang dipersiapkan: spinocaine ukuran 26, handscoon steril, kasa
steril, betadine, alcohol, spuit 5 cc, nasal canula, STATICS, obat-obat
induksi dan emergency
c. Persiapan Bedside Monitor
Tekanan darah, nadi, pulse oxymetri.
d. Lembar laporan durante anestesi.
2. Persiapan Obat
a. Obat Induksi
Bupivacaine
0,5% 5 mg/cc
b. Obat Anti Emetik
Ondansentron
4mg
c. Cairan infus
Kristaloid : Asering
3. Maintenance
a. Maintenance Oksigen
2 lpm dengan nasal kanul
b. Maintenance Cairan
- Kebutuhan cairan basal (M) = 2 x BB
= 2 x 50 kg
= 100 cc
- Stress operasi (SO) = Jenis operasi x BB
= 8 x 50 kg
= 400 cc
- Pegganti puasa (PP) = 2 x BB x lama puasa
= 2 x 50 x 6 jam
= 600 cc
- Pengganti perdarahan = 3 x Jumlah perdarahan
= 3 x 50 cc
= 150 cc
Bisa diberikan di jam pertama akhir ataupun di jam kedua.
- Kebutuhan cairan
Jam I = M + ½ PP + SO
= 100 + 300 + 400
= 800 cc

Jam II = M + ¼ PP + SO + Pengganti perdarahan


= 100 + 150 + 400 + 150
= 800 cc
Jam III = M + ¼ PP + SO
= 100 + 150 + 400
= 650 cc

 Lama operasi : 45 menit


 Lama anestesi : -

7. Analisa Data
I. PRE ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: Tindakan Ansietas
-Pasien mengatakan takut pembedahan/anestesi
dilakukan pembedahan ↓
DO: Kurang informasi
- Diagnosa ulkusdiabetikum, ↓
akan dilakukan tindakan Kurang pengetahuan
operasi debridement dengan ↓
spinal anestesi Ansietas
- Pasien tampak gelisah
- Wajah pasien tampak tegang
- TTV: TD=130/80, HR=84,
RR=16, T=37o C

II. DURANTE ANESTESI


No Symptom Etiologi Problem
1 DS : - Tindakan spinal anestesi Risiko Disfungsi
DO : ↓ Kardiovaskular
- Diagnosa ulkuspedis dextra Efek obat anestesi (Hipotensi)
akan dilakukan ↓
Tindakan debridement Vasodilatasi pembuluh
- Terpasang infus asering pada darah
manus sinistra, ukuran abocath ↓
18 G Hipotensi
TD=110/70

2 DS : - Tindakan spinal anestesi Risiko Nausea


DO : ↓ Vomitus
- Pasien dilakukan spinal anestesi Efek obat anestesi
- Pemberian obat anti emetik ↓
Vasodilatasi pembuluh
darah

Nausea Vomitus
III.POST ANESTESI
No Sympotom Etiologi Problem
1 DS: Regional Anestesi Risiko disfungsi
- Pasien mengatakan ↓ termoregulasi
kedinginan Merangsang pusat
DO: reseptor panas
- Pasien dalam pengaruh obat ↓
anestesi Risiko disfungsi
termoregulasi
- Mukosa bibir tampak kering
- Akral teraba dingin
- Pasien tampak menggigil
- S : 35°C

II. PROBLEM MASALAH


A. PRE ANESTESI
1. Ansietas
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)

B. INTRA ANESTESI
1. Risiko disfungsi kardiovaskuler (hipotensi)
2. Risiko nausea vomitus
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)

C. PASCA ANESTESI
1. Risiko disfungsi termoregulasi
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
III. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
A. Pra Anestesi
Nama : Ny. D No. RM : 051291
Umur : 45 tahun Dx : Ulkus diabetikum
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : 205
No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &
(Masalah) Tujuan Intervensi Paraf
1 Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat cemas pasien S:Pasien mengatakan paham
dan ukur TTV Lakukan 1. Melakukan
kepenataan anestesi selama terhadap penyakit, prosedur Dani
serah terima pasien komunikasi
45 menit, diharapkan tindakan pembedahan dan Aprijal
dengan petugas ruangan terapeutik dalam
ansietas teratasi dengan pengkajian pre anestesi
di ruang persiapan dan
kriteria hasil: cek kelengkapan anestesi mulai Pasien mengatakan bersedia
1. Pasien paham terhadap administrasi pasien anamnesa, menjalani operasi
penyakit dan prosedur 2. Lakukan komunikasi pemeriksaan fisik O:Pasien tenang, tidak gelisah
pembedahan dan anestesi terapeutik dalam dan kelengkapan TD 130/81 mm Hg, N : 80x/mnt,
2. Pasien bersedia menjalani pengkajian pre anestesi pemeriksaan
penunjang. RR: 20x/mnt, suhu: 36.5°C
operasi mulai anamnesa,
3. Pasien tenang, tidak pemeriksaan fisik dan 2. Mengkaji tingkat A:Tujuan pasien paham terhadap
gelisah cemas pasien dan penyakit dan prosedur
kelengkapan
TTV dalam batas normal (TD pemeriksaan penunjang mengukur TTV. pembedahan dan anestesi sudah
: 120/80, N : 60- 80x/mnt, S: 3. Berikan kesempatan 3. Memberikan tercapai, tujuan pasien bersedia
36-37ºC, RR: 14-20x/menit) kepada pasien untuk kesempatan menjalani operasi sudah
bertanya tentang prosedur kepada pasien
tercapai, tujuan pasien tenang,
tindakan yang akan untuk bertanya
tentang prosedur tidak gelisah sudah tercapai,
dilakukan dan berikan tujuan TTV dalam batas normal
penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan (TD : 120/70, N : 60- 80x/mnt, S:
prosedur tindakan yang
akan dilakukan. dan memberikan 36-37ºC, RR: 14-20 x/menit)
4. Ajarkan teknik relaksasi penjelasan belum tercapai. Masalah cemas /
dan distraksi tentang prosedur ansietas teratasi.
5. Kolaborasi dengan tindakan yang
P:Pertahankan kondisi pasien
dokter anestesi tentang akan dilakukan.
pemberian premedikasi 4. Mengajarkan
anti ansietas. teknik relaksasi
nafas
ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN
Tanggal: 23 November 2022
Kesadaran : Composmentis Pemasangan IV line : 1 buah 2 buah tangan kiri
Tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi 84 x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : Siap/baik
RR : 16 x/mnt Suhu : 37 0C Kesiapan Sumber gas medik : Siap/baik
Saturasi O2 : 100 % Kesiapan volatile agent : Siap/baik
Gambaran EKG : Sinus Ritme Kesiapan obat anestesi parenteral : Siap/baik
Kesiapan obat emergensi : Siap/baik
Penyakit yang diderita : Tidak ada / Ada, sebutkan D M
Penggunaan obat sebelumnya : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
Gigi palsu : Tidak ada / Ada , permanen / Ada,sudah dilepas
Alergi : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
Kontak lensa : Tidak ada / Ada , sudah dilepas.
Asesoris : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
CATATAN LAINNYA: -
B. Intra Anestesi
Nama : Ny. D No. RM : 051291
Umur : 45 Tahun Dx : Ulkus diabetikum
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : 205
Tencana Intervensi Nama &
No Problem (Masalah) Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Paraf
1. Risiko disfungsi Setelah dilakukan 1. Cek dan pastikan 1. Memastikan kelancaran S:-
kardiovaskular tindakan kepenataan aliran tetesan infus tetesan infus O: Dani
(hipotensi) anestesi selama bila perlu ganti 2. Mengobservasi TTV Perdarahan total ± 20 cc Aprijal
dengan abocath tiap 5 menit Intake : Asering 1000 cc
tindakan pembedahan
minimal ukuran 18 G Output : jumlah
diharapkan tidak 2. Observasi 3. Menghitung EBV
jumlah perdarahan 20 cc.
terjadinya risiko perdarahan 2. Mengobservasi, TD : 110/80 , N: 71
disfungsi 3. Kolaborasi terapi mencatat, jumlah x/mnt, Saturasi :100%
kardiovaskuler cairan perdarahan dan A:
menghitung EBL Tujuan tanda – tanda
(hipotensi) dengan 4. Observasi produksi
urin 3.Menghitung balance vital dalam batas normal,
kriteria hasil : cairan dan melakukan
5. Observasi TTV tiap 5 Tujuan tidak adanya
1. Tidak terjadinya menit kolaborasi terapi cairan komplikasi hipotensi
kehilangan darah > 6. Kolaborasi dengan 4. Melakukan kolaborasi selama operasi
30% dokter spesialis pemberian terapi berlangsung sudah
2. TTV dalam batas anestesi tentang terapi farmakologi untuk tercapai. Masalah
normal , MAP tidak farmakologi untuk menaikkan TD Hipotensi tidak terjadi
<60 , TD tidak <20% menaikan TD
dari TD awal P: Pertahankan kondisi
pasien

Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat mual 1. Mengkaji tingkat


2. Risiko nausea S: -
tindakan kepenataan 2. Kolaborasi terapi mual
vomitus O: Dani
anestesi selama anestesi pemberian 2. Kolaborasi terapi
-Tidak terjadi mual Aprijal
dan pembedahan ondansentron 4 mg pemberian
diharapkan tidak ondansentron4 mg muntah pada saat
terjadinya resiko nyeri Operasi
pasca operasi dengan - Tidak ada alergi
kriteria hasil: setelah diberikan obat
1. Tidak terjadi mual induksi
2. Tidak terjadi aspirasi A:
- Resiko nausea vomitus
teratasi
P:
- Monitor vital sign
pasien setiap 5 menit
C. Pasca Anestesi
Nama : Ny. D No. RM : 051291
Umur : 45 Tahun Dx : Ulkus diabetikum
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : 205
Tencana Intervensi Nama &
No Problem (Masalah) Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Paraf
1. RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh secara 1. Memonitor S : Pasien mengatan
Termoregulasi kepenataan anestesi selama rutin suhu tubuh sudah tidak menggigil
O: Dani
1x15 menit, diharapkan 2. Berikan warm blanket secara rutin Aprijal
hipotermi pasien teratasi 3. Cek akral pasien 2. Memberikan - Akral teraba hangat
- Mukosa bibir pasien
dengan kriteria hasil : 4. Edukasi tentang efek warm blanket
lembab
1. Pasien tidak menggigil negative dari kedinginan 3. Mengecek - Suhu tubuh pasien
2. Akral teraba hangat dan penanganan yang akral pasien dalam batas normal
3. Mukosa bibir pasien diperlukan 4. Melakukan 36C
lembab 5. Kolaborasi dengan dokter edukasi tentang A:
4. Suhu tubuh pasien efek negative - Masalah RK disfungsi
spesialis anestesi dala
termoregulasi teratasi
dalam batas rentang pemberian obat anti dari kedinginan
normal 36,5C shivering dan P:
penanganan - Pertahankan kondisi
yag diperlukan pasien
5. Berkolaborasi
dengan dokter
spesialis
anestesi dalam
pemberian obat
anti shivering

Anda mungkin juga menyukai