Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS GANGUAN PEDIS

A. Proses terjadinya masalah


1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-
tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun

kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein

(Askandar, 2010). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2010).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan
ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM
dengan neuropati perifer , (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan

peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat
Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni,
2010).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
a. Diabetes Tipe I
1) Faktor genetik.
2) Faktor imunologi.
3) Faktor lingkunngan.
b. Diabetes Tipe II
1) Usia.
2) Obesitas.
3) Riwayat keluarga.
4) Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi factor endogen dan

ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Iskemia.
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh

darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila
terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas
b. Angiopati diabetik.
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c. Neuropati diabetik.
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri,

panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan

hilangnya tonus vaskuler


2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati

dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki

gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh

darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,

oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran

darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

3. Klasifikasi
a. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001), adalah sebagai berikut:

1) Tipe I, diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


2) Tipe II, diabetes tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya


4) Diabetes mellitus gestasional.

b. Klasifikasi Gangren
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.


2) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
4. Patofisiologi
a. Diabetes Mellitus
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.

Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan

yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).


Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu

gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari

kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal.
Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer

memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan


dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai

permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.

Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi
sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan

sekitarnya, (Anonim 2009).


b. Ulkus Diabetic
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori
sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan

tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak
akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan

perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk
dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama

yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal
dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.Terjadinya Kaki

Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor
utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati

merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan

menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga

akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya

aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin,
nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya

angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi

sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau

pengobatan dari KD.

5. PATHWAY

Bakteri
Jaringan sel terinfeksi

Peradangan sel darah putih mati

demam jaringan menjadi abses


dan berisi PUS

Pecah
Kurang
pengetahuan
hipertemi
tentang penyakit

cemas
Kerusakan integritas
jaringan

6. Tanda dan Gejala


a. Diabetes Mellitus
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
polifagia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
b. Ulkus Diabetic
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan

secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :


1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

7. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa

darah.
1) Hipoglikemia
2) Ketoasidosis diabetic (DKA)
3) sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).

b. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer
dan vaskular selebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik

komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.


3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Ulkus/gangren

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-
15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa
deproteinisasi.
b. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi
dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada

orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.


c. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi
menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi.
d. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

9. Penanganan Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4)
Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan

secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.


B. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau

kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus

dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226),

tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:


1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan

esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
4. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa

darah sesudah makan dan pada malam hari.


5. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan

penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu
sendiri.
6. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia
dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12

gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat

60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan
dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah.

Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
7. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi
bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang

istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga

akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
8. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau

pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:


Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

C. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

Data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya
ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut


Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen


5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan


Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi


7. Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum


Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn

8. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi

D. Diagnosis keperawatan
Diagnosa yang dapat diangkat dari klien dengan diabetes mellitus disertai gangren pedis adalah:
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Risiko penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
6. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan

yang kurang.
7. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
9. intoleransi aktifitas behubugan dengan adanya kelelahan
E. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
NO Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan (NOC)
1. Gangguan perfusi Tujuan: 1. Ajarkan pasien untuk 1. dengan mobilisasi
berhubungan Mempertahankan sirkulasi melakukan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
2. Ajarkan tentang
dengan perifer tetap normal. darah.
faktor-faktor yang
melemahnya/men Kriteria hasil: 2. meningkatkan
dapat meningkatkan
urunnya aliran 1. Denyut nadi perifer melancarkan aliran
aliran darah : hindari
darah ke daerah teraba kuat dan reguler darah balik sehingga
gangren akibat 2. Wara kulit sekitar luka penyilangkan kaki, tidak terjadi oedema.

adanya obstruksi tidak pucat hindari balutan ketat, 3. kolestrol tinggi dapat
3. Kulit sekitar luka teraba
pembuluh darah. hindari penggunaan mempercepat
hangat
bantal, di belakang terjadinya
4. Oedem tidak terjadi dan
lutut dan sebagainya arterosklerosis.
luka tidak bertambah
3. Ajarkan tentang
4. pemberian vasodilator
parah
modifikasi faktor-
5. Sensorik dan motorik akan meningkatkan
faktor resiko berupa :
membaik dilatasi pembuluh
Hindari diet tinggi
darah sehingga perfusi
kolestrol, teknik
jaringan dapat
relaksasi.
diperbaiki, sedangkan
4. kolaborasi dengan tim
pemeriksaan gula
kesehatan lain dalam
darah secara rutin
pemberian vasodilator,
dapat mengetahui
pemeriksaan gula
perkembangan dan
darah secara rutin dan
keadaan pasien, HBO
terapi oksigen ( HBO ).
untuk memperbaiki

oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

2. Ganguan Tujuan : Tercapainya 1. Kaji luas dan keadaan 1. Pengkajian yang tepat
integritas proses penyembuhan luka serta proses terhadap luka dan
jaringan luka. penyembuhan. proses penyembuhan
Kriteria hasil :
berhubungan 2. Rawat luka dengan akan membantu dalam
1. Berkurangnya oedema
dengan adanya baik dan benar : menentukan tindakan
sekitar luka.
gangrene pada 2. Pus dan jaringan Membersihkan luka selanjutnya
ekstrimitas. berkurang secara abseptik
2. Merawat luka dengan
3. Adanya jaringan teknik aseptik, dapat
menggunakan larutan
granulasi. menjaga kontaminasi
yang tidak iritatif
4. Bau busuk luka
luka dan larutan yang
3. Kolaborasi dengan
berkurang.
iritatif akan merusak
dokter untuk
jaringan granulasi yang
pemberian insulin,
timbul
pemeriksaan kultur
3. insulin akan
pus pemeriksaan gula
menurunkan kadar gula
darah pemberian anti
darah, pemeriksaan
biotik.
kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman

dan anti biotic yang


tepat untuk

pengobatan,
pemeriksaan kadar gula

darah untuk
mengetahui

perkembangan penyakit

3. Ganguan rasa Tujuan : rasa nyeri 1. Kaji tingkat, frekuensi, 1. Untuk mengetahui
nyaman ( nyeri ) hilang/berkurang dan reaksi nyeri yang berapa berat nyeri yang

berhubungan Kriteria hasil : dialami pasien. dialami pasien.


2. Jelaskan pada pasien 2. pemahaman pasien
dengan iskemik 1. Penderita secara verbal
tentang sebab-sebab tentang penyebab nyeri
jaringan. mengatakan nyeri
timbulnya nyeri. yang terjadi akan
berkurang atau hilang.
3. Ciptakan lingkungan
2. Penderita dapat mengurangi ketegangan
yang tenang.
melakukan metode atau pasien dan
tindakan untuk memudahkan pasien

mengatasi nyeri. 4. Ajarkan teknik distraksi untuk diajak


3. Ekspresi wajah klien
dan relaksasi. bekerjasama dalam
rileks. 5. Lakukan massage saat melakukan tindakan.
4. Tidak ada keringat
rawat luka. 3. Rangasang yang
dingin, tanda vital 6. Obat-obat analgesik berlebihan dari
dalam batas normal.(S : dapat membantu lingkungan akan
36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 mengurangi nyeri memperberat rasa nyeri.
x /menit, T : pasien. 4. Teknik distraksi dan

120/80mmHg, RR : 18 – relaksasi dapat

20 x /menit ). mengurangi rasa nyeri

yang dirasakan pasien.


5. Massage dapat
meningkatkan

vaskulerisasi dan
pengeluaran pus.
6. Obat-obat analgesik

dapat membantu
mengurangi nyeri

pasien

4. Keterbatasan Tujuan : Pasien dapat 1. Kaji dan identifikasi 1. Untuk mengetahui


mobilitas fisik mencapai tingkat tingkat kekuatan otot derajat kekuatan otot-
berhubungan kemampuan aktivitas pada kaki pasien. otot kaki pasien
2. Beri penjelasan tentang 2. Pasien mengerti
dengan rasa nyeri yang
pentingnya melakukan pentingnya aktivitas
pada luka di kaki. optimal.
aktivitas untuk menjaga sehingga dapat
Kriteria Hasil :
kadar gula darah dalam kooperatif dalam
1. Pergerakan paien
keadaan normal. tindakan keperawatan.
bertambah luas.
3. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk melatih otot –
2. Pasien dapat
menggerakkan/mengan otot kaki sehingg
melaksanakan aktivitas
gkat ekstrimitas bawah berfungsi dengan baik.
sesuai dengan
4. Agar kebutuhan pasien
sesui kemampuan.
kemampuan ( duduk,
4. Bantu pasien dalam tetap dapat terpenuhi.
berdiri, berjalan ). 5. Analgesik dapat
memenuhi
3. Rasa nyeri berkurang.
membantu mengurangi
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhannya.
5. Kerja sama dengan tim rasa nyeri, fisioterapi
kebutuhan sendiri
kesehatan lain : dokter untuk melatih pasien
secara bertahap sesuai
( pemberian analgesik ) melakukan aktivitas
dengan kemampuan
dan tenaga fisioterapi. secara bertahap dan

benar.

5. Risiko Tujuan : Tidak terjadi 1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Pengkajian yang tepat
penyebaran penyebaran infeksi penyebaran infeksi pada tentang tanda-tanda

infeksi (sepsis) (sepsis). luka penyebaran infeksi


2. Anjurkan kepada pasien
berhubungan Kriteria Hasil : dapat membantu
dan. keluarga untuk
dengan tinggi 1. Tanda-tanda infeksi menentukan tindakan
selalu menjaga
kadar gula darah. tidak ada. selanjutnya.
2. Tanda-tanda vital kebersihan diri selama 2. Kebersihan diri yang

dalam batas normal perawatan. baik merupakan salah


3. Lakukan perawatan luka
( S: 36 -37,50C ). satu cara untuk
3. Keadaan luka baik secara aseptik.
mencegah infeksi
4. Anjurkan pada pasien
dan kadar gula darah
kuman
agar menaati diet,
normal. 3. Untuk mencegah
latihan fisik,
kontaminasi luka dan
pengobatan yang
penyebaran infeksi.
ditetapkan. 4. Diet yang tepat, latihan
5. Kolaborasi dengan
fisik yang cukup dapat
dokter untuk pemberian
meningkatkan daya
antibiotika dan insulin.
tahan tubuh,
pengobatan yang tepat,

mempercepat
penyembuhan sehingga

memperkecil
kemungkinan terjadi

penyebaran infeksi.
5. Antibiotika dapat
menbunuh kuman,

pemberian insulin akan


menurunkan kadar gula

dalam darah sehingga


proses penyembuhan

akan lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007.

bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13. jakarta : EGC. 2005.


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EG

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13 th Edition, Penerbit Buku
Kedokteran

Doenges, M.E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan), edisi 3, EGC, Jakarta

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
EGC, Jakarta, 2013

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia


Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt J. Lessebacher. Et. Al :

Editor Jakarta: EGC


Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention

Project, Mosby.
Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta,
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta: EGC

NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013


Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &

NANDA;
Smeltzer C, Suzanne dan Brenda G.Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Ali
Bahasa

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Wilkinson. Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil

NOC.

Anda mungkin juga menyukai