Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITTUS TIPE 2 DIABETIK FOOT

PK-3 POLI KAKI

Disusun oleh :

Inda Febriana Dewi (PO.62.20.1.15.124)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIV KEPERAWATAN REGULER II

2017
A. KONSEP DASAR
1. Definisi DM tipe II DiabetiK Foot
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein
(Askandar, 2012).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas
sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam
rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).

Diabetik Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada
penderita diabetes bagian kaki. Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita
diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan
saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun
berkurang.
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2000). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada
kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di
pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2012).

2. Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan
menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan
pada diabetic foot-ulcer (Sarwono Waspadji, 2012).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati)
membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi
karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma
misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang
sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu
yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang
disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang
mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah
perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari
serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena
kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi
melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan
luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel
darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula
darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi
normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran
kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan
berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini
yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita
diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
a. Luka kecelakaan
b. Trauma sepatu
c. Stress berulang
d. Trauma panas
e. Oklusi vaskular
f. Kondisi kulit atau kuku

3. Tanda dan gejala


a. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)
b. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
c. Nyeri saat istirahat
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
e. Adanya kalus di telapak kaki
f. Kulit kaki kering dan pecah-pecah

4. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering
menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan
kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan
menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain,
akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan
timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang
sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.

Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik


dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.

Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya


kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak
ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan
bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
(KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang
akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang
biak.

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan : sensasi pada getaran, merasakan sentuhan ringan,
kepekaan terhadap suhu.

6. Komplikasi
a. Gangren
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan
oleh infeksi. Sedangkan gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah
kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi pada pembuluh
darah.

b. Kapalan (Callus)
Kapalan merupakan penebalan atau pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki
diabetes, akibat dari adanya neuropati dan penurunan siklus darah dan juga gesekan
atau tekanan ang berulang- ulang pada daerah tertentu kaki. Jika kejadian tersebut
tidak diketahui dan diobati dengan tepat, maka akan menimbulkan luka pada
jaringan dibawahnya, yang berlanjut dengan infeksi menjadi ulkus.

c. Kulit Melepuh
Kejadian kulit melepuh atau iritasi sering diakibatkan oleh pemakaian sepatu yang
sempit, jika hal ini terjadi jangan mengobati sendiri. Kulit yang mengalami iritasi
seringkali disertai dengan infeksi (ulkus) dan terkadang tidak dirasa akibat adanya
neuropati, dan diketahui setelah keluarnya cairan atau nanah, yang merupakan
tanda awal dari masalah.

d. Cantengan ( kuku masuk ke dalam jaringan)


Cantengan merupakan kejadian luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang
sering disebabkan adanya pertumbuhan kuku yang salah. Keadaan ini disebabkan
oeleh perawatan kuku yang tidak tepat misalnya pemotongan kuku yang salah
(seperti terlalu pendek atau miring), kebiasaan mencungkil kuku yang kotor.
Seperti kita ketahui kuki juga merupakan sumber kuman, jadi bila ada luka mudah
terinfeksi. Cantengan ditandai dengan sakit pada jaringan sekitar kuku, merah dan
bengkak dankeluar cairan nanah, yang harus segera ditanggulangi.

e. Kulit Kaki Kering dan Pecah


Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak (karena
neuropati diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap lembut dan
lembab. Kulit yang kering dapat pecah. Adanya pecahan pada kulit dapat
membuat kuman masuk dan menyebabkan infeksi. Dengan gula darah anda yang
tinggi, kuman akan mendapatkan makanan untuk berkembang sehingga
memperburuk infeksi.

f. Radang Ibu Jari Kaki (Jari Seperti Martil)


Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari- jari
kaki, kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan peradangan yang lain
pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya perubahan bentuk ibu jari kaki seperti
martil (hammer toe). Kejadian ini dapat juga disebabkan adanya kelainan
anatomik yang dapat menimbulkan titik tekan abnormal pada kaki. Kadang-
kadang pembedahan diperlukan untuk mencegah komplikasi ke tulang.
g. Kaki Charcot
Suatu kondisi yang menggambarkan efek dari pelunakan tulang yang terjadi
dalam kaki. Hal ini terjadi sebagai akibat dari neuropati atau kerusakan saraf
ekstrim. Tulang menjadi terlalu lemah dan akhirnya menjadi mudah retak.
Karena saraf telah menjadi terlalu rusak, rangsangan tidak lagi sedang dikirim
seperti perasaan sakit. Selain, gerakan otot juga terhambat. Karena tidak ada
yang dirasakan dalam wilayah karena kerusakan saraf, struktur tulang seluruh
kaki mengalami stress dan trauma berulang kali.

7. Penatalaksanaan
Menurut Levin, penatalaksanaan ulkus kaki diabetik memerlukan pengobatan yang
agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a.Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotik sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :
Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin,
ofloxacin), sulfonamides.
Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams
cefloxitin.
Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang
paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetik adalah
insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan
oksoferin solution.
c.Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara
umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.

Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki diabetik :
1. Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
2. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula darah
maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.
3. Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan kaki
diabetik di rumah.
4. Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
5. Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
6. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
7. Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
8. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
9. Hindari trauma berulang.
10. Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
11. Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
12. Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
13. Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.
1.8 Pathway
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Riwayat Keperawatan
Pengumpulan data
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
b. Pengkajian fisik

Status kesehatan umum meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara


bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda vital.

-Kepala dan leher


Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.

- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.

- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.

- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.

- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.

- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

d. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu
kesehatan.
Batasan karakteristik
- Edeme
- Nyeri ekstremitas
- Parestesia
- Penurunan nadi perifer
- Perubahan fungsi motorik
- Perubahan karakteristik kulit
- Perubahan tekanan darah di ekstremitas
- Waktu pengisian kapiler >3 detik
- Warna kulit pucat saat elevasi
Faktor yang berhubungan
- Diabetes melitus
- Gaya hidup kurang gerak
- Hipertensi

Diagnose II : Kerusakan integritas kulit


Kerusakan pada epidermis dan atau dermis
Batasan karakteristik
- Benda asing menusuk permukaan kulit
- Kerusakan integritas kulit
Faktor yang berhubungan
- Cedera kimiawi kulit
- Faktor mekanik
- Hipertermia
- Hipotermia
- Gangguan metabolisme
- Gangguan sensasi (akibat DM)
- Gangguan sirkulasi
- Tekanan pada tonjolan tulang

e. Perencanaan
Diagnosa I : ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan dan kriteria hasil :
Tujuan :
Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik

Intervensi keperawatan dan rasional :

1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi


Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan
dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

Diagnosa II : Kerusakan integritas kulit


Tujuan dan kriteria hasil :
Tujuan :
Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.

Intervensi dan rasional


1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

Daftar Pustaka
Arisman. (2012). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan :
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
Peterson, Donnie. (2015). Laporan Pendahuluan Diabetic Foot. (Online).
Termuat dalam : < https://www.scribd.com/doc/269655158/Laporan-
Pendahuluan-Diabetic-Foot>
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC
NOC : Edisi 9. Jakarta : EGC
a) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas
melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat
batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas
cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau,
yang disebut egofoni.

b) Sistem kordiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health
rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras.

c) Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 5 6.
d) Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

e) Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer
serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari hari yang kurang meyenangkan.

f) Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Pasien dengan effusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang. Pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

Anda mungkin juga menyukai