Anda di halaman 1dari 21

DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI KAKI DIABETIK 1.

PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Kriteria DM berdasarkan standar American Diabetes Association tahun 2010, meliputi: (1) A1C > 6,5 %, (2) FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam (3) 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan (4) pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L). 1 Penyakit Diabetes mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena dapat muncul dengan gejala-gejala yang serupa dengan penyakit-penyakit dari sistem lainnya. Hal ini dikarenakan komplikasi penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh. Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar (makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi kronik DM terdapat pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf (neuropati diabetik) dan otot jantung (kardiomiopati). Sedangkan pembuluh darah besar (makrovaskular) dapat ditemukan komplikasi pada otak (stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus / gangren diabetes. 1

Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes melitus, dengan gejala dan tanda seperti sering kesemutan/kram (asimptomatis), dan kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus). Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetik. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya kejadian kaki diabetik dan penderita datang sudah dalam keadaan stadium lanjut, neuropati perifer dan iskemi perifer berat. Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di negara industri. 1,2,3

2.

EPIDEMIOLOGI Di RSUPN dr. CiptoMangukusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan

masalah yang besar. Sebagian besar perawatan penderita DM selalu menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penderita DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1 Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, diperkirakan 16 juta warga Amerika menderita DM, dan jutaan lainya dianggap berisiko untuk berkomplikasi. Lesi pada kaki diabetik menyebabkan kasus rawat inap lebih banyak daripada komplikasi DM lainnya. Di antara pasien dengan DM, 15% berkomplikasi menjadi kaki diabetik, dan 12-24% dari individu dengan kaki diabetik memerlukan amputasi. Diabetes mellitus adalah penyebab utama amputasi ekstremitas bawah non-traumatik di Amerika Serikat. Bahkan, setiap tahun sekitar 5% dari penderita DM berkomplikasi menjadi kaki diabetik dan 1% memerlukan amputasi.3

3.

ETIOLOGI Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara

umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:2 3.1 Faktor predisposisi Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, merokok, dan neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, mobilitas sendi yang terbatas, dan komplikasi DM yang lain. 3.2 Faktor presipitasi Perlukaan di kulit (jamur) Trauma Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama 3.3 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka Derajat luka Perawatan luka Pengendalian kadar gula darah

4.

FAKTOR RISIKO Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen yang berasal

dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk, neuropati, trauma serta infeksi. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Penderita diabetes mempunyai resiko tinggi mengalami masalah kaki, berikut contoh hal-hal yang dapat menyebabkan kaki diabetik : 4,5

1. Neuropati mengakibatkan sensasi nyeri menurun. Pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya luka kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. 2. Vaskularisasi ke tungkai yang menurun. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. 3. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan pada penderita DM terjadi gangguan fungsi leukosit yaitu fungsi kemokinesis-kemotaksis dan aktivitas mikrobisidal yang menurun. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

5.

PATOFISIOLOGI Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati

perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.7

5.1

Neuropati perifer Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati memiliki hubungan yang erat

dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.2,4 Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangren.2,8 Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol ( glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.3,4,7

5.1.1

Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3,4 Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan:2 (1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak. (2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal. (3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian. (4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

5.1.2 Neuropati sensorik Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik.4,7 Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang

besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.2 Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:2 (1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama berbaring, dekubitus). (2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku). (3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

5.1.3 Neuropati otonom Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.2 Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecahpecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.2

5.2

Vaskulopati perifer Penderita hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan penebalan tunika

intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, abnormalitas trombosit, penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. Hiperglikemia kronik
7

dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:2,3,8 1. Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin. 2. Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO. 3. Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi. 4. Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi. 5. Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein. 6. Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat. 7. Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat

menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel. Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai berikut: (1) rasa kram/kebal, (2) claudicatio intermitten, (3) nyeri pada saat istirahat, (4) iskemia/infark dan/atau gangren. 3,6,8 Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. 3,6

5.3

Infeksi Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur

muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.3,9,10 Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen.3,9 Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
9

menyebabkan

meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah jga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.9,10,13

6.

DIAGNOSIS Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. 6.1 Gejala Klinis 6.1.1 Gejala akibat neuropati perifer Gejala gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain:3 1. Hypestheshia (sensivitas menurun secara abnormal, terutama pada perabaan) 2. Hyperesthesia (peningkatan sensivitas terutama terhadap sensasi nyeri akibat stimulus perabaaan yang tidak nyeri secara normal) 3. Paraesthesia (sensasi abnormal seperti mati rasa, gatal, terbakar) 4. Dysesthesia (sensasi abnormal yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh rangsangan normal) 5. Radicular pain (nyeri yang menjalar sesuai distribusi sensoris) 6. Anhydrosis (tidak adanya atau defisiensi keringat)

10

6.1.2

Gejala akibat Insufisiensi Arteri Perifer

Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien, antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram atau kelelahan pada otot otot besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari kaludikasio dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram, atau kelemahan pada betis atau kaki, sering terjadi pada penderita diabetes, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot otot betis mungkin juga terjadi. Gejala gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.3 Nyeri padaa saat beristirahat, jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa kasus, fissura, ulkus, atau kulit pecah pecah merupaka tanda awal bahwa telah terjadi penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes, datang dengan gangren, hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.3 6.2 Pemeriksaan Fisis Ulkus diabetes cenderung terjadi pada area yang merupakan penopang tubuh, seperti tumit, area plantar metatarsal, ujung ujung jari kaki I dan II dan ujung dari hammer toes (ulkus juga banyak terjadi pada malleolus karena sering terjadi trauma). Pada pemeriksaan fisis, dapat pula ditemukan:3 Hipertrofi kalus Kuku pecah pecah Hammer toes Fissura Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan.3

11

6.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. Tes Laboratorium pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar

GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.6 2. Radiologi a. Foto X-Ray Foto x-ray tungkai atau kaki dapat menilai tanda-tanda kerusakan pada tulang atau arthritis, kerusakan dari infeksi, benda asing dalam jaringan lunak. Gas dijaringan lunak, menunjukkan gangren, infeksi yang sangat serius berpotensi mengancam nyawa atau amputasi. b. USG Doppler USG Doppler untuk melihat aliran darah melalui arteri dan vena di ekstremitas bawah. c. Angiogram Jika ahli bedah vaskuler menentukan bahwa pasien memiliki suplai sirkulasi yang sangat sedikit untuk daerah ekstremitas bawah, maka angiogram dapat dilakukan sebagai persiapan meningkatkan sirkulasi. operasi untuk

7.

KLASIFIKASI Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam lima derajat

menurut Wagner, yaitu ; 1,10 0 : Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati

12

1 2

: Tukak superficial, terbatas pada kulit : Tukak dalam (sampai tendon, tulang) sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan (sellulitis)

3 4

: Tukak dalam yang melibatkan tulang, sendi, dan formasi abses : Tukak dengan gangren terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit

: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

Klasifikasi PEDIS 2003 (International Working Group of Diabetic Foot, 2003)1 Impaired Perfusion (Gangguan perfusi) 1 2 None (tidak ada) PAD + but not critical (Peripheral artery disease, tidak kritis) 3 Critical limb ischemia (iskemia tungkai kritis) Size/Extent in mm2 (Luas permukaan) Tissue Loss/Depth (Kedalaman jaringan) 2 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis (permukaan superficial tebal, tidak melebihi dermis) Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle, or tendon (ulkus dalam, melebihi dermis, meliputi subkutan, fasia, otot, atau tendon) 3 All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint (semua lapisan termasuk tulang dan/atau sendi) Infection (Infeksi) 1 2 No symptoms or signs of infection (tidak bergejala) Infection of skin and subcutaneous tissue only (infeksi sebatas kulit dan jaringan subkutan) 3 Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure(s) (eritema >2 cm atau infeksi yang

13

melibatkan subkutan) No systemic sign(s) of inflammatory response (tidak terdapat reaksi inflamasi) 4 Infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left Metabolic instability Hypotension, azotemia (infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis, ketidakstabilan metabolic, hipotensi, azotemia) Impaired Sensation (Gangguan sensasi) 1 2 Absent (ada) Present (tidak ada)

8.

PENATALAKSANAAN Pengobatan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan

kaki, yaitu sebagai berikut: 1,5,12,13 1. Kontrol metabolik Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari : pertama terapi non farmakologis yang meliputi perrubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang beerkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat menendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak

meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.

14

Non farmakologis berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Perencanaan makan pada penderita diabetes masih tetap merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sagat direkomendasikan bag penderita diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Adapun cara menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan oleh passien diabetes yaitu: 1. Penentuan status gizi berdasarkan IMT dan rumus Brocca. IMT: Berat badan kurang BB normal BB lebih dengan resiko Obes I Obes II <18,5 <18,5 22,9 23,0 25 29,9 30

Rumus brocca: Berat badan kurang Berat badan normal Berat badan lebih Gemuk BB < 90% BBI BB 90 110% BBI BB 110-120% BBI BB >120% BBI

2. Penentuan kebutuhan kalori per hari : a) Kebutuhan basal : Laki-laki : BB idaman ( kg) x 30 kalori Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori

b) Koreksi atau penyesuaian: Umur diatas 40 tahun Aktivitas ringan : - 5% : + 10%

( duduk-duduk, nonton televisi, dll) Aktivitas sedang :+ 20%

15

( kerja kantoran, ibu rumah tangga,dll) Aktivitas berat ( olahragawan, tukang becak, dll) Berat badan gemuk Berat badan lebih Berat badan kurus Stress metabolik ( infeksi, operasi,stroke, dll) Kehamilan trimester I dan II : + 300 kalori : - 20% : - 10% : +20% : + 10-30% : + 30%

Kehamilan trimester III dan menyusui: + 500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi ( 20%), makan siang ( 30% ), makan malam ( 25%), serta 2-3 porsi ringan ( 10-15%) diantara makan besar. Latihan jasmani dapat berupa aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang bahkan untuk penderita diabetes sebaai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tertawa. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh penderita diabetes, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. Secara farmakologis pada diabetes mellitus dengan komplikasi kaki diabetik diberikan terapi insulin. Adapun indikasi-indikasi pemberian terapi insulin yaitu: 1. Pasien dengan penurunan BB yang drastis. 2. Hiperglikemia disertai Asidosis 3. Ketoasidosis diabetik 4. Hiperglikemia hipersomolar non ketotik 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat 6. Gagal dengan kombinasi OHO yang dosisnya hampir maksimal. 7. Stress berat ( infeksi sistemik, operasi, IMA, stroke.

16

8. Kehamilan dengan DM gestational yang tidak terkendali dengan diet. 9. Gangguan fungsi ginjal/ hati yang berat. 10. Kontraindikasi atau alergi dengan OHO 11. DM tipe 1 12. Pasien kurus 13. Infeksi akut.

2. Kontrol Infeksi Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, umunya didapatkan pola kuman yang

polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik disebut dengan Triple Blind Therapy yaitu diberikan 3 macam antibiotik yang pertama untuk bakteri gram negatif yaitu golongan quinolon misalnya ciprofloxacin, untuk bakteri gram positif yaitu golongan sefalosporin misalnya ceftiaxone dan untuk bakteri anaerob diberikan metronidazole.

3. Kontrol luka Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
17

harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.7 Berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.7

4. Mechanical control Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan daerah tumpuan berat badan pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan daerah tumpuan berat badan dapat dilakukan antara lain dengan pembungkus kaki yang mudah dilepas, pembungkus kaki total, sepatu temporer, bantalan, tongkat penopang, kursi roda, kereta dorong elektronik, maupun sol sepatu.13 Berbagai cara pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk reseksi kepala metatarsal, pemanjangan tendon Achilles, dan calcanectomi sebangian).13

5. Kontrol Vaskular Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,
18

seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.7,9 Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan

pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa (1) modifikasi faktor risiko dengan stop merokok dan memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia), (2) revaskularisasi. Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1,5,12 Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.5,12 Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan.12 Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.12,13

6. Educational control Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1

19

9.

PENCEGAHAN Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan

terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.13 Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.1

10.

KESIMPULAN Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang

ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Kriteria DM berdasarkan standar American Diabetes Association tahun 2010, meliputi: (1) A1C > 6,5 %, (2) FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam (3) 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan (4) pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L). 1 Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus, dengan gejala dan tanda seperti sering kesemutan/kram (asimptomatis), dan kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus). Penyebab

20

kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen yang berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk, neuropati, trauma serta infeksi. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.1 Pengobatan kaki diabetik meliputi wound control, infection control, metabolic control, vaskular control, mechanical control, dan educational control.1

21

Anda mungkin juga menyukai