TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik
merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta
infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma
kecil yang tidak dirasakan oleh penderita.3
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun
penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan
kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit
dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami
masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1
1
B. Epidemiologi
Diabetes terjadi pada 3-6% dari Amerika. Dari jumlah tersebut, 10% memiliki
diabetes tipe 1 dan biasanya didiagnosis ketika mereka lebih muda dari 40 tahun. Di antara
orang dewasa, prevalensi diabetes sekitar 10% (dari ini, 90% memiliki diabetes tipe 2).
Neuropati diabetes cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah onset diabetes, dan, karena itu,
deformitas diabetes kaki dan ulserasi terjadi kadang-kadang setelahnya.
Masalah penyakit kaki diabetik menjadi perhatian khusus di masyarakat Latino dari
Amerika Serikat Timur, di Afrika Amerika, dan di penduduk asli Amerika, yang cenderung
memiliki prevalensi tertinggi diabetes di dunia.
Secara global, infeksi kaki diabetik adalah infeksi tulang dan jaringan lunak yang
paling umum pada pasien dengan diabetes. Kejadian infeksi kaki diabetik mirip dengan
diabetes dalam berbagai kelompok etnis dan paling sering mempengaruhi pasien usia lanjut.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin. Kematian tidak umum, kecuali
dalam kondisi yang tidak biasa. Risiko kematian tertinggi pada pasien dengan osteomyelitis
kronis dan pada mereka dengan necrotizing akut infeksi jaringan lunak.5
Di Negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki
diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes
menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat
rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.1
2
C. Etiologi
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 3
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.
D. Patofisiologi
3
1. Vaskulopati
4
Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos
pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia
akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized
lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat
aterogenik. Di samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan
hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi
endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang
berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel.
2. Neuropati
a) Neuropati motorik
6
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi
yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik
dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
b) Neuropati sensorik
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena
lama berbaring, dekubitus).
7
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus
vasomotor, dan lain-lain. 3
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada
kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di
atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat
kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang.
Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada
penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob
yang bekerja secara sinergi. 3
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari
kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula
darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 3
8
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini
disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti
katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam
melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk
mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang
pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 3
E. Klasifikasi
Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun
oleh dokterumum atau dokter keluarga. Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan
perawatan di tingkat pelayanan spesialistik. Stage 5 dan 6, merupakan kasus rawat inap,
dan memerlukan kerja sama tim dengan dokter bedah, terutama ahli bedah vaskuler/ahli
bedah plastic dan rekonstruksi.
9
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Tidak ada lesi tapi beresiko tinggi menjadi kaki diabetik
Wagner 1: Ulkus superficial tanpa infrksi. Disebut juga ulkus neuropati karna lebih
sering pada kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu di ibu jari dan plantar
Wagner 2: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau tanpa kelainan tulang
Wagner 3: Ulkus dalam dengan kelainan kulit dan abses yang luas yang dalam disertai
kelainan tulang/osteomielitis
Wagner 4: Gangren terbatas pada ibu jari kaki dan tumit. Penyebab utama karena ulkus
sistemik
10
D. Klasifikasi Texas 1
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Luka superfisial,
Tanpa tukak atau Luka sampai
tidak sampai Luka sampai
A pasca tukak, kulit tendon atau
tendon atau tulang/sendi
intak/utuh kapsul sendi
kapsul sendi
B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
11
D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------
Size/Extent in mm2
12
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
2 Present
F. Diagnosis
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat,
ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram atau kelelahan pada otot-otot besar pada salah satu atau
kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang
mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas
dan membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi
lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram
13
atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena
cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga
terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.4
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa
kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan
perfusi. Ketika penderita diabetes datang dengan gangrene hal tersebut sering merupakan
akibat dari infeksi. 4
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik serta tes
sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri
poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang
akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah
rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia
darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam
menentukan penatalaksanaan kaki diabetik. 4
G. Penatalaksanaan
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya
ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini
juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum
terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka
lain pada kulit.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang
insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif
tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang
dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan
permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki
vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya
pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan.
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin.
Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement
yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi
cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
16
harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif
(misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi
pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah.
Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,
seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan
pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
17
Revaskularisasi
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control
18
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
H. Prognosis
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki
diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki
kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor ketiga
ialah karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien
tidak sampai ke tempat infeksi. 2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam
terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi,
dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait
dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan
komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes
mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 3
Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat dilakukan oleh
pasien secara mandiri)
Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
Pemeriksaan mata (setiap tahun)
19
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
Imunisasi influenza/pneumococcus
Pertimbangkan terapi antiplatelet.
20
BAB II
LAPORAN KASUS
Daftar Masalah
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
No Medrec : 266546
Umur : 45 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Dadapan-Kraton-Pasuruan
2. Anamnesa
Anamnesis dilakukan di zal laki pada tanggal 24 Juli 2015 secara autoanamnesa dan
heteroanamnesis.
Keluhan Utama:
RPS:
Pasien dibawa ke RSUD Bangil dengan keluhan nyeri pada luka kaki kanan. Sejak 2
minggu yang lalu, luka terjadi karena tersenggol paku. Awalnya luka hanya seperti luka lecet
yag melebar hingga ukuran sekarang. Luka tersebut nyeri, merah, bernanah, perabaan hangat,
bengkak. Sebelumnya kaki sering kesemutan. Pasien juga mengaku sering mengalami luka-
luka kecil di kaki tanpa disadari (tidak terasa)
Pasien mengeluh badannya sering terasa sakit semua dan lemas. Pusing. Nafsu makan
menurun. Pasien merasa mual, tapi tidak terdapat muntah.
Tidak didapatkan demam, menggigil, riwayat demam (+) kadang dikeluhkan sejak pasien
terluka. Sesak nafas bila berjalan (-), Nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada
sebelumnya (-).
BAK : Lancar, warna kuning tua, BAB : Pasien tidak BAB selama 2 hari
RPD :
Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : Pernah luka tidak sembuh-sembuh di
jari kaki kanan sejak 2 bulan ini.
Riwayat Diabetes Mellitus: DM sudah satu tahun. Rutin kontrol.
Riwayat Hipertensi : Disangkal
22
Riwayat Penyakit jantung : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Raiwayat TBC : Disangkal
Riwayat Penyakit maag : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat penyakit liver : Disangkal
Riwayat transfusi : Disangkal
Riwayat sakit kuning sebelumnya: Disangkal
Di keluarga tidak didapatkan adanya riwayat kencing manis dan darah tinggi. Juga tidak
ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Pengobatan :
Penderita rutin minum obat glibenclamid. Bila sakit berobat ke mantri bila sakit. Tidak
ada alergi obat.
Riwayat Gizi :
Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun, makan dalam jumlah
sedikit. Sebelum sakit tidak pernah menjaga makan. Bebas makan-makanan yang manis-
manis, makan banyak dan makan berlemak.
3. Pemeriksaan Fisik
RR : 18 x / mnt
Hidung : Epistaksis (-), Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-),
Mulut : Bibir pucat (-), hipertrofi gingiva (-), perdarahan gusi (-)
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tak teraba membesar, JVP R-2
24
- Pulmo (Paru depan-belakang)
I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
Suara dasar
Vesikuler
: (-)
Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
- Cor
25
Batas pinggang jantung ICS III linea sternalis sinistra
S1S2 tunggal
Abdomen :
Perkusi : Area troube timpani, abdomen timpani, liver span 6cm, area troube
timpani
4. Status Lokalis
Inspeksi : Terdapat luka pada regio dorsalis pedis dextra dengan ukuran ±3cm x 2x1cm,
Bentuk tidak beraturan, rongga +, pus +, slough + bengkak, hiperemi+,
nekrosis-
26
Ulkus pedis + pada ekstremitas dextra
27
ABPI Score
5. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
28
MCHC 33,3 33,7 33,4 33,0-37,0 g/dl
RDW 11,5 13,2 12,7 11,6-13,7 %
PLT 406 378 372 150–450 103/µL
MPV 6,28 5,8 5,27 7,0–11,0 Fl
PCT 0,216 0,100–0,600 %
PDW 11,9 8,0–25,0 %
Kimia klinik
29
Foto Thorax
Thorax PA
Cardio Thoraks Ratio : 50%
Cor : Ukuran normal
Pulmo : Corak bronkovaskuler, Tidak ada infiltrat
Sinus costo phrenicus tajam
Kesan: Normal
30
- Ankle Dextra
- Alignmet tulang baik
- Kontur dan struktur sendi normal
- Sela sendi normal
- Kesimpulan : ankle dextra normal
6. Daftar Abnormalitas
1. Luka di kaki kanan terasa nyeri
2. Luka terdapat nanah dan tidak sembuh-sembuh
3. Badan lemah dan terasa sakit semua
4. Terasa mual
5. Nafsu makan turun
6. DM sudah 1 tahun. Minum obat glibenclamid
7. Pusing
8. Konjungtiva pucat +
9. Nyeri tekan epigastrium
10. Ulkus pedis dextra (3cmx2cmx1cm, bernanah, bengkak, kemerahan)
11. Hiperglikemi (GDA 477)
12. Hipoglikemi (GDP 45)
31
13. Leukositosis (WBC 25,5)
14. Anemia normokrom Normositer (HB 9,18)
15. Hipoalbumin (2,7)
7. Daftar Problem
1. Ulkus pedis dextra
2. DM type 2 uncontrolled
3. Azotemia
4. Dyspepsia Syndrome
5. Anemia Kronik Disease
8. Penatalaksanaan
1. Ulkus pedis dextra
2. DM tipe 2 uncontrolled
Assesment : - Retinopati Dibetikum
- Nefropati Diabetikum
- Gastropati Diabetikum
32
Pdx : EKG, GDP, GD 2 jam PP. HbA1C, Funduskopi, UL
d. Infus PZ 20tpm
3. Azotemia
Assesment : - CKD
- Nefropati diabetikum
- PO : aminoral 3x1tab
4. Dyspepsia Syndrome
Assesment : 1. Gastropathy DM
Pdx :-
33
Ptx : a. Inj. Omeprazol 1x40mg IV
Monitoring : Keluhan
Monitoring : Keluhan, Hb
6. Hipoalbumin
2. Low intake
Pdx : Albumin, UL
PF: Konjungtiva pucat +/+, nyeri tekan epigastrium +, ulkus pedis dextra (3x2x1cm)
Retinopati
KOMPLIKASI Mikrovaskular
diabetikum
Akut
CKD
Dispepsia
Neuropati diabetikum
Hipoalbumin
Leukositosis Sepsis
35
9. FOLLOW-UP PASIEN
Ukuran 3x2x1 cm
GDA 477
WBC 25,5
HB 9,18
MCH 28,7
MCHC 33,3
Albumin 2,7
BUN 82
SK 3,9
37
Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri (+), Pdx: GDP, GD 2JPP, asam urat,
22/07/2015 lemas (+), Pusing (+).Mual (+), UL
muntah (-). Ptx:
-Rawat luka
O: TD: 110/70mmHg, Nadi: 80
-IVFD PZ 2 kolf / hari
x/m, suhu: 36,1’C, RR: 18 x/m.
- Inj. Ceftriaxone 2x1g
Konjungtiva Palpebra pucat -Drip Metronidazole 3x500 mg
(+/+) - Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Nyeri tekan epigastrium
- Inj. Lantus 12U SC ac
Ulkus Pedis Dextra PO: -Domperidone 3 x 1 tab
-Aminoral 3x1
Ukuran 3x2x1 cm
38
Bentuk tidak beraturan, rongga - Allopurinol 1x300mg pc
+, pus +, slough + bengkak,
hiperemi+, nekrosis-
hiperemi (+), nekrosis (-)
Lab:
Asam Urat 9,5
39
O: TD: 100/60mmHg, Nadi: 78 - inf. PZ 2 kolf/hari
x/m, suhu: 36,4’C, RR: 18 x/m. -Diet DM Uremia 1700 kkal
- Transfusi PRC 1/ hari s/d HB ≥
Konjungtiva Palpebra pucat
10g/d
(+/+)
- drip cealb 20% 100cc
Ulkus Pedis Dextra -Drip Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Antrain 3x1
Ukuran 3x2x1 cm
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Bentuk tidak beraturan, rongga
- Inj. Lantus 12U SC mlm
+, pus +, slough + bengkak+, kulit
PO: -Domperidone 3 x 1 tab
kehitaman+, nekrosis-
-Aminoral 3x1
- Allopurinol 1x300mg pc
- Codein 3x1 tab
Konsul Kulit +
40
Albumin 2,4 -Aminoral 3x1
- Allopurinol 1x300mg pc
Hb 10,4
- Codein 3x1 tab
Tgl. Pdx :
29/07/2015 DL
Ptx :
ACC KRS
- Allopurinol 1x300mg pc
41
-Metronidazole 3x500mg
- Domperidone 3 x 1 tab
-Asam mefenamat 3x500mg
-Ciprofloxacin 2x500mg
42
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
Pasien Tn. M datang dengan keluhan luka di kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Luka
tersebut tidak kunjung sembuh dan bertambah lebar. Pada anamnesis ditemukan riwayat DM
sejak 1 tahun yang lalu, rutin berobat, minum obat glibenclamid.
Pasien saat datang ke IGD mengalami hiperglikemi (GDA 477). Untuk mengatasi
hiperglikemi dapat diberikan RCI (regulasi cepat insulin) yaitu dengan inj apidra 3x4 U IV
bolus / jam. Untuk maintenance dapat diberikan inj apidra 3x6U SC sebelum makan dan inj
lantus 14U SC sebelum makan. Hiperglikemi pada pasien dapat disebabkan karena terjadinya
kelainan sekresi insulin. Dari anamnesa didapatkan Sebelum sakit tidak pernah menjaga
makan. Bebas makan-makanan yang manis-manis, makan banyak dan makan berlemak.
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram dan kebas pada ujung-ujung jari
tangan bahwa pasien ini telah mengalami komplikasi DM, baik akut (hipoglikemi) maupun
kronik (neuropati diabetikum, diabetic foot dan gastropathy DM).
Pada hasil foto pedis AP/lateral didapatkan Alignmet tulang baik, kontur dan struktur
sendi normal, sela sendi normal, kesimpulan : ankle dextra normal. Selain itu juga didapatkan
tanda-tanda infeksi oleh karena itu luka pada kaki Tn. M diklasifikasikan sebagai kaki
diabetik Wagner III. Prinsip penatalaksanaan untuk diabetic foot adalah rawat luka. Rawat
luka dilakukan untuk selalu menjaga kondisi luka dalam keadaan lembab.
43
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah infeksi lebih
lanjut pada kaki dan mengontrol kadar gula darah. Untuk kaki diabetiknya diberikan
antibiotik terdiri atas ceftriaxone, dan metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai
antibiotik spektrum luas, yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram
negatif, maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur. Terapi ini bersifat agresif sebab pada
penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Pada pasien ini juga didapatkan keluhan nafsu makan turun, mual-mual, dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
dapat mengarah pada dyspepsia syndrome. Dyspepsia syndrome pada pasien ini dapat
disebabkan karena adanya gastropathy DM. Terapi yang dapat diberikan pada pasien ini
domperidone sebagai antiemetic.
Selain itu pada pasien ini didapatkan leukositosis yang merupakan komplikasi dari
diabetic foot. Luka pada kaki pasien merupakan ulkus yang telah terdapat infeksi sehingga
muncul tanda-tanda inflamasi dan luka mengeluarkan pus. Selain leukositosis didapatkan
suhu tubuh 35,1 (<36,1) sehingga dapat dikatakan pasien mengalami sepsis karena sudah
memenuhi 2 kriteria SIRS + adanya luka sebagai pintu masuk infeksi.
Pada pasien ditemukan keadaan anemia normokrom normositer (HB 9,18, MCV 86,1,
MCH 28,7, MCHC 33,3) yang dapat disebabkan karena kronik disease atau defisiensi zat
besi (low intake), riwayat perdarahan akut. Selain itu pasien juga mengalami hipoalbumin
(2,7) yang dapat disebabkan low intake atau albumin loss karena adanya ulkus. Pada pasien
ini mendapat transfusi PRC 2 labu untuk mengatasi HB yang rendah.
Pada pasien ditemukan peningkatan kadar ureum dan serum kreatinin (BUN 82, SK 3,9)
yang dapat disebabkan karena penyakit nefropati diabetikum. Terapi yang dapat diberikan
pada pasien ini adalah aminoral, diet ureum, dietrendah protein.
Pada pasien ini sempat mengalami hipoglikemi (GDA 45). Untuk mengatasi hipoglikemi
dapat diberikan bolus D40 3 flash yang selanjutnya di lakukan maintenance dengan D10 20
44
tpm. Hipoglikemi pada pasien dapat disebabkan karena low intake. Dari anamnesa
didapatkan nafsu makan pasien menurun. Selain itu hipoglikemi dapat disebabkan karena
adanya luka pada kaki yang bisa mengarah pada sepsis. Pada sepsis dapat terjadi hipoglikemi
karena kuman ikut memakai gula dalam tubuh. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa
pasien menderita DM yang tidak terkontrol dan menunjang diagnosis kaki diabetik
Infeksi pada kaki akan dilakukan tindakan debridement dan penanganan luka sehingga
kadar gula darah perlu diturunkan secara cepat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan terapi
antiplatelet seperti aspirin belum dapat diberikan pada pasien, sebab pemberian antiplatelet
akan mengakibatkan pemanjangan LED dan mengganggu proses penyembuhan luka.
Idealnya, pada pasien-pasien DM diberikan terapi antiplatelet untuk mencegah terjadinya
vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh bagian tubuh.
Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di bawah 6,5%, masih
dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c 6,5-7% diberikan oral
monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy, sedangkan kadar HbA1c > 8%
sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi insulin. Melihat perjalanan penyakit pasien,
kemungkinan kadar HbA1c sudah mencapai 7% atau lebih.
PF: Konjungtiva pucat +/+, nyeri tekan epigastrium +, ulkus pedis dextra (3x2x1cm)
Akut
Mikrovaskular Retinopati
Kronik diabetikm
Hipoglikemi
Nefropati Diabetikm
Neuropati diabetik DM Gastropathy
CKD
Dispepsia
Kaki diabetik Anemia on chronic disease
Hipoalbumin
Leukositosis Sepsis
C. PROGNOSA
46
Dubia ad Sanactionam : dubia ad sanam
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internal Publishing, 2009
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas Vol. 22
No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
4. Rowe, W.L. Diabetic ulcers. 2014. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
5. Stuart, B.M. Diabetic Foot Infections. 2015. Available from :
http://emedicine.medscape.com/.
6. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
7. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam: Price SA
& Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
47