Anda di halaman 1dari 47

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat
mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati)
maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease).1,2
Komplikasi laindari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.1

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik
merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta
infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma
kecil yang tidak dirasakan oleh penderita.3

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun
penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan
kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit
dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami
masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1

1
B. Epidemiologi

Menurut National Institute of Diabetes dan Pencernaan dan Penyakit Ginjal,


diperkirakan 16 juta orang Amerika diketahui memiliki diabetes, dan jutaan lebih dianggap
berisiko untuk mengembangkan penyakit ini. Lesi kaki diabetik bertanggung jawab untuk
lebih rawat inap daripada komplikasi lain dari diabetes. Di antara pasien dengan diabetes,
15% mengembangkan ulkus kaki, dan 12-24% dari individu dengan ulkus kaki
membutuhkan amputasi. Memang, diabetes adalah penyebab utama nontraumatic amputasi
ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Bahkan, setiap tahun sekitar 5% dari penderita
diabetes mengembangkan ulkus kaki dan 1% membutuhkan amputasi.4

Diabetes terjadi pada 3-6% dari Amerika. Dari jumlah tersebut, 10% memiliki
diabetes tipe 1 dan biasanya didiagnosis ketika mereka lebih muda dari 40 tahun. Di antara
orang dewasa, prevalensi diabetes sekitar 10% (dari ini, 90% memiliki diabetes tipe 2).
Neuropati diabetes cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah onset diabetes, dan, karena itu,
deformitas diabetes kaki dan ulserasi terjadi kadang-kadang setelahnya.

Masalah penyakit kaki diabetik menjadi perhatian khusus di masyarakat Latino dari
Amerika Serikat Timur, di Afrika Amerika, dan di penduduk asli Amerika, yang cenderung
memiliki prevalensi tertinggi diabetes di dunia.

Secara global, infeksi kaki diabetik adalah infeksi tulang dan jaringan lunak yang
paling umum pada pasien dengan diabetes. Kejadian infeksi kaki diabetik mirip dengan
diabetes dalam berbagai kelompok etnis dan paling sering mempengaruhi pasien usia lanjut.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin. Kematian tidak umum, kecuali
dalam kondisi yang tidak biasa. Risiko kematian tertinggi pada pasien dengan osteomyelitis
kronis dan pada mereka dengan necrotizing akut infeksi jaringan lunak.5

Di Negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki
diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes
menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat
rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.1
2
C. Etiologi

Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 3

 Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati


motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain
(seperti mata kabur).

 Faktor presipitasi
 Perlukaan di kulit (jamur).
 Trauma.
 Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
 Derajat luka.
 Perawatan luka.
 Pengendalian kadar gula darah.

D. Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang


menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan
pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetik. 1

3
1. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan


lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat
pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan
tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan
gangren yang luas. 3

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa


penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering terjadi pada
tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami
angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai
bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri
digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan
timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat
sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. 3

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis


serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent)
akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini
mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk
serabut saraf perifernya. 3

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi endotel


melalui berbagai mekanisme antara lain: 6

 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan


makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari
protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular
akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.

 Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan menyebabkan


gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.

4
 Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos
pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur


glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG
maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.

 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia
akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized
lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat
aterogenik. Di samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan
hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.

 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi platelet.


Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO
dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu,
pada DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai
faktor seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan
penurunan sintesis heparin sulfat.

 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi
endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang
berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel.

Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara kronik


hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium
sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting pain, IV.
iskemia/infark dan/atau gangren. 3

2. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan


patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf halus
terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana ada
5
teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk
diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang
lebih dulu terkena. 3

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen


pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain
akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga
aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangren. 3

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa  sorbitol 


fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan
biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan
menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap
dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi
getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom.
Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien
dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri.
Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak
menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 7

a) Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang


menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat
atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada
sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak
kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring

6
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi
yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik
dengan 4 tahap perkembangan: 2

(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.

(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya


kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari
kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal
sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan
dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah
posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls
akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui
saraf motorik. 3

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik


(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari
adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang
besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis,
atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien. 3

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena
lama berbaring, dekubitus).
7
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

c) Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus
vasomotor, dan lain-lain. 3

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada


tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-
pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun
gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas
arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada
perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan
lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 3

3. Fokus infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada
kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di
atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat
kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang.
Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada
penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob
yang bekerja secara sinergi. 3

Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari
kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula
darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 3

8
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini
disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti
katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam
melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk
mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang
pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 3

E. Klasifikasi

A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005) 1


Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot.

Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun
oleh dokterumum atau dokter keluarga. Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan
perawatan di tingkat pelayanan spesialistik. Stage 5 dan 6, merupakan kasus rawat inap,
dan memerlukan kerja sama tim dengan dokter bedah, terutama ahli bedah vaskuler/ahli
bedah plastic dan rekonstruksi.

9
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:

 Vaskular
 Neuropati
 Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:

 Tukak sederhana, tanpa komplikasi


 Tukak dengan komplikasi.

C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Tidak ada lesi tapi beresiko tinggi menjadi kaki diabetik

Wagner 1: Ulkus superficial tanpa infrksi. Disebut juga ulkus neuropati karna lebih
sering pada kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu di ibu jari dan plantar

Wagner 2: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau tanpa kelainan tulang

Wagner 3: Ulkus dalam dengan kelainan kulit dan abses yang luas yang dalam disertai
kelainan tulang/osteomielitis

Wagner 4: Gangren terbatas pada ibu jari kaki dan tumit. Penyebab utama karena ulkus
sistemik

Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

10
D. Klasifikasi Texas 1
Tingkat
Stadium
0 1 2 3

Luka superfisial,
Tanpa tukak atau Luka sampai
tidak sampai Luka sampai
A pasca tukak, kulit tendon atau
tendon atau tulang/sendi
intak/utuh kapsul sendi
kapsul sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

11
D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1


Impaired Perfusion 1 None

2 PAD + but not critical

3 Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis

2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous


structures, fascia, muscle, or tendon

All subsequent layers of the foot involved including bone


3
and or joint

Infection 1 No symptoms or signs of infection

2 Infection of skin and subcutaneous tissue only

3 Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous


structure(s).

No systemic sign(s) of inflammatory response

Infection with systemic manifestation:


4
Fever, leucocytosis, shift to the left

12
Metabolic instability

Hypotension, azotemia

Impaired Sensation 1 Absent

2 Present

F. Diagnosis

Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,


serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu ditanyakan perjalanan
timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat penyakit diabetes mellitus. Selain itu
perlu juga ditanyakan komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. 4

Gejala klinis akibat neuropati perfier

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain. 4

1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer

Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat,
ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram atau kelelahan pada otot-otot besar pada salah satu atau
kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang
mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas
dan membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi
lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram
13
atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena
cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga
terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.4

Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa
kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan
perfusi. Ketika penderita diabetes datang dengan gangrene hal tersebut sering merupakan
akibat dari infeksi. 4

Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik serta tes
sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri
poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang
akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah
rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia
darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam
menentukan penatalaksanaan kaki diabetik. 4

G. Penatalaksanaan

A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya
ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini
juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum
terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka
lain pada kulit.

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan


risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan
risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1

1) Sensasi normal tanpa deformitas


14
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai
dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik,
berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. 1

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang
insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif
tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang
dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan
permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki
vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya
pencegahan sekunder. 1

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan.
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.

1. Mechanical control (pressure control)


Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada
plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan
terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing
dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant casting,
temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled
insoles. 1
15
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah
(misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon
lengthening, dan partial calcanectomy). 1

2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin.
Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement
yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi
cairan/pus dari ulkus/gangren. 1

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada


luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak
sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non
surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka,
seperti preparat enzim. 1

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1

3. Microbiological control (infection control)


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk
luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik

16
harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif
(misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi
pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah.
Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,
seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan
pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan


pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:


Modifikasi Faktor Risiko 1

 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada


kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai
saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat
secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki
penyandang DM. 1

17
 Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio


intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk
mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.


Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular
(PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi. 1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal


dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik,
sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang
turut berperan. 1

Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk


memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetik. 1

5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1

6. Educational control

18
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1

H. Prognosis

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki
diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki
kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor ketiga
ialah karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien
tidak sampai ke tempat infeksi. 2

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam
terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi,
dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait
dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan
komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes
mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 3

Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan penyakit


diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat dilakukan oleh
pasien secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
 Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
 Pemeriksaan mata (setiap tahun)

19
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
 Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatelet.

20
BAB II

LAPORAN KASUS

Daftar Masalah

No Masalah Aktif Tanggal

1 DM tipe 2 uncontrolled 22 Juli 2015

2 Ulkus Diabeticum 22 Juli 2015

3 Nefropati Diabetikum 24 Juli 2015

4 Anemia Chronic disease 24 Juli 2015

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

No Medrec : 266546

Jenis Kelamin : Laki- laki

Tempat/Tanggal lahir : Pasuruan/ 30 Desember 1963

Umur : 45 tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Dadapan-Kraton-Pasuruan

Pekerjaan : Tidak bekerja

Pendidikan : Belum sekolah

Tanggal masuk : 21 Juli 2015


21
Tanggal pemeriksaan : 24 Juli 2015

2. Anamnesa

Anamnesis dilakukan di zal laki pada tanggal 24 Juli 2015 secara autoanamnesa dan
heteroanamnesis.

Keluhan Utama:

Luka pada kaki kanan

RPS:

Pasien dibawa ke RSUD Bangil dengan keluhan nyeri pada luka kaki kanan. Sejak 2
minggu yang lalu, luka terjadi karena tersenggol paku. Awalnya luka hanya seperti luka lecet
yag melebar hingga ukuran sekarang. Luka tersebut nyeri, merah, bernanah, perabaan hangat,
bengkak. Sebelumnya kaki sering kesemutan. Pasien juga mengaku sering mengalami luka-
luka kecil di kaki tanpa disadari (tidak terasa)

Pasien mengeluh badannya sering terasa sakit semua dan lemas. Pusing. Nafsu makan
menurun. Pasien merasa mual, tapi tidak terdapat muntah.

Tidak didapatkan demam, menggigil, riwayat demam (+) kadang dikeluhkan sejak pasien
terluka. Sesak nafas bila berjalan (-), Nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada
sebelumnya (-).

BAK : Lancar, warna kuning tua, BAB : Pasien tidak BAB selama 2 hari

RPD :

 Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : Pernah luka tidak sembuh-sembuh di
jari kaki kanan sejak 2 bulan ini.
 Riwayat Diabetes Mellitus: DM sudah satu tahun. Rutin kontrol.
 Riwayat Hipertensi : Disangkal

22
 Riwayat Penyakit jantung : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Raiwayat TBC : Disangkal
 Riwayat Penyakit maag : Disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
 Riwayat penyakit liver : Disangkal
 Riwayat transfusi : Disangkal
 Riwayat sakit kuning sebelumnya: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di keluarga tidak didapatkan adanya riwayat kencing manis dan darah tinggi. Juga tidak
ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita tinggal bersama anaknya. Penderita tidak bekerja. Biaya pengobatan


menggunakan BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.

Riwayat Pengobatan :

Penderita rutin minum obat glibenclamid. Bila sakit berobat ke mantri bila sakit. Tidak
ada alergi obat.

Riwayat Gizi :

Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun, makan dalam jumlah
sedikit. Sebelum sakit tidak pernah menjaga makan. Bebas makan-makanan yang manis-
manis, makan banyak dan makan berlemak.

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak lemah


23
Kesadaran : Compos mentis , GCS E4M5V6

Tanda vital : Tensi : 140/90 mmHg (berbaring)

Nadi : 87x/mnt, reguler, Isi dan tegangan cukup

RR : 18 x / mnt

Suhu : 35,1°C (aksiler)

Kepala : Bentuk mesosefal ,Turgor dahi cukup

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), perdarahan konjungtiva (-/-), perdarahan

retina (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+),

sekret (-/-), xanthelasma (-), exophthalmus (-/-), pupil isokor

Hidung : Epistaksis (-), Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-),

nafas cuping hidung (-)

Mulut : Bibir pucat (-), hipertrofi gingiva (-), perdarahan gusi (-)

Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tak teraba membesar, JVP R-2

cmH2O, deviasi trakea (-)

Thorax : Bentuk normal, emfisematus (-), sela iga tidak melebar,

Retraksi intercosta dan supraclavicula (-), spider nevi (-)

24
- Pulmo (Paru depan-belakang)

Depan Dextra Sinistra

I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
Suara dasar
Vesikuler
: (-)

Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

- Cor

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan jantung ICS V linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung ICS V ± 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra

25
Batas pinggang jantung ICS III linea sternalis sinistra

Auskultasi : HR: 80x/menit, reguler

S1S2 tunggal

Murmur sistolik (-), Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : fatty, venektasi (-), kelainan kulit (-)

Auskultasi : Bising usus positif normal, bruit aorta abdominalis (-)

Perkusi : Area troube timpani, abdomen timpani, liver span 6cm, area troube
timpani

Palpasi : Supel, hepar tak teraba, lien tidak teraba

nyeri tekan epigastrium (+) Pulsasi Aorta Abdominalis tdk teraba

Genitalia : Tidak diperiksa

4. Status Lokalis

Regio ekstremitas dextra et sinistra

Inspeksi : Terdapat luka pada regio dorsalis pedis dextra dengan ukuran ±3cm x 2x1cm,
Bentuk tidak beraturan, rongga +, pus +, slough + bengkak, hiperemi+,
nekrosis-

Palpasi : Nyeri tekan (-), perabaan hangat, krepitasi (-)

26
Ulkus pedis + pada ekstremitas dextra

Pulsasi Kiri Kanan


A. Dorsalis Pedis + +
A. Tibialis Posterior + +
A. Poplitea + +

Sensibilitas Kiri Kanan


Halus +↓ +↓
Kasar +↓ +↓

27
ABPI Score

Sistol Bicep kiri: 120 mmHg

Sistol Bicep kanan: 120 mmHg

Sistol Ankle kiri: 110 mmHg

Sistol Ankle kanan: 120 mmHg

ABPI Score kaki kanan kiri= 120mmHg ÷ 120 mmHg = 1,0

5. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

21/07/2015 22/05/2015 27/07/2015 Nilai normal/satuan


WBC 25,5 7,7 23,2 4,3–10,5 103/µL
LYM 0,388 1,3 1,17 1,2–3,4 103/µL
MID 1,2 0,1–0,6 103/µL
GRA 5,2 1,4–6,5 103/µL
LYM% 17,2 20,5%-51,1%
MID% 15 1,7%-4,3%
GRA% 67,8 42,2%-75,2%
RBC 3,2 3,30 3,75 4,00-6,00 106/µL
HB 9,18 9,1 10,4 11,0-1 6,0 g/dl
HCT 27,6 27,0 33,1 35,0-40,0 %
MCV 85,6 81,7 88,3 80,0-99,0 Fl
MCH 28,7 27,6 27,7 27,0-31,0 pg

28
MCHC 33,3 33,7 33,4 33,0-37,0 g/dl
RDW 11,5 13,2 12,7 11,6-13,7 %
PLT 406 378 372 150–450 103/µL
MPV 6,28 5,8 5,27 7,0–11,0 Fl
PCT 0,216 0,100–0,600 %
PDW 11,9 8,0–25,0 %

 Kimia klinik

21/07/2015 22/07/2015 28/07/2015 Harga Normal/Satuan


Glukosa Acak 477 170 < 200 mg/dl
GDP 101 45 <126
GDP 2 jam PP 165 <140
BUN 82 6 - 20 mg/dl
Kreatinin Serum 3,9 < 1,3 mg/dl
Uric Acid 9,5 P: 2,3-6,1
SGOT 52 <39 U/dl
SGPT 20 <41 U/dl
Albumin 2,7 2,4 3,8-5,1
Cholesterol <200 mg/dl
Trigliserida <150 mg/dl
HDL Cholesterol (45-65) mg/dl
LDL Cholesterol <150 mg/dl
K 3,8-5,6 m.mol/l
Na 136-144 m.mol/l
Cl 97-103 m.mol/l
iCa 1,11-1,35
pH

29
 Foto Thorax

 Thorax PA
 Cardio Thoraks Ratio : 50%
 Cor : Ukuran normal
 Pulmo : Corak bronkovaskuler, Tidak ada infiltrat
 Sinus costo phrenicus tajam
 Kesan: Normal

 Foto Ankle Dextra

30
- Ankle Dextra
- Alignmet tulang baik
- Kontur dan struktur sendi normal
- Sela sendi normal
- Kesimpulan : ankle dextra normal
6. Daftar Abnormalitas
1. Luka di kaki kanan terasa nyeri
2. Luka terdapat nanah dan tidak sembuh-sembuh
3. Badan lemah dan terasa sakit semua
4. Terasa mual
5. Nafsu makan turun
6. DM sudah 1 tahun. Minum obat glibenclamid
7. Pusing
8. Konjungtiva pucat +
9. Nyeri tekan epigastrium
10. Ulkus pedis dextra (3cmx2cmx1cm, bernanah, bengkak, kemerahan)
11. Hiperglikemi (GDA 477)
12. Hipoglikemi (GDP 45)

31
13. Leukositosis (WBC 25,5)
14. Anemia normokrom Normositer (HB 9,18)
15. Hipoalbumin (2,7)
7. Daftar Problem
1. Ulkus pedis dextra
2. DM type 2 uncontrolled
3. Azotemia
4. Dyspepsia Syndrome
5. Anemia Kronik Disease
8. Penatalaksanaan
1. Ulkus pedis dextra

Assesment : Diabetic Foot Wagner III

Pdx : Biakan kuman, profil lipid, kultur pus

Ptx : a. Rawat luka setiap hari

b. inj. Ceftriaxon 2 x 1gr

c. drip metronidazole 3 x 500 mg

d. inj. Antrain 3x1 ampul

Edukasi : Latihan Mobilisasi

Monitoring : Keluhan nyeri, pus, granulasi

2. DM tipe 2 uncontrolled
Assesment : - Retinopati Dibetikum
- Nefropati Diabetikum
- Gastropati Diabetikum
32
Pdx : EKG, GDP, GD 2 jam PP. HbA1C, Funduskopi, UL

Ptx : a. Inj. Apidra 3x6 U SC a.c

b. Inj. Lantus 14 U SC malam

c. Diet DM 2100 kal/ hari

d. Infus PZ 20tpm

Edukasi : Hindari makanan dan minuman yang terlalu manis

Monitoring : Kesadaran, GDA

3. Azotemia

Assesment : - CKD

- Nefropati diabetikum

Pdx : UL, USG Abdomen, SE

Ptx : - Diet Uremia

- Diet rendah protein

- PO : aminoral 3x1tab

Edukasi : menghindari buah dan sayuran berlebih, diet rendah protein

Monitoring : Keluhan, TTV, produksi urin

4. Dyspepsia Syndrome

Assesment : 1. Gastropathy DM

Pdx :-
33
Ptx : a. Inj. Omeprazol 1x40mg IV

PO: domperidone 3x1 tab a.c

Edukasi : Diet lunak, Hindari makanan pedas dan asam

Monitoring : Keluhan

5. Anemia Normokrom Normositer

Assesment : 1. Anemia Chronic Disease

Pd : DL, (Hb, RBC,WBC,PLT), Indeks Eritrosit


(MCV,MCH,MCHC), TIBC, Hapusan Darah Tepi

Ptx : Transfusi PRC 1 kolf/hari sampai HB > 8

Edukasi : Makan-makanan bergizi

Monitoring : Keluhan, Hb

6. Hipoalbumin

Assesment : 1. Albumin Loss

2. Low intake

Pdx : Albumin, UL

Ptx : drip cealb 20% 100cc


Anamnesa: Luka pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu, kesenggol paku terasa sakit,
Luka sepertiEdukasi
luka lecet yang: diet
melebar
tinggihingga ukuran sekarang. Nyeri (+), merah (+,) bernanah,
protein
perabaan hangat (+), bengkak (+).
Monitoring : Asupan makanan.
Pasien merasa badan sakit semua dan lemas. Nafsu makan menurun. Terasa mual tapi tidak
9. ada muntah.
Alur pikir

Riwayat DM 1 tahun. Rutin kontrol. Minum obat glibenclamid 34

PF: Konjungtiva pucat +/+, nyeri tekan epigastrium +, ulkus pedis dextra (3x2x1cm)

Lab: WBC 25.500, HB 9,18 Albumin 2,7


Stroke, PJK
DM Type II Uncontrolled Makrovaskular

Retinopati
KOMPLIKASI Mikrovaskular
diabetikum
Akut

Nefropati Diabetikum DM Gastropathy


Hipoglikemi Kronik

CKD
Dispepsia
Neuropati diabetikum

Anemia on chronic disease


Kaki diabetik

Hipoalbumin
Leukositosis Sepsis

35
9. FOLLOW-UP PASIEN

Tanggal S,O,Hasil Lab Pdx,Ptx.

Tgl. S: Pasien mengeluh terdapat luka Pdx


22/7/15 pada kaki kanan sejak 2 minggu DL, GDA, Foto Thorax, BUN/SK,
yang lalu, nyeri. luka terjadi EKG, Albumin, SGOT/SGPT,
karena tersenggol paku .Awalnya GDP, GD 2 jam PP, Lipid profile,
luka seperti luka lecet yang asam urat.
melebar hingga ukuran sekarang. Ptx. IGD
Nyeri (+), merah (+,) bernanah, -Inf. Asering 20tpm
perabaan hangat (+), bengkak (+). -Inj. Ceftriaxone 2x1g
Sebelumnya kaki sering terasa -Inj. Antrain 3x1
kesemutan. Pasien mengeluh -Inj. Ranitidin 2x1
sering kram, dan merasa Ptx. Ruangan:
panas pada kedua kaki dan ujung- -Rawat luka
ujung jari tangan, Pasien juga -IVFD PZ 2 kolf / hari
mengaku sering mengalami luka- - Inj. Ceftriaxone 2x1g
luka kecil di kaki tanpa disadari -Drip Metronidazole 3x500 mg
(tidak terasa). - Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x
Pasien merasa badan sakit semua
PO: -Domperidone 3 x 1 tab
dan lemas. Pusing (+). Pasien
-Aminoral 3x1
tidak nafsu makan. Terasa mual
tapi tidak ada muntah. Demam (-),
menggigil (+) riwayat demam (+)
kadang dikeluhkan sejak pasein
terluka. Sesak (-), Nyeri dada (-),
riwayat sesak dan nyeri dada
sebelumnya (-).

BAK : Lancar, warna kuning tua,


36
BAB : tidak BAB 2 hari

O: TD: 140/90mmHg, Nadi: 88


x/m, suhu: 35,1’C, RR: 20 x/m.

Konjungtiva Palpebra pucat


(+/+)

Nyeri tekan epigastrium

Ulkus Pedis Dextra

Ukuran 3x2x1 cm

Bentuk tidak beraturan, rongga


+, pus +, slough +,bengkak +,
hiperemi+, nekrosis-
Lab:

GDA 477

WBC 25,5

HB 9,18

MCH 28,7

MCHC 33,3

Albumin 2,7

BUN 82

SK 3,9

37
Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri (+), Pdx: GDP, GD 2JPP, asam urat,
22/07/2015 lemas (+), Pusing (+).Mual (+), UL
muntah (-). Ptx:
-Rawat luka
O: TD: 110/70mmHg, Nadi: 80
-IVFD PZ 2 kolf / hari
x/m, suhu: 36,1’C, RR: 18 x/m.
- Inj. Ceftriaxone 2x1g
Konjungtiva Palpebra pucat -Drip Metronidazole 3x500 mg
(+/+) - Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Nyeri tekan epigastrium
- Inj. Lantus 12U SC ac
Ulkus Pedis Dextra PO: -Domperidone 3 x 1 tab
-Aminoral 3x1
Ukuran 3x2x1 cm

Bentuk tidak beraturan, rongga


+, pus +, slough + bengkak,
hiperemi+, nekrosis-

Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri (+), Pdx:


23/07/15 lemas (+), Pusing (+).Mual (+), DL, GDP, GD 2 jam PP,
muntah (-). Ptx:
-Rawat luka
O: TD: 110/80mmHg, Nadi: 80
-IVFD PZ 2 kolf / hari
x/m, suhu: 36,1’C, RR: 18 x/m.
- Inj. Ceftriaxone 2x1g
Konjungtiva Palpebra pucat -Drip Metronidazole 3x500 mg
(+/+) - Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Nyeri tekan epigastrium
- Inj. Lantus 12U SC ac
Ulkus Pedis Dextra PO: -Domperidone 3 x 1 tab
-Aminoral 3x1
Ukuran 3x2x1 cm

38
Bentuk tidak beraturan, rongga - Allopurinol 1x300mg pc
+, pus +, slough + bengkak,
hiperemi+, nekrosis-
hiperemi (+), nekrosis (-)

Lab:
Asam Urat 9,5

Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri (+), Pdx:


24/07/15 lemas (+), Batuk (+). GDA, asam urat, albumin, EKG,
Thorax AP, foto pedis D
O: TD: 100/70mmHg, Nadi: 82
Ptx:
x/m, suhu: 36,5’C, RR: 18 x/m.
-Rawat luka
Konjungtiva Palpebra pucat - inf. PZ 2 kolf/hari
(+/+) -Diet DM Uremia 1700 kkal
- Transfusi PRC 1/ hari s/d HB ≥
Nyeri tekan epigastrium
10g/d
Ulkus Pedis Dextra - -Drip Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Antrain 3x1
Ukuran 3x2x1 cm
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Bentuk tidak beraturan, rongga
- Inj. Lantus 12U SC mlm
+, pus +, slough + bengkak+, kulit
PO: -Domperidone 3 x 1 tab
kehitaman+, nekrosis-
-Aminoral 3x1
Lab:
- Allopurinol 1x300mg pc
GDP 101
- Codein 3x1 tab
GD 2 Jam PP 165
HB 9,8
-Rencana Konsul Kulit

Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri Pdx:


25/07/15 (+),batuk 4 hari, Mual (-), muntah Ptx:
(-). -Rawat luka

39
O: TD: 100/60mmHg, Nadi: 78 - inf. PZ 2 kolf/hari
x/m, suhu: 36,4’C, RR: 18 x/m. -Diet DM Uremia 1700 kkal
- Transfusi PRC 1/ hari s/d HB ≥
Konjungtiva Palpebra pucat
10g/d
(+/+)
- drip cealb 20% 100cc
Ulkus Pedis Dextra -Drip Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Antrain 3x1
Ukuran 3x2x1 cm
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Bentuk tidak beraturan, rongga
- Inj. Lantus 12U SC mlm
+, pus +, slough + bengkak+, kulit
PO: -Domperidone 3 x 1 tab
kehitaman+, nekrosis-
-Aminoral 3x1
- Allopurinol 1x300mg pc
- Codein 3x1 tab
Konsul Kulit +

Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri (+), Pdx:


27/05/15 Batuk sudah berkurang Ptx:
-Rawat luka
O: TD: 120/80mmHg, Nadi: 80
-- inf. PZ 2 kolf/hari
x/m, suhu: 36,3’C, RR: 18 x/m.
-Diet DM Uremia 1700 kkal
Ulkus Pedis Dextra - Transfusi PRC 1/ hari s/d HB ≥
10g/d
Ukuran 3x2x1 cm
- drip cealb 20% 100cc
Bentuk tidak teratur, rongga +,
- D40 1 flas ekstra
pus +, slough + bengkak+, kulit
-Drip Metronidazole 3x500 mg
kehitaman+, nekrosis-
- Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
Lab :
- Inj. Lantus 10U SC mlm
GDP 72
PO: -Domperidone 3 x 1 tab

40
Albumin 2,4 -Aminoral 3x1
- Allopurinol 1x300mg pc
Hb 10,4
- Codein 3x1 tab

Tgl. S: Luka kaki kanan Nyeri +, Pdx:


28/07/2015 badan gatal, batuk- Cek GDA post koreksi 15 menit
Ptx:
O: TD: 120/80mmHg, Nadi: 84
Rawat luka
x/m, suhu: 36,4’C, RR: 18 x/m.
- inf. PZ 2 kolf/hari
Ulkus Pedis Dextra -Diet DM Uremia 1700 kkal
- Transfusi PRC 1/ hari s/d HB ≥
Ukuran 3x2x1 cm
10g/d
Bentuk tidak teratur, rongga +,
- drip cealb 20% 100cc
pus +, slough + bengkak+, kulit
- D40 2 flas
kehitaman+, nekrosis-
-Drip Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Antrain 3x1
- Inj. Apidra 3x6 U SC ac
- Inj. Lantus 10U SC mlm
PO: -Domperidone 3 x 1 tab
-Aminoral 3x1
- Allopurinol 1x300mg pc
- Codein 3x1 tab

Tgl. Pdx :
29/07/2015 DL
Ptx :
ACC KRS
- Allopurinol 1x300mg pc

41
-Metronidazole 3x500mg
- Domperidone 3 x 1 tab
-Asam mefenamat 3x500mg
-Ciprofloxacin 2x500mg

S : Luka di kaki kanan nyeri sudah


berkurang, badan gatal berkurang,
batuk –

42
BAB III

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Pasien Tn. M datang dengan keluhan luka di kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Luka
tersebut tidak kunjung sembuh dan bertambah lebar. Pada anamnesis ditemukan riwayat DM
sejak 1 tahun yang lalu, rutin berobat, minum obat glibenclamid.

Pasien saat datang ke IGD mengalami hiperglikemi (GDA 477). Untuk mengatasi
hiperglikemi dapat diberikan RCI (regulasi cepat insulin) yaitu dengan inj apidra 3x4 U IV
bolus / jam. Untuk maintenance dapat diberikan inj apidra 3x6U SC sebelum makan dan inj
lantus 14U SC sebelum makan. Hiperglikemi pada pasien dapat disebabkan karena terjadinya
kelainan sekresi insulin. Dari anamnesa didapatkan Sebelum sakit tidak pernah menjaga
makan. Bebas makan-makanan yang manis-manis, makan banyak dan makan berlemak.

Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram dan kebas pada ujung-ujung jari
tangan bahwa pasien ini telah mengalami komplikasi DM, baik akut (hipoglikemi) maupun
kronik (neuropati diabetikum, diabetic foot dan gastropathy DM).

Pada hasil foto pedis AP/lateral didapatkan Alignmet tulang baik, kontur dan struktur
sendi normal, sela sendi normal, kesimpulan : ankle dextra normal. Selain itu juga didapatkan
tanda-tanda infeksi oleh karena itu luka pada kaki Tn. M diklasifikasikan sebagai kaki
diabetik Wagner III. Prinsip penatalaksanaan untuk diabetic foot adalah rawat luka. Rawat
luka dilakukan untuk selalu menjaga kondisi luka dalam keadaan lembab.

43
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah infeksi lebih
lanjut pada kaki dan mengontrol kadar gula darah. Untuk kaki diabetiknya diberikan
antibiotik terdiri atas ceftriaxone, dan metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai
antibiotik spektrum luas, yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram
negatif, maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur. Terapi ini bersifat agresif sebab pada
penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.

Pada pasien ini juga didapatkan keluhan nafsu makan turun, mual-mual, dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
dapat mengarah pada dyspepsia syndrome. Dyspepsia syndrome pada pasien ini dapat
disebabkan karena adanya gastropathy DM. Terapi yang dapat diberikan pada pasien ini
domperidone sebagai antiemetic.

Selain itu pada pasien ini didapatkan leukositosis yang merupakan komplikasi dari
diabetic foot. Luka pada kaki pasien merupakan ulkus yang telah terdapat infeksi sehingga
muncul tanda-tanda inflamasi dan luka mengeluarkan pus. Selain leukositosis didapatkan
suhu tubuh 35,1 (<36,1) sehingga dapat dikatakan pasien mengalami sepsis karena sudah
memenuhi 2 kriteria SIRS + adanya luka sebagai pintu masuk infeksi.

Pada pasien ditemukan keadaan anemia normokrom normositer (HB 9,18, MCV 86,1,
MCH 28,7, MCHC 33,3) yang dapat disebabkan karena kronik disease atau defisiensi zat
besi (low intake), riwayat perdarahan akut. Selain itu pasien juga mengalami hipoalbumin
(2,7) yang dapat disebabkan low intake atau albumin loss karena adanya ulkus. Pada pasien
ini mendapat transfusi PRC 2 labu untuk mengatasi HB yang rendah.

Pada pasien ditemukan peningkatan kadar ureum dan serum kreatinin (BUN 82, SK 3,9)
yang dapat disebabkan karena penyakit nefropati diabetikum. Terapi yang dapat diberikan
pada pasien ini adalah aminoral, diet ureum, dietrendah protein.

Pada pasien ini sempat mengalami hipoglikemi (GDA 45). Untuk mengatasi hipoglikemi
dapat diberikan bolus D40 3 flash yang selanjutnya di lakukan maintenance dengan D10 20
44
tpm. Hipoglikemi pada pasien dapat disebabkan karena low intake. Dari anamnesa
didapatkan nafsu makan pasien menurun. Selain itu hipoglikemi dapat disebabkan karena
adanya luka pada kaki yang bisa mengarah pada sepsis. Pada sepsis dapat terjadi hipoglikemi
karena kuman ikut memakai gula dalam tubuh. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa
pasien menderita DM yang tidak terkontrol dan menunjang diagnosis kaki diabetik

Infeksi pada kaki akan dilakukan tindakan debridement dan penanganan luka sehingga
kadar gula darah perlu diturunkan secara cepat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan terapi
antiplatelet seperti aspirin belum dapat diberikan pada pasien, sebab pemberian antiplatelet
akan mengakibatkan pemanjangan LED dan mengganggu proses penyembuhan luka.
Idealnya, pada pasien-pasien DM diberikan terapi antiplatelet untuk mencegah terjadinya
vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh bagian tubuh.

Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di bawah 6,5%, masih
dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c 6,5-7% diberikan oral
monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy, sedangkan kadar HbA1c > 8%
sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi insulin. Melihat perjalanan penyakit pasien,
kemungkinan kadar HbA1c sudah mencapai 7% atau lebih.

Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, pencegahan timbulnya


luka. Edukasi pasien mengenai pemakaian pelindung kaki dan (jika memungkinkan)
pemilihan sepatu khusus untuk mendistribusikan tekanan secara merata pada seluruh
permukaan telapak kaki. Pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko timbulnya
berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, mata kabur dan lain-lain.

Kepada keluarganya diharapkan ikut mengawasi pengobatan di rumah, dan mengingatkan


Anamnesa: Luka pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu, kesenggol paku terasa sakit,
pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Selain itu, keluarga diedukasi mengenai faktor resiko
Luka seperti luka lecet yang melebar hingga ukuran sekarang. Nyeri (+), merah (+,) bernanah,
DM yang sifatnya diturunkan.
perabaan hangat (+), bengkak (+).
B. ALUR PIKIR
Pasien merasa badan sakit semua dan lemas. Nafsu makan menurun. Terasa mual tapi tidak
ada muntah.

Riwayat DM 1 tahun. Rutin kontrol. Minum obat glibenclamid 45

PF: Konjungtiva pucat +/+, nyeri tekan epigastrium +, ulkus pedis dextra (3x2x1cm)

Lab: WBC 25.500, HB 9,18 Albumin 2,7


DM Type II Uncontrolled

KOMPLIKASI Makrovaskular Stroke, PJK

Akut
Mikrovaskular Retinopati
Kronik diabetikm
Hipoglikemi
Nefropati Diabetikm
Neuropati diabetik DM Gastropathy
CKD

Dispepsia
Kaki diabetik Anemia on chronic disease

Hipoalbumin
Leukositosis Sepsis

C. PROGNOSA

 Dubia ad vitam : dubia ad bonam


 Dubia ad Functionam : dubia ad malam

46
 Dubia ad Sanactionam : dubia ad sanam

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internal Publishing, 2009
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas Vol. 22
No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
4. Rowe, W.L. Diabetic ulcers. 2014. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
5. Stuart, B.M. Diabetic Foot Infections. 2015. Available from :
http://emedicine.medscape.com/.
6. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
7. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam: Price SA
& Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.

47

Anda mungkin juga menyukai