Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan
metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek
sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Jika tidak ditangani
dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan
meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes
merupakan salah satu komplikasi kronik dan merupakan salah satu
komplikasi paling serius dari diabetes mellitus.
Kaki diabetes adalah suatu luka terbuka berbentuk ulserasi, yang
terkait dengan kerusakan pada kulit, kuku, atau bagian dalam jaringan kaki
karena infeksi atau kerusakan jaringan pada ekstremitas bawah yaitu
struktur di bawah maleolus pada penderita diabetes melitus yang terjadi
karena adanya infeksi yaitu keadaan patologis yang disebabkan oleh invasi
dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan disertai dengan
kerusakan jaringan atau respon inflamasi host. IWGDF
Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang
diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri
aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan
dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan
gangren diabetik.

3
3.2 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya kaki diabetes dipengaruhi oleh berbagai
faktor sebagai berikut :
1. Usia
Kejadian kaki diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2
meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi kaki diabetes rendah
pada populasi yang lebih muda (1,5-3,5%) dan tinggi pada usia yang
lebih tua (5-10%). 38 Kelompok usia terbanyak terdapat pada rentang
usia 45 sampai dengan 59 tahun dan 60 sampai dengan 74 tahun
(45,5%). Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena
proses aging terjadi sehingga penurunan sekresi atau resistensi insulin
dan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah
yang tinggi kurang optimal serta menyebabkan penurunan sekresi atau
resistensi insulin yang mengakibatkan timbulnya makroangiopati, yang
akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang salah satunya
pembuluh darah besar atau sedang pada tungkai yang lebih mudah
untuk terjadinya kaki diabetes.
2. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total dan trigliserida
serta penurunan kadar kolesterol HDL. (66) Pada penderita diabetes
melitus juga sering dijumpai adanya peningkatan kadar kolesterol
plasma dan trigliserida, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤45mg/dl).
Kadar kolesterol total ≥200mg/dl, trigliserida ≥150mg/dl dan
HDL≤45mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan yang
merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.(64)
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan
sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan

4
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis
dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
3. Hipertensi
Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan
darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau
aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada
hipertensi. Karena arteri terhalang lempengan kolesterol dalam
aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit.
Ketika arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah
memaksa melewati jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan
darah menjadi tinggi. (71) Untuk mengetahui faktor risiko tekanan
darah terhadap kejadian kaki diabetik, maka tekanan darah dibagi
menjadi 2 kategori berdasarkan tekanan darah berisiko menurut
PERKENI yaitu hipertensi (TD >130/80mmHg) dan tidak hipertensi
(TD ≤130/80 mmHg).(64) Penelitian 45 yang dilakukan di Indonesia
didapatkan penderita kaki diabetik terbanyak adalah dengan hipertensi
(38,92%). Penelitian studi case control di Iowa menghasilkan bahwa
riwayat hipertensi 4 kali lebih besar untuk terjadinya kaki diabetik
dengan tanpa hipertensi pada diabetes melitus tipe 2.
4. Lama Menderita Diabetes Melitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali
yang menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan dengan
vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan
terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi
darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering
tidak dirasakan
5. Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah pada penderita
diabetes melitus dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan

5
Kadar GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl disebut sebagai kondisi
hiperglikemia, yang jika berlangsung terus menerus menyebabkan
berkurangnya kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi dan
relaksasi, sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah terutama pada kaki.
3.3 Etiologi
Ulkus kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Neuropati
2. Trauma
3. Deformitas kaki
4. Tekanan tinggi pada telapak kaki
5. Penyakit vaskuler perifer

3.4 Patofisiologi
Berbagai teori dikemukakan untuk menjelaskan pathogenesis
terjadinya komplikasi DM. Di antaranya yang terkenal adalah teori jalur
poliol, teori glikosilasi dan terakhir adalah teori stress oksidatif, yang
dikatakan dapat menjelaskan secara keseluruhan berbagai teori
sebelumnya (unifying mechanism). Apapun teori yang dianut, semuanya
masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia.
Hiperglikemia pada DM dapat terjadi karena masukan karbohidrat
yang berlebih, pemakaian glukosa di jaringan tepi berkurang, akibat
produksi glukosa hati yang bertambah, serta akibat insulin berkurang
jumlah maupun kerjanya. Dengan memperhatikan mekanisme asal
terjadinya hiperglikemia ini, dapat ditempuh berbagai langkah yang tepat
dalam usaha untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah sampai batas
yang aman untuk menghindari terjadinya komplikasi kronik DM.
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.

6
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Meskipun prevalensi dan spektrum masalah kaki diabetes
bervariasi di berbagai wilayah di dunia, pathways ulserasi mungkin sangat
mirip pada kebanyakan pasien. Lesi kaki diabetik sering disebabkan oleh
pasien yang secara bersamaan memiliki dua atau lebih faktor risiko,
dengan neuropati perifer diabetik memainkan peran sentral. Neuropati ini
menyebabkan kaki yang tidak sensitif dan kadang-kadang berubah bentuk,
sering menyebabkan pola berjalan abnormal. Pada orang dengan
neuropati, trauma ringan (misalnya dari sepatu yang tidak cocok, berjalan
tanpa alas kaki atau cedera akut) dapat memicu ulserasi kaki. Kehilangan
sensasi, kelainan bentuk kaki, dan mobilitas sendi yang terbatas dapat
menyebabkan pemuatan biomekanis abnormal pada kaki sehingga
menghasilkan tekanan tinggi di beberapa area, tempat tubuh merespons
dengan kulit yang menebal (kalus). Hal ini menyebabkan peningkatan
lebih lanjut dari pembebanan abnormal, sering dengan perdarahan
subkutan dan akhirnya ulserasi.

Gambar 1. Ilustrasi Terjadinya Ulserasi karena Tekanan Berulang

a. Deformitas Kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait
biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan
ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya
dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan
degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait),
mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan
kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai

7
merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak
dihentikan pada stadium awal.

b. Tekanan Tinggi
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem
organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon
achiles dimana advanced glycosylated end product (AGEs)
berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon.
Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata
lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama
karena adanya gangguan berjalan (gait). Hilangnya sensasi pada kaki
akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan
struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau
kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi
kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan
sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat
menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran
darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada
penderita diabetes.

c. Neuropati
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan
diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa
nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-perubahan sintesis
mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas
kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh
peningkatan sorbitol dan fruktose.
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama
sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan
kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan
terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan

8
perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak,
stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide
mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak
teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product
(AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-
ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal,
cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang
disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena
glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat
menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik.
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik
merupakan akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan
motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada
neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit
yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan
infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan
sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering
mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf
plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya (tunnel).

d. Penyakit Vaskular
Penyakit arteri perifer (PAD), umumnya disebabkan oleh proses
aterosklerosis, terdapat hingga 50% dari pasien dengan ulkus kaki
diabetik. PAD adalah faktor risiko penting untuk gangguan
penyembuhan luka dan ekstremitas bawah amputasi. Sebagian kecil
ulkus kaki iskemik; ini biasanya dan disebabkan oleh trauma ringan.
Mayoritas ulkus kaki adalah neuro-iskemik, yaitu yang disebabkan oleh
kombinasi neuropati dan iskemia. Penderita diabetes, kemungkinan
akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang,
misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk

9
penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam
kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL),
Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von
Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar
fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara
keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar
menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler,
hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel Peningkatan viskositas
darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan
mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi
eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika
melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat
menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial.
Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah
bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah
terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan
viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang
terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa
darah. Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas
memacu meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga
akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan
meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut
disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap
molekul oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran
darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan.

3.5 Klasifikasi
Menurut International Working Group on Diabetic Foot, kaki diabetes
diklasifikasikan menjadi empat:
1. Tidak terinfeksi :Tidak ada gejala atau tanda sistemik atau lokal
infeksi.

10
2. Infeksi Ringan :Terdapat minimal 2 tanda berikut ini pembengkakan
atau indurasi lokal; eritema> 0,5 cm di sekitar luka; nyeri atau nyeri
lokal; kehangatan lokal; discharge purulen. Penyebab lain dari
peradangan respons kulit harus dikeluarkan (mis., trauma, asam urat,
Charcot akut neuro-osteoarthropathy, fraktur, trombosis, stasis vena).
Semua eritema yang ada memanjang <2 cm* sekitar luka. Tidak ada
tanda atau gejala infeksi sistemik
3. Infeksi Sedang :Infeksi melibatkan struktur yang lebih dalam daripada
kulit dan jaringan subkutan (misalnya tulang, sendi, tendon, otot) atau
eritema memanjang> 2 cm * dari luka batas. Tidak ada tanda atau
gejala sistemik infeksi
4. Infeksi Berat: Setiap infeksi kaki dengan systemic inflammatory
response syndrome (SIRS), seperti yang ditunjukkan oleh ≥2 berikut
ini: suhu> 38 atau <36oC; Detak jantung > 90 denyut / menit; • Laju
pernapasan> 20 napas / menit atau PaCO2 <4,3 kPa (32 mmHg);
Jumlah sel darah putih >12.000 atau < 4.000 / mm3, atau > 10%
immature (band).
Sedangkan dengan klasifikasi pada ulkus diabetik menurut Klasifikasi
PEDIS (Perfusion, Extent/size, Depth/tissue loss, Infection, and Sensation)
dari International Consensus on the diabetic foot 2003. Dengan
klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan,
vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat
tertuju dengan lebih baik misalnya suatu ulkus gangren dengan critical
limb ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi
dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor
infeksi menonjol (I4), tentu pemberian antibiotic harus adekuat. Demikian
juga kalau faktor mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu
koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.

11
Impaired Perfusion 1= Tidak ada
2= PAD + tetapi tidak kritis
3= Ischemia ekstrerimitas kritis
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1= Superfisial tidak lebih dalam dari dermis
2= Ulserasi dalam dibawah dermis,
menyebar ke struktur subkutan,
pembuluh darah, otot atau tendon.
3= Semua lapisan kaki dan menyebar hingga
ke tulang atau sendi.
Infection 1= Tidak ada gejala atau tanda infeksi
2= Hanya infeksi kulit dan jaringan
subkutan
3= Eritema > 2 cm atau infeksi menyebar ke
struktur subkutan, tidak ada tanda-tanda
SIRS
4= Infeksi dengan manifestasi sistemik
seperti demam, leukositosis, shift to the
left, gangguan metabolik, hipotensi,
azotemia.
Impaired Sensation 1= Tidak ada
2= Ada

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada
kaki ketika berdiri, berjalan atau beraktivitas fisik; kaki teraba dingin; kaki
terasa nyeri pada waktu istirahat dan malam hari; telapak kaki terasa sakit
setelah berjalan; luka sukar sembuh; tekanan nadi menjadi kecil atau tidak
teraba; perubahan warna kulit, kaki tampak pucat atau kebiru- biruan
ketika dielevasikan,dan sensasi rasa berkurang.
3.7 Diagnosis Klinis
Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui
anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.

12
1. Anamnesis
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia,
paresthesia, disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar
orang yang menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas
bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang
menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat
istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh
penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi
aterosklerosis tibioperoneal.

2. Pemeriksaan Fisik
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh
karena itu pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat
penting untuk dilakukan.
Pada pemeriksaan ekstremitas, ulkus diabetes mempunyai
kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan
beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung
jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul
pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik: seperti
callus hipertropik, kuku yang rapuh atau pecah, hammer toes dan
fissure.

3. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah: leukositosis mungkin menandakan adanya
abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat
oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada,
keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
 Profil metabolik: pengukuran kadar glukosa darah,
glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu untuk
menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal

13
 Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : pulse volume
recording (PVR), atau plethymosgrafi.

4. Pemeriksaan Radiologi
 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance
Imanging (MRI): mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik,
CT scan atau MRI dapat digunakan apabila pada pemeriksaan fisik
tidak jelas.
 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya
hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir
menyebutkan 99mTc-labeled ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomielitis.
 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan
vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk
memperlihatkan luas dan makna penyakit.

3.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus
(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan
agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus atau gangren diabetik yang sudah terjadi).
A. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes mellitus (DM)
sangat penting untuk pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus
selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan
penyandang DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan.
Anjuran ini berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik
para ners, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai
dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu melihat

14
dan memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan kembali
mengenai cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik.
Berbagai kejadia atau tindakan kecil yang tampak sepele dapat
mengakibatkan kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula
pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang
sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka melepaskan
sepatu dan kausnya.
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul.
Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko terjadinya masalah
(Frykberg):
1. Sensasi normal tanpa deformitas
2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3. Insensivitas tanpa deformitas
4. Iskemia tanpa deformitas
5. Kombinasi atau complicated:
a. Kombinasi insensivitas, iskemia dan / atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan
terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai
usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko
tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangat
besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor
mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut :
Untuk kaki yang kurang merasa atau insensitive (kategori 3 dan 5),
alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitive tersebut. Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan
5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu/ alas kaki yang dipakai,
untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan
dengan kategori risiko 4 (permasalahan vascular), latihan kaki perlu

15
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus
yang complicated, tentu saja semua usaha dan dana seyogyanya perlu
dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk
ke usaha pencegahan sekunder.

B. Pencegahan Sekunder
 Pengelolaan holistik ulkus atau gangren diabetik
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multidisipliner
sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangai dengan baik
agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan
sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama :
1. Mechanical control-pressure control
2. Wound control
3. Microbiological control-infection control
4. Vascular control
5. Metabolic control
6. Educational control

Untuk pengelolaan ulkus atau gangren diabetik yang optimal,


berbagai hal di bawah ini merupakan penjabaran lebih rinci dari
keenam aspek tersebut pada tingkat pencegahan sekunder dan
tersier, yaitu pengelolaan optimal ulkus atau gangren diabetik.

1. Kontrol Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki.
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal

16
mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi
glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai
hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti
konsentrasi albumin serum, konsentrasi HB dan derajat
oksigenisasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua
faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka
sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki. Kontrol
vascular. Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat
kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat
dikerjakan sesuai keadaan pasien dan juga sesuai kondisi.
Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali
melalui berbagai cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit,
perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu saat ini
juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif maupun yang
invasive dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial
index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan
ekhodopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya dapat
dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer
dari sudut vaskular, yaitu berupa modifikasi faktor risiko:
a) Stop merokok
b) Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis
- Hiperglikemia
- Hipertensi
- Dislipidemia
c) Walking Program

17
Latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh
jajaran rehabilitasi medik.

2. Terapi Farmakologis
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain
(jantung,otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain
sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembulu darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai
saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan
pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada
penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai
pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver sebagai
bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara
debridemen non surgical dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti
preparat enzim.

3. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada
klaudikasio interment yang hebat, tindakan revaskularisasi
dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan
pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah
vascular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan
mengerjakannya.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk
prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaan sumbatan akut
dapat pula dilakukan trombo-arterektomi. Dengan berbagai

18
teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih
baik. Paling tidak faktor vascular sudah lebih memadai,
sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai
faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya.
Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada
kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupun demikian masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara
rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.

4. Wound Control.
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang
merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi
ulkus PEDIS dilakukan setelah debridemen yang adekuat. Saat
ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang
masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan
keadaan luka, dan juga letak luka tersebut. Dressing yang
mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated
dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka
yang masih produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk
luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa bahwa
tindakan debridemen yang adekuat merupakan syarat mutlak
yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan
mengklasifikasi luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu
akan sangat mebantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat
mengurangi produksi pus atau cairan dari ulkus atau gangrene.
Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing
seperti hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan

19
beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan
luka kronik seperti pada luka kaki diabetes, suasan sekitar luka
yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan.
Yakinkan bahwa luka selalu dalam keadaan optimal, dengan
demikian penyembuhan luka akan terjadi sesuai dengan
tahapan yang harus selalu dilewati dalam rangka proses
penyembuhan. Selama proses inflamasi masih ada, proses
penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya
yaitu proses granulasi dan kemudian epitelialisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka
dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara
tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki
diabetes.
Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan
untuk wound control seperti : dermagraft, apligraft, growth
factor, protease inhibitor dsb, untuk mempercepat kesembuhan
luka. Bahkan ada dilaporkan terapi gen untuk mendapatkan
bakteri E coli yang dapat menghasilkan berbagai faktor
pertumbuhan. Ada pula dilaporkan pemakaian maggot
(belatung) lalat (lalat hijau) untuk membantu membersihkan
luka. Berbagai laporan tersebut umunya belum berdasar
penelitian besar dan belum cukup terbukti secara luas untuk
dapat diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki diabetes.

5. Microbiological Control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala
untuk setiap daerah yang berbeda. Di RS Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta, data terakhir menunjukkan bahwa
pada pasien yang datang dari luar, umumnya didapatkan infeksi
bakteri yang multiple, anaeob dan aerob. Antibiotik yang
dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di

20
RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, umumnya didapatkan
pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan
gram negative serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan
berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik
harus diberikan antibiotic dengan spectrum luas, mencakup
kuman gram positif dan negative (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole).

6. Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk
menahan berat badan-weight bearing), luka yang selalu
mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh, apalagi
kalau luka tersebut terletak di bagian plantar seperti luka pada
kaki Charcot. Peran jajran rehabilitasi medis pada usaha
pressure control ini juga sangat mencolok.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-bearing
dapat dilakukan antara lain dengan :
1. Removable cast walker
2. Total contact casting
3. Temporary shoes
4. Felt padding
5. Crutches
6. Wheelchair
7. Electric carts
8. Craddled insoles

Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi


tekanan pada luka seperti :
1. Dekompresi ulkus/ abses dengan insis abses

21
2. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe,
metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening,
partial calcanectomy.

7. Educational Control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan
kaki diabetes. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM
dan ulkus/ gangrene diabetic maupun keluarganya diharapakan
akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang
diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.Rehabilitasi
merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak
pencegahan terjadinya ulkus diabetic dan kemudian segera
setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat
diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mungkin timbul
pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut
sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi
para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian
alas kaki/ sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus
yang terjadi berikut memberikan prognosis yang jauh lebih
buruk daripada ulkus yang pertama.

22

Anda mungkin juga menyukai