Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kaki diabetik adalah salah satu dari banyak komplikasi dari


penyakit diabetes melitus tipe 2. Terbentuknya ulkus maupun gangren
merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti dari penderita
diabetes melitus. Kejadian dari timbulnya ulkus dan gnagren yang
berakhir dengan kecacatan dan kematian masih tinggi di Indonesia
dengan angka masing-masing 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM
pasca amputasi pun sangat buruk dimana 14.3% pasien akan meninggal
dalam setahun pasca amputasi dan 37% akan meninggal 3 tahun pasca
tindakan amputasi.
Amputasi adalah Tindakan perbedahan untuk membuang
Sebagian anggota gerak tubuh atau seluruhnya maupun penonjolan tubuh
dengan alas an life saving, mempertahankan fungsi dan kadang kala untuk
kosmetik. Pada penderita gangren ke bagian tubuh proksimal dari letak
gangren dan mencegah perburukan kondisi pasien akibat sepsis.
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah Kesehatan yang perlu
ditangani dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun,
terutama di kelompok risiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat
menyebabkan komplikasi metabolic ataupun komplikasi vascular jangka
panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati.1,2,3
Prevalensi menurut World Health Organization (WHO), bahwa
sekitar 150 juta orang menderita diabetes melitus di seluruh dunia dan
jumlah ini mungkin dua kali lipat pada tahun 2025. Sebagian besar
kenaikan ini akan terjadi di negara-negara berkembang dan akan
disebabkan oleh pertumbuhan populasi, penuaan, diet tidak sehat,
obesitas dan gaya hidup. Di negara maju, penderita DM berusia 65 tahun
atau lebih sedangkan di negara berkembang kebanyakan berada di
kelompok usia 45-64 tahun dan terpengaruh pada usia produktif mereka.4
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua
tingkat sel dan semua tingkatan anatomic. Manifestasi komplikasi kronik

1
dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati
diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung coroner, peripheral vascular disease).5
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap
infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru,
dan infeksi kaki yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangren diabetik.5
Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi pada
penyandang diabetes setiap tahun.2 Sekitar 68% penderita gangren
diabetik adalah laki-laki, dan 10% penderita gangren mengalami rekuren.3
Sebagian besar perawatan di RS Cipto Mangunkusumo menyangkut
gangren diabetes angka kematian dan angka amputasi masing-masing
sebesar 16% dan 25% (2003).3 Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun pasca amputasi dan 37% akan meninggal tiga tahun pasca
operasi.3
Ternyata sampai sekarang ini masih saja penderita kaki diabetik
bertambah banyak. Hal tersebut disebabkan karena masih banyaknya
masyarakat khususnya karena penderita DM yang tidak tanggap terhadap
penyakitnya. Hal itu mungkin disebabkan karena ketidak tahuannya akan
penyakit DM tersebut, tidak ada biaya berobat atau ketidak pedulian
terhadap penyakit yang menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat
fatal. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik
mengambil judul laporan kasus tentang gangrene diabetikum.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaki diabetik


2.1.1 Definisi kaki diabetic
Kaki diabetik adalah salah satu dari banyak komplikasi dari penyakit
diabetes melitus tipe 2. Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah
akibat kadar gula darah pada pasien diabetes yang tidak terkendali. Kelainan
kaki diabetes melitus dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah,
gangguan persayrafan dan adanya infeksi.1
2.1.2 Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetic diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau
menurunkan sensari nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik
tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan menganggu aliran
darah ke kaki, penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam
jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat
berkurangnyaaliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi
gangrene kaki diabetik. Penyebab gangrene pada penderita DM adalah bakteri
anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang
disebut gas gangren.
2.1.3 Faktor Risiko

Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih dari 10


tahun, laki-laki, control gula darah buruk, ada komplikasi kardiovaskular,
retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan risiko antara lain neuropati
perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan biomemekanik,
peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vascular perifer (penurunan pulsasi
arteri dorsalis pedis), Riwayat ulkus atau amputasi serta kelainan kuku berat.2
3
Luka timbul spontan atau karena trauma, misalnya kemasukan pasir,
tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal sempit dan bahan yang keras.
Luka terbuka menimbulkan bau dari gas gangrene, dapat mengakibatkan
infeksi tulang (osteomyelitis).2

2.1.4 Patofisiologi1

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias,
yaitu iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali
akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati
sensorik, motoric, dan autonomy.

Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan


sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propiosepsi yaitu sensasi
posisi kaki juga hilang.

Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan


penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas
seperti hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan
terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki dan
mudah terjadi ulkus.

Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat,


dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus
kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan
terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol
dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi
menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.

Penderika diabetes juga menderita kelainan vascular berupa iskemi.


Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan
yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis,
arteri tibialis, dan arteri poplitea menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin,
dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul

4
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan
neurovascular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.

Arterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit


karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di
kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses
angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan
bagian distal tungkai berkurang.

DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima


(hyperplasia membrane basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler,
sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang
mengakibatkan ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C menyebabkan
deformabilitas eritrosis dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan
memudahkan terbentuknya thrombus (gumpalan darah) pada dinding
pembuluh darah yang akan menganggu aliran darah ke ujung kaki.1

2.1.5 Klasifikasi Kaki Diabetes

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an,


digunakan secara luas untuk mengklasifikasikan lesi pada kaki diabetes.1

Tabel 2. Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan WagnerMeggit1

Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

Derajat 1 Ulkus superfisial

Derajat 2 Ulkus dalam

Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang


5
Derajat 4 Gangren telapak kaki

Derajat 5 Gangrene seluruh kaki

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working


Group on Diabetic Foot (IWGDF) dan dapat diterima semua pihak agar
memudahkan perbandingan hasil-hasil penelitian. Dengan klasifikasi ini akan
dapat ditentukan kelainan yang dominan, vascular, infeksi atau neuropatik
dengan ankle brachiali index (ABI), filament test, nerve conduction study,
electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan lebih
baik.

Ulkus gangren dengan critical limb ischemia lebih memerlukan


evaluasi dan perbaikan keadaan vaskularnya. Sebaliknya jika faktor infeksi
menonjol, antibiotic harus adekuat. Sekiranya faktor mekanik yang dominan,
harus diutamakan koreksi untuk mengurangi tekanan plantar.2

2.1.6 Diagnosis2,3

Untuk diagnosis dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Anamnesis mengarah ke DM yang tidak terkendali
dan risiko kaki terkena luka atau tekanan. Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai

a. Ekstremitas ulkus diabetes


Cenderung terjadi di daerah tumpuan beban terbesar, seperti tumit,
area kaput metatarsal ditelapak, ujung jari yang menonjol (jari pertama dan
kedua). Ulkus di malleolus terjadi karena sering mendapatkan trauma.
Kelainan lain yang dapat ditemukan seperti callus hipertropik, kuku
rapuh/pecah, kulit kering, hammer toes dan fissure.
b. Insufisiensi Arteri Perifer

Pemeriksaan fisik akan mendapatkan hilang atau menurunya nadi


perifer. Penemuan lain yang berhubungan dengan aterosklerosis meliputi
bising (bruit) arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut
6
kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemik, serta pengisian arteri
tepi (capillaru refill test) lebih.

Pemeriksaan vaskular non-invasif meliputi pengukuran oksigen


transkutan, ankle brachial index (ABI), dan tekanan sistolik jari kaki. ABI
dilakukan dengan alat doppler. Cuff dipasang dilengan atas dan dipompa
sampai nadi brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian
dilepas perlahan sampai doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis.
Tindakan yang sama dilakukan pada tungkau, cuff dipasang dibagian
distal dan doppler dipasang di arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis
posterior. ABI didapat dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachialis. Bila ankle brachial index <0,3, pasien di diagnosis critical limb
iskemik, yang berarti iskemik berat.

c. Neuropati perifer

Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan


posisi, hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi
otot, dan pembentukan callus hipertrofik khususnya di daerah tumit.

Status neurologis dapat diperiksa menggunakan monofilament


Semmes Weinsten untuk mendeteksi “sensasi protektif”. Hasil abnormal
jika penderita tidak merasakan sentuhan saat ditekan sampai monofilamen
bengkok. Alat pemeriksaan lain adalah garpu tala 128 Hz untuk sensasi
getar dipergelangan kaki dan sendi metatarsophalangeal pertama. Pada
neuropati metabolic intensitas paling parah di daerah distal. Pada
umumnya, seseorang tidak merasakan getaran garpu tala di jari tangan
lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan getaran ibu jari
kaki. Beberapa penderita normal menunjukkan perbedaan antara sensari
jari kaki dan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.2,3

2.1.7 Penatalaksanaan2

Penatalaksanaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar,


yaitu pencegahan kaki diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi

7
perlukaan kulit) dan pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan
sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).

 Pencegahan primer

Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu


dilakukan setiap saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat
risiko dengan melakukan pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki
secara mandiri ataupun dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan 5)
perlu sepatu/alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada
kaki.

 Pencegahan sekunder

Pengelolaan holistik ulkus/gangren diabetik kerja sama multi


disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan
dikelola Bersama, meliputi :

- Wound control
- Microbiological control-infection control
- Mechanical control-pressure control
- Educational control

Wound Kontrol5

Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Evaluasi luka harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan
setelah debridement adekuat. Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses
penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk bakteri, sehingga
dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian
akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal,
surgical, enzimatik, autolysis, dan biokemis. Cara paling efektif adalah
dengan metode autolysis debridement.2

8
Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh
tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus lembab. Pada
keadaan lembab, enzim proteolitik secara selektif akan melepas jaringan
nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau dibantu secara
surgical atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat
ini terdapat banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan
sesuai keadaan luka dan letak luka. Dressing mengandung komponen zat
penyerap, seperti carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat
pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing atau silver
impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.3,4

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi


mikroba pada luka, cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa
silver sebagai bagian dari dressing. Berbagai cara debridement non-
surgikal seperti preparate enzim dapat dimanfaatkan untuk mempercepat
pembersihan jaringan nekrotik.3,5 jika luka sudah lebih baik dan tidak
terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan
beberapa hari. Untuk kesembuhan luka kronik seperti luka kaki diabetes,
suasana kondusif sekitar luka harus dipertahankan. Selama proses
inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak ke
proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa
yang dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru
dapat dimanfaatkan untuk wound control, dan sebagainya, untuk
mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik oksigen efikasinya
masih minimal.1

Mikrobiologi Kontrol

Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya


didapatkan infeksi bakteri multiple, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus
selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama
antibiotic spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif
(misalnya sefalosforin), dikombinasikan dengan obat terhadap kuman
anaerob (misalnya metronidazole).5

9
Pressure Kontrol1

Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight


bearing), luka selalu mendapat tekanan, sehingga tidak akan sempat
menyembuh, apalagi bila terletak diplantar seperti pada kaki Charcot.

Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada


luka :

o Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses


o Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toes,
metatarsal head resection, achilles tendon lengthening, partial
calcanectomy.

2.1.8 Prognosis

Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat


dalam patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.
Penatalaksanaan holistic harus ditekan untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas kaki diabetik.3

2.2 Diabetes Mellitus

2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan


hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pancreas
tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.2

Diabetes mellitus berhubungan dengan komplikasi mikroangiopati


maupun mikroangiopati. Terjadinya komplikasi ini sangat erat dengan kontrol
gula darah, meskipun telah ditemukan insulin dan obat hipoglikemi oral
untuk mengontrol kadar glukosa darah.3

2.2.2 Klasifikasi2
10
Klasifikasi DM dapat diliat pada Tabel 3.

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolut

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resisten


insulin disertai defisiensi insulin relatif
maupun absolut

Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta


 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit sekresi pangkreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau obat kimia
 Infeksi
 Imunologi yang jarang

2.2.3 Patogenesis

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih
berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta,
organ seperti : jaringan lemak (meningkatnya liposis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut
berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe-2.3

2.2.4 Diagnosis3

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa


darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
11
darah kapiler dengan glucometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glucosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti :

 Keluhan klasik DM : polyuria, polydipsia, polifagia dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelas penyebabnya.
 Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada Wanita.3

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupan kalori minimal 8 jam (B)

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi


Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang


terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP)

Catatan : saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi


standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap
hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti : anemia,
hemoglobinopati, Riwayat transfuse darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi
yang mempengaruhi umur eritrosit dengan gangguan fungsi ginjal maka
HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.3

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


DM digolongkan kedalam pre diabetes yaitu toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

12
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) :
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl.
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) :
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199
mg/dl dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dl.
 Diagnosis pre diabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4 %.3

2.2.5 Komplikasi

Terdapat dua jenis komplikasi pada penderita DM, komplikasi akut


dan kronis. Komplikasi akut seperti hiperglikemi dan hipoglikemi. Serta
komplikasi kronis seperti makrovaskular dan mikrovaskular.

a. Komplikasi Makrovaskular :
Komplikasi makrovaskular yang umum terjadi pada pasien penderita DM
adalah gagal jantung kongestif, penyakit jantung coroner dan stroke.
b. Komplikasi Mikrovaskular :
Komplikasi mikrovaskular banyak diderita pasien yang mengidap DM
Tipe-1. Hiperglikemia yang persisten termasuk pembentukan protein
terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah kecil seperti nefropati
DM, retinopati diabetic, neuropati bahkan amputasi.3

13
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Tanjung Kulim
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 10 Desember 2021

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Luka pada kaki kiri yang sulit sembuh semakin memberat sejak 1 minggu ini.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Meranti diantar oleh anaknya dengan
keluhan luka pada kaki kiri yang sulit semnuh semakin memberat sejak 1
minggu ini. Luka bernanah dan berbau pada kaki kiri disertai jari II dan III
kehitaman dan tidak nyeri lagi. Menurut pasien luka berawal dari gesekan
sendal yang semakin membesar dan tidak sembuh-sembuh. Keluhan demam
(+) hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai merasakan
keluhan berupa rasa kesemutan pada kaki dan tangan. Namun pasien masih
bisa berjalan dan beraktivitas seperti biasa. Nafsu makan berkurang (+),
sesak, nyeri dada, mual, muntal, serta nyeri ulu hati disangkal pasien. BAB
dan BAK normal.
Pasien menderita penyakit kencing manis sejak tahun 2016, pasien
tidak rutin mengkonsumsi obat diabetes.
14
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien pernah amputasi sebelumnya jari IV kaki kiri tahun 2018
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat jantung (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada yang mengalami keluhan serupa dikeluarga pasien
 Riwayat DM (-)
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat alergi dan asma (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


a) Status Generalis
Tanda-tanda vital
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis kooperatif
 Keadaan gizi : Normoweight
BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT: 19,5 kg/m2
 TD : 120/80 mmHg
 HR : 88 kali/menit
 RR : 20 kali/menit
 Suhu : 36,5oC
Kepala dan leher
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem
periorbital (-/-)
 Leher : pembesaran KGB regional (-/-)
Thoraks

15
Paru
 Inspeksi : statis  simetris kanan dan kiri, retraksi iga (-),
deformitas (-)
dinamis  pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal
 Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
 Auskultasi : pernapasan vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba di SIK VI linea midklavikula sinistra
 Perkusi : batas jantung kanan di SIK V linea parasternal dekstra
batas jantung kiri di SIK VI linea midklavikula sinistra
 Auskultasi : S1 (+), S2 (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut tampak datar
 Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 6x/menit
 Perkusi : timpani
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
 Akral : Hangat
 CRT : <2 detik
Status lokalis Regio Pedis Sinistra

16
Look : Post amputasi digiti IV, digiti II dan III. Tampak luka (+),
kehitaman (+) deformitas (+). Pada dorsal pedis tampak edema (+),
arteri dorsalis pedis (+), pus (+).
Feel : Pada digiti II dan III nyeri tekan (-)
Move : Digiti II dan III tidak dapat digerakkan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
 Darah Rutin (10 Desember 2021)
Hb : 14,3 g/dL
Leukosit : 10.000 rb/mm3
Eritrosit : 3,87 jt/mm3
Hematokrit : 33,2%
Trombosit : 370.000 rb/mm3
 Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu : 430 mg/dl
Total Protein : 6.0 g/dl
Albumin : 4,1 mg/dl
 Elektrolit
Na : 139,5 mmol/ L
K : 3,4 mmol/ L
Cl : 95,3 mmol/ L
 Imunoserologi
HBsAg : Negatif

17
 Ronthgen Pedis (10 Desember 2021)

Kesan : - Osteomielitis sampai head metatarsal digiti II, III dan V


- Amputasi sampai head metatarsal digiti IV pedis sinistra
- Gas gangren sampai distal cruris sinistra
2.5 Diagnosis
Gangren diabetikum digiti II dan II pedis sinistra
Ulkus diabetikum pedis sinistra

2.6 Diagnosis Banding


- Selulitis

2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- Rawat Asoka
- IVFD asering 20 tpm
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam (iv)
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam (iv)
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (iv)
- Konsul penyakit dalam untuk regulasi gula darah :
- Inj. Novorapide 3 x sesuai protap
- Posafit 2 x 1

- Rencana USG Doppler ekstremitas inferior sinistra sebelum OK


18
Kesan : Stenosis pada arteri tibialis anterior dan tibialis posterior 1/3 distal
sinistra

- Puasa mulai tengah malam


- Besok rencana amputasi pagi pukul 09.00 wib
DO : - Ditemukan jari ke-2 dan ke-3 kaki kiri kehitaman
- Ditemukan pembengkakan pada kaki kiri hingga ke mata kaki disertai
adanya pus dan jaringan nekrotik disertai luka
TO : - Dilakukan Tindakan aseptik dan antiseptik pada lapang operasi
- Lapang operasi dibatasi doek steril
- Ditemukan DO
- Dilakukan amputasi jari ke-2 dan ke-3 kaki kiri
19
- Dilakukan debridement pada kaki kiri dengan membuat insisi
sepanjang punggung kaki dan membuang jaringan yang mati
- Dilakukan pencucian lapangan operasi dengan Nacl 0,9%
- Dilakukan perawatan luka terbuka
- Operasi selesai

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad cosmeticum : Dubia ad malam

20
FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planing

11/12/2021 Pasien KU : Baik Gangren diabetic IVFD NaCl


mengaku digiti II dan III 0,9% 30 tpm
cemas Kesadaran : CM Pedis sinistra +
menghadapi Ulkus Inj. Ceftriaxone
TD : 120/80 1 x 2gr
operasi, mmHg diabetikum peids
keluhan lain sinistra Inj. Ketorolac
tidak ada HR : 92 x/menit 3x30 mg
RR : 22 x/menit Inj. Ranitidin
T : 37,0 °C 2x50 mg

Inj. Noverapid
3x sesuai protab

12/12/2021 Pasien KU : Tampak Post amputasi Diet DM


mengeluhkan sakit sedang digiti II dan III
nyeri pada hari ke-1 + Ganti verban
luka operasi, Kesadaran : CM debridement a/i Aff kateter
badan terasa TD : 120/70 gangrene digiti
lemah mmHg II dan III pedis IVFD NaCl 0,9
sinistra + ulkus % 20 tpm
HR : 78 x/menit diabetikum pedis
Inj. Ketorolac 30
sinistra
RR : 20 x/menit mg/8 jam

T : 36,8 °C Inj. Ranitidin 50


mg/8 jam
Status lokalis
Metronidazol
Inspeksi : tampak 3x500 mg po
luka ditutupi
verban, rembesan
darah (+), tidak
tampak rembesan
pus.

13/12/2021 Nyeri luka KU : Tampak Post amputasi Diet DM


operasi sakit sedang digiti II dan III
berkurang, hari ke-2 + Ganti verban
badan lemah Kesadaran : CM debridement a/i IVFD NaCl 0,9
TD : 120/80 gangrene digiti

21
mmHg II dan III pedis % 20 tpm
sinistra + ulkus
HR : 80 x/menit diabetikum pedis Inj. Ketorolac 30
sinistra + mg/8 jam
RR : 20 x/menit
Anemia Inj. Ranitidin 50
T : 36,6 °C mg/8 jam
Status lokalis Metronidazol
Inspeksi : 3x500 mg po
Tampak luka Ondansentron 8
ditutupi oleh mg/8 jam
verban, rembesan
darah (-), pus (-) Transfusi 4 PRC
(2 labu/hari)

14/12/2021 Pasien tidak KU : Baik Post amputasi Diet DM


ada keluhan digiti II dan III
dan ingin Kesadaran : CM hari ke-3 + Ganti verban
pulang TD : 116/70 debridement a/i IVFD NaCl
mmHg gangrene digiti 0,9% 20 tpm
II dan III pedis
HR : 88 x/menit sinistra + ulkus Transfusi
diabetikum pedis lanjutkan
RR : 20 x/menit
sinistra +
Cek lab post
T : 36,5 °C Anemia
transfuse, bila
Status lokalis hasil lab baik
boleh pulang
Inspeksi :
Tampak luka Terapi pulang :
kering, rembesan Na diclofenac
darah (-), pus (-) 3x50 mg

Ciprofloxacin
2x500 mg

Inj. Novomix
15-0-15

Posafit 2x1

BAB IV

22
PEMBAHASAN

Seorang pasien, laki-laki, usia 60 tahun datang ke IGD RSUD Meranti


diantar oleh anaknya dengan keluhan luka pada kaki kiri yang sulit sembuh
semakin memberat sejak 1 minggu ini. Keluhan lain terdapat luka bernanah dan
berbau pada kaki kiri disertai jari II dan III kehitaman dan tidak terasa nyeri lagi.
Menurut pasien luka berawal dari gesekan sendal yang semakin membesar dan
tidak sembuh-sembuh, keluhan demam (+) hilang timbul sejak 1 minggu yang
lalu.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai merasakan keluhan
berupa rasa kesemutan pada kaki dan tangan. Namun pasien masih bisa berjalan
dan beraktivitas seperti biasa. Pasien menderita DM tipe 2 sejak tahun 2016
namun tidak rutin berobat.
Sebelumnya pasien sering mengeluhkan sering buang air kecil, sering
merasa haus dan merasa lapar walaupun sudah makan. Pasien juga mengeluhkan
hal serupa trias klasik DM yaitu poliuri, polidipsi dan polifagi. Ditambah dengan
pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan nilai 430 mg/dl sesuai dengan
kriteria diagnosis pasien penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Pasien datang dengan keluhan luka pada kaki kiri yang sulit sembuh.
Faktor terbentuknya luka pada penderita DM diawali oleh beberapa hal seperti
angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati cenderung menurunkan bahkan
menghilangkan sensasi nyeri yang menyebabkan ulkus dapat terbentuk tanpa
disadari. Infeksi yang terjadi akibat trauma cenderung berubah menjadi gangrene
akibat iskemia jaringan yang terjadi karena penumpukan lemak dalam pembuluh
darah disertai penyempitan pembuluh darah. Iskemia membuat faktor
penyembuhan luka terhambat bahkan menghilang hingga terbentuknya gangren.
Pada pemeriksaan fisik, bagian ekstremitas kiri bawah tampak post
amputasi digiti IV, sedangkan digiti II dan III kehitaman (+), nyeri tekan (-), dan
tidak bisa digerakkan. Pada dorsal pedis tampak edema (+), arteri dorsalis pedis
(+), pus (+).
Dari hasil radiologi didapatkan kesimpulan Osteomielitis sampai head
metatarsal digiti II, III, dan V, amputasi sampai head metatarsal digiti IV pedis

23
sinistra dan gas gangren sampai distal cruris sinistra. Hal ini sesuai dengan
keluhan pasien yaitu luka borok dikaki kiri yang sulit sembuh.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat kita simpulkan bahwa Tn. A di diagnosa dengan gangren
diabetik digiti II, III pedis sinistra + ulkus diabetikum pedis sinistra.
Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu
gejala dari komplikasi krinik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awalnya muncul luka, pasien
tidak merasa ada gangguan sampai pasien tersebut melihatnya. Hal ini
menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi pada penderita DM.
Neuropati pada penderita DM diakibatkan oleh karena adanya gangguan jalur
poliol (glukosa>>sorbitol>>fruktosa) yang selanjutnya akan menimbulkan
gangguan pada sel saraf dan menyebabkan hilangnya akson sehingga kecepatan
konduksi motorik akan berkurang.
Prinsip tatalaksana yang diberikan mencakup pengendalian faktor
metabolik, infeksi, maupun vascular. Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan
erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kultur. Namun,
jika hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan dilapangan adalah pemberian
antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas ceftriaxone, ciprofloxacin dan
metronidazol. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotic spektrum luas, yang
dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negative, maupun
bakteri anaerob.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium GDS 430 mg/dl, sehingga dapat
dilihat bahwa pengobatan degan obat selama ini dikonsumsi tidak cukup berhasil
bagi penderita. Adapun untuk kontrol gula darah pasien, pengobatan yang
dilakukan adalah dengan pemberian terapi insulin karena sudah adanya indikasi
pemakaian insulin yaitu infeksi berat.

24
BAB V
KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolic


yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Salah satu komplikasi dari DM dapat
berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi
saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus gangren diabetik.
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau
menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik
tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angioati akan menganggu aliran darah ke
kaki, penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu.
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik.
Pada penderita gangren diabetik tindakan amputasi dilakukan bertujuan
untuk mencegah meluasnya gangren ke bagian tubuh proksimal dari letak gangren
dan mencegah perburukan kondisi pasien akibat sepsis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011.p.1961-2.

2. Tjokroprawiro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga


University Press; 2007.

3. World Health Organization. Diabetes melitus [internet]. World Health


Organization; 2011 [diakses tanggal 14 Desember 2021]. Tersedia dari:
http://www.who.int/topics/diabetes_mellit us/en.

4. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam Jilid III. Edisi ke IV. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

5. Widyatmoko S, Sulistiyani, Ulum M. Hubungan perawatan kaki pasien


diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian ulkus diabetik di RSUD Dr.
Moewardi. Surakarta: Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.

26

Anda mungkin juga menyukai