PENDAHULUAN
1
dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati
diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung coroner, peripheral vascular disease).5
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap
infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru,
dan infeksi kaki yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangren diabetik.5
Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi pada
penyandang diabetes setiap tahun.2 Sekitar 68% penderita gangren
diabetik adalah laki-laki, dan 10% penderita gangren mengalami rekuren.3
Sebagian besar perawatan di RS Cipto Mangunkusumo menyangkut
gangren diabetes angka kematian dan angka amputasi masing-masing
sebesar 16% dan 25% (2003).3 Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun pasca amputasi dan 37% akan meninggal tiga tahun pasca
operasi.3
Ternyata sampai sekarang ini masih saja penderita kaki diabetik
bertambah banyak. Hal tersebut disebabkan karena masih banyaknya
masyarakat khususnya karena penderita DM yang tidak tanggap terhadap
penyakitnya. Hal itu mungkin disebabkan karena ketidak tahuannya akan
penyakit DM tersebut, tidak ada biaya berobat atau ketidak pedulian
terhadap penyakit yang menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat
fatal. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik
mengambil judul laporan kasus tentang gangrene diabetikum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.4 Patofisiologi1
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias,
yaitu iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali
akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati
sensorik, motoric, dan autonomy.
4
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan
neurovascular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.
2.1.6 Diagnosis2,3
c. Neuropati perifer
2.1.7 Penatalaksanaan2
7
perlukaan kulit) dan pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan
sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
- Wound control
- Microbiological control-infection control
- Mechanical control-pressure control
- Educational control
Wound Kontrol5
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Evaluasi luka harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan
setelah debridement adekuat. Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses
penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk bakteri, sehingga
dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian
akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal,
surgical, enzimatik, autolysis, dan biokemis. Cara paling efektif adalah
dengan metode autolysis debridement.2
8
Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh
tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus lembab. Pada
keadaan lembab, enzim proteolitik secara selektif akan melepas jaringan
nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau dibantu secara
surgical atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat
ini terdapat banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan
sesuai keadaan luka dan letak luka. Dressing mengandung komponen zat
penyerap, seperti carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat
pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing atau silver
impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.3,4
Mikrobiologi Kontrol
9
Pressure Kontrol1
2.1.8 Prognosis
2.2.2 Klasifikasi2
10
Klasifikasi DM dapat diliat pada Tabel 3.
2.2.3 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih
berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta,
organ seperti : jaringan lemak (meningkatnya liposis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut
berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe-2.3
2.2.4 Diagnosis3
Atau
Atau
Atau
12
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) :
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) :
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199
mg/dl dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dl.
Diagnosis pre diabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4 %.3
2.2.5 Komplikasi
a. Komplikasi Makrovaskular :
Komplikasi makrovaskular yang umum terjadi pada pasien penderita DM
adalah gagal jantung kongestif, penyakit jantung coroner dan stroke.
b. Komplikasi Mikrovaskular :
Komplikasi mikrovaskular banyak diderita pasien yang mengidap DM
Tipe-1. Hiperglikemia yang persisten termasuk pembentukan protein
terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah kecil seperti nefropati
DM, retinopati diabetic, neuropati bahkan amputasi.3
13
BAB III
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Luka pada kaki kiri yang sulit sembuh semakin memberat sejak 1 minggu ini.
15
Paru
Inspeksi : statis simetris kanan dan kiri, retraksi iga (-),
deformitas (-)
dinamis pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal
Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
Auskultasi : pernapasan vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIK VI linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan di SIK V linea parasternal dekstra
batas jantung kiri di SIK VI linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1 (+), S2 (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 6x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Akral : Hangat
CRT : <2 detik
Status lokalis Regio Pedis Sinistra
16
Look : Post amputasi digiti IV, digiti II dan III. Tampak luka (+),
kehitaman (+) deformitas (+). Pada dorsal pedis tampak edema (+),
arteri dorsalis pedis (+), pus (+).
Feel : Pada digiti II dan III nyeri tekan (-)
Move : Digiti II dan III tidak dapat digerakkan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (10 Desember 2021)
Hb : 14,3 g/dL
Leukosit : 10.000 rb/mm3
Eritrosit : 3,87 jt/mm3
Hematokrit : 33,2%
Trombosit : 370.000 rb/mm3
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu : 430 mg/dl
Total Protein : 6.0 g/dl
Albumin : 4,1 mg/dl
Elektrolit
Na : 139,5 mmol/ L
K : 3,4 mmol/ L
Cl : 95,3 mmol/ L
Imunoserologi
HBsAg : Negatif
17
Ronthgen Pedis (10 Desember 2021)
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- Rawat Asoka
- IVFD asering 20 tpm
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam (iv)
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam (iv)
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (iv)
- Konsul penyakit dalam untuk regulasi gula darah :
- Inj. Novorapide 3 x sesuai protap
- Posafit 2 x 1
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad cosmeticum : Dubia ad malam
20
FOLLOW UP
Inj. Noverapid
3x sesuai protab
21
mmHg II dan III pedis % 20 tpm
sinistra + ulkus
HR : 80 x/menit diabetikum pedis Inj. Ketorolac 30
sinistra + mg/8 jam
RR : 20 x/menit
Anemia Inj. Ranitidin 50
T : 36,6 °C mg/8 jam
Status lokalis Metronidazol
Inspeksi : 3x500 mg po
Tampak luka Ondansentron 8
ditutupi oleh mg/8 jam
verban, rembesan
darah (-), pus (-) Transfusi 4 PRC
(2 labu/hari)
Ciprofloxacin
2x500 mg
Inj. Novomix
15-0-15
Posafit 2x1
BAB IV
22
PEMBAHASAN
23
sinistra dan gas gangren sampai distal cruris sinistra. Hal ini sesuai dengan
keluhan pasien yaitu luka borok dikaki kiri yang sulit sembuh.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat kita simpulkan bahwa Tn. A di diagnosa dengan gangren
diabetik digiti II, III pedis sinistra + ulkus diabetikum pedis sinistra.
Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu
gejala dari komplikasi krinik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awalnya muncul luka, pasien
tidak merasa ada gangguan sampai pasien tersebut melihatnya. Hal ini
menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi pada penderita DM.
Neuropati pada penderita DM diakibatkan oleh karena adanya gangguan jalur
poliol (glukosa>>sorbitol>>fruktosa) yang selanjutnya akan menimbulkan
gangguan pada sel saraf dan menyebabkan hilangnya akson sehingga kecepatan
konduksi motorik akan berkurang.
Prinsip tatalaksana yang diberikan mencakup pengendalian faktor
metabolik, infeksi, maupun vascular. Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan
erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kultur. Namun,
jika hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan dilapangan adalah pemberian
antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas ceftriaxone, ciprofloxacin dan
metronidazol. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotic spektrum luas, yang
dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negative, maupun
bakteri anaerob.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium GDS 430 mg/dl, sehingga dapat
dilihat bahwa pengobatan degan obat selama ini dikonsumsi tidak cukup berhasil
bagi penderita. Adapun untuk kontrol gula darah pasien, pengobatan yang
dilakukan adalah dengan pemberian terapi insulin karena sudah adanya indikasi
pemakaian insulin yaitu infeksi berat.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011.p.1961-2.
26