TINJAUAN PUSTAKA
A. Ulkus Diabetikum
1. Pengertian
Ulkus DM merupakan luka kronik yang biasa terjadi pada daerah
di bawah pergelangan kaki yang diakibatkan oleh proses neuropati perifer,
penyakit arteri perifer atau keduanya yang meningkatkan morbiditas,
mortalitas dan mengurangi kualitas hidup pasien. (Perkeni, 2015).
2. Klasifikasi
Tipe ulkus DM terdiri dari 3 kategori yaitu kaki diabetika
neuropati, iskemia, dan neuroiskemia. Kaki diabetikum kebanyakan terjadi
karena faktor neuropati. Penderita DM mengalami gangguan vaskuler
perifer akibat makrovaskuler ataupun mikrovaskuler yang menyebabkan
iskemia pada kaki. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya ulkus dan
mempersulit penyembuhan ulkus. (Suhardi, 2019).
Klasifikasi luka kaki diabetik dibutuhkan untuk mengetahui lesi
yang sedang diobati. Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada
tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk mengklasifikasikan lesi pada
kaki diabetes.
Table 2.1 Klasifikasi kaki diabetik berdasarkan Wagner-Meggit
No. Grade Keterangan
1. Derajat 0 Simtom pada kaki seperti nyeri.
2. Derajad 1 Ulkus superfisial.
3. Derajad 2 Ulkus dalam.
4. Derajad 3 Ulkus sampai mengenai tulang.
5. Derajad 4 Gangren telapak kaki.
6. Derajad 5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki..
Sumber: Wagner-Meggit dalam Kartika (2017).
dengan ankle brachial index (ABI), filament test, nerve conduction study,
electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan kaki
lebih baik. (Kartika, 2017).
Menurut Paramitasari dkk (2019), menjelaskan terdapat beberapa
jenis luka atau ulkus tungkai kronis diantaranya ialah :
a. Ulkus Vena
Ulkus Vena disebabkan oleh insufisiensi vena kronis
yang 50%-70% ulkus vena disebabkan dari ulkus tungkai kronis.
Tekanan vena yang meningkat akibat kerusakan sistem vena di
ekstremitas bawah mengakibatkan hipertensi vena. Falanga dan
Eaglestein membuat postula bahwa pooling vena menyebabkan
pelebaran ruang endothelial dan deposisi fibrin serta molekul
makro sehingga terjadi growth factor (GF) trapping yang
menghilangkan fungsi GF tersebut pada proses penyembuhan luka.
Hipertensi vena juga menyebabkan penumpukan leukosit di antara
pembuluh darah kecil dan kulit yang akan teraktivasi sehingga
menginisiasi respon peradangan mengakibatkan disfungsi jaringan
dan seluler.
Kemudian keluhan yang sering dialami pada kasus ulkus
vena di antaranya kaki bengkak, nyeri memberat sepanjang hari
dan membaik dengan elevasi tungkai. Ulkus vena sering ditemukan
di area mulai dari pertengahan betis hingga 1 cm di bawah
maleolus lateralis.
b. Ulkus Arteri
Ulkus Arteri merupakan manifestasi umum aterosklerosis.
Aterosklerosis menyebabkan perfusi jaringan buruk, oksigenasi
inadekuat, sehingga penyembuhan luka terlambat dan terjadi
komplikasi gangren. Adanya trauma yang sering dialami
merupakan faktor presipitasi pada pasien insufisiensi arteri. Ulkus
arteri sering didapatkan di jari kaki, tumit dan penonjolan tulang
kaki. Ulkus tampak seperti punched out dengan batas tegas dan
6
4. Faktor risiko
Faktor resiko terjadi ulkus DM pada penderita penyakit DM adalah,
jenis kelamin, lama penyakit DM, neuropati, Peripheral Artery Disease
(PAD), dan perawatan kaki.
Jenis kelamin laki-laki menjadi faktor dominan berhubungan
dengan terjadinya ulkus, kemudian lama penyakit DM menyebabkan
keadaan hiperglikemia yang lama. Hiperglikemia berpotensi untuk
terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik DM.
Penderita diabetes mellitus yang >5 tahun 2 kali lebih berisiko
mengalami ulkus dibanding dengan penderita yang <5 tahun. (Fitria dkk,
2017).
Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik, dan
otonom. Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di
ekstermitas bawah yang disebabkan oleh arterosklerosis. (Roza dkk, 2015)
Obesitas juga memengaruhi terjadinya ulkus diabetikum. (Syafril,
2018)
Beberapa hal yang dapat meningkatkan faktor risiko pencetus ulkus
DM yaitu, neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan
biomekanik, peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vaskular perifer
(penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis), riwayat ulkus atau amputasi serta
kelainan kuku berat. Kemudian luka timbul spontan atau karena trauma,
misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal
sempit dan bahan yang keras. (Kartika, 2017).
5. Patofisiologi
Ulkus diabetikum dapat disebabkan oleh tiga faktor yang sering
disebut dengan trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa
darah yang tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.
Neuropati sensorik mengakibatkan hilangnya sensasi proteksi yang
menyebabkan rentan terhadap trauma fisik dan termal. (Kartika, 2017).
8
6. Pathway
Diabetes Mellitus
Trauma
Deformitas Iskemia
Struktural
Keirophati
Ulserasi Kaki
Diabetik
Amputasi
7. Manifestasi klinis
Berikut gambaran klinis ulkus DM menurut (Paramitasari dkk,
2019).
Table 2.2 Manifestasi klinis ulkus diabetikum.
Stadium Keterangan
I Eritema yang non-blanchable.
II Ketebalan parsial, ulkus dangkal dengan dasar ulkus merah
muda tanpa slough dapat bermanifestasi sebagai bula.
III Seluruh ketebalan kulit telah hilang. Lapisan subkutan dapat
terlihat, namun tendon, tulang atau otot tidak tereksposisi
slough dapat ditemukan, undermining dan tunneling dapat
ditemukan.
IV Seluruh ketebalan kulit hilang, termasuk tendon, tulang atau
otot dapat terlihat, sering tampak undermining atau
tunneling.
Sumber : Paramitasari dkk, 2019
8. Komplikasi
a. Infeksi yang bertambah berat
b. Sepsis
c. Kematian
9. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa ulkus DM
menurut (Paramitasari dkk, 2019 ) antara lain :
a. Tes monofilamen dapat mendeteksi neuropati terutama pada ulkus
DM.
b. Tes diagnostik biopsi, kultus, analisis laboratorium, vaskuler, dan
radiologi dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan nutrisi darah lengkap seperti anemia, kadar protein
darah, albumin, zink, dan ferritin dapat mengetahui faktor risiko.
d. Pemeriksaan penunjang lain untuk deteksi gangguan vaskuler
meliputi, ankle brachial pressure index (ABPI), angiopati, dan
MRI
11
4. Pemberian obat
Pemberian obat pada luka ulkus diabetikum diberikan sesuai dengan
kondisi luka, contohnya seperti pemberian regimen antibiotik, antibiotik
direkomendasikan sebagai terapi empirik yang harus mencakup antibiotik
aktif melawan golongan Staphylococcus Sp dan Steptococcus Sp.
Pemilihan regimen antibiotik dapat diberikan secara oral maupun
parenteral. Antibiotik yang biasa digunakan melalui parenteral seperti:
kloksasilin, amoksisilin, sefaleksin, klindamisin, doksisiklin,
moxifloksasin, linezolid, siprofloksasin. Selain antibiotik pemberian obat
antidiabetes juga diperlukan seperti pemberian insulin, metformin
kemudian obat analgesik untuk mengatasi nyeri yang ditimbulkan akibat
luka ulkus DM.
Durasi optimal terapi antibiotik pada kasus infeksi kaki diabetik ringan
hingga sedang dan melibatkan infeksi jaringan lunak berkisar 1-2 minggu,
sedangkan infeksi berat umumnya memerlukan terapi hingga 3 minggu.
Terapi antibiotik dapat dihentikan jika tanda dan gejala infeksi sudah
menghilang meskipun luka belum sembuh, karena antibiotik digunakan
sebagai tatalaksana infeksi bukan untuk penyembuhan luka. (Hutagalung,
2019)
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentanng pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental,
sosial dan lingkungan (Clevo, 2015)
b. Keluhan utama
Pengkajian ini dilakukan dengan wawancara terhadap pasien serta
menanyakan keluhan apa yang dirasakan pada saat masuk rumah
sakit..
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya..
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit lain yang berkaitan
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan, dan TTV
b. Sistem integumen
Pemeriksaan fisik
Warna kulit : merah, sianosis, ikterus
Turgor kulit : elastis, buruk
Kondisi luka : akut atau kronis
Lokasi luka :
1) Mengukur panjang, lebar, dan kedalam luka.
2) Jumlah dan kualitas eksudat dan bau
3) Permukaan luka dan jenis jaringan
4) Adanya nyeri dan tingkat nyeri
5) Ada atau tidaknya goa
6) Mengevaluasi perkembangan luka
7) Mengkaji pinggiran luka dan sekitar kulit
c. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
dan nyeri, serta adanya ulkus pada ekstermitas
d. Sistem neurologis
Terjadinya penurunan sensoris, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukann pada ulkus DM
menurut paramitasari (2017) yaitu :
1) Tes monofilamen dapat mendeteksi neuropati terutama pada
kasus ulkus diabetikum
2) Tes diagnostik biopsi, kultur, analisis laboratorium, vaskuler,
dan radiologi dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika ulkus tidak membaik setelah terapi yang
17
a) Perawatan luka
Observasi:
1) Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.
2) Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu.
18
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein.
3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri.
Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu.
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
Terapeutik:
1) Bersihkan kulit di sekitar luka dengan sabun dan air.
2) Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan NaCl 0,9%.
3) Lakukan pembalutan pada luka, jika perlu.
4) Oleskan salep topikal, jika perlu.
5) Gunakan tempat tidur dan kasur khusus, jika perlu.
6) Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi terendah yang
dapat ditoleransi.
7) Jadwalkan perubahan posisi 2 jam atau sesuai kondisi pasien.
8) Berikan diet dengan kallori 30-35 kkal/kgBB/hari, dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari.
9) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A, vitamin
C, zink, asam amino) sesuai indikasi.
Edukasi:
1) Anjurkan melaporkan tanda-tanda kerusakan kulit.
2) Anjurkan menghindari duduk dalam jangka waktu lama.
3) Anjurkan prosedur perawatan luka.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik).
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
Edukasi:
1) Anjurkan menggunakan tabir surya saat berada di luar rumah.
2) Anjurkan minum cukup cairan.
3) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
4) Anjurkan menggunakan pelembab.
5) Anjurkan melapor jika ada lesi kulit yang tidak biasa.
6) Anjurkan membersihkan dengan air hangat bagian perienal
selama periode diare.
d) Pemberian obat
Observasi:
1) Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat.
2) Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi.
3) Periksa tanggal kadaluarsa obat.
4) Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian
obat, jika perlu.
5) Monitor efek terapeutik obat.
6) Monitor efek samping, toksistasis, dan interaksi obat.
Terapeutik:
1) Perhatikan procedur pemberian obat yang aman dan akurat.
2) Hindari interupsi saat mempersiapkan, memverifikasi, atau
mengelola obat.
3) Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu,
dokumentasi).
4) Perhatikan jadwal pemberian obat jenis hipnotik, narkotika dan
antibiotik.
5) Hindari pemberian obat yang tidak diberi label dengan benar.
6) Buang obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa.
7) Fasilitasi minum obat.
21
Edukasi:
1) Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian.
2) Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
efektifitas obat.
6. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan berdasarkan intervensi keperawatan pada
diagnosa kerusakan integritas kulit dengan adanya ulkus DM seperti
kriteria hasil yaitu integritas kulit yang baik bisa dipertahankan,
terdapat penurunan ukuran luas luka yang mengindikasikan adanya
proses penyembuhan luka, perfusi jaringan baik, menunjukan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan kulit dan perawatan alami. (Wijaya, 2018)