Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ulkus Diabetikum
1. Pengertian
Ulkus DM merupakan luka kronik yang biasa terjadi pada daerah
di bawah pergelangan kaki yang diakibatkan oleh proses neuropati perifer,
penyakit arteri perifer atau keduanya yang meningkatkan morbiditas,
mortalitas dan mengurangi kualitas hidup pasien. (Perkeni, 2015).
2. Klasifikasi
Tipe ulkus DM terdiri dari 3 kategori yaitu kaki diabetika
neuropati, iskemia, dan neuroiskemia. Kaki diabetikum kebanyakan terjadi
karena faktor neuropati. Penderita DM mengalami gangguan vaskuler
perifer akibat makrovaskuler ataupun mikrovaskuler yang menyebabkan
iskemia pada kaki. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya ulkus dan
mempersulit penyembuhan ulkus. (Suhardi, 2019).
Klasifikasi luka kaki diabetik dibutuhkan untuk mengetahui lesi
yang sedang diobati. Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada
tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk mengklasifikasikan lesi pada
kaki diabetes.
Table 2.1 Klasifikasi kaki diabetik berdasarkan Wagner-Meggit
No. Grade Keterangan
1. Derajat 0 Simtom pada kaki seperti nyeri.
2. Derajad 1 Ulkus superfisial.
3. Derajad 2 Ulkus dalam.
4. Derajad 3 Ulkus sampai mengenai tulang.
5. Derajad 4 Gangren telapak kaki.
6. Derajad 5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki..
Sumber: Wagner-Meggit dalam Kartika (2017).

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working


Group on Diabetic Foot (IWGDF) dan dapat diterima semua pihak agar
memudahkan perbandingan hasil-hasil penelitian. Dengan klasifikasi ini
dapat ditentukan kelainan yang dominan, vaskular, infeksi, atau neuropati
5

dengan ankle brachial index (ABI), filament test, nerve conduction study,
electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan kaki
lebih baik. (Kartika, 2017).
Menurut Paramitasari dkk (2019), menjelaskan terdapat beberapa
jenis luka atau ulkus tungkai kronis diantaranya ialah :
a. Ulkus Vena
Ulkus Vena disebabkan oleh insufisiensi vena kronis
yang 50%-70% ulkus vena disebabkan dari ulkus tungkai kronis.
Tekanan vena yang meningkat akibat kerusakan sistem vena di
ekstremitas bawah mengakibatkan hipertensi vena. Falanga dan
Eaglestein membuat postula bahwa pooling vena menyebabkan
pelebaran ruang endothelial dan deposisi fibrin serta molekul
makro sehingga terjadi growth factor (GF) trapping yang
menghilangkan fungsi GF tersebut pada proses penyembuhan luka.
Hipertensi vena juga menyebabkan penumpukan leukosit di antara
pembuluh darah kecil dan kulit yang akan teraktivasi sehingga
menginisiasi respon peradangan mengakibatkan disfungsi jaringan
dan seluler.
Kemudian keluhan yang sering dialami pada kasus ulkus
vena di antaranya kaki bengkak, nyeri memberat sepanjang hari
dan membaik dengan elevasi tungkai. Ulkus vena sering ditemukan
di area mulai dari pertengahan betis hingga 1 cm di bawah
maleolus lateralis.
b. Ulkus Arteri
Ulkus Arteri merupakan manifestasi umum aterosklerosis.
Aterosklerosis menyebabkan perfusi jaringan buruk, oksigenasi
inadekuat, sehingga penyembuhan luka terlambat dan terjadi
komplikasi gangren. Adanya trauma yang sering dialami
merupakan faktor presipitasi pada pasien insufisiensi arteri. Ulkus
arteri sering didapatkan di jari kaki, tumit dan penonjolan tulang
kaki. Ulkus tampak seperti punched out dengan batas tegas dan
6

pucat, tanpa jaringan granulasi namun tampak dasar yang nekrotik.


Kulit di sekelilingnya sedikit eritema, dingin sedikit berambut tipis
dengan tekstur agak berkilat.
c. Ulkus Diabetikum dan Neuropatikum
Ulkus diabetikum terjadi 4-10 % pada pasien DM per
tahun. Penurunan fungsi sensoris menyebabkan pasien tidak
sensitif terhadap perubahan suhu atau mikrotrauma sedangkan
neuropati motorik menyebabkan atrofi dan kelemahan otot
sehingga terjadi instabilisasi persendian. Faktor penyebab lain dari
ulkus diabetikum adalah tekanan berlebihan pada regio plantar.
d. Ulkus Dekubitus
Ulkus dekubitus dihasilkan dari tekanan berkepanjangan
pada jaringan lunak antara penonjolan tulang dan permukaan luar,
sehingga terjadi perlukaan jaringan terlokalisasi di tempat tersebut.
Empat faktor yang berpengaruh pada ulkus dekubitus yaitu,
tekanan luar, robekan, friksi dan kelembapan kulit.
3. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati
dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang
menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat
terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai
sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki.
Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki, penderita dapat merasa
nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi merupakan
komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus DM
bisa menjadi gangrene kaki diabetik.
Penyebab gangrene pada penderita DM adalah bakteri anaerob
yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas yang
disebut gas gangren. (Kartika, 2017)
7

4. Faktor risiko
Faktor resiko terjadi ulkus DM pada penderita penyakit DM adalah,
jenis kelamin, lama penyakit DM, neuropati, Peripheral Artery Disease
(PAD), dan perawatan kaki.
Jenis kelamin laki-laki menjadi faktor dominan berhubungan
dengan terjadinya ulkus, kemudian lama penyakit DM menyebabkan
keadaan hiperglikemia yang lama. Hiperglikemia berpotensi untuk
terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik DM.
Penderita diabetes mellitus yang >5 tahun 2 kali lebih berisiko
mengalami ulkus dibanding dengan penderita yang <5 tahun. (Fitria dkk,
2017).
Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik, dan
otonom. Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di
ekstermitas bawah yang disebabkan oleh arterosklerosis. (Roza dkk, 2015)
Obesitas juga memengaruhi terjadinya ulkus diabetikum. (Syafril,
2018)
Beberapa hal yang dapat meningkatkan faktor risiko pencetus ulkus
DM yaitu, neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan
biomekanik, peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vaskular perifer
(penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis), riwayat ulkus atau amputasi serta
kelainan kuku berat. Kemudian luka timbul spontan atau karena trauma,
misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal
sempit dan bahan yang keras. (Kartika, 2017).

5. Patofisiologi
Ulkus diabetikum dapat disebabkan oleh tiga faktor yang sering
disebut dengan trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa
darah yang tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.
Neuropati sensorik mengakibatkan hilangnya sensasi proteksi yang
menyebabkan rentan terhadap trauma fisik dan termal. (Kartika, 2017).
8

Neuropati motorik dapat mempengaruhi semua otot,


mengakibatkan penonjolan tulang serta deformitas yang dapat
menyebabkan terbatasnya mobilitas sehingga tekanan plantar pada kaki
meningkat dan mudah terjadinya ulkus. Neuropati autonom menyebabkan
timbulnya fisura, kerak pada kulit sehingga kaki rentan terhadap trauma
minimal. Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering dan tidak
berkeringat. Sedangkan iskemia disebabkan oleh proses makroangiopati
dan menurunya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis, pedis, tibiallis, dan poplitea yang
menyebabkan kaki menjadi dingin, penebalan pada area kuku yang
kemudian terjadi nekrosis jaringan. Kelainan neurovaskular ini biasanya
diperberat dengan arterosklerosis. Arterosklerosis adalah kondisi dimana
arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah.
Kemudian peningkatan HbA1C menyebabkan deformobilitas
eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi
penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang kemudian menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit,
sehingga sirkulasi darah melambat dan memudahkan terbentuknya
trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu aliran darah ke ujung kaki. (Kartika, 2017).
9

6. Pathway

Diabetes Mellitus

Trauma

Neuropati Gangguan Vaskuler

Motorik Sensorik Autonom Mikrovaskular Makrovaskular

Kelemahan Kehilangan Anhidrosis,


Penebalan Terjadi
Atrofi Proteksi Kulit Kering Arterosklerosis
Struktur
Kapiler
Deformitas
Penyempitan
Stress Yang Oklusif
Fungsional AV
Tidak Normal Meningkat
Aliran darah Iskemia
Tekanan Menurun
Plantar Tinggi

Membentuk Nutrisi Darah


Kapiler
Kalus
Menurun
Karut

Deformitas Iskemia
Struktural
Keirophati
Ulserasi Kaki
Diabetik

Amputasi

Gambar 2.1 pathway ulkus diabetikum (Kartika, 2017)


10

7. Manifestasi klinis
Berikut gambaran klinis ulkus DM menurut (Paramitasari dkk,
2019).
Table 2.2 Manifestasi klinis ulkus diabetikum.
Stadium Keterangan
I Eritema yang non-blanchable.
II Ketebalan parsial, ulkus dangkal dengan dasar ulkus merah
muda tanpa slough dapat bermanifestasi sebagai bula.
III Seluruh ketebalan kulit telah hilang. Lapisan subkutan dapat
terlihat, namun tendon, tulang atau otot tidak tereksposisi
slough dapat ditemukan, undermining dan tunneling dapat
ditemukan.
IV Seluruh ketebalan kulit hilang, termasuk tendon, tulang atau
otot dapat terlihat, sering tampak undermining atau
tunneling.
Sumber : Paramitasari dkk, 2019

8. Komplikasi
a. Infeksi yang bertambah berat
b. Sepsis
c. Kematian
9. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa ulkus DM
menurut (Paramitasari dkk, 2019 ) antara lain :
a. Tes monofilamen dapat mendeteksi neuropati terutama pada ulkus
DM.
b. Tes diagnostik biopsi, kultus, analisis laboratorium, vaskuler, dan
radiologi dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan nutrisi darah lengkap seperti anemia, kadar protein
darah, albumin, zink, dan ferritin dapat mengetahui faktor risiko.
d. Pemeriksaan penunjang lain untuk deteksi gangguan vaskuler
meliputi, ankle brachial pressure index (ABPI), angiopati, dan
MRI
11

B. Gangguan Integritas Kulit Pada Ulkus Diabetikum


1. Gangguan Integritas Kulit atau Jaringan
Gangguan integritas kulit atau jaringan adalah kerusakan kulit (dermis dan
atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament) (PPNI, 2017)
2. Batasan Karakteristik
a. Perubahan sirkulasi
b. Penurunan mobilitas
c. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
d. Neuropati perifer
e. Kurang mendapat informasi mengenai upaya dalam mempertahankan
atau melindungi integritas jaringan. (PPNI, 2017).
3. Kriteria mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit.
4. Kriteria minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif :
a. Nyeri
b. Perdarahan
c. Kemerahan
d. Hematoma

C. Pengelolaan Gangguan Integritas Kulit


1. Perawatan luka
Menurut Bowszyc dalam Nabila, dkk (2017) menyebutkan metode
perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip
moisture balance, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan metode
konvensional. Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini
dikenal sebagai metode modern dressing
12

2. Perawatan luka tekan


Menurut Bansal et al dalam Megawati (2015) menjelaskan luka tekan atau
yang biasanya dikenal dengan sebutan luka dekubitus, bed sores, pressure
ulcear atau pressure sores terjadi karena penurunan suplai darah dan
malnutrisi jaringan akibat penekanan yang terus menerus pada kulit,
jaringan, otot dan tulang.
Penekanan pada jaringan inilah yang akan menyebabkan gangguan pada
suplai darah. Gangguan suplai darah menyebabkan insufisiensi aliran
darah, anoksia atau iskemia jaringan dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel.
Offloading adalah suatu usaha untuk mengurangi tekanan pada ulkus DM.
tindakan ini merupakan salah satu komponen penanganan ulkus DM. Bed
rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit
dilakukan karena akan menurunkan produktifitas hidup pasien. Ada
beberapa metode untuk mengurangi tekanan, yang paling popular dengan
penahan kaki seperti gips dan sepatu khusus.
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling
efektif.
3. Edukasi perawatan kulit
Menurut Sharoni dalam Jamari (2020) edukasi yang dapat diberikan
perawat kepada pasien diantaranya yang dapat meningkatkan pengetahuan
pasien tentang masalah kaki terkait diabetes, perilaku perawatan kaki dan
mengurangi masalah kaki seperti neuropati, kecacatan kaki, lesi, maag,
tinea pedis, dan kalus.
Kemudia edukasi lain yang dapat diberikan yaitu edukasi dan mengajarkan
kepada pasien mengenai perawatan kaki dan senam diabetes, meminta
anggota keluarga terutama yang tinggal dekat dengan pasien untuk
melakukan pengawasan terhadap pasien seperti pola makan dan gaya
hidup, serta rutinitas minum obat. Selain itu edukasi tentang pentingnya
melakukan pemeriksaan kadar gula darah. (Zuraida, 2019)
13

4. Pemberian obat
Pemberian obat pada luka ulkus diabetikum diberikan sesuai dengan
kondisi luka, contohnya seperti pemberian regimen antibiotik, antibiotik
direkomendasikan sebagai terapi empirik yang harus mencakup antibiotik
aktif melawan golongan Staphylococcus Sp dan Steptococcus Sp.
Pemilihan regimen antibiotik dapat diberikan secara oral maupun
parenteral. Antibiotik yang biasa digunakan melalui parenteral seperti:
kloksasilin, amoksisilin, sefaleksin, klindamisin, doksisiklin,
moxifloksasin, linezolid, siprofloksasin. Selain antibiotik pemberian obat
antidiabetes juga diperlukan seperti pemberian insulin, metformin
kemudian obat analgesik untuk mengatasi nyeri yang ditimbulkan akibat
luka ulkus DM.
Durasi optimal terapi antibiotik pada kasus infeksi kaki diabetik ringan
hingga sedang dan melibatkan infeksi jaringan lunak berkisar 1-2 minggu,
sedangkan infeksi berat umumnya memerlukan terapi hingga 3 minggu.
Terapi antibiotik dapat dihentikan jika tanda dan gejala infeksi sudah
menghilang meskipun luka belum sembuh, karena antibiotik digunakan
sebagai tatalaksana infeksi bukan untuk penyembuhan luka. (Hutagalung,
2019)

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentanng pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental,
sosial dan lingkungan (Clevo, 2015)

a. Mengkaji identitas dan keadaan umum


Pengkajian meliputi identitas, tangggal masuk rumah sakit dan
diagnosis medis
14

b. Keluhan utama
Pengkajian ini dilakukan dengan wawancara terhadap pasien serta
menanyakan keluhan apa yang dirasakan pada saat masuk rumah
sakit..
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya..
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit lain yang berkaitan
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.

2. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi kesehatan
Pola persepsi menggambarkan persepsi pasien terhadap
penyakitnya tentang pengetahuan serta penatalaksanaan pasien
diabetes melitus dengan ulkus diabetikum .
b. Pola nutrisi dan metabolik
Karena produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun, dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat memengaruhi status kesehatan pasien
c. Pola eleminasi
Pada pasien diabetes melitus untuk BAB biasanya tidak ada
perubahan yang mencolok, namun pada eliminasi BAK biasanya
jumlah urin baik secara frekuensi atau volume itu banyak
d. Pola tidur dan istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak akibat poliuri, nyeri pada kaki,
dan situasi rumah sakit yang ramai dapat mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat pasien.
15

e. Pola latihan dan aktivitas


Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetikum biasanya
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal
f. Pola hubungan dan peran
Luka ulkus yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan pasien
malu dan menarik diri dari pergaulan.
g. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan luka ulkus cenderung mengalami neuropati atau
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya perubahan fungsi dan strukur tubuh menyebabkan
pasien mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, serta banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan dan
gangguan peran dalam keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi
Akibat angiopati dalam sistem pembuluh darah pada organ
reproduksi menyebabkan gangguan seks, ganggguan kualitas
ataupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi dan
orgasme.
j. Pola mekanisme stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, serta
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
gangguan psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung, dan lain-lain yang mengakibatkan pasien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif atau
adaptif.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Akibat perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
16

3. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan, dan TTV
b. Sistem integumen
Pemeriksaan fisik
Warna kulit : merah, sianosis, ikterus
Turgor kulit : elastis, buruk
Kondisi luka : akut atau kronis
Lokasi luka :
1) Mengukur panjang, lebar, dan kedalam luka.
2) Jumlah dan kualitas eksudat dan bau
3) Permukaan luka dan jenis jaringan
4) Adanya nyeri dan tingkat nyeri
5) Ada atau tidaknya goa
6) Mengevaluasi perkembangan luka
7) Mengkaji pinggiran luka dan sekitar kulit
c. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
dan nyeri, serta adanya ulkus pada ekstermitas
d. Sistem neurologis
Terjadinya penurunan sensoris, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukann pada ulkus DM
menurut paramitasari (2017) yaitu :
1) Tes monofilamen dapat mendeteksi neuropati terutama pada
kasus ulkus diabetikum
2) Tes diagnostik biopsi, kultur, analisis laboratorium, vaskuler,
dan radiologi dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika ulkus tidak membaik setelah terapi yang
17

baik selama 4-8 minggu, dapat dilakukan biopsi. Biopsi


insisional mengambil jaringan yang sehat, lebih berguna
dibandingkan biopsi punch. Jika dicurigai vasculitis dapat
dilakukan pemenriksaan imunofluoresen.
3) Pemeriksaan nutrisi darah lengkap seperti anemia, kadar protein
darah, albumin, zink, dan ferritin dapat mengetahui faktor
risiko.
4) Pemeriksaan fungsi hati, ginjal, dan metabolik lain untuk
mengetahui penyakit penyerta. Pemeriksaan lain seperti kadar
komplemen dan faktor koagulasi dilakukan sesuai indikasi.
5) Pemeriksaan penunjang lain untuk deteksi gangguan vaskula
meliputi ankle brachial pressure index (ABPI), ultrasound
dupleks, angiografi dan MRI.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada ulkus DM menurut
(PPNI, 2017) yaitu :

a. Kerusakan integritas kulit


b. Gangguan mobilitas fisik
c. Ganggguan citra tubuh
d. Resiko infeksi
5. Intervensi
Menurut (PPNI, 2017) intervensi yang dilakukan pada pasien ulkus DM
meliputi :

a) Perawatan luka
Observasi:
1) Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.
2) Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu.
18

3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai


kebutuhan.
4) Bersihkan jaringan nekrotik.
5) Berikan salep yang sesuai ke kulit atau lesi jika diperlukan.
6) Pasang balutan sesuai jenis luka.
7) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka.
8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase.
9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien.
10) Berikan diet dengan kalori 3-035 kkal /kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari.
11) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, zink, asam amino) sesuai indikasi.
12) Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous) jika
perlu edukasi.

Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein.
3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri.
Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu.
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.

b) Perawatan luka tekan


Observasi:
1) Monitor kondisi luka (meliputi ukuran luka, derajad luka,
perdarahan, warna dasar luka, bau luka, kondisi tepi luka).
2) Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka.
3) Monitor status nutrisi (mis. asupan kalori, protein).
19

Terapeutik:
1) Bersihkan kulit di sekitar luka dengan sabun dan air.
2) Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan NaCl 0,9%.
3) Lakukan pembalutan pada luka, jika perlu.
4) Oleskan salep topikal, jika perlu.
5) Gunakan tempat tidur dan kasur khusus, jika perlu.
6) Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi terendah yang
dapat ditoleransi.
7) Jadwalkan perubahan posisi 2 jam atau sesuai kondisi pasien.
8) Berikan diet dengan kallori 30-35 kkal/kgBB/hari, dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari.
9) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A, vitamin
C, zink, asam amino) sesuai indikasi.

Edukasi:
1) Anjurkan melaporkan tanda-tanda kerusakan kulit.
2) Anjurkan menghindari duduk dalam jangka waktu lama.
3) Anjurkan prosedur perawatan luka.

Kolaborasi:
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik).
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.

c) Edukasi perawatan kulit


Observasi:
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Terapeutik:
1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
3) Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
20

Edukasi:
1) Anjurkan menggunakan tabir surya saat berada di luar rumah.
2) Anjurkan minum cukup cairan.
3) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
4) Anjurkan menggunakan pelembab.
5) Anjurkan melapor jika ada lesi kulit yang tidak biasa.
6) Anjurkan membersihkan dengan air hangat bagian perienal
selama periode diare.

d) Pemberian obat
Observasi:
1) Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat.
2) Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi.
3) Periksa tanggal kadaluarsa obat.
4) Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian
obat, jika perlu.
5) Monitor efek terapeutik obat.
6) Monitor efek samping, toksistasis, dan interaksi obat.

Terapeutik:
1) Perhatikan procedur pemberian obat yang aman dan akurat.
2) Hindari interupsi saat mempersiapkan, memverifikasi, atau
mengelola obat.
3) Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu,
dokumentasi).
4) Perhatikan jadwal pemberian obat jenis hipnotik, narkotika dan
antibiotik.
5) Hindari pemberian obat yang tidak diberi label dengan benar.
6) Buang obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa.
7) Fasilitasi minum obat.
21

8) Tanda tangani pemberian narkotika sesuai protokol.


9) Dokumentasikan pemberian obat dan respon terhadap obat.

Edukasi:
1) Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian.
2) Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
efektifitas obat.
6. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan berdasarkan intervensi keperawatan pada
diagnosa kerusakan integritas kulit dengan adanya ulkus DM seperti
kriteria hasil yaitu integritas kulit yang baik bisa dipertahankan,
terdapat penurunan ukuran luas luka yang mengindikasikan adanya
proses penyembuhan luka, perfusi jaringan baik, menunjukan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan kulit dan perawatan alami. (Wijaya, 2018)

Anda mungkin juga menyukai