TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Teori Ulkus Diabetik
a. Definisi Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
Mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat. Ulkus adalah rusaknya barier kulit
sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari dermis. Ulkus kaki
diabetik dapat diikuti oleh penyebaran bakteri ke seluruh tubuh sehingga
terjadi infeksi dan pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh
terutama di bagian distal tungkai bawah (Angkasa, 2017).
Banyak pasien kaki diabetik dimulai dengan neuropati sensorik,
neuropati otonom dan motor neuropati sensorik. Neuropati sensorik
merupakan faktor pemulai utama untuk ulkus kaki dan infeksi dan dapat
menyebabkan Peradangan dan kerusakan jaringan. Lesi sistem saraf
otonom akan menyebabkan pasien kehilangan kemampuan kulit untuk
mengatur keringat, suhu dan aliran darah, sehingga mengurangi fl
eksibilitas jaringan lokal, membentuk kepompong tebal dan retak dan
melanggar. Tanpa pengobatan yang efektif, organ-organ vital utama
pasien akan rusak. Bahkan jika amputasi terjadi Saat ini, pengobatan
kaki diabetes terutama mencakup manajemen luka, kontrol glukosa
darah, terapi suportif, antiinfeksi dan menjaga stabilitas lingkungan
internal (Lin et al., 2019)
Terjadinya ulkus diabetikum tidak terlepas dari tingginya kadar
glukosa darah pasien diabetes melitus. Tingginya kadar gula darah yang
berkelanjutan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah kemudian
menimbulkan masalah pada kaki pasien diabetes melitus. Ada tiga
komplikasi diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi kaki pada pasien diabetes melitus, yaitu neuropati, penyakit
vaskuler perifer dan penurunan daya imunitas. Ketiga komplikasi
tersebut juga bermula dari tingginya konsentrasi glukosa dalam darah
(Angkasa, 2017)
b. Epidiomologi
Prevalensi kaki diabetes di Amerika Serikat diperkirakan sebesar
4%. Diperkirakan sebesar 5% pasien dengan diabetes pernah menderita
kaki diabetes, dengan lifetime risk sebesar 15%. Sebanyak 60-80% ulkus
yang timbul dapat disembuhkan, sedangkan sebesar 10-15% tidak
sembuh dan sisanya sebesar 5-24% berakhir pada amputasi dalam kurun
waktu 6 – 18 bulan (Hendra, Nugraha, Wahyuni, Ayu, & Saraswati,
2019). Prevalensi penderita diabetes mellitus dengan ulkus kaki diabetik
di Indonesia sekitar 15%. Angka amputasi penderita ulkus kaki diabetik
30%, angka mortalitas penderita ulkus kaki diabetik 32% dan ulkus kaki
diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak
sebesar 80% untuk diabetes melitus. Penderita ulkus kaki diabetik di
Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar Rp. 1,3 juta - Rp. 1,6
juta perbulan dan Rp. 43,5 juta pertahun untuk seorang penderita
(Nurhanifah & Banjarmasin, 2017).
c. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati,
dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang
menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus
dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot
tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi
kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat
merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi
sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik (Pb, Skp,
& Kartika, 2017).
d. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias,
yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak
terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer
berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom. Neuropati sensorik
biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi
posisi kaki juga hilang.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi.
Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi
jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki
menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai.
Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada
penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian
distal tungkai berkurang.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
(hyperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler,
sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang
mengakibatkan ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C menyebabkan
deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan
memudahkan terbentuknya thrombus (gumpalan darah) pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki.
Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan
sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Neuropati motorik
mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal tulang,
arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan
hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas,
sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi
ulkus. Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak
berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan
arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit,
sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat
karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson
menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya
refleks otot dan atrofi otot. Patogenesis ulkus diabetik pada diabetes
melitus pada bagan 2 berikut.
Diabetes Melitus
Makroangeopati Mikroangeopati
Atherosklerosis Neuropati
Penyempitan okupasi
Neuropati Neuropati Neuropati
Autonom Sensosik Motorik
Iskemia
Pembentukan
kalus
Ulkus Diabetik
Amputasi
Bagan. Pathogenesis Ulkus Diabetik
Sumber : Kartika ( 2017) dengan modifikasi
Sumber : https://id.pinterest.com/pin/487444359648632322/
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik :
1) Pemeriksaan Ulkus Keadaan Umum Ekstremitas.
Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban
terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari
yang menonjol (jari pertama dan kedua). Ulkus di malleolus terjadi
karena sering mendapat trauma. Kelainan lain yang dapat ditemukan
seperti callus hipertropik, kuku rapuh/pecah, kulit kering, hammer
toes, dan fissure.
2) Penilaian Risiko Insufisiensi Arteri Perifer
Pemeriksaan fisik akan rnendapatkan hilang atau menurunnya
nadi perifer. Penemuan lain yang berhubungan dengan aterosklerosis
meliputi bising (bruit) arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit,
hilangnya rambut kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis
iskemik, serta pengisian arteri tepi (capillary refill test) lebih dari 2
detik. Pemeriksaan vaskular non-invasif meliputi pengukuran
oksigen transkutan, anklebrachial index (ABI), dan tekanan sistolik
jari kaki. ABI dilakukan dengan alat Doppler. Cuff dipasang di
lengan atas dan dipompa sampai nadi brachialis tidak dapat dideteksi
Doppler. Cuff kemudian dilepas perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan
pada tungkai, cuff dipasang di bagian distal dan Doppler dipasang di
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapat dari
tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Bila ankle
brachial index <0,3, pasien didiagnosis critical limb ischemia, yang
berarti iskemi berat.
3) Penilaian Risiko Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya reflex tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi
otot, dan pembentukan callus hipertropik khususnya di daerah
penekanan misalnya tumit. Status neurologis dapat diperiksa
menggunakan monofilamen Semmes- Weinsten untuk mendeteksi
“sensasi protektif”. Hasil abnormal jika penderita tidak merasakan
sentuhan saat ditekan sampai monofilament bengkok. Alat
pemeriksaan lain adalah garpu tala 128 Hz untuk sensasi getar di
pergelangan kaki dan sendi metatarsofalangeal pertama. Pada
neuropati metabolik intensitas paling parah di daerah distal. Pada
umumnya, seseorang tidak merasakan getaran garpu tala di jari
tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan
getaran di ibu jari kaki. Beberapa penderita normal menunjukkan
perbedaan antara sensasi jari kaki dan tangan pemeriksa kurang dari
3 detik.
g. Pencegahan dan pengelolaan kaki diabetik
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu pencegahankaki diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum
terjadi perlukaan kulit) dan pencegahan kecacatan yang lebih parah
(pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/ gangren diabetik).
Pencegahan Primer, Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat
penting, harus selalu dilakukan setiap saat. Berbagai usaha pencegahan
sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini setiap
ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat.
Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar
meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Pencegahan Sekunder,
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner
sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan
dikelola bersama, meliputi: Wound control, Microbiological control-
infection control, Mechanical control-pressure control, Educational
control
h. Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang
terlibat dalam patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.
Penatalaksanaan holistik harus ditekankan untuk menurunkan mortalitas
dan morbiditas kaki diabetik.
2. Amputasi
a. Definisi
Amputasi merupakan penghilang ektremitas sebagian total.
Amputasi dapat menjadi akibat proses akut, seperti kejasian traumatic,
atau kondisi kronik, seperti penyakit vaskular perifer atau diabetes
melitus. Tanpa mempertimbangkan penyebab, amputasi melemahkan
untuk pasien. Kehilangan semua atau sebagian ekstremitas memiliki
dampak fisik dan psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarga.
Adaptasi dapat memerlukan waktu lama dan memerlukan lebih banyak
usaha. Asuahan kesehatan antardisiplin selalu diperlukan, tetapi
diperlukan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan fisik, spiritual,
kultural, dan emosi setelah amputasi yang tidak diharapkan atau
direncanakan (LeMone & dkk, 2017)
b. Penyebab amputasi
Penyakit vaskuler perifer ( peripheral vasculas disease, PVD)
merupakan penyebab utama amputasi pada ekstremitas bawah.faktor
risiko umum untuk terjadinya PVD,antara lain hipertensi, diabetes,
merokok, dan hyperlipidemia. Neuropati perifer juga menempatkan
orang yang mengalami diabetes melitus berisiko amputasi. Pada
neuropati perifer, kehilangan sensasi sering kali menyebabkan cedera
yang tidak diketahui dan infeksi. infeksi yang tidak ditangani dapat
menyebabkan gangrene/ulkus dan perlu amputasi.
Amputasi akibat dari atau diperlukan dengan gangguan aliran darah,
baik akut maupun kronik.pada situasi trauma akut,eksterimitas
mengalami gangguan berat sebagian atau seluruhnya dan kematian
jaringan terjadi. Akan tetapi, replantasi jari tangan, bagian tubuh yang
kecil, dan seluruh ekstremitas telah berhasil. Pada proses penyakit
kronik, sirkulasi mengalami gangguan, mulai terjadi pembengkakan
vena, protein bocor keinterstisium, dan terjadi edema. Edema
meningkatkan risiko cedera dan kemudian menurunkan sirkulasi.
Terjadi ulkus statis dan telah menjadi terinfeksi karena gangguan
penyembuhan dan gangguan proses imun yang memungkinkan bakteri
berproliferasi.adanya infeksi yang progresif lebih lanjut menurunkan
sirkulasi dan pada akhirnya menyebabkan gangrene (kematian
jaringan), yang memerlukan amputasi.
c. Tingkat Amputasi
Tingkat amputasi ditentukan oleh faktor local dan sistemik. Faktor
local, antara lain iskemia dan gangrene; faktor sistemik, antara lain
status kardiovasklar, fungsi ginjal, dan keparahan diabetes melitus.
Tujuannya adalah meredakan gejala, unutk mempertahankan kesehatan
jaringan dan untuk meningkatkan hasil fungsional. Ketika
memungkinkan, sendi dipelihara karena memungkinkan fungsi
ekstremitas yang lebih besar (LeMone & dkk, 2017)
d. Jenis amputasi
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup (flap). Amputasi
terbuka dilakukan ketika infeksi terjadi. Luka tidak menutup, tetapi tetap
terbuka untuk drain. Ketika infeksi tidak lagi terjadi, pembedahan
dilakukan untuk menutup luka. Pada amputasi tertutup, luka di tutup
dengan flap (penutup) kulit yang dihjahit diatas puntung.
e. Penyembuhan tempat amputasi
Agar prostesis pas dengan baik,tempat amputasi harus sembuh
dengan tepat. Untuk meningkatkan penyembuhan, balutan yang kaku
atau tekan diberikan untuk mencegah infeksi dan meminimalkan edema.
Balutan yang dikaku dibuat dengan meletakkan gips pada punting dan
membentuk puntung untuk prostesis yang pas. Balutan kompresi lunak
diberikan ketika pemeriksaan luka yang sering diperlukan. Ketika
balutan jenis ini digunakan, belat terkadang dipasang untuk membantu
membentuk ekstremitas agar pas dengan prostesis. Setelah luka dibalut,
pasien dianjurkan untuk mengeraskan kulit puntung dengan
menekannya pertama kali pada permukaan lunak dan kemudian
permukaan keras. Puntung dibungkus dengan Ace bandage untuk
memungkinkan bentuk kerucut untuk membentuk dan mencegah edema.
(LeMone & dkk, 2017)
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah amputasi, antara lain infeksi,
penyembuhan terlambat, nyeri puntung kronik dan nyeri fantom, serta
kontraktur. Infeksi, Secara umum, pasien yang mengalami amputasi
traumatik memiliki risiko infeksi lebih besar dibandingkan orang yang
menjalani amputasi terencana. Akan tetapi, meskipun amputasi
terencana membawa risiko infeksi. pasien lansia, menderita diabetes
melitus, atau menderita penurunan neurovascular perifer terutama
berisiko tinggi untuk infeksi. infeksi dapat terjadi secara lokal ataupun
sistemik. Manifestasi local infeksi, antara lain drainase, bau, kemerahan,
dan peningkatan ketidaknyamanan pada garis jahitan. Manifestasi
sistemik, antara lain demam peningkatan kecepatan jantung, penurunan
tekanan darah, mengigil, dan luka positif atau kultur darah.
Penyembuhan terlambat, Jika terdapat infeksi atau jika sirkulasi
tetap menurun, penyembuhan terlambat (terjadi pada kecepatan yang
lebih lama daripada yang diharapkan) akan terjadi. Pada pasien lansia,
kondisi yang ada sebelumnya dapat meningkatkan risiko penyembuhan
terlambat. Pada pasien semua usia. Ketidakseimbangan elektrolit dapat
berkontribusi pada proses penyembuhan terlambat, seperti diet yang
kurang nutrisi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh
yang meningkat selama penyembuhan.
Nyeri puntung kronik dan nyeri limba fantom, nyeri puntung kronik
merupakan akibat dari pembentukan neuroma, menyebabkan nyeri
terbakar hebat. Intervensi untuk meredakan nyeri ini, antara lain
sirkulasi, penyumbatan saraf, stumulasi saraf elektrikal transkutaneus
dan rekontriksi pembedahan puntung. Nyeri limba fantom tidak sama
dengan sensasi limba fantom. Mayoritas orang yang menjalani amputasi
mengalami sensasi limba fantom (seperti kesemutan, baal, kram, atau
gatal pada kaki atau tangan fantom).
Kontraktur, Kontraktur adalah fleksi dan fiksasi sendi yang
abnormal yang disebabkan oleh atrofi dan pemendekan otot. Kontraktur
sendi di atas amputasi merupakan komplikasi yang umum. Pasien perlu
diajarkan untuk mengulurkan sendi dan untuk melakukan latihan
penguatan otot. Pasien yang menjalani amputasi lutut bawah harus
meninggikan puntung, mempertahankan lutut tetap ekstensi.
Immobilizer lutut dapat digunakan untuk mempertahankan ekstensi
sendi. Prinsip yang sama diterapkan pada ekstremitas atas. Semua sendi
harus menerima latihan ROM aktif dan pasif setiap 2 hingga 4 jam.
Medikasi, Medikasi digunakan untuk mengelola nyeri , mencegah
atau menangani infeksi, dan jika diperlukan untuk mempertahankan
curah jantung dan perpufi jaringan. Pasca operasi, pasien melanjutkan
kembali semua medikasi yang diprogramkan secara rutin dan selain itu
dapat menerima antibiotik dan analgesik. Steroid dapat diberikan untuk
mengurangi pembengkakan (LeMone & dkk, 2017)
g. Penatalaksanaan Amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri
tekan dengan kulit yang sehat. pada lansia mungkin mengalami
kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan
penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa
tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik
aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
Balutan rigid tertutup, Balutan rigid adalah balutan yang
menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi.
Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita
harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat
memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.
Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah
kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan
dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan
tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah.
Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh,
nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
Balutan lunak, Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat
digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai
kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma
puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan
infeksi.
Amputasi bertahap, Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren
atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk
mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan
dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol
dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan
kulit.
h. Prostesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara
adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin.
Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka
sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis
sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk
mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system
musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas
bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Jenis prostesis
yang pilih untuk pasien amputasi bergantung pada tingkat amputasi dan
juga pekerjaan serta gaya hidup pasien. Setiap prostesis berdasarkan
pada program prostesis terperinci dan dibuat sesuai untuk pasien.
Sebagian besar terbuat dari bahan plastik dan busa. Banyak faktor yang
mempengaruhi penggunaan prostesis pada pasien, termasuk status
ekstremitas yang tersisa, status kognitif, status kardiovaskuler, tinggkat
aktivitas praoperasi, dan motivasi untuk menggunakan prostesis.
Pasien yang mengalami amputasi ekstremitas bawah sering kali
dipas dengan alat bantu berjalan awal. Alat pneumatic yang pas dengan
puntung digunakan segera setelah periode pascaoperasi untuk
memungkinkan ambulasi dini, mengurangi pembengkakan pascaoperasi,
dan memperbaiki semangat. Pasien dapat mulai menyangga beban
segera setelah 2 minggu setelah pembedahan. Pasien yang menjalani
amputasi ekstremitas atas dapat pas untuk prostesis segera setelah
pembedahan. Rehabilitasi pasien yang menjalani amputasi adalah usaha
tim, melibatkan pasien, perawat, dokter, terapis fisik, petugas pembuat
prostesis, dan konselor vokasional.
Umpan Balik
Skema 2.1 kerangka teori modifikasi dari model adaptasi callista Roy
(Tingkat Adaptasi)
Fungsi fisiologis
Efektor
Konsep Diri Proses adaptasi
Fungsi peran
Interdependensi
Hendra, M., Nugraha, S., Wahyuni, N., Ayu, P., & Saraswati, S. (2019).
Neuromuscular Facilitation Pada Ulkus Diabetikum The Effectiveness Of Low
Power Laser Therapy And Proprioceptive Neuromuscular Facilitation On Grade
2 Diabetik Foot Ulcers. 43–50. Tersedia : https://bit.ly/2PDgZss
Lemone, P., & dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lin, C., Ye, S., Ji, L., Xiaoping, S., Sebuah, Y., Yin, G., … Sebuah, L. (2019). Saudi
Journal of Biological Sciences Amputasi dan kelangsungan hidup pasien
dengan kaki diabetik berdasarkan pembentukan model prediksi. (xxxx).
https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2019.12.020.
Nurhanifah, D., & Banjarmasin, U. M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ulkus Kaki Diabetik ( factors related to diabetik Ulcers legs In
policlinic of diabetik leg ). 1(1), 32–41. Tersedia : https://bit.ly/2TucLER
Pb, A., Skp, I. D. I., & Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik.
44(1), 18–22. Tersedia : https://bit.ly/2x3qFpX