Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

LAPORAN PRESENTASI KASUS DOKTER INTERNSIP


GAS GANGRENE
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. ILHAM NUR KASGORO

Pembimbing:
dr. INDRA WIRADINATA, Sp.B

Pendamping:
dr. AZHARUL YUSRI, Sp.OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan oleh:

dr. Ilham Nur Kasgoro

Telah disetujui sebagai presentasi kasus dengan judul:

GAS GANGRENE

Hari / Tanggal : / Januari 2022

Tempat : RSUD KAB.KEP.MERANTI

Disahkan Oleh :

Pembimbing

( dr. INDRA WIRADINATA, Sp.B )

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus

dengan diagnosis GAS GANGRENE. Mengingat keterbatasan pengetahuan serta

pengalaman penulis, penulis menyadari bahwa ini tidak luput dari kekurangan.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan penulisan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. INDRA

WIRADINATA, SP.B yang telah membimbing serta berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini. Semoga penulisan presentasi

kasus ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

SelatPanjang, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II IDENTITAS PASIEN......................................................................... 3
2.1. Identitas Pasien .............................................................................................. 2
2.2. Anamnesis ..................................................................................................... 2
2.3. Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 3
2.4. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 6
2.5. Diagnosis Kerja ............................................................................................. 6
2.6. Penatalaksanaan............................................................................................. 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8


3.1. Epidemiologi ................................................................................................. 8
3.2. Patogenesis .................................................................................................... 10
3.3. Faktor resiko .................................................................................................. 10
3.4. Pembagian gas gangren berdasarkan penyebab ............................................ 11
3.5. Diagnosis ....................................................................................................... 12
3.6. Penatalaksanaan............................................................................................. 16
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hubungan antara Clostridium perfringens dengan manusia/hewan ..... 9


Tabel 2. Indikasi hiperbarik oksigen terapi ......................................................... 17
Tabel 3. Kontraindikasi hiperbarik oksigen ........................................................ 13
Tabel 4. Komplikasi hiperbarik oksigen ............................................................. 15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kristal α toksin Clostridium perfringens ............................ 10

Gambar 2.2 Clostridium perfringens pada pewarnaan gram ............................... 13

Gambar 2.2 Gas gangren pada ektremitas ............................................................ 15

v
BAB I

PENDAHULUAN

Gas gangrene, manifestasi dari myositis nekrosis, merupakan keadaan


darurat penyakit infeksi. Organisme yang membentuk spora dari spesies
clostridial, termasuk Clostridium perfringens, Clostridium septicum, dan
Clostridium novyi, menyebabkan sebagian besar kasus. Bentuk nonclostridial
disebabkan oleh infeksi campuran organisme aerobik dan anaerobik. Hal penting
dari penyakit ini adalah onset mionekrosis yang cepat dengan pembengkakan otot,
nyeri hebat, produksi gas, dan sepsis. Perkiraan kejadian gas gangren bervariasi,
namun dengan perbaikan dalam teknik bedah dan perawatan luka, kasus relatif
jarang. Data dari tahun 1975 memperkirakan 900-1000 kasus per tahun, atau 0,03-
5,2% dari luka terbuka, tergantung pada jenis luka dan pengobatan. Kontaminasi
luka clostridial sudah biasa, meskipun dengan tidak adanya cedera dalam,
myonecrosis dan infeksi tidak biasanya terjadi (Sukla, et.al, 2011)
Infeksi gas gangren biasanya hasil dari pasokan darah yang terhambat ke
organ atau jaringan akibat cedera (trauma), operasi, atau sebagai komplikasi
gangren yang disebabkan oleh suplai darah yang terblokir tapi tanpa infeksi
(gangren kering). Pasca trauma gangren gas dapat terjadi setelah patah tulang
majemuk, luka bakar, atau injeksi subkutan atau intramuskular (misalnya insulin
untuk pengobatan diabetes, epinefrin untuk mengobati reaksi alergi, atau suntikan
analgesik untuk manajemen nyeri). Kematian jaringan dan benda asing pada luka
meningkatkan risiko gangren gas. Gas gangren pascaoperasi terjadi, saat operasi
pada individu dengan diabetes atau penyakit kronis lainnya. Gas gangren spontan
dapat berhubungan dengan kanker yang mendasari. Waktu antara cedera dan
timbulnya penyakit (masa inkubasi) dapat berkisar dari 6 jam sampai 2 hari.
Risiko kematian dari gangren gas akan terjadi dalam waktu 48 jam tanpa
pengobatan, dan bahkan pada pasien yang diobati, penyakit ini masih fatal pada
sekitar 12% dari mereka dengan infeksi ekstremitas dan 66% dari individu dengan
infeksi sistemik (Beers). Insiden dan prevalensi di AS, sekitar 900 sampai 1.000
kasus gangren gas terjadi setiap tahun.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ngatiah
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 59 tahun
Alamat : Desa Lemang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal MRS : 22/01/2022

II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Terdapat luka pada kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Terdapat luka pada kaki kiri yang terasa sangat sakit, berwarna merah,
pasien sebelumnya mengalami selulitis pada kakinya. makan/minum
(menurun/+), BAB/BAK (+/+), Mual (+), Muntah (+) berisi makanan.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak lebih dari 3 bulan lalu dan memberat
sejak 1 minggu ini.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


- Cellulitis di kaki kiri
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat DM (+)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

- Riwayat DM orang tua ( ayah dan ibu )

2
3

Riwayat Pengobatan :

Riwayat debridement di rumah oleh perawat

Riwayat Alergi :

Tidak ada alergi

Riwayat Kebiasaan dan Sosial :

- Merokok (-)
- Alkohol (-)
- Suka makan dan minum yang manis-manis
- Jarang minum air putih ( hampir selalu minum teh manis )

Anamnesis system indra :


1. Kepala : tidak ada keluhan
a. Mata : tidak ada keluhan
b. Telinga : tidak ada keluhan
c. Hidung: tidak ada keluhan
d. Mulut : tidak ada keluhan
2. Leher : tidak ada keluhan
3. Thorax : tidak ada keluhan
a. Pulmo : tidak ada keluhan
b. Jantung : tidak ada keluhan
4. Abdomen : Mual (+) dan Muntah (+) berisi makanan
5. Anogenital : tidak ada keluhan
6. Urogenital : tidak ada keluhan
7. Ektremitas : kaki kiri bengkak

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : compos mentis
4

Vital sign
Tekanan darah : 177/95 mmHg
Nadi : 74x/menit
Respiration rate : 18x/menit
Temperature : 37,80C

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala
a. Bentuk kepala : Simetris
b. Rambut : Warna hitam lurus
c. Nyeri tekan : Nyeri tekan (-)
2. Pemeriksaan Mata
a. Palpebra : Edema - / -, Ptosis - / -
b. Konjungtiva : Anemis + / +
c. Sclera : ikterik - / -
d. Pupil : reflek cahaya + / + , pupil kanan dan kiri isokor
3. Pemeriksaan telinga : pendengaran baik. Tinnitus - / -, otore - / -,
deformitas - / -, nyeri tekan - / -, darah - / -
4. Pemeriksaan hidung : penciuman baik, Pernafasan Cuping Hidung
(-), deformitas - / -, rhinore - / -, darah - / -
5. Pemeriksaan mulut dan faring : bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-),
bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
tidak membesar.
6. Pemeriksaan leher : deviasi trakea (-), kelenjar tiroid : tidak
membesar, kelenjar limfonodi : tidak membesar, nyeri tekan (-),
JVP : tidak meningkat, massa : tidak ada
7. Pemeriksaan thorax
a. Paru-paru
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan
gerak (-), deformitas (-), jejas (-), pernafasan
thoracoabdominal
5

- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-),


nyeri tekan (-), massa (-) dan krepitasi (-)
- Perkusi : sonor di semua lapangan paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara kanan = suara kiri,
ronkhi basah (-/-), ronkhi kering (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus teraba 1 jari di medial linea midsternalis
sinistra ICS V
- Perkusi : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan linea
sternalis sinistra, batas jantung kiri 1 jari medial linea
midklavikula sinistra ICS V
- Auskultasi: S1 S2 Tunggal , irama reguler, bising (-)
c. Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), massa (-), sikatrik (-), bekas operasi (-
), hernia (-)
- Auskultasi : peristaltic (+/meningkat)
- Palpasi : nyeri tekan (-) dan supel
- Perkusi : timpani (+) pekak hepar (-)
d. Pemeriksaan anorektal : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan ekstremitas : akral hangat di semua ekstremitas
atas dan bawah

Status lokalisata:

Selulitis pedis sinistra

Inspeksi :

Merah, bengkak

Palpasi :

- Nyeri (-)
- Bila di tekan terdapat krepitasi , berbau, darah (-)
6

2.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

- Foto rontgen thorax : Kardiomegali, Pulmo normal


- Foto rontgen pedis Sinistra : Gas gangrene

b. Pemeriksaan Laboratorium

- HbsAg (-) - Kalium 5.5


- GDA 557 g/dl - Natrium 134
- Hb 9.5 g/dl - SGOT 42
- Hematokrit 28.2 - SGPT 32
- Leukosit 21.000 - Kreatinin 3,5
- Trombosit 335.000 - UR 100
- Chloride 96

2.5 DIAGNOSIS
Selulitis dengan Gas Gangren pedis Sinistra
DM Type II
7

2.6 PENATALAKSANAAN

- Infus NaCl 0,9% Guyur - Inj. Ranitidin 50 mg


Kemudian dilanjutkan - Inj. Metoclorpramide 1 amp
dengan Nacl 0,9 % 28 - Infus Paracetamol 1000 mg
ptm - Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Dilanjutkan dengan NaCl - Inj. Metronidazole 3x500 mg
0,9 % 28 ptm - Inj. Paracetamol 1000 mg
- Inj. Novorapid 20 unit - Debridement Gas Gangrene

Post Debridement :
- IVFD NaCl 0,9 % 28 ptm Obat Makan:
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr - Bicnat 3x500 mg
- Inj. Tofedex 3x1 - Amlodipin 1x10 mg
- Inj. Levemir 1x10 unit - Candesartan 1x16 mg
- Inj. Novorapid (Sesuai
Protap)
2.7 Follow Up

Tgl Follow Up Pemeriksaan Instruksi

DPH 1
24/01/2022 S: Nyeri bekas operasi P:

O: KU: Sakit Sedang - IVFD NaCl 0,9 % 28 ptm


- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Kes: CM, TD: 157/85 - Inj. Tofedex 3x1
mmhg, HR: 90x/i, RR: - Inj. Levemir 1x10 unit
18x/I, T: 37oc , SpO2: - Inj. Novorapid (Sesuai Protap)
98% - Bicnat 3x500 mg
- Amlodipin 1x10 mg
A: Gas gangrene, Dm tipe 2, - Candesartan 1x16 mg
Hipertensi
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Epidemiologi

Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan
toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium
perfringens(1).

Pada tahun 1861, Louis Pasteur mengidentifikasi spesies Clostridium


pertama yaitu Clostridium butyricum, kemudian pada tahun 1892 Welch dan
peneliti lain mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka gangren. Organisme
ini awalnya dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang kemudian berganti
nama menjadi Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan sekarang dikenal
dengan Clostridium perfringens(1,2,3,4).

Clostridium perfringens adalah yang paling umum penyebab gas gangren


(80-90 %). Spesies lain yang dapat menyebabkan gas gangren adalah Clostridium
nouyi, Clostridium septikum, Clostridium hictolyticum, Clostridium bifermenstan
dan Clostridium fallax(4,12). Sonavane A dkk(2008) mendapatkan dari 64 kasus
gas gangren 90,6 % penyebabnya adalah Clostridium perfringens

Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 3000 kasus gas gangren per tahun,
dimana 1.100 diantaranya meninggal dunia sedangkan di Indonesia belum ada
data yang jelas mengenai insiden dari gas gangren ini(3,5).

3.2. Patogenesis

Clostridium perfringens adalah basil gram positif yang bersifat anaerob.


Organisme ini membentuk spora dan hidup dimana-mana terutama di daerah
tanah yang yang subur. Clostridium juga termasuk flora normal di usus, kulit dan
saluran reproduksi wanita(13,14,15).

Organisme ini menghasilkan sedikitnya 12 eksotoksin dimana α,β ,ε dan θ


adalah empat toksin utama yang dapat menyebabkan kematian. Clostridium

8
9

perfringens dibagi menjadi lima tipe yaitu A,B,C,D dan E berdasarkan toksin
utama yang dihasilkannya(tabel 1)(16,117,18,19,20).

Tabel 1.Hubungan antara biotype Clostridium perfringens dengan penyakit pada

manusia dan binatang(16)

Alfa toksin adalah toksin yang paling berperan dalam pembentukan gas
gangren. Toksin ini terdiri dari 370 residu zinc metalloenzim yang merupakan
suatu Phospholipase- C dan dapat berikatan dengan memban sel dengan bantuan
ion kalsium.

Phospholipase- C adalah suatu enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis dari


phosphatidylcholine (phospholipid lainnya) menjadi choline phosphate and 1,2-
diacylglycerol dan dapat menyebabkan kerusakan sel dengan jalan hidrolisis dari
komponen utama membran sel. Toksin ini juga dapat menyebabkan lisis dari
eritrosit, leukosit, platelet, fibroblast dan sel otot(3,5,6).
10

Gambar 1. Struktur Kristal α toksin Clostridium perfringens(16).

Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium kedalam


luka. Luka pada jaringan akan mengganggu suplai darah sehingga akan
menyebabkan iskemia dan penurunan potensial reaksi oksidasi/ reduksi di
jaringan. Semua ini akan memudahkan spora dari Clostridium untuk
berkembang(3,18).

Sewaktu Clostridium bermultiplikasi bermacam macam eksotoksin


dilepaskan ke jaringan sekitarnya sehingga infeksi akan menjalar ke jaringan
subkutan yang akan menyebabkan selulitis dan jaringan otot sehingga terjadi
nekrosis otot yang progresif. Fermentasi anaerob didalam otot yang nekrosis akan
menyebabkan terbentuknya gas gangren(3,18)

3.3. Faktor risiko(21)

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya gas gangren antara lain:

• Pemakai alkohol
• Malnutrisi
• Trauma
11

• Diabetes Melitus
• Pemakaian kortikisteroid
• Keganasan pada Traktus Gastrrointestinal
• Penyakit hematologi yang disertai dengan imunosupresi
• Injeksi intra muskular ataupun subkutan

3.4. Pembagian gas gangren berdasarkan penyebab (2,3,4,7)

Dilihat dari penyebabnya gas gangren dapat dikelompokkan menjadi 3


yaitu posttraumatik, postoperative dan spontan.

1. Gas gangren posttraumatik merupakan 60 % dari keseluruhan kasus gas


gangren.
Gas gangren posttraumatik antara lain:

a) Sebagian besar kasus adalah kecelakaan lalu lintas


b) Komplikasi trauma yang timbul akibat fraktur tertutup, luka
tembak, luka bakar.

2. Postoperative gas gangren.


a) Operasi traktus gastrointestinal
b) Operasi traktus genitourinarius
c) Aborsi
d) Amputasi
e) Turniket, gips, perban yang dipasang terlalu ketat.

3. Spontan
a) Dikenal sebagai nontraumatik, idiopatik, atau metastasis gas
gangren.
b) Paling sering merupakan infeksi campuran yang disebabkan oleh
C. septikum, C. perfringens, dan C. nouvy. Angka kematian akibat
infeksi ini mendekati 100 %
12

Kira-kira 80 % pasien tanpa trauma memiliki hubungan dengan keganasan. Dari


jumlah tersebut 40 % adalah keganasan hematologic dan 34 % adalah keganasan
kolorektal

3.5. Diagnosis
Diagnosis gas gangren dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.

a. Anamnesis

Riwayat pasien dengan gas gangren tergantung pada faktor- faktor yang
dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar pasien gas gangren posttraumatik
mempunyai cedera serius pada kulit, jaringan lunak ataupun fraktur terbuka.
Pasien dengan gas gangren postoperatif sering disebabkan oleh operasi traktus
gastrointestinal dan traktus biliaris. Sebaliknya pasien keganasan yang
dihubungkan dengan gas gangren spontan tidak ada riwayat yang spesifik.

Keluhan yang pertama dan paling sering dirasakan pasien dengan gas
gangren adalah nyeri yang timbul secara tiba- tiba, makin lama makin berat dan
meluas sesuai dengan penyebaran dari gas gangren. Beberapa ada yang
mengeluhkan perasaan berat pada ekstremitas yang terkena. Infeksi dapat disertai
dengan demam dan perubahan dari status mental(3,4).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh sebelum berfokus pada bagian


tubuh yang terlibat(1,2,3,4).

• Tanda- tanda vital dapat menunjukkan toksisitas sistemik meliputi demam,


takikardi, takipneu, hipotensi, dan hipoksia.
• Pembengkakan lokal dan eksudat serosanguineous muncul segera setelah
timbul rasa sakit.
• Kulit berubah menjadi warna perunggu, kemudian berkembang menjadi
biru kehitaman disertai dengan pembentukan bulae hemoragis.
13

• Dalam beberapa jam wilayah sekitarnya menjadi udem.


• Krepitasi (+)
• Rasa sakit dan nyeri tidak sebanding dengan gambaran luka yang
ditemukan.

c. Pemeriksaan Laboratorium(1,2,3,4)

• Leukosit normal tetapi dapat juga meningkat terutama yang immatur.


• Peningkatan hasil tes fungsi hati yang mungkin disebabkan oleh kerusakan
hati yang progresif.
• Peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin.
• Mionekrosis dapat meningkatkan serum aldolase, kalium, laktat
dehidroginase, dan phospokinase.
• Gas darah menunjukkan adanya asidosis metabolic
• DIC
• Pada pewarnaan gram nampak adanya batang gram positif dan tidak
ditemukan adanya sel PMN. Organisme lain juga hadir hingga 75 %
kasus. Tes ini sangat penting untuk diagnosis cepat.

Gambar 2. Clostridium perfringens pada pewarnaan gram(22).


14

• Pemeriksaan Phospholipase- C ( sialidase ) yang dihasilkan oleh


Clostridia dapat dilakukan pada serum dan cairan luka. Tes ini
memberikan hasil yang cepat yaitu dibawah 2 jam dan dapat digunakan
sebagai konfirmasi dari hasil pewarnaan gram.

3.4 Pemeriksaan penunjang lainnya

• Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan Roentgen menggambarkan pola bulu-bulu halus dijaringan.

Gambar 3. Gas gangren pada ektremitas(23).

• Pemeriksaan kultur
Clostridium perfringens fosfolipase menyebabkan kekeruhan di sekitar
koloni pada media kuning telur (nagler plate)

• Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaaan histologi menunjukkan adanya inflamasi dan nekrosis otot
15

3.6. PENATALAKSANAAN

Dalam penatalaksanaan gas gangren diperlukan diagnosis dan


penatalaksanaan cepat dan agresif.

• Pemberian antibiotik
• Terapi Hiperbarik Oksigen
• Pemberian vaksin dan antitoksin
• Tindakan debrideman

A. Pemberian antibiotik
Antibiotik yang sering dipakai antaralain(3,4,21):

1.Penisilin G

Merupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta unit/hari. Obat ini
menghambat sintesis dinding sel bakteri selama proses multipikasi.

2.Klindamisin

Obat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan adalah 600-
1200 mg/hari.

3.Metronidazol

Aktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak boleh lebih
dari 4 gram/hari.

4.Vancomisin

5.Kloramfenikol

6.Tetrasiklin

Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Clindamycin sudah secara luas


digunakan.
16

Kombinasi Clindamycin dan metronidazol adalah pilihan apabila pasien alergi


penicillin(3).

Studi terbaru menunjukkan obat penghambat sintesis protein (Clindamiccin,


Chloramfenicol, rifamfisin, tetrasiklin) lebih efektif karena menghambat sintesis
eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek lokal ataupun sistemik dari toksin
tersebut(3).

B. Terapi hiperbarik oksigen

Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan


dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara
dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu
atmosfer). Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk pertama kalinya di gunakan
untuk menanggapi penyakit dekompresi. Suatu penyakit yang di alami oleh
penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan (naik ke
permukaan) secara mendadak. Saat ini terapi HBO selain untuk penyakit akibat
penyelaman juga diindikasi untuk berbagai penyakit klinis dan termasuk juga gas
gangrene(8,9).

Perlu disadari bahwa terapi HBO yang bermanfaat bagi beberapa macam
penyakit, ternyata menjadi Kontraindikasi bagi kondisi dan jenis penyakit
tertentu, dan dari beberapa penelitian rupanya HBO juga dapat menyebabkan
beberapa Komplikasi.

Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada
tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme.
Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang
menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.

Terapi HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO)


pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBO terapi juga meningkatkan intermediet
vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan
NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk
17

sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis
pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka(10,25).

Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama terapi


HBO yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang
mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam
jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena
hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya
akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah
kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia.
Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan
VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell
sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis
leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka,
HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema(10,25).

Tabel 2. Indikasi hiperbarik oksigen terapi(9)

No Indikasi

1 Embolisme gas dan udara

2 Keracunan karbonmonoksida (CO Smoke inhalation)

3 Cedera remuk (Crush Injury)

4 Keracunan gas sianida

5 Penyakit dekompresi

6 Meningkatkan penyembuhan luka-luka pada:

▪ ulkus diabetikum
▪ ulkus stasis venosus
▪ ulkus dekubitus
▪ ulkus insufisiensi arterial
18

7 Anemia (Exceptional blood loss)

8 Infeksi jaringan lunak bernekrosis

▪ selulitis anaerob krepitan


▪ gangrene bakterial progresif
▪ fasitis nekrosis
▪ Penyakit Fournier
9 Gas gangren kuman Clostridial

10 Osteomyelitis refrakter

11 Nekrosis karena radiasi

12 Tandur kulit (skin grafts and flaps )

13 Luka bakar

Tabel 3. Kontraindikasi hiperbarik oksigen

No Kontraindikasi

1 Infeksi saluran nafas atas (ISNA)

2 Gangguan kejang

3 Emfisema dengan retensi C02

4 Lesi asimtomatik pada paru

5 Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga

6 Demam tinggi

7 Tumor (Malignant Disease)

8 Kehamilan
Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat
bawaan pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan. Namun
19

jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO


harus diberikan.

9 Neuritis opticus

Tabel 4.Komplikasi hiperbarik oksigen

No Komplikasi

1 Barotrauma telinga

2 Nyeri sinus

3 Miopia dan katarak

4 Barotrauma Paru

5 Kejang

6 Penyakit Dekompresi

7 Klaustrofobia

C. Tindakan debrideman

Tindakan debrideman luka diperlukan untuk pengeluaran benda asing atau


segala kotoran yang ada pada luka disertai dengan pembuangan jaringan yang
nekrosis sehingga yang tinggal hanya jaringan yang baik peredaran darahnya.
Dikarenakan proses penyakit dapat terus melibatkan jaringan tambahan maka
diperlukan explorasi dan debridemand yang berulang(3,4).

Amputasi dilakukan apabila terdapat jaringan nekrosis yang luas serta melibatkan
jaringan otot.
BAB 1V

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan Utama :


Terdapat luka pada kaki kiri yang terasa sangat sakit, berwarna merah, pasien
sebelumnya mengalami selulitis pada kakinya. makan/minum (menurun/+),
BAB/BAK (+/+), Mual (+), Muntah (+) berisi makanan. Keluhan ini sudah
dirasakan sejak lebih dari 3 bulan lalu dan memberat sejak 1 minggu ini.

Diagnosis ulkus gas gangren diabetikum pedis ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis
terdapat luka nyeri (+), bengkak (+), keluar sedikit cairan (+), berbau (+), cairan
yang keluar berwarna keputihan dan terdapat gelembung gasnya.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum penderita lemah, kesadaran


compos mentis, tekanan darah 177/95 mmHg, nadi 74x/m, respiration rate 18x/m,
suhu badan 37,80C. Pada pemeriksaan ditemukan adanya Selulitis Ankle Pedis
sinistra. Inspeksi : Bengkak, kemerahan. Palpasi : Nyeri (+), Bila dipijat pada
ulkusnya keluar cairan (-) berbau, darah (-).

Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan melakukan


tindakan debrideman serta pemberian antibiotik dan obat pengontrol gula darah.

20
BAB V

KESIMPULAN

1. Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan
toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium
perfringens.

2. Alfa toksin adalah salah satu toksin yang dihasilkan oleh Clostridium
perfringens dan toksin ini memegang peranan penting dalam pembentukan
gas gangren.

3. Gas gangren berdasarkan penyebab dapat dibagi menjadi 3 yaitu post


traumatik, pasca operasi dan spontan.

4. Pewarnaan gram dan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi Phospholipase-


C dapat digunakan untuk diagnosis cepat pada pasien dengan gas gangren.

5. Penatalaksanaan gas gangren meliputi: pemberian antibiotik, terapi oksigen


hiperbarik, pemberian antitoksin dan tindakan debrideman.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sande M A. Gas gangrene. In: Internal Medicine. Ed. Stein JH et al.5th


edition. Mosby Inc, Missouri.1998.p.1422-23.
2. Neubauer RA. Using HBOT to threat Infection. In: Hyperbaric Oxigen
therapy. Ed James L. Penguin Putnan.Inc. New York.1998.p.65-74.
3. Ho H. Gas gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com.
4. Revis DR.Clostridial Gas Gangrene. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com.
5. Phospholipase-C. Diakses dari http:/www.absoluteastronomy.com
6. Phodphplipase-C. diakses dari http://www.wikipedia.org
7. Spink WW. Supuratif Desease. In: Infectious Desease. University Of
Mineshota Press.1998.p.264-304.
8. Oktaria S. terapi oksigen hiperbarik. Diakses dari
http://www.klikdokter.com
9. Dana D. Manfaat, pantangan dan efek lanjutan terapi oksigen hiperbaik.
Diakses dari http://beta.tnial.mil.id
10. Farmasia. Sinergi antara radioterapi dengan terapi oksigen hiperbarik.
Diakses dari http://www.majalah-farmasia.com
11. Sonavane A. Gas gangrene at tertiary care centre. Bombay hospital
journals.2008.50:10-13.
12. Kluwer W. Gas gangrene. In: Professional Guide to desease. Ed. Holmes
et al, 9th edition. Lippincott Williams and Wilkins,
Philadelphia.2009.p.930-2.
13.
Fauci. Anaerob Infectious. In: Horrisons manual of Medicine. Ed.
Shanahan et al. 17th edition. The Mc-Graw-Hill Companies. New
York.2008.p.528-34.
14. Oacley CL. Gas gangrene. Diakses dari http://bmb.oxfordjournals.org
15. Bryant AE,Stevens DL. The pathogenesis of gas gangrene. In: The
Clostridia. Ed.Rood JI.Academic Press. Sandiago.1997.p.185-96

22
23

16. Titball RW. Gas gangrene: an open and closed case. Microbiology 2005.
151:2821-28
17. Ridad AM. Infeksi dan inflamasi. Dalam buku ajar ilmu bedah. Editor
sjamsuhidayat R, de jong W. edisi revisi. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.1996.p.1-70
18. Baron S. Gas gangren and related clostridial wound infections. Diakses
dari http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf.
19. Stevens DL. Necrotizing clostridial soft tissue infections. In: The
cloctridia. Ed Rood JI el al. academic press. Sandiago.1997.p.141-52
20. Correa AG. Anaerobic bacteria. In: textbook of pediatric infections
desease. Ed Feigin RD. 5th edition. Elsevier inc. philadelpia.p.1751-8
21. Gas gangrene. Diakses dari http://www.patirnt.co.uk.
22. Clostridium perfringens. Diakses dari http://www.biotech.com
23. Gas gangrene. Diakses dari http://www.ortosupersite.com
24. Feirera R.ASB in blood cultures. Diakses dari
http://microblog.me.uk/wp_content
25. Wiyono H. Pemanfaatan Hiperbarik. Diakses dari
http://penyakitdalamonline.com
26. Mixed gas gangrene antitoxin I.P. Diakses dari
http://www.bharatserums.com

Anda mungkin juga menyukai