Disusun Oleh:
dr. ILHAM NUR KASGORO
Pembimbing:
dr. GRACIA DESWITA NATALYA FUA, Sp.A
Pendamping:
dr. AZHARUL YUSRI, Sp.OG
Diajukan oleh:
Disahkan Oleh :
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus
tidak luput dari kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. GRACIA
DESWITA NATALYA FUA, Sp.A yang telah membimbing serta berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini. Semoga penulisan
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia<5 tahun ...... 12
Tabel 2. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare .................................... 12
Tabel 3. Penyebab diare nonifeksi pada anak ..................................................... 13
Tabel 4. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab .................................. 15
Tabel 5. Bentuk klinis Diare ............................................................................... 16
Tabel 6. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan Diare................................... 17
Tabel 7. Antibiotik pilihan sesuai etiologi .......................................................... 23
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
b. Identitas Orangtua
AYAH IBU
Nama : Tn. N Nama : Ny. Z
Usia : 35 tahun Usia : 32 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Lemas
B. Keluhan Tambahan
Demam, mencret,
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan utama lemas dan
mengalami mencret lebih dari 10 kali/hari. Hal ini sudah dirasakan sejak satu hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Mencret cair menyemprot, ada ampas dan berwarna
kuning. Mencretnya tidak terdapat darah dan lendir. Bau tinjanya biasa tidak berbau
3
asam maupun berbau busuk. Anak juga mengalami demam yang timbul tiba-tiba dan
terus-menerus. Keluhan tambahan berupa pilek sesuai dengan onset mencret yang
dialami oleh anak. Demamnya tinggi, turun dengan obat penurun panas lalu tidak
lama kemudian demam naik lagi. Buang air kecil masih ada waktu terakhir pasien
mencret. Menurut keterangan ibu, anak dari kecil diberikan susu merek SGM
dikarenakan ASI ibu tidak keluar. Riwayat sering mengganti merek susu disangkal.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, Cardiac Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk Abdomen simetris, asites (-), striae (-), edema (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), turgor kembali cepat
Hepar : Hepatomegali (-)
Lien : Splenomegali (-)
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : Peristaltik meningkat
01/01/2022
FECES RUTIN Hasil
Warna Kuning kehijauan
Konsistensi Lunak
Lendir Positif
Darah Negatif
Leukosit 2-6
Eritrosit 0-1
Telor cacing Negatif
FOB/Bakteri Negatif
2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis:
1. Istirahat dan makan yang cukup
2. Ganti susu SGM biasa dengan susu Free Laktosa
3. Anjuran memberikan pisang atau apel merah
4. Diet rendah serat
Farmakologis:
- Rehidrasi Prenteral RL 390 ml dalam 3 jam = 130 ml/jam
Setelah rehidrasi maka :
- Maintenance dengan D51/4 NS 7 ml /jam
- Injeksi Ampicilin 4x130 mg
- Paracetamol 3x60 mg jika demam
- Zinc Syr 1x5 ml
- L Bio 2x1/2 Sachet (diberikan langsung atau dicampur susu)
2.8 Prognosis
Prognosis ad vitam : Dubia ad bonam
Prognosis ad functionam : Dubia ad bonam
Prognosis ad sanactionam : Dubia ad bonam
8
2.9 Follow up
3.1 Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air
besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak.1
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per
hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.1
10
11
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang,
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih
besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif.Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam peyebaran banyak
enteropaogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan, dan berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah sub
tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah
tropik ( termasuk Indonesia ), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemic
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyababkan epidemik dan
pandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia.
3.3 Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit.Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
12
Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:
3.4 Patogenesis
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan
osmotik.Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih
sering ditemukan pada infeksi saluran cerna.begitu pula kedua mekanisme tersebut
dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel.Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
14
2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh villus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.Keadaan ini menyebabkan air dan
elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin
E.coli atauV. cholera.01.7
3. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas.
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi.Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas
dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus
yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
15
4. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya
diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lainnya seperti diare osmotik
dan sekretorik.1,9
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare.Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
17
tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak,
ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan sesudah diare.1
Tabel.6 Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan Diare
18
Penilaian :
<6 : Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang
>13 : Dehidrasi berat
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
• Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
• Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
• Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.Tinja yang watery dan tanpa
mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, protozoa, atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yangmengandung darah
19
atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti :E.
hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa.Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi
dengan penyebab diare.Warna hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu
akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat
cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat
fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon , khususnya
akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi
oleh bakteri anaerob dikolon.Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja.Asam dalam tinja tersebut
adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang
tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung
bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim
lactose.Enzim laktose merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, yangselanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan
pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat
perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet
clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian
20
cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes
bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet
clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan
warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%),
antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%),
(++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit
tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½
tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III
yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning
atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:8
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan NaCl
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga
tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL
fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah
dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium.Pemeriksaan
dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.
3.7 Penatalaksanaan
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian zinc, antibiotik dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:8
1. Mencegah dehidrasi
2. Antibiotik selektif
21
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan per
oral, oralit dapat diberikan nelalui nsogasterik deng an volume yang sama dengan
kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah
membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan membaikdan dehidrasi teratasi
pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan
dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak dapat minum dengan
baik biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih
besar ). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis
100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama
30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
4. Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh
yang penting antara lain untuk sintesis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan
UNICEF telah merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan diare
dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi<6 bulan dengan
dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
5. Pemberian makanan selama dan setelah diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak
mampu menerima. Meneruskan pemberian makanan aan mempercepat kembalinya
23
b. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut pada anak, beberapa
diantaranya:
24
3.8 Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-
5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali
natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5%
dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500
ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal
dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB,
sampai diare berhenti.1
• Hiponatremia, Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang
diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi
2 mEq/L/jam.1
• Hiperkalemia, disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.1
• Hipokalemia, dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak
boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
26
diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia
dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
• kejang demam
• Hipernatremia dan hiponatremia
• penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:3
• Volume tinja bertambah
• Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
• Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi.Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi,
atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik.Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu
cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap
2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.3
3.9 Pencegahan
3.10 Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 5 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%)
akan menjadi diare persisten.8
BAB 4
KESIMPULAN
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per
hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Penyebab terbanyak dari diare
akut pada anak adalah virus (Rotavirus, Adenovirus). Semua anak dengan diare,
harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan status dehidrasi
sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang atau tanpa dehidrasi dan beri
pengobatan yang sesuai. Penanganan diare akut lebih difokuskan pada 5 pilar penting
terapi diare yaitu: Berikan oralit, berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut,
teruskan ASI dan makan, berikan antibiotik secara selektif dan berikan nasihat
kepada ibu/keluarga.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease. In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
[diunduh tanggal 22 Mei 2017]
3. Departemen Kesehatan RI.2011.Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
4. Departemen Kesehatan RI.2007. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas.
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian. Jakarta.
5. Deviana.2012. Perbedaan Durasi Penyembuhan Diare Dehidrasi Ringan-
Sedang Balita yang Diberikan ASI dan Seng. Fakultas Kedokteran Universitas
Dipenegoro. Semarang.
6. Kementrian Kesehatan RI.2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada
Balita. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan Situasi Diare di Indonesia.
7. Made.2012. Suplementasi Probiotik Pada Terapi Standar Zinc dan Cairan
Rehidrasi Oral Pada Anak Usia 6-36 Bulan Dengan Diare Akut. Tesis
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Markum.1998. Ilmu Kesehatan Anak; Buku Ajar Jilid 1, Bagian Kesehatan
Anak. Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Panggabean Y E. 2008. Evaluasi Implementasi Kebijakan Kewajiban
Menuliskan Resep Obat Generik di RSU Cilegon Tahun 2007. Tesis FKM UI
Depok.
30
31
10. Quick ,J.D.et al.1997. Managing Drug Supply. Dalam The Selection,
Procurement,Distribution, and Use of Pharmaceu: Kumarian Press Inc. West
Hartford. ISSN 2337-3776 108
11. Rosen, EJ and Quinn FB. 2000. Microbiology, Infections, and Antibiotic
Therapy.
12. Febiana Tia.2012. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antiboitik di Bangsal
Anank RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus- Desember 2011.
Laporan Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
13. WHO .1988. Estimating Drugs Reqruitment dalam A Practical Manual.
Geneva
14. Wulandari .2012. Penanganan Diare di Rumah Tangga Merupakan Upaya
Menekan Angka Kesakitan Diare pada Balita . Universitas Negeri Gorontalo.