Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

DEMAM DENGEU

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat dalam Menjalankan Kepanitraan


Klinis Senior Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Meuraxa Banda Aceh

Disusun Oleh:

Ulfa Rizqia
21174033

Pembimbing:

dr. Nanda Hudawwarachmah, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIS SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ABULYATAMA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “DEMAM
DENGEU”. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat serta pengikut ajaran beliau hingga akhir jaman.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh di RS
Meuraxa Kota Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan, pengarahan,
dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dr. Nanda Hudawwarchmah, Sp.A yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya.

Banda Aceh, November 2022

Ulfa Rizqia
21174033
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR............................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi....................................................................................................3
2.2 Etiologi....................................................................................................3
2.3 Epidemiologi...........................................................................................4
2.4 Patogenesis..............................................................................................5
2.5 Faktor Risiko...........................................................................................8
2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................8
2.7 Diagnosis...............................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................17
2.9 Upaya Pencegahan.................................................................................26
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................28
I. Identitas Pasien...............................................................................................28
II. Anamnesis.....................................................................................................28
III. Pemeriksaan Fisik........................................................................................30
IV. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................33
V. Diagnosis......................................................................................................34
VI. Penatalaksanaan...........................................................................................34
BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN..................................................................35
BAB V SIMPULAN..............................................................................................42
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue (DD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan
mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan demam dengue yang disertai renjatan atau
dengue shock syndrome (DSS). Demam Dengue (DD) adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Sedangkan demam berdarah dengue (DBD)
merupakan gejala demam dengue disertai dengan tanda kebocoran plasma (plasma leakage).
Manifestasi klinis ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan
diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L
dan peningkatan hematorit, leukopenia dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh pada demam berdarah dengue.3

Infeksi dengeu merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis
dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Inang (host)
alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4 1 ,
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti
dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.5.8

Sampai saat ini penyakit DD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di
Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah
endemis yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan. World Health Organization
(WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, Negara Indonesia merupakan Negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010
sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang.2

Salah satu faktor risiko penularan demam dengue adalah pertumbuhan penduduk perkotaan
yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan
terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkinkan terjadinya KLB.
Morbiditas dan mortalitas infeksi dengeu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status
imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengeu, faktor keganasan virus,
dan kondis geografis setempat. Tidak ada terapi spesifik pada demam dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif adekuat, yang dapat menurunkan angka kematian hingga <1 %. Khusus
untuk pasien DBD terapi utama adalah rehidrasi dan menangani perdarahan untuk menurunkan
mortalitas. Hal yang penting dalam demam dengeu dan DBD adalah pencegahan penularan virus
dengeu.3

Demam berdarah pada anak merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan masalah
kesehatan dan sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Pasien yang datang bisa
dalam keadaan yang stabil maupun keadaan yang tidak stabil atau gawat darurat. Maka dari itu,
sebagai calon tenaga kesehatan yang akan bekerja di unit kegawat daruratan penulis merasa
harus memahami secara penuh kasus dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dengan
demamberdarah.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


 Nama : An. RA
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 8 tahun 5 bulan
 Agama : Islam
 Pekerjaan :-
 Alamat : Leu Geu, Darul Imarah Aceh Besar
 No. Rekam Medis : 044030
 Tgl. Masuk RS : 11 September 2022
 Tgl. Keluar RS : 16 September 2022

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis pada:
 Tanggal : 12 September 2022
 Tempat : Ruang Rawat Attin
 DPJP : dr. Nanda Hudawwarachmah, Sp,A

2.2.1 Keluhan Utama


Demam

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan naik turun
terutama pada pagi hari, turun pada siang hari dan kembali naik pada malam hari.
Sebelumnya ibu pasien juga mengeluhkan anak nya muntah dengan frekuensi 6x kali
dalam satu hari yang berisi cairan. Muntah setiap makan dan minum juga dirsakan oleh
pasien sehinggan pasien tampak dalam keadaan lemas. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan sakit kepala sejak 1 hari SMRS yang dirasakan secara tiba-tiba bersamaan
dengan keluhan demam. Sakit kepala yang dirasakan mulai dari bagian belakang kepala
sampai ke daerah mata dan telinga. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri sendi yang
dirasakan pada hari pertama demam hingga sekarang. Setelah di lakukan anmnesis
kepada pasien, pasien juga mengeluhkan nyeri perut (+), batuk kering (+) dan penurunan
nafsu makan (+), BAB dbn, BAK dbn, mencret (-), mimisan (-), dan tanda-tanda
perdarahan lainnya (-).
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu pasien mengatakan pasien pernah dirawat di rumah sakit saat usia 5 tahun karna tipes
(demam tifoid)

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Disangkal

2.2.5 Riwayat Penggunaan Obat


Obat racikan yang di dapat dari puskesmas

2.2.6 Riwayat Kelahiran


 Masa kehamilan : 40 minggu
 Partus : Pervaginam
 Ditolong oleh : Bidan
 Anak kedua

2.2.7 Riwayat Imunisasi

Tidak Lengkap

2.2.8 Riwayat Tumbuh Kembang

Sesuai dengan usia, dan tidak ada keterlambatan

2.2.9 Riwayat Nutrisi


 ASI eksklusif
 Makanan pendamping Asi
 Makanan Biasa

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2022
 Tempat Pemeriksaan : Ruangan Attin
a. Status Generalisata
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : 15 (E4 V5 M6)

 Status Gizi
- BB : 24 kg
- TB : 130 cm
- Kurva CDC : Normal (Gizi Baik)
 Tanda Vital
- Tekanan darah : - mmHg
- Nadi : 130 kali/ menit, reguler
- Pernafasan : 22 kali/menit, reguler
- Suhu : 38,5°C (per axilla)
- Sat. O2 : 96 %

b. Status Internus
1. Kepala : Normocephali
Mata : Pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), tanda radang (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-)
Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Pursed lip breathing (-), tonsil (T1/T1), uvula letak tengah, faring
hiperemis (-), sianosis (-)

2. Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
KGB : Pembesaran (-)
3. Thoraks

Paru
Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetris, jejas (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), fremitus taktil (+/+)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V
Perkusi :
- Batas atas ICS III linea midclavicularis sinistra
- Batas kanan ICS IV linea midclavicularis dextra
- Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
- Batas bawah ICS V linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi: BJ 1 > BJ 2 reguler, bising (-)
4. Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi (-), jejas (-), scar (-)
Auskultasi: Peristaltik usus normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
5. Ekstremitas
Look : Ekstremitas kanan dan kiri simetris
Feel : Nyeri (-), CTR < 2 detik, akral hangat (+), edema (-)
Move : Pergerakan aktif

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Darah lengkap dan Hitung Jenis (11 September 2022, 20:26(
Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan
Hb 13.2 10.5-13.0
Eritrosit 5.11 3.90-5.00
Ht 38.0 34.0-39.0
MCV 74.4 75.0-87.0
MCH 25.8 24.0-30.0
MCHC 34.7 31.0-37.0
RDW-SD 33.5 35.0-47.0
RDW-CV 12.6 11.5-14.5
Leukosit 4.1 5.0-14.5
Hitung Jenis
Eosinofil 0.2 0-3
Basofil 0.7 0-1
Neutrofil 61.8 40.0-70.0
Limfosit 21.3 28.0-48.0
Monosit 16.0 3.0-6.0
Trombosit 259 181-521
PDW 8.6 9.0-13.0
MPV 8.7 7.2-11.1
PCT 0.22 0.150-0.400
P-LCR 14.0 15.0-25.0

 Urinalisa Makroskopis (11 September 2022, 21:01)


Urinalisa Makroskopis Hasil Nilai Rujukan
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Berat Jenis 1.025 1.000-1.030
PH 6.0 5.0-8.0
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton +++(100) Negatif
Urobilinogen 0.1 mg/dl (normal) Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Protein +/- (15) Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif

 Urinalisa Makroskopis (12 September 2022, 14:27)


Urinalisa Hasil Nilai Rujukan
Makroskopis
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Berat Jenis 1.015 1.000-1.030
PH 7.0 5.0-8.0
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Pos (+) Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Protein +/- (15) Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif

 Kimia Klinik, Elektrolit (12 September 2022, 09:48)


Pemeriksaan Kimia Hasil Nilai Rujukan
Klinik (Elektrolit)
Natrium 134 mmol/L 135-148
Kalium 3.5 mmol/L 3.5-5.3
Chlorida 97 mmol/L 98-107

 Darah lengkap dan Hitung Jenis (13 September 2022, 18:27(


Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan
Hb 12.8 10.5-13.0
Eritrosit 5.11 3.90-5.00
Ht 37.4 34.0-39.0
MCV 73.2 75.0-87.0
MCH 25.0 24.0-30.0
MCHC 34.2 31.0-37.0
RDW-SD 32.0 35.0-47.0
RDW-CV 12.3 11.5-14.5
Leukosit 2.7 5.0-14.5
Hitung Jenis
Eosinofil 3.3 0-3
Basofil 0.7 0-1
Neutrofil 26.8 40.0-70.0
Limfosit 56.9 28.0-48.0
Monosit 12.3 3.0-6.0
Trombosit 134 181-521
PDW 9.0 9.0-13.0
MPV 9.1 7.2-11.1
PCT 0.12 0.150-0.400
P-LCR 17.1 15.0-25.0

 Darah lengkap dan Hitung Jenis (14 September 2022, 10:36(

Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan


Hb 13.6 10.5-13.0
Eritrosit 5.42 3.90-5.00
Ht 40.5 34.0-39.0
MCV 74.7 75.0-87.0
MCH 25.1 24.0-30.0
MCHC 33.6 31.0-37.0
RDW-SD 33.4 35.0-47.0
RDW-CV 12.4 11.5-14.5
Leukosit 3.4 5.0-14.5
Hitung Jenis
Eosinofil 3.6 0-3
Basofil 1.2 0-1
Neutrofil 16.4 40.0-70.0
Limfosit 70.5 28.0-48.0
Monosit 8.3 3.0-6.0
Trombosit 131 181-521
PDW 10.4 9.0-13.0
MPV 9.8 7.2-11.1
PCT 0.13 0.150-0.400
P-LCR 23.4 15.0-25.0
 Darah lengkap dan Hitung Jenis (16 September 2022, 10:19(

Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan


Hb 13.8 10.5-13.0
Eritrosit 5.54 3.90-5.00
Ht 40.2 34.0-39.0
MCV 72.6 75.0-87.0
MCH 24.9 24.0-30.0
MCHC 34.3 31.0-37.0
RDW-SD 31.9 35.0-47.0
RDW-CV 12.4 11.5-14.5
Leukosit 5.3 5.0-14.5
Hitung Jenis
Eosinofil 6.8 0-3
Basofil 1.3 0-1
Neutrofil 36.2 40.0-70.0
Limfosit 50.4 28.0-48.0
Monosit 5.3 3.0-6.0
Trombosit 175 181-521
PDW 12.4 9.0-13.0
MPV 10.4 7.2-11.1
PCT 0.18 0.150-0.400
P-LCR 28.7 15.0-25.0

 Imunoserologi IgG & IgM (16 September 2022, 11:37(


Imunoserologi Hasil Nilai Rujukan
Anti Dengeu IgG Positif Negatif
Anti Dengeu IgM Negatif Negatif

2.5 Diagnosa
 Diagnosa Banding:
1. Dengeu Fever
2. Dengeu Hemoragik Fever
3. Thypoid Fever
4. Malaria
 Diagnosa Kerja
Dengeu Fever

2.6 Penatalaksanaan
a. Non- farmakologi
1) Bed rest
2) Diet makan biasa
b. Farmakologi

1) Infus (IVFD) KAEN 500 dalam 3 jam, selanjutnya Infus (IVFD) 2:1 20 gtt/i (makro)
2) Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
3) Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
4) Drip. Paracetamol 250 mg/6 jam
5) Kaltrofen Supp
6) Ambroxol Syrup 3 X ½ Cth
7) Cetirizine 2 x ½ Cth

2.7 Prognosis

1) ad vitam : dubia ad bonam


2) ad fungsionam : dubia ad bonam
3) ad sanationam : dubia ad bonam
2.8 Follow Up Ruangan

11/09/2022 S / Demam (+), Demam naik turun (+), Mual (+), Th / Bed rest
(Hari Rawatan 1) Muntah (+) frekuensi 6x berisi cairan, muntah setiap Infus (IVFD) KAEN 500 dalam 3 jam,
makan dan minum (+) lemas (+) Nyeri perut (+) selanjutnya Infus (IVFD) 2:1 20 gtt/i
Nyeri sendi (+), sakit kepala (+) Batuk (+), nafsu (makro)
makan (↓) BAB cair(-) BAK (+), mimisan (-) Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
O / KU : Sedang Kes : CM Drip. Paracetamol 250 mg/6 jam
TD : - mmHg Kaltrofen Supp
HR : 130 x/menit Ambroxol Syrup 3 X ½ Cth
RR : 22 x/menit Cetirizine 2 x ½ Cth
T : 38,5 0C
Spo2: 96%

THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-)


Faring hiperemis (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)

A / Demam Dengeu

12/09/2022 S / Demam (-), Demam naik turun (-), Mual (+),  Th /Bed rest
(Hari Rawatan 2) Muntah (-), Muntah setiap makan dan minum (-) IVFD 2:1 20 gtt/I (makro)
lemas (+) Nyeri perut (+) Nyeri sendi (+) sakit kepala Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
(+) Batuk Kering (+) Nafsu Makan ↓(+), BAB cair(-) Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
BAK (+) , mimisan (-) Drip. Paracetamol 250 mg/6 jam
Liprolac 2x2 sachet
O / KU : Sedang Kes : CM Multivitamin Supp 1x5 ml
TD : - mmHg Minum Manis Cukup
HR : 98 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,5 ℃
Sp02: 97%

THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-)


Faring hiperemis (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)

A / Demam Dengeu
13/09/2022 S / Demam (-), Mual (+), Muntah (-),lemas (+) Nyeri Th /
(Hari Rawatan 3) perut (+) Nyeri sendi (-) sakit kepala (-)Batuk Kering Bed rest
(+) Pilek (-) Nafsu Makan ↓(+), BAB (-) 2 hari, BAK IVFD 2:1 20 gtt/I (makro)
(+), mimisan (-) Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
(K/P)
O / KU : Sedang Kes : CM Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
TD : - mmHg Drip. PCT 250 mg/6 jam (K/P)
HR : 100 x/menit Liprolac 2x2 sachet
RR : 24 x/menit Multivitamin Supp 1x5 ml
T : 36,7 ℃ Minum Manis Cukup
Sp02: 98%
P/ cek D/R Ulang
THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-)
Faring hiperemis (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)

A/ Demam Dengeu

14/09/2022 S / Demam (-), Mual (-), Muntah (-),lemas (-) Nyeri Th /


(Hari Rawatan 4) perut (+) Nyeri sendi (-) Batuk Kering (+) Pilek (-) Bed rest
Nafsu Makan ↓(+), BAB (-) 3 hari, BAK (+). IVFD 2:1 20 gtt/i (makro)
Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
O / KU : Baik Kes : CM (K/P)
TD : - mmHg Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
HR : 98 x/menit Drip. PCT 250 mg/6 jam (K/P)
RR : 22 x/menit Liprolac 2x2 sachet
T : 36.5 0C Multivitamin Supp 1x5 ml
Spo2: 98% Minum Manis Cukup

THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-)


Faring hiperemis (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)

A / Demam Dengeu
15/09/2022 S / Demam (-), Mual (-), Muntah (-),lemas (-) Nyeri Th / Bed rest
(Hari Rawatan 5) perut (-) Nyeri sendi (-) Batuk Kering (+) Pilek (-) Bed rest
Nafsu Makan ↓(+), sakit Kepala (-), Pusing (-) BAB IVFD 2:1 20 gtt/i (makro)
(+), BAK (+). Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
(K/P)
O / KU : Baik Kes : CM Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
TD : - mmHg Drip. PCT 250 mg/6 jam (K/P)
HR : 110 x/menit Kaltropen Supp ½ (K/P)
RR : 21 x/menit Liprolac 2x2 sachet
T : 36.2 ℃ Multivitamin Supp 1x5 ml
Spo2: 99% Minum Manis Cukup

THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-) P/ Cek DR Besok


Faring hiperemis (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-)

A / Demam Dengeu

16/09/2022 S/ Demam (-), Mual (-), Muntah (-),lemas (-) Nyeri Th / Bed rest
(Hari Rawatan 6) perut (-) Nyeri sendi (-) Batuk Kering (+) Pilek (-) Bed rest
Nafsu Makan (↑), sakit Kepala (-), Pusing (-) BAB IVFD 2:1 20 gtt/i (makro)
(+), BAK (+). Inj. Ondansetron 3 mg/8 jam/IV
(K/P)
O / KU : Baik Kes : CM Inj. Ranitidin 20 mg/12 Jam/IV
TD : - mmHg Drip. PCT 250 mg/6 jam (K/P)
HR : 70 x/menit Kaltropen Supp ½ (K/P)
RR : 20 x/menit Liprolac 2x2 sachet
T : 36.0 ℃ Multivitamin Supp 1x5 ml
Spo2: 99% Codein 10 mg Pulvis 3x1
Salbutamol Tab
THT: Penapasan Cuping Hidung (-) perdarahan (-)
Faring hiperemis (-) R/ PBJ
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-) Dengan Obat Pulang
Abdomen : Soepel, peristaltik usus (+), NTE (+) -Syr Multivitamin 2x5 ml
Jantung : BJ I > BJ II, bising (-) -Liprolac 2x2 sachet
-Tab. Codein 10 mg Pulvis 3x1
-Tab. Salbutamol 1 mg
A/ / Demam Dengeu
-Tab. Paracetamol 500 mg ( 3x½Tab :
jika demam saja)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Penyakit Demam berdarah (DD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk, sedangkan Demam berdarah dengue (DBD) disertai dengan tanda
kebocoran plasma. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak yang bertendensi menimbulkan
syok dan kematian.7,8 Menurut World Health Organization (WHO), demam berdarah (DD)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari
empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam
berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.9,10

3.2 Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Virus dengue
ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. Seorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe yang berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN- 3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat. 7,9
Beberapa pasien demam dengue terus berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD)
yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari setelah onset gejala. Pada pasien juga
bisa didapatkan tanda peringatan (warning sign) yaitu sakit perut, muntah terus-menerus,
perubahan suhu (demam hipotermia), perdarahan, atau perubahan status mental (mudah
marah,bingung). Menurut WHO kriteria demam berdarah dengue ialah demam yang
berlangsung 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit <
100.000/mm3), dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
3.3 Epidemiologi

Sampai saat ini penyakit demam berdarah (DD) masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan endemis di Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) di beberapa daerah endemis yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan.
Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan manifestasi klinis berat yaitu demam
berdarah dengue (DBD) yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar ke Thailand,
Vietnam, Malaysia bahkan Indonesia.4
Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun. Sekitar 50%
penderita DBD berusia 10-15 tahun yang merupakan golongan usia yang tersering menderita
DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit
pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00.
Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah
kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang, Insidence rate (IR) 65,7 per 100.000 penduduk dan
case fatality rate (CFR) sebesar 0,87%. Terjadi penurunan IR DBD jika dibandingkan dengan
tahun 2009 yaitu sebesar 68,22 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan CFR yang
mengalami sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 0,89%.5
World Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, Indonesia
merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD masih menjadi
permasalahan yang serius di Provinsi Jawa Tengah, hal ini terbukti dengan adanya 35
kabupaten/kota yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Sedangkan insidence rate (IR)
DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk. Apabila
dibandingkan dengan tahun 2010 yang jumlahnya 59,8/100.000 penduduk pada tahun 2011
mengalami penurunan yang sangat derastis. Angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) DBD di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 ialah 1,29%. Angka kesakitan tertinggi pada tahun 2011
berada di Kota Semarang dan terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar 4,29/100.000 penduduk.4
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi)
virus dengue dan kondisi geografis setempat.9
3.4 Patogenesis
Demam dengue atau demam berdarah dengue tidak ditularkan dari manusia ke manusia.
Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk setelah menggigit manusia yang mengalami
viremia. Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap
darah.12 Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang dan paru-paru.
Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel
dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.13 Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
14

Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan
ADE.15

Gambar 1. Proses patogenesis infeksi dengue


Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang
memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralizing
serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan
dalam patogenesis DBD dan DSS. Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD
dan DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE).13 Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan
terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue
lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibodi heterologus yang
terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe
baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang
infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1,
IL6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan
terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue.13 TNF alpha akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas.16
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen
yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan.17 Anak di bawah usia 2
tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam
tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akibat adanya infeksi yang persisten.
Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi
proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.18-19
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu,
maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila
antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.13
Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS,
didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.20
3.5 Faktor Risiko
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang
cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu
atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB.6 Faktor risiko
lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang
benar.22 Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama
yang biasa bepergian.22 Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar
rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta
mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak menjadi faktor
risiko.23

3.6 Manifestasi Klinis


Tabel 1. Gejala dan Tanda DD dan Derajat DBD
DD/DBD Derajat Gejala dan Tanda Laboratorium

DD Demam yang disertai  Leukopenia (≤ 5000


salah satu : sel/mm3)
 Trombositopenia (≤
 Sakit kepala 150.000 sel/mm3)
 Nyeri retroorbital  Peningkatan
 Mialgia hematocrit (5– 10%)
 Atralgia/nyeri  Tidak ada bukti
tulang kebocoran plasma
Ruam kulit
 Manifestasi
perdarahan
 Tidak ada bukti
kbocoran plasma
I Demam dan manifestasi  Trombositopenia (≤
perdarahan (uji 100.000 sel/mm3),
tourniquet positif ) serta,  Peningkatan
hematocrit (≥20%)
Adanya bukti kebocoran
plasma

DBD II Seperti pada derajat I  Trombositopenia (≤


ditambah perdarahan 100.000 sel/mm3),
spontan  Peningkatan
hematocrit (≥20%)

DBD III Seperti derajat I dan II  Trombositopenia (≤


ditambah kegagalan 100.000 sel/mm3),
sirkulasi nadi lemah,  Peningkatan
tekanan darah hematocrit (≥20%)
menyempit (≤20
mmHg), hipotensi,
gelisah

DBD IV Seperti pada derajat III  Trombositopenia (≤


ditambah syok yang 100.000 sel/mm3),
nyata dimana tekanan  Peningkatan
darah dan nadi tidak hematocrit (≥20%)
dapat terdeteksi

Manifestasi klinik untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:


 Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.
 Berlangsung antara 2-7 hari.
 Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
 Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen menyebar
 Kadang disertai sakit tenggorok
 Faring dan konjungtiva yang kemerahan
 Dapat disertai kejang demam.2,4
Pasien yang terinfeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam, manifestasi
perdarahan (rumple leede (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia, arthralgia, leukopeni
(<4000µl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning signs) yaitu pada fase
febris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk, tidak mau minum, muntah terus-menerus,
nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah, perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB
hitam, menstruasi berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan- kaki teraba dingin), diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning signs tersebut
digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD).24
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu suhu
badan lebih dari 38 0C, badan terasa lemah dan lesu, gelisah, ujung tangan dan kaki dingin
berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula disertai perdarahan seperti mimisan dan
buang air besar bercampur darah serta turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm.25

Menurut WHO (2012) demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam, fase kritis
dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami demam tinggi secara
mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan, eritema kulit,
myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta
gejala umum seperti anoreksia, mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue
meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan
mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler.24,26 Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi
tidak demam, pasien yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan
berlanjut menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan peningkatan
permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang terbanyak adalah kebocoran
plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8
dari penyakit. Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului
kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada
tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma leakage.
Efusi pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena.26
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis,
reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini ditandai
dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali normal, gejala gastrointestinal membaik
dan status hemodinamik stabil.26
3.7 Diagnosis
Demam Dengue memiliki spektrum presentasi klinis yang luas, seringkali dengan klinis
yang tidak dapat diprediksi dan dibedakan dengan klinis penyakit lain. Tentu saja klinis,
sebagian kecil berkembang menjadi penyakit berat, sebagian besar ditandai dengan kebocoran
plasma dengan atau tanpa haemorrhage. Menentukan derajat keparahan Demam Dengue
sebaiknya dilakukan pada evaluasi penilaian awal ketika pasien masih di triage, untuk
menentukan derajat serta seberapa intensif terapi yang diberikan selanjutnya. Adapun klasifikasi
Demam dengue pada tabel berikut :
Tabel 2. Klasifikasi Demam Dengue
Diagnosis Kriteria
Dengue ± Warning Sign Probable dengue : Warning Sign :
Pasien memiliki riwayat  Nyeri perut atau
tinggal atau sehabis bengkak
bepergian ke daerah  Muntah persisten
endemis Dengue. Kriteria  Akumulasi
nya meliouti demam dan cairan
diikuti leh kriteria berikut :  Pendarahan
 Mual, muntah mukosa
 Ruam  Letargi,
 Nyeri sendi kelelahan
 Tes Torniquet (+)  Pembesaran liver
 Leukopenia > 2 cm
 Tanda Warning  Lab :
sign Peningkatan Ht
dengan penurunan
jumlah platelet
Severe Dengue Sever Plasma Leakage :
 Syok (DSS)
 Akumulasi
cairan
dengan
distress pernapasan
Severe Bleeding :
Evaluasi dari
pemeriksaan fisik
Kerusakan
Organ
 Liver : SGOT/SGPT ≥1000
 CNS :
ganggua
kesadaran
 Gangguan
jantung dan
organ lain.
lain
WHO membuat kriteria diagnose DBD ditegakkan jika memenuhi 2 kriteria klinis
ditambah dengan 2 kriteria laboratorium dibawah ini :

Tabel 3. Kriteria Penegakan Diagnosis DBD


Kriteria Klinis Kriteria Laboratorium A.
A.
1. Demam tinggi mendadak, terus Trombositopenia (≤100.000 mm3)
A.
menerus selama 2- 7 hari
A.
A.
2. Terdapat manfestasi perdarahan Hematokrit ≥ 20% A.
seperti tourniquet positif, A.
petechiae, echimosis, purpura A.
A.
perdarahan mukosa, epistaksis,
A.
perdarahan gusi, hematemesis dan
A.
atau melena,
A.
3. Pembesaran hati A.
A.
1. Syok yang ditandai dengan nadi A.
lemah dan cepat, tekanan nadi A.
turun, tekanan darah turun,kulit A.
dingin dan lembab terutama ujung A.
jari, sianosis sekitar mulut, gelisah A.
A.

Pemeriksaan Laboratorium
Menegakkan diagnosis infeksi dengue dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium
sangat berperan penting pada perawatan pasien, surveilans epidemiologi, pemahaman
patogenesis infeksi dengue dan riset formulasi vaksin. Diagnosis definitif infeksi virus
dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus
atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh (PCR), dan deteksi spesifik dalam serum pasien.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin untuk menapis dan
membantu menegakkan diagnosis pasien demam berdarah dengue.27
1. Tes respon imunologi berdasarkan tes antibodi IgM dan IgG.
Viremia akibat dengue biasanya berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum
timbulnya demam kemudian masa penyakit berlangsung selama empat sampai tujuh hari.
Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan beredar antigen virus dapat dideteksi
(Gambar 2). Respon antibodi terhadap infeksi terdiri dari kemunculan berbagai jenis
imunoglobulin; dan IgM dan IgG merupakan imunoglobulin memiliki nilai diagnostik pada
dengue. Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari 3-5 setelah mulai sakit, naik cepat sekitar
dua minggu dan selanjutnya menurun hingga tingkat yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.

Antibodi IgG dapat dijumpai pada kadar yang rendah hingga akhir minggu pertama,
kemudian meningkat secara tetap bertahap dan dapat bertahan untuk jangka yang panjang
(selama bertahun-tahun). Karena munculnya antibodi IgM ini cukup lambat, yaitu setelah
lima hari sejak timbulnya demam, uji serologis ini biasanya memberikan hasil negatif
selama lima hari pertama sejak pasien mulai sakit. Pada infeksi dengue sekunder (ketika
host sebelumnya telah terinfeksi virus DBD), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG
dapat terdeteksi dengan kadar yang tinggi, bahkan di fase awal, dan bertahan beberapa bulan
sampai seumur hidup. Tingkat antibodi IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-
kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG biasanya digunakan untuk
membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder. Trombositopenia biasanya diamati
antara ketiga dan hari kedelapan penyakit diikuti oleh perubahan hematokrit.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DENV pada lima hari pertama setelah onset
penyakit. Beberapa uji PCR dapat mendeteksi genom virus serta mengisolasi virus untuk
mengenali karakteristik virus yang menginfeksi. Real Time RT-PCR assay saat ini telah
berkembang, namun masih belum tersedia secara umum. RT-PCR sangat bermanfaat
mendeteksi virus pada awal terjadinya infeksi dengan sensitivitas 80-90% dan spesifisitas
mencapai 95%. Hasil PCR yang positif membuktikan adanya infeksi yang baru, serta dapat
memberikan konfirmasi terhadap serotype virus yang menginfeksi. Hasil PCR negatif
diinterpretasika sebagai “indeterminate”. Oleh karena itu, pada pasien dengan hasil PCR
negatif perlu dilakukan konfirmasi serologis setelah hari kelima onset penyakit.

3. Pemeriksaan protein NS1


Protein nonstructural 1 (NS1) merupakan salah satu dari tujuh protein nonstruktural
yang diproduksi oleh DENV. Protein NS1 intrasel berperan sebagai kofaktor dalam proses
replikasi virus, sementara NS1 yang terdapat di permukaan sel maupun dalam bentuk
sekresi bersifat imunogenik. Protein NS1 jenis ini berperan untuk memunculkan respon
imun dari penjamu serta terlibat dalam patogenesis infeksi. terdapat antigen NS1 dengan
jumlah yang banyak di dalam sirkulasi. Oleh karena itu, pemeriksaan antigen NS1 sangat
bermanfaat untuk mendiagnosa infeksi dengue, terutama pada fase awal infeksi sebelum
IgM dan IgG dapat terdeteksi (World Health Organization, 2015). Pemeriksaan untuk
mendeteksi NS1 telah tersedia secara luas. salah satu yang banyak digunakan adalah ELISA.
Pemeriksaan ELISA memiliki spesifisitas yang tinggi. Sebagai contoh, PanbioNS1 capture
ELISA memiliki sensitivitas 60,4-66% dan spesifisitas 97,9-99%
Menurut Kriteria WHO (2011) pemeriksaan laboratorium demam berdarah dengue
adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan Leukosit
Pada fase awal infeksi, jumlah leukosit akan normal atau sedikit menurun.
Leukopenia merupakan gejala khas DBD yang terjadi beriringan dengan
trombositopenia. Leukopenia merupakan penurunan jumlah total leukosit di dalam
sirkulasi, termasuk penurunan jumlah netrofil, limfosit dan monosit. Hal ini dapat
terjadi akibat penurunan produksi maupun peningkatan penggunaan dan
penghancuran leukosit. Infeksi virus akut menyebabkan terjadinya netropenia.
Netropenia biasa terjadi pada dua hari pertama dan dapat menetap selama 3-7
hari. Viremia akut menyebabkan kerusakan pada leukosit. Jumlah sel darah putih
dan neutrofil akan turun, hingga mencapai titik terendah di akhir fase demam.
Perubahan pada jumlah total sel darah putih (<5000sel/mm3) dan rasio neutrofil-
limfosit (neutrophil- limfosit)berguna untuk memprediksi periode kritis kebocoran
plasma. Hal ini mengawali terjadinya trombositopenia atau naiknya hematokrit.
Limfositosis relatif dengan limfosit atipikal meningkat biasa ditemukan pada akhir
fase demam hingga fase pemulihan.

Pemeriksaan Platelet
Pemeriksaan platelet digunakan untuk menentukan derajat dari kebocoran
plasma pada infeksi dengue. Umumnya akan terjadi penurunan jumlah trombosit
disertai peningkatan hemtokrit. Trombositopenia awalnya terjadi akibat penekanan
terhadap sumsum tulang pada fase demam viremia. Trombositopenia progresif
disertai penurunan demam disebabkan oleh destruksi platelet oleh sistem imun. Hal
ini didukung oleh adanya kompleks virus-antibodi yang telah terdeteksi pada
permukaan platelet dari pasien DBD. Perlekatan platelet dengan sel endotel akibat
tingginya pelepasan plateletactivating factor oleh monosit dan infeksi sekunder oleh
serotype berbeda juga semakin memperberat trombositopenia pada pasien.
Trombositopenia berkaitan dengan gejala klinis dari perdarahan yang muncul.
Jumlah platelet normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat terjadi
selanjutnya. Penurunan jumlah platele secara tiba-tiba hingga di bawah 100.000
terjadi di akhir fase demam sebelum onset syok ataupun demam surut. Jumlah
platelet berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain itu, terdapat kerusakan pada
fungsi platelet. Perubahan ini terjadi secara singkat dan kembali normal selama fase
pemulihan.

Pemeriksaan Hematokrit

Hematokrit normal pada fase awal demam. Peningkatan kecil dapat terjadi karena
demam tinggi, anoreksi, dan muntah. Peningkatan hematokrit secara tiba-tiba
terlihat setelah jumlah platelet berkurang. Hemokonsentrasi atau naiknya
hematokrit sebesar 20% dari batas normal merupakan bukti obyektif adanya
kebocoran plasma.

3.8 Diagnosis Banding


1. Campak
campak adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus paramyxovirus, virus
dengan rantai tunggal RNA yang memiliki satu tipe antigen. Penyakit campak bersifat
endemik di seluruh dunia, penyakit ini akan tampak ruam akut dengan ruam yang lebih
banyak dan bercak Koplik yang khas pada selaput lendir mulut. Selalu ditemukan koriza,
dapat menjadi tanda klinis yang spesifik untuk membedakannya terhadap infeksi dengue.
2. Malaria
Persamaan riwayat berkunjung ke daerah endemik menjadikan infeksi dengue mesti
dibedakan dengan malaria. Namun, bagi penderita yang pertama kali terkena malaria,
gejala klasik umumnya akan lebih nyata berupa demam intermitten seperti menggigil
dengan demam tinggi yang diikuti berkeringat. Apabila gejala dan tanda klinis malaria
dapat disingkirkan, serta tidak ditemukan plasmodium pada pemeriksaan darah tepi,
maka diagnosis dengue dapat ditegakkan. Hal ini mengacu pada prediktor seperti bercak-
bercak kemerahan pada kulit, trombositopenia dan lekopenia.
3. Chikungunya
Gejala penyakit yang disebabkan virus chikungunya (yang juga suatu arbovirus) mirip
sekali dengan dengue, terutama mengenai lama demam dan manifestasi perdarahan.
Namun, chikungunya tidak pernah menyebabkan renjatan. Perbedaan utama yang
terlihat pada anak dengan penyakit ini adalah lebih banyak ditemukan keluhan artralgia,
injeksi konjungtiva dan ruam makulopapular. Pada hasil laboratorium lebih sering
ditemukan lekopenia dan sedikit sekali dijumpai kasus dengan trombositopenia.
3.9 Komplikasi

a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak
danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer
dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk
mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila
terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula
darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. 13 Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak
memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen
dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali
dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin. 14

c. Udema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang
dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. Komplikasi demam berdarah
biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam berdarah yang dialami,
pendarahan, dan shock syndrome.

Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi

b. Pendarahan

c. Jumlah platelet yang rendah

d. Hipotensi

e. Bradikardi

f. Kerusakan hati

3.10 Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan demam dengue/demam berdarah dengue bersifat


simtomatis dan suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan. Pasien demam dengue (DD) dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatn intensif. Diagnosis dini dan memberikan edukasi untuk segera dirawat bila
terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak
lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi
masa peralihan dari fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Spektrum klinis
infeksi dengue mencakup infeksi asimtomatik, DD dan DBD, yang ditandai dengan kebocoran
plasma dan manifestasi perdarahan. Pada akhir masa inkubasi, penyakit dimulai secara tiba-tiba
dan diikuti oleh tiga tahap, demam, kritis dan fase pemulihan.

A. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan :
a. Tirah baring, selama masa demam
b. Obat antipiretik atau kompres hangat bila diperlukan.
c. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, susu
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
d. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematocrit sampai fase konvalesens.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok).
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai syok. Oleh karena itu, orang
tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat dan buang air besar berlebih. Pada pasien
yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi observasi.

B. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Perbedaan patofiologis utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Gambaran klinis DBD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak., diastasis hemoragik,
hepatomegaly dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada
bagaian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi.

1. Fase Demam
Pemberian antipiretik bermanfaat menurukan demam <390C. Apabila cairan oral
tidak dapat diberikan oleh karena tidak minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
makan cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang- kadang diperlukan,
tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan jus buah, air the manis, sirup, susu.
Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama.

2. Pemantauan pasien DBB selama fase krisis


Fase kritis DBD (trombositopenia sekitar 100.000 sel / mm3) merupakan periode
terjadinya kebocoran plasma yang dimulai sekitar waktu dari penurunan suhu badan hingga
normal atau transisi dari demam ke tidak demam. Trombositopenia adalah indikator yang
sensitif pada kebocoran plasma, tetapi juga dapat diamati pada pasien dengan DD.
Peningkatan hematokrit > 10% dari baseline merupakan indikator objektif awal kebocoran
plasma. Pemberian cairan intravena harus dimulai jika asupan oral buruk atau peningkatan
hematokrit terus berlanjut serta jika terdapat warning sign.

Parameter-parameter berikut harus dipantau :

 Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala
lainnya.
 Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin sesuai indikasi karena hal tersebut
merupakan petanda awal syok dan mudah/cepat untuk dilakukan.
 Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan darah
harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan 1- 2 jam pada
pasien syok.
 Hematokrit serial harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam jam dalam
kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau
dicurigai mengalami perdarahan. Harus dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan
sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pemeriksaan
hematokrit harus dilakukan setelah bolus cairan dan jangan saat pemberian bolus
cairan sedang berjalan.
 Jumlah urine harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada kasus tidak
berat, per jam pada pasien dengan syok atau dengan kelebihan cairan. Selama
periode ini jumlah output urine harus sekitar 0,5 ml/kg/ jam (harus didasarkan
pada berat badan ideal).
Pada pasien-pasien dewasa atau mereka yang mengalami obesitas atau penderita diabetes
melitus harus menjalani pemeriksaan kadar gula darah. Sementara itu, pasien yang mengalami
syok dan atau dengan komplikasi harus menjalani pemeriksaan laboratorium seperti
diperlihatkan di kotak 13 Perbaikan terhadap nilai laboratorium yang tidak normal harus
dilakukan seperti misalnya: hipoglikemia, hipokalsemia serta asidosis metabolik yang tidak
respon dengan resusitasi cairan. Pemberian vitamin K1 intravena dapat diberikan jika terdapat
pemanjangan waktu protrombin. Perlu dicatat bahwa pada tempat-tempat dimana fasilitas
laboratorium tidak memadai, kalsium glukonat dan vitamin K1 harus diberikan sebagai bagian
dari terapi intravena. Pada keadaan syok dan tidak respon dengan cairan resusitasi intravena,
asidosis mesti dikoreksi dengan NaHCO3 jika pH < 7,3 dan bikarbonat serum < 15 mEq/L.

3.11 Prognosis
Prognosis demam dengue atau dengue fever (DF) umumnya baik, dipengaruhi oleh
adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah
terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat
kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan
penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang
disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.

3.12 Upaya Pencegahan Infeksi Dengue


Untuk memberantas penyakit DD/DBD, seluruh masyarakat harus menjaga kebersihan
agar rumah dan lingkungannya bebas dari nyamuk aedes aegypti. Nyamuk tersebut dapat
berkembang di tempat penampungan air seperti bak mandi, bak WC, tempayan, drum dan barang
yang memungkinkan air tergenang seperti tempat minumburung, pot tanaman air, kalung dan
lain-lain yang dibuang sembarangan. Dalam pemberantasan penyakit ini yang paling penting
adalah upaya membasmi jentik nyamuk yaitu dengan 3M : mengubur, menutup dan menguras.
Selain itu dapat pula dengan cara :
1. Perlindungan diri
Uapaya yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk aedes aegypti
dengan cara memakai lotion nyamuk, obat anti nyamuk bakar maupun kelambu.
2. Pengendalian biologis
Upaya pengendalian biologis contohnya dengan memelihara ikan pemakan jentik.
3. Pengendalian dengan Bahan Kimia
Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk
dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (fogging). Untuk
pemberantasan larva dapat digunakan abate 1% SG. Cara ini biasanya digunakan
dengan menaburkan abatekedalam bejana tempat penampungan air seperti bak
mandi, tempayan, drumdapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan.
BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
dan endemis di Indonesia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi
antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan
atau dengue shock syndrome (DSS).
Berdasarkan kasus yang diuraikan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis dengan Demam Dengue tanpa warning sign dan telah diberiksan
tatalaksana komprehensif sesuai teori. Pada kunjungan yang dilakukan telah diidenfikasi masalah
pada pasien yaitu masalah kebersihan lingkungan rumah pasien.
Telah dilakukan edukasi pasien dan keluarga secara lebih lengkap mengenai penyakit yang
dialami pasien yaitu demam dengue, dan diabetes mellitus serta penatalaksanaan yang dilakukan
terkait penyakit yang dialami pasien. memberikan motivasi dan semangat kepada pasien dan
keluarga mengenai hal-hal positif dan memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa pasien
membutuhkan dukungan dari keluarga, baik dukungan secara psikis maupun yang lain, edukasi
dan mengajak pasien untuk memulai melakukan olahraga yang ringan ketika waktu senggang.
Pasien diingatkan untuk mengonsumsi obat yang diberikan dan rutin melakukan kontrol ke
puskesmas. Kontrol dilakukan bukan hanya pada saat keluhan sudah memberat namun juga
disaat pasien tidak ada keluhan, dengan tujuan adalah untuk mengevaluasi kondisi pasien.
DAFTAR
PUSTAKA

1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on


Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease. 2007; Vol 30:329-40.
2. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003.
3. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Indonesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3: hal . 12-29.
4. .Susanti, Y. Management Function Enquiry Dengue Fever Dengue
Epidemiology In Health City Semarang. Medical Faculty of the University of
Dian Nuswantoro. Semarang; 2014.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010
[internet]. 2011 [cited 2011 Oct 21]. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kesehatan_indonesia_ 2010.pdf
6. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of
International Travel. Med Clin NAm. 2008; Vol. 92: p. 1377-90.
7. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan. Tata
laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: 2006.p 1-6.
8. Tedy B.S, TH. Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah
Medan Tahun 2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. Vol. 1, No. 2, Edisi
Desember 2005.
9. CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of
Health and Human Service Centers for Disease Control and Prevention.
(http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information%20fo
r%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf)
10. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
SudoyoAru W Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 2773-79.
11. Rezeki, Sri H et al. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat jendral 58
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Edisi ke-3.
Jakarta: Departemen Kesehatan
12. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
New Edition. Geneva: World Health Organization; 2009
13. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
www.pediatrikcom/buletin/200602208ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
14. Koraka P, Suharti C, Setiati CE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, et al.
Kinetics of Dengue Virus-specific Immunoglobulin Classes and Subclasses
Correlate with Clinical Outcome of Infection. J Clin Microbio. 2001;Vol. 39
4332-8.
15. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Naskah lengkap,
pelatihan bagi dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam pada
tata laksana kasus DBD. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1999.
16. Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan R, Kurane I. Elevated Levels of
Solube Tumour Necrosis Factor Receptor 1, Thrombomodulin and Solube
Endothelial Cell adhesion Molecules in Patients with Dengue Hemorrhagic
Fever. Dengue Bulletin. 2007;Vol 31:103-10.
17. Gibson RV. Dengue Conundrums. International Journal of Antimicrobial
Agents. 2010;Vol 36(26-39).
18. Sowandoyo E, editor. Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala
Klinik dan Penatalaksanaannya. Seminar Demam Berdarah Dengue di
Indonesia 1998; RS Sumberwaras. Jakarta.
19. Wang S, Patarapotikul HR. AntibodyEnhanced Binding of Dengue Vitus to
Human Platelets. J Virology. 1995;Vol. 213:1254-7.
20. Soegijanto S. Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue Untuk Menurunkan
Prevalensi di Masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 Tahun Pendidikan
Dokter di FK Unair; Surabaya; 2003.
21. Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakti S, Husmann M. Dengue Virus
Infection of Human Endothelial Cells Leads to Chemokin Production,
Complement Activation, and Apoptosis. J Immunol. 1998;Vol 161:6338-46.
22. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne
Dengue Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural
Resources Defense Council Issue Paper; 2009
23. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota
Pekanbaru. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
24. Hapsari, MMDEAH. Tatalaksana Infeksi Dengue. Divisi Infeksi & Penyakit
Tropis Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr KariAdi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang 2014.
25. Depkes RI. Gerakan Indonesia Cinta Sehat Pembangunan Kesehatan dengan
Upaya Promotive- Preventive dengan Tidak Mengabaikan Kuratif dan
Rehabilitatif. Jakarta. 2012.
26. WHO. Handbook for clinical management of dengue. WHO Library
Cataloguing in Publication Data; 2012. p. 39.
27. Sudaryono. Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Berdasarkan
Jenis Imunoglobulin pada Penderita Demam Berdarah Dengue. Perpustakaan:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
28. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition.

Anda mungkin juga menyukai