Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS PUSKESMAS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 16 TAHUN DENGAN


DENGUE HAEMMORHAGE FEVER (DHF)
Diajukan sebagai syarat dalam melaksanakan program dokter internship Indonesia
di Puskesmas Kaliwiro

Disusun oleh :

dr. Nur Indah Meyrianawati

Dokter Pembimbing Klinis :

dr. Moch. Sya’ban

PUSKESMAS KALIWIRO

DINAS KESEHATAN KABUPATEN WONOSOBO

WONOSOBO

2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1


1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 1
1.3 Manfaat........................................................................................................................ 2

BAB II PENYAJIAN KASUS........................................................................................... 3

2.1 Identitas Penderita ........................................................................................................ 3


2.2 Data Dasar.................................................................................................................... 3
2.2.1 Anamnesis .............................................................................................................. 3
2.2.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................... 4
2.2.3 Pemeriksaan Laboratorium ...................................................................................... 6
2.3 Daftar Masalah ........................................................................................................... 8
2.4 Diagnosis.................................................................................................................... 9
2.4.1 Diagnosis Banding .................................................................................................. 9
2.4.2 Diagnosis Kerja....................................................................................................... 9
2.5 Rencana Pemecahan Masalah (Initial Plan) .................................................................. 9
2.6 Prognosis.................................................................................................................. 10
2.7 Follow Up ................................................................................................................ 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 12

3.1 Definisi Demam Dengue ............................................................................................. 12


3.2 Klasifikasi Demam Dengue......................................................................................... 12
3.3 Etiologi Demam Dengue ............................................................................................. 16
3.4 Faktor Risiko Demam Dengue .................................................................................... 16
3.5 Patogenesis Demam Dengue ....................................................................................... 17
3.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Demam Dengue ....................................................... 18
3.7 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue ..................................................................... 22
3.8 Diagnosis Banding Demam Dengue ............................................................................ 23
3.9 Tata Laksana dan Monitoring ...................................................................................... 24
3.10 Komplikasi dan Prognosis Demam Dengue................................................................ 28

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................ 30

4.1 Diagnosis ................................................................................................................... 30


4.2 Tatalaksana ................................................................................................................ 30

ii
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Dengue (DD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes Spp. Sedangkan demam berdarah dengue (DBD) merupakan
gejala demam dengue disertai dengan tanda kebocoran plasma (plasma leakage). DBD
merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Inang (host)
alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-
4 1, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. 2
Virus dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis kebanyakan di wilayah
perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini. Untuk Indonesia dengan iklim tropis yang sangat
cocok untuk pertumbuhan hewan ataupun tumbuhan serta baik bagi tempat berkembangnya
beragam penyakit, terutama penyakit yang dibawa oleh vektor, yakni organisme penyebar
agen patogen dari inang ke inang, seperti nyamuk yang banyak menularkan penyakit. 3
WHO memasukkan Indonesia dalam strata A dengan insidensi demam berdarah dengue
(DBD) yang tinggi, sehingga mengakibatkan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD pada anak. Penyakit demam dengue merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan
penyebarannya semakin luas, penyakit demam dengue ini umumnya menyerang pada usia
anak-anak umur kurang dari 15 tahun dan juga bisa menyerang pada orang dewasa. 2
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia antara
tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke -2 dengan kasus
dengue terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Kasus demam berdarah dengue
(DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus 68.407 tahun 2017 mengalami
penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus. 3
Pada tulisan ini akan disajikan kasus “Seorang Anak Laki-Laki 16 Tahun dengan
Dengue Haemmorhage Fever (DHF)” yang mendapatkan perawatan rawat inap di Instalasi
Rawat Inap Bangsal Tulip Puskesmas Kaliwiro.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan
diagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan data yang
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan
pada pasien anak dengan demam berdarah dengue.

1
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran dalam
menegakkan diagnosis dan mengelola pasien secara komprehensif dan holistik pada pasien
anak dengan demam berdarah dengue.

2
BAB II

PENYAJIAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : An. ADA
Usia : 16 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Durensawit, Selomanik
Agama : Islam
Bangsal : Tulip
Tanggal masuk : 23 Januari 2024

2.2 DATA DASAR


Alloanamnesis dan autoanamnesis dengan ibu, ayah dan pasien sendiri di Bangsal
Tulip Rawat Inap Puskesmas Kaliwiro.
2.2.1 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Demam
b. Perjalanan Penyakit Sekarang :
Sejak ±2 hari yang lalu (21/01/2024), pasien mulai demam tinggi. Demam
mendadak dan terus menerus. Suhu tidak diukur. Demam turun ketika diberi obat
penurun panas namun kembali naik dan tinggi. Mual disertai muntah terus menerus(+),
pasien juga mengeluh badan terasa lemas. Nyeri kepala (+), nyeri otot (-), nyeri perut
(+), nyeri tenggorok (-), ruam (-), bibir berdarah (-), gusi berdarah (-), mimisan (+)
kemarin siang, batuk (-), pilek (-), keluar cairan dari telinga (-). Tidak didapatkan
keluhan bintik merah seperti digigit serangga. Anak BAB 1-2x sehari konsistensi
normal, BAK dalam batas normal. Kemudian karena lemas pasien diantar orangtua
datang ke IGD Puskesmas Kaliwiro.
Di bangsal keadaan umum pasien tampak lemah, kesadaran composmentis,
suhu 36.7 ̊C, mual (+), muntah (-), nyeri kepala (+), nyeri otot (+), nyeri tenggorok (-
), ruam (-), nyeri perut (+), bibir berdarah (-), gusi berdarah(-), mimisan (-), batuk (-),
pilek(-), keluar cairan dari telinga (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat sakit dengue dan tifoid sebelumnya disangkal
• Riwayat sakit saat berkemih disangkal
• Riwayat berpergian ke luar pulau disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
• Riwayat anggota keluarga dengan keluhan serupa disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien saat ini tinggal bersama kedua orangtua dan saudaranya. Tidak ada
riwayat tetangga sekitar mengalami keluhan serupa atau terdiagnosis demam berdarah.
Ayah dan ibu bekerja sebagai petani. Pembiayaan dengan JKN Non PBI. Kesan sosial
ekonomi cukup.

3
f. Riwayat Prenatal :
• Riwayat ANC tidak ingat
• Riwayat sakit saat hamil (-)
• Riwayat hipertensi (-), DM (-)
• Riwayat trauma (-)
g. Riwayat Natal :
• Ibu P1A0, 20 tahun, lahir aterm secara pervaginam spontan, di bidan
• Lahir bayi laki-laki langsung menangis
• BBL dan PBL tidak ingat
h. Riwayat Post Natal :
• Riwayat kuning (-)
• Imunisasi dasar lengkap dan rutin melakukan pengukuran BB serta PB
• Riwayat perkembangan sesuai usia
i. Riwayat Imunisasi :
Keluarga pasien tidak ingat – status imunisasi tidak dapat ditentukan
j. Riwayat Makan dan Minum :
• Sekarang : Makanan keluarga + camilan
Kesan : kuantitas dan kualitas cukup.
k. Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan
Berdasarkan status antropometri dengan kurva CDC untuk anak laki-laki 2-20 tahun
• BB : 59 Kg
• TB : 170 cm
• BMI : 20.4
• Lila : Tidak dilakukan
• HAZ : -0.46 SD
• WAZ : -0.19 SD
• BMI for Age : -0.04

Kesan : gizi baik, berat badan normal, perawakan normal

Perkembangan
Saat ini anak bersekolah di jenjang pendidikan SMP. Anak dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik dan dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Anak
berteman dengan teman-teman usia sebayanya.
Kesan : Perkembangan anak normal sesuai usia.

2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : komposmentis, tampak lemah
b. Tanda Vital :
TD : 118/80 mmHg

4
HR : 104x/menit
SpO2 : 99% room air
RR : 22x/menit
T : 36.7 ℃
N : reguler isi dan tegangan cukup
• Kepala : Mesosefal, hematom (-)
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3 mm
• Telinga : Discharge (-/-) , deformitas (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
• Hidung : Napas cuping (-), discharge (-), epistaksis (-)
• Mulut : Sianosis (-), mukosa kering (-), perdarahan gusi (-)
• Tenggorok : faring hiperemis (-), arcus faring simetris
• Leher : deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran nnll (-/-)
• Kulit : turgor kulit cukup, ruam (-), ptechiae (-)
c. Dada :
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V, 2 cm medial linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), bising (-), murmur (-)
d. Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan epigastrik dan
umbilikal (+)
e. Ekstremitas

Superior Inferior

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Pucat -/- -/-

Ptekiae -/- -/-

CRT <2”/<2” <2”/<2”

5
f. Pemeriksaan lainnya
Rumple Leed : positif
g. Neurologis
Pemeriksaan Motorik Superior Inferior
Kekuatan 5-5-5-5/5-5-5-5 5-5-5-5/5-5-5-5
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
Reflek fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek primitif -/ - - /-
Klonus - /- -/-

2.2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hematologi (23/1/2024)

Hemoglobin 14 gr/dL L : 14-18, P : 12-16

Leukosit 5.6 10^3/uL 5-10

Hematokrit 40.8 % L : 40-48, P : 3.8-5.6

Eritrosit 4.89 10^6/uL L : 4.5-6.5, P : 3.8-5.6

MCH 28.6 pg 16-34

MCV 83.4 fL 80-100

MCHC 34.4 g/dL 32-36

Trombosit 138 10^3/uL 150 – 400 L

Serologis (23/1/2024)

NS-1 Positif Negatif

Basofil Negatif Negatif

Batang Negatif Negatif

6
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hematologi (24/1/2024)

Hemoglobin 14.2 gr/dL L : 14-18, P : 12-16

Leukosit 10^3/uL
3.7 5-10 L

Hematokrit 40.5 % L : 40-48, P : 3.8-5.6

Eritrosit 4.88 10^6/uL L : 4.5-6.5, P : 3.8-5.6

MCH 29.1 pg 16-34

MCV 83.1 fL 80-100

MCHC 35 g/dL 32-36

Trombosit 104 10^3/uL 150 – 400 L

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hematologi (26/1/2024)

Hemoglobin 15.0 gr/dL L : 14-18, P : 12-16

Leukosit 10^3/uL
1.7 5-10 L

Hematokrit 43.4 % L : 40-48, P : 3.8-5.6

Eritrosit 5.22 10^6/uL L : 4.5-6.5, P : 3.8-5.6

MCH 23.7 pg 16-34

MCV 83.2 fL 80-100

MCHC 34.5 g/dL 32-36

Trombosit 71 10^3/uL 150 – 400 L

7
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hematologi (27/1/2024)

Hemoglobin 14.7 gr/dL L : 14-18, P : 12-16

Leukosit 2.1 10^3/uL 5-10


L

Hematokrit 44.2 % L : 40-48, P : 3.8-5.6

Eritrosit 5.17 10^6/uL L : 4.5-6.5, P : 3.8-5.6

MCH 28.5 pg 16-34

MCV 83.4 fL 80-100

MCHC 34.5 g/dL 32-36

Trombosit 52 10^3/uL 150 – 400 L

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hematologi (29/1/2024 – Kontrol Rawat Jalan)

Hemoglobin 15.1 gr/dL L : 14-18, P : 12-16

Leukosit 5 10^3/uL 5-10

Hematokrit 43 % L : 40-48, P : 3.8-5.6

Eritrosit 5.2 10^6/uL L : 4.5-6.5, P : 3.8-5.6

MCH 29 pg 16-34

MCV 83 fL 80-100

MCHC 35 g/dL 32-36

Trombosit 77 10^3/uL 150 – 400 L

2.3 DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. Vomit
3. Riwayat Epistaksis

8
4. Trombositopenia
5. Leukopenia
6. Rumple Leed (+)

2.4 DIAGNOSIS
2.4.1 DIAGNOSIS BANDING
1. Dengue Hemorrhage Fever
2. Demam Tifoid
3. Demam Malaria
4. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
2.4.2 DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Dengue Fever with warning sign – DHF Grade II
2. Diagnosis komorbid :-
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Status perkembangan : perkembangan anak normal sesuai usia
5. Status pertumbuhan : Gizi baik, BB cukup, perawakan normal
6. Status imunisasi : Tidak dapat dinilai
7. Status sosial dan ekonomi: cukup

2.5 RENCANA PEMECAHAN MASALAH (INITIAL PLAN)


2.5.1 Assesment
• DHF grade II
• Dengue Fever with Warning Sign
2.5.2 Initial Plan
Ip Dx : S :-
O :
Ip Tx :
- Infus RL 20 tpm
• Peroral:
• Paracetamol tab 500 mg/8 jam bila demam suhu diatas 38℃
• Sukralfat 3x1 C
• Domperidone tab 3x1
• OMZ cap 2x1
Ip Mx :
• Keadaan umum, tanda-tanda vital, DR/24 jam, urin output
• Memantau warning sign (MP2K3) – muntah terus menerus, perut sakit, perdarahan
mukosa, kesadaran menurun/kejang, kaki tangan dingin, kencing berkurang
Ip Ex :
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan yang akan
dilakukan
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai tatalaksana yang akan
dilakukan

9
2.6 Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : ad bonam

2.7 Follow Up
Tanggal Follow Up Terapi
24/01/2024 S : Badan pegal, pusing (+), nyeri perut (+), P:
mual (+), muntah << Infus RL 20 tpm
O :TD 112/67 , Nadi : 90x/menit, isi dan Paracetamol tab 500
tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 36,7 mg/8 jam
Hasil Lab : Sukralfat 3x1 C
Trombosit : 104.000 Domperidone tab 3x1
Leukosit : 3700 OMZ cap 2x1
A : Obs Febris H3, DHF Vit B Kompleks 2x1
25/01/2024 S : Badan pegal, pusing (+), nyeri perut <<, P:
mual (-), muntah (-) Infus RL 20 tpm
O :TD 102/62 , Nadi : 88x/menit, isi dan Paracetamol tab 500
tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 37,2 mg/8 jam
A : Obs Febris H4, DHF Sukralfat 3x1 C
Domperidone tab 3x1
OMZ cap 2x1
Vit B Kompleks 2x1
26/01/2024 S : Badan pegal, pusing (-), nyeri perut <<, P:
mimisan (+) Infus RL 20 tpm
O :TD 113/66 , Nadi : 80x/menit, isi dan Paracetamol tab 500
tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 37,5 mg/8 jam
Hasil Lab : Sukralfat 3x1 C
Trombosit : 71.000 Domperidone tab 3x1
Leukosit : 1700 OMZ cap 2x1
A : Obs Febris H5, DHF Vit B Kompleks 2x1

27/01/2024 S : Keluhan (-), meminta pulang Infus RL 20 tpm


O : TD 108/74 , Nadi : 72x/menit, isi dan Paracetamol 3x500 mg
tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 36,7 Sukralfat 3x1 C -- Stop
Hasil Lab : Domperidone tab 3x1 --
Trombosit : 52.000 Stop
Leukosit : 2100 OMZ cap 2x1
A : Obs Febris H6, DHF Vit B Kompleks 2x1
28/01/2024 S : Keluhan (-), meminta pulang P : Boleh Pulang
O : TD 113/72 , Nadi : 80x/menit, isi dan Diminta kontrol
tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 36,5 keesokan harinya

29/01/2024 S : Keluhan (-), kontrol rawat inap P:-

10
(Rawat O : TD 110/70 , Nadi : 78x/menit, isi dan
Jalan) tegangan cukup, RR : 20x/menit , T : 36,8
Trombosit : 77.000
Leukosit : 5000
A : DHF - recovery

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Demam Dengue


Demam dengue merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus
dengue single-stranded RNA yang ditularkan oleh spesies nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.4 Nyamuk Aedes menularkan virus dan umum di daerah tropis dan subtropis di
dunia. Penyakit dengue bervariasi dari demam ringan hingga kondisi parah demam
berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok. 5,6 Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom syok (dengue shock syndrome) merupakan demam berdarah dengue
yang ditandai oleh syok.7
3.2 Klasifikasi Dengue
3.2.1 Klasifikasi Dengue menurut WHO 1997
Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi dalam tiga
spektrum klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam
berdarah dengue (DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue ditegaskan bahwa
DBD bukan lanjutan dari DD namun merupakan spektrum klinis yang berbeda.
Perbedaan antara DD dan DBD adalah terjadinya plasma (plasma leakage) pada DBD,
sedangkan pada DD tidak (Gambar 1). Selanjutnya DBD diklasifikasikan dalam empat
derajat penyakit yaitu derajat I dan II untuk DBD tanpa syok, dan derajat III dan IV
untuk sindrom syok dengue. Pembagian derajat penyakit tersebut diperlukan sebagai
landasan pedoman pengobatan. 8

3.2.2 Klasifikasi Dengue menurut WHO 2009


a. Dengue ± warning sign9,10
Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai
dengan demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada klasifikasi
WHO 1997. Pada kelompok dengue without warning signs, perlu diketahui apakah

12
pasien tinggal atau baru kembali dari daerah endemik dengue. Diagnosis tersangka
infeksi dengue ditegakkan apabila terdapat demam ditambah minimal dua gejala
berikut: mual disertai muntah ruam (skin rash) nyeri pada tulang, sendi, atau
retroorbital uji torniket positif, leukopenia, dan gejala lain yang termasuk dalam
warning signs. Pada kelompok dengue without warning signs tersebut perlu
pemantauan yang cermat untuk mendeteksi keadaan kritis.
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah
terus-menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai
kelainan parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi
bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit dan leukopenia. Apabila dijumpai
leukopenia, maka diagnosis lebih mengarah kepada infeksi dengue. Pasien dengue
tanpa warning signs dapat dipantau harian dalam rawat jalan. Namun apabila
warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk
mencegah terjadi syok hipovolemik.
Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung
ke arah terjadinya penurunan volume intravaskular. Hal ini menjadi pegangan bagi
klinisi di tingkat kesehatan primer untuk mendeteksi pasien risiko tinggi dan
merujuk mereka ke tempat perawatan yang lebih lengkap fasilitasnya. Pasien
dengan warning signs harus diklasifikasi ulang apabila dijumpai salah satu tanda
severe dengue. Di samping warning signs, klinisi harus memperhatikan kondisi
klinis yang menyertai infeksi dengue seperti usia bayi, ibu hamil, hemoglobinopati,
diabetes mellitus, dan penyakit penyerta lain yang dapat menyebabkan gejala klinis
dan tata laksana penyakit menjadi lebih kompleks.
b. Severe Dengue 9,11
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe
plasma leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat),
atau severe organ impairment (keterlibatan organ yang berat).
• Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa
perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok
dengue) dan atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
• Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi
hemodinamik yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan
pengganti dan atau transfusi darah. Yang dimaksud dengan perdarahan adalah
semua jenis perdarahan, seperti hematemesis, melena, atau perdarahan lain yang
dapat mengancam kehidupan.
• Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung
(miokarditis), keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya.

13
Gambar 2. Dengue case classification and level of severity Dikutip dari: Dengue Guideline for
Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. New edition, 2009 halaman 11.1

3.2.3 Klasifikasi Dengue menurut WHO 2011


Terdapat perbedaan mendasar pada kedua klasifikasi tersebut, yaitu spektrum
klinis infeksi dengue tidak dibedakan antara kelompok spektrum dengan perembesan
plasma (DBD, DSS) dan tanpa perembesan plasma (DD). Kedua, batasan untuk dengue
± warning signs terlalu luas sehingga akan menyebabkan overdiagnosis. Namun, diakui
bahwa perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD, yaitu expanded dengue
syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestations.
Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun
hampir sama dengan klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue
simtomatik dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue
syndrome terdiri dari isolated organopathy atau unusual manifestation (Gambar 3).
Klasifikasi yang merupakan revisi edisi sebelumnya dimuat dalam buku WHO
“Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever, revised and expanded edition” tahun 2011. 13

14
Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011

Expanded Dengue Syndrome


Kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation tidak jarang terjadi pada
kasus anak. Unusual manifestation atau manifestasi yang tidak lazim, pada umumnya
berhubungan dengan keterlibatan beberapa organ seperti hati, ginjal, jantung, dan
gangguan neurologis pada pasien infeksi dengue (Tabel 1). Kejadian unusual
manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada kasus infeksi dengue tanpa
disertai perembesan plasma.

15
3.3 Etiologi Demam Dengue
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk
Aedes aegypti adalah spesies utama yang menyebar penyakit ini. Virus dengue ini termasuk
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviviride. Infeksi virus ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe yang
berbeda (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dari virus single-stranded RNA.4,13
Keempat serotype tersebut ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype terbanyak dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan dan
menghasilkan imunitas seumur hidup, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau
4 serotipe yang berbeda selama hidupnya. 5,7,14
3.4 Faktor Risiko Dengue
a. Lingkungan rumah15
• Jarak rumah, jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu
rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk
menyebar kerumah sebelah menyebelah.
• Tata rumah, bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan
pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi
atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular

16
membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakan dan kumuh
mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
• Jenis kontainer, macam kontainer, termasuk macam kontainer disini adalah
jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal
air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur.
• Ketinggian tempat dan iklim, tempat, pengaruh variasi ketinggian berpengaruh
terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan
ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut.
b. Lingkungan biologi
Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi
kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah. Adanya kelembaban yang tinggi dan
kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
hinggap beristirahat. 15
c. Lingkungan sosial
Lingkungan Sosial, kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan
kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju,
kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan
halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan
sarang nyamuk, maka akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan
penyakit DBD di dalam masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana
masyarakat sulit mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk
menyimpan air dalam tandon bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan
dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti.15
Salah satu faktor risiko penularannya bisa juga disebabkan oleh pertumbuhan
penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan
prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga
memungkin terjadinya KLB. 16
3.5 Patogenesis Demam Dengue
Demam dengue adalah infeksi mirip flu berat yang melibatkan individu dari semua
kelompok umur (bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa). Penularan antar manusia
terjadi oleh nyamuk Aedes aegypti dan terutama terjadi pada musim hujan. Etiologi yang
diusulkan untuk infeksi virus dengue adalah:
• Replikasi virus, terutama di makrofag
• Infeksi kulit langsung oleh virus
• Mekanisme imunologis dan kimiawi yang diinduksi oleh interaksi host-virus
Virus dengue masuk ke organisme inang melalui kulit setelah gigitan nyamuk yang
terinfeksi. Respon imun humoral, seluler, dan bawaan terlibat dalam perkembangan
penyakit dan tanda-tanda klinis yang lebih parah terjadi setelah pembersihan virus yang
cepat dari organisme inang. Oleh karena itu, presentasi klinis yang paling parah selama
perjalanan infeksi tidak berkorelasi dengan viral load yang tinggi. Perubahan permeabilitas
mikrovaskuler endotel dan mekanisme tromboregulasi menyebabkan peningkatan

17
kehilangan protein dan plasma. Teori yang diusulkan menunjukkan bahwa aktivasi sel
endotel yang disebabkan oleh monosit, sel T, sistem komplemen, dan berbagai molekul
inflamasi memediasi kebocoran plasma. Trombositopenia mungkin berhubungan dengan
perubahan megakariositopoiesis, yang dimanifestasikan oleh infeksi sel hematopoietik
manusia dan gangguan pertumbuhan sel progenitor. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi,
kerusakan, atau penipisan trombosit, yang menyebabkan perdarahan yang signifikan .17

Gambar 4. Patogenesis infeksi virus dengue


3.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dengue
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria
diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tata laksana
kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu
kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan,
surveilans, penelitian dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif. 18
a. Kriteria Diagnosis Klinis
Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas
kriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD),
Demam Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan Expanded
Dengue Syndrome (unusual manifestation). (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI,
2014)
1) Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih gejala/tanda
penyerta:
• Nyeri kepala
• Nyeri retroorbital

18
• Nyeri otot & tulang
• Ruam kulit
• Manifestasi perdarahan
• Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
• Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
• Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
• Tidak ada bukti kebocoran plasma
2) Demam Berdarah Dengue (DBD)
a) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
• Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus
• Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif.
• Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
• Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
- Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline atau
penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
- Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia
b) Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:
• Demam
- Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
- Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-hati
karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3 sampai ke-
6, adalah fase kritis terjadinya syok.
• Tanda-tanda perdarahan
- Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia
dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple Leed/ uji bendung), petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul pada
hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3
demam.
- Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.

19
Gambar 5. Uji tourniquet

• Hepatomegali (pembesaran hati)


- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di
bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus Xifoideus
- Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan
oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada
anak besar dari pada anak kecil.
• Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
syok pada penderita Demam Berdarah Dengue dapat dilihat pada Boks A

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)


- Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue

20
- Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi

3) Expanded Dengue Syndrom (EDS)


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik yang
disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus
dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
• Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Perdarahan hebat
• Gagal ginjal akut
• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
• Infeksi ganda
b. Kriteria Diagnosis Laboratoris
Kriteria Diagnosis Laboratoris infeksi dengue baik demam dengue,demam berdarah
dengue maupun expanded dengue syndrom terdiri atas:
1) Probable; apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi
antidengue (deteksi antibodi) serum tunggal dan/atau penderita bertempat tinggal/
pernah berkunjung ke daerah endemis DBD dalam kurun waktu masa inkubasi.
2) Confirmed; apabila diagnosis klinis diperkuat dengan sekurang-kurangnya salah
satu pemeriksaan berikut:
• Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.

21
• Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibody 4 kali pada
pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik
untuk virus dengue
• Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau
cairan serebrospinal (LCS) dengan metode immunohistochemistry,
immunofluoressence atau serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif
menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
• Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
atau pemeriksaan NS1 dengue.

Gambar 6. Klasifikasi kasus dengue: dengue dengan atau tanpa warning sign dan severe dengue
(dimodifikasi dari pedoman WHO 2009).4

3.7 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue


Di berbagai kasus, petekie dan uji tourniquet tidak selalu ditemukan pada pasien demam
dengue. Pemeriksaan penunjang lainnya perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
demam dengue.
1. Hematologi19,20
a. Leukosit
• Sebagian besar pasien dengue akan mengalami leukopenia dengan dominasi
sel neutrofil.
• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4%
di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke
tujuh.
b. Trombosit

22
Pemeriksaan trombosit dapat dilakukan secara tidak langsung (semi kuantitatif)
atau secara langsung (Rees-Ecker). Jumlah trombosit rendah (≤100.000/μl)
biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7 sakit. Pemeriksaan trombosit
perlu diulang setiap 4-6 jam hingga terbukti bahwa jumlah trombosit dalam
batas normal atau keadaan klinis penderita sudah baik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menunjukkan terjadinya kebocoran atau
perembesan plasma, maka dari itu pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
yang penting dan perlu dilakukan secara berkala. Peningkatan nilai hematokrit
≥20% disertai turunnya hitung trombosit yang tampak saat demam mulai turun
atau saat pasien mulai masuk ke dalam fase kritis/syok menunjukkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma yang bermakna dan
mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan tubuh.
d. Peningkatan kadar AST dan ALT
2. Pemeriksaan Virologis dan Serologis4,13,21
Pemeriksaan virologis dan serologis ini merupakan pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemilihan jenis pemeriksaan dapat
disesuaikan dengan onset sakit saat pemeriksaan dilakukan. Sensitivitas masing-
masing pemeriksaan dipengaruhi oleh durasi dan keparahan penyakitnya.
a. RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction) atau dengue virus
NS1 (virus-expressed soluble non-structural protein 1) Ag assay
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi antigen dari virus dengue.
Pemeriksaan ini paling baik dilakukan apabila penyakit masih berjalan akut atau
pada hari ke-2 atau ke-3 hari, akan tetapi tetap dapat mendeteksi antigen hingga
hari ke-7 atau lebih terutama pada kasus berat. Sampel untuk pemeriksaan ini
dapat diambil dari serum, jaringan, saliva, dan urin.
b. ELISA (IgM/IgG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi dengue IgM dan IgG.
Antibodi IgM menunjukkan fase akut sedangkan IgG menunjukkan perjalanan
penyakit telah mencapai fase konvalesen. Kedua antibodi ini juga dapat
menentukan apakah ini infeksi primer atau infeksi sekunder. Pemeriksaan ini
tidak dapat dilakukan di awal penyakit dan paling baik dilakukan pada sekitar
hari ke-5.
3. Radiologi19
Pemeriksaan radiologi dapat menambah informasi dan membantu penegakan
diagnosis. Apabila telah terjadi kebocoran plasma berat dan terjadi efusi pleura, hal
tersebut dapat terdeteksi pada pemeriksaan x foto toraks posisi right lateral
decubitus. Pemeriksaan radiologis lain seperti USG juga dapat mendeteksi efusi
pleura, asites, hepatosplenonegali.

3.8 Diagnosis Banding Demam Dengue 20


Diagnosis banding pada demam dengue meliputi:
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding meliputi infeksi bakteri, virus, atau
protozoa seperti infeksi Covid-19, demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

23
chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi dapat
menjadi pembeda demam dengue dengan penyakit lain.
b. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis dan meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak terlihat sakit berat,
demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Selain itu terdapat leukositosis
disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis) pada
sepsis. Pada meningitis meningkokokus terdapat rangsangan meningeal yang positif
dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
c. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) juga dapat menjadi diagnosis banding dari
demam dengue dimana salah satu manifestasi klinis dari ITP adalah demam dan
perdarahan di mukosa kulit. Hal yang dapat membedakan adalah pada ITP tidak terjadi
hemokonsentrasi dan pada fase penyembuhan ITP mengalami kenaikan trombosit yang
lebih cepat.
d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.

3.9 Tata Laksana Demam Dengue


Pengobatan pada infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif. Pada awal perjalanan
demam dengue, gejala dan tanda yang muncul biasanya tidak spesifik, oleh karena itu
masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang mungkin
merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal dapat berup a panas
tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari, badan
lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan
nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakan,
regangkan kulit pasien. Apabila bintik merah menghilang, maka bukan tanda penyakit
dengue.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan
pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 10-15 mg/kgBB/ kali untuk anak. Asetosal, salisilat,
ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat
gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat
d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali
cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah).
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak
memberikan apapun lewat mulut selama kejang)
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda
lain seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah -muntah, gelisah,
dan/atau mimisan, maka segera bawa pasien ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan
untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan.
Pasien demam dengue dapat melaksanakan perawatan jalan. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

24
3) Untuk menurunkan suhu menjadi
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens. Pada
pasien demam dengue, suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua, pasien harus diobservasi mengenai komplikasi yang
dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena
kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, dimana pada demam dengue akan
terjadi penyembuhan sedangkan pada DHF terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi
(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok.
Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang
air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien
yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi
diobservasi. 19

Gambar 7. Algoritma penanganan Dengue

Tatalaksana berdasarkan fase perjalanan penyakit 22


a. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan/atau cairan oral apabila
anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
Medikamentosa :
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

25
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahansaluran
cerna kortikosteroid tidak diberikan.
o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Suportif :

o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% deficit


o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
b. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit,
disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam

Gambar 8. Algoritma Tatalaksana Dengue disertai tanda bahaya

c. DBD dengan Syok (DBD grade IV)


o Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat
cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
o Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan
o bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium
o yang tidak normal
o Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
review hematokrit sebelum resusitasi)

26
o Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /
jalur arteri)
o Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

Gambar 9. Algoritma Tatalaksana Dengue dengan Syok Terkompensasi


o

Gambar 10. Algoritma Tatalaksana Dengue dengan Syok Dekompensasi

27
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat
atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal
pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam
2-5 menit.
d. Perdarahan Hebat
o Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah
segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah.
Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur,
10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
o Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton
dapat digunakan.
o Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini
dapat menyebabkan kelebihan cairan.
e. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap
12-24 jam.

3.10 Komplikasi dan Prognosis Dengue


Demam dengue umumnya tidak menyebabkan komplikasi yang berat atau serius.
Demam dengue dengan perdarahan dapat terjadi sebagai akibat adanya penyakit lain yang
mendasari seperti ulkus peptikum, trombositopenia dan trauma. Selain itu, komplikasi
demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis, keratitis, dan
retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan, diantaranya penurunan kesadaran,
paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati. Sedangkan
pada demam berdarah dengue, komplikasi yang terjadi biasanya dikaitkan dengan syok
yang nyata atau berlangsung lama sehingga dapat menyebabkan asisdosis metabolik dan
perdarahan hebat sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan
kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting diperhatikan
adalah bahwa pemberian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma juga
dapat menyebabkan efusi yang masif dan gangguan pernafasan, bendungan paru akut
dan/atau gagal jantung. Cairan yang terus diberikan setelah berakhirnya periode kebocoran
plasma dapat berakibat edema paru akut ataupun gagal jantung, khususnya dengan adanya
reabsorbsi cairan yang sebelumnya mengalami ekstravasasi. Selain itu, syok yang
nyata/berlama-lama serta pemberian cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan
metabolik/elektrolit. Gangguan metabolik yang paling sering ditemukan adalah
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Hal ini dapat
berakibat munculnya berbagai manifestasi yang jarang, misalnya kejang, ensefalopati.

28
Prognosis untuk demam dengue sangat ditentukan oleh kapan diagnosis ditegakkan,
keterlibatan kebocoran plasma dan deteksinya, cepat tidaknya penanganan diberikan, umur,
dan keadaan nutrisi. Prognosis untuk demam dengue umumnya cukup baik apabila
ditangani dengan baik. Pada DBD, prognosis DBD derajat I dan II juga umumnya baik.
DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol adalah sekitar 40-50% tetapi dengan terapi
penggantian cairan yang baik angkanya dapat turun menjadi 1-2%. Penelitian pada orang
dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit DBD pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
Pada kasus-kasus DBD yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk.4,23

29
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Anamnesis pada pasien ditemukan adanya keluhan demam yang berlangsung
terus menerus, muntah terus menerus, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri perut dan
didapatkan adanya keluhan mimisan. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan nyeri
tekan pada epigastrik, umbilikal, dan regio hipokondria dekstra. Hasil laboratorium
pasien menunjukan adanya trombositopeni, dan leukopenia. Nilai hematokrit pasien
cenderung normal, namun terus terjadi peningkatan hematokrit hingga demam hari ke-
6. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien dapat didiagnosis sebagai Dengue with
warning sign apabila mengacu pada pedoman WHO tahun 2009, dikarenakan terdapat
tanda bahaya berupa nyeri perut, riwayat muntah terus menerus dan disertai trombosit
yang cenderung terus menurun. Apabila mengacu pada pedoman WHO tahun 2011,
pasien dapat digolongkan sebagai DBD grade II, karena ditemukan adanya perdarahan
spontan disertai trombositopeni. Namun, pada kasus ini rembesan plasma seharusnya
dibuktikan dengan adanya pemeriksaan penunjang lebih lanjut, seperti pemeriksaan X-
Foto Thoraks posisi RLD untuk melihat efusi pleura, USG untuk memastikan adanya
ascites minimal, dan hepatosplenomegali serta pemeriksaan albumin untuk memastikan
adanya hipoalbumin.10, 17
Pemeriksaan hematokrit pada pasien tidak dapat menjadi acuan pasti dalam
menentukan adanya hemokonsentrasi. Hal ini disebabkan karena tidak diketahuinya
baseline hematokrit pasien dalam keadaaan sehat. Anak usia 10 tahun memiliki kadar
hematokrit berkisar di antara 36–40%, Laki-laki dewasa berkisar di antara 42–54%,
sementara pada remaja kadar hematokrit cenderung lebih bervariasi dikarenakan pada
remaja hematokrit berubah-ubah cenderung bertambahnya usia. 23 Namun hematokrit
pasien menunjukan adanya peningkatan seiring dengan turunnya trombosit.
Pada pasien juga ditemukan adanya nyeri perut serta riwayat muntah terus
menerus sebelum pasien datang ke puskesmas. Beberapa studi sebelumnya mengaitkan
gangguan gastrointestinal yang terjadi pada DHF dengan kejadian abnormalitas pada
organ intraabdomen seperti hepatitiss akut, kolestitis, pankreatitis akut, enterititis akut,
dan gastritis erosif. 24 Epistaksis pada pasien juga ditemukan, hal ini disebabkan karena
terjadinya trombositopenia, dan disfungsi platelet menyebabkan terjadinya peningkatan
fragility pada pembuluh darah kapiler yang dapat menyebabkan manifestasi perdarahan
termasuk di dalamnya terbentuknya petekie, gusi mudah berdarah dan terjadinya
mimisan.25

4.2 Terapi

Terapi yang diberikan pada pasien selama di puskesmas adalah terapi suportif.
Pasien mendapatkan infus RL dengan kecepatan 20 tpm atau sama dengan 1 cc/menit
dengan estimasi 500 cc/8 jam, dengan terapi medikamentosa yang diberikan, yaitu
pemeberian parasetamol, sukralfat, domperidone, omeprazole, dan pemberian vitamin
B Kompleks.

30
Terapi utama dalam penanganan DBD adalah pemberian cairan dan terapi
simtomatik. Terapi cairan yang tepat pada DBD diberikan secara bertahap, yaitu 5 -7
cc/kgbb/jam dalam 1-2 cc jam pertama, kemudian dilanjutkan 3-5 cc/kgbb/jam dalam
2-4 jam berikutnya, dilanjutkan 2-3 cc/kgbb/jam yang kemudian bila hasil evaluasi
menunjukkan adanya perbaikan maka pemberian cairan infus dapat diberikan cairan
rumatan. Pada pasien ini didapatkan cairan rumatan pasien dengan menggunakan rumus
Holiday Segar adalah 2280 cc/24 jam. Pemberian cairan intravena sebaiknya dihentikan
setelah 48 jam setelah adanya perbaikan klinis pasien. Namun, tentunya pemberian
cairan secara bertahap ini tidak mudah untuk dilakukan di pelayanan faskes tingkat
pertama karena kendala keterbatasan alat.22

Holiday Segar : Kebutuhan cairan normal rumatan

• 10 kg pertama : x 100ml/kgbb
• 10 kg kedua : x50ml/kgbb
• Sisanya : x20ml/kgbb

Pada terapi simtomatik pasien DBD yang utamanya diberikan pada pasien
adalah pemberian antipiretik, dengan pilihan utamanya yaitu parasetamol. Pemberian
terapi simtomatik lainnya seperti antiemetik dan antasida tidak terlalu dianjurkan
karena dapat memperberat kerja fungsi hepar. 22 Pada pasien diberikan terapi sukralfat,
omeprazole dan domperidone.

Sukralfat diindikasikan untuk diberikan pada pasien-pasien yang mengalami


ulseratif pada traktus gastrointestinal, dan pada gastritis kronik. Penggunaan sukralfat
aman digunakan pada orang dewasa, namun keamanan penggunaannya pada anak-anak
masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 27 Omeprazole merupakan obat golongan
Proton Pump Inhibitor yang juga diindikasikan untuk pengobatan ulseratif pada
gastrointestinal, dapat digunakan sebagai NSAID apabila terjadi ulseratif, dan dapat
sebagai terapi suportif pada pengobatan eradikasi H. Pylori. 28 Pasien diberikan
domperidone sebagai antiemetic.Penggunaan domperidone sebaiknya tidak diberikan
dalam jangka waktu yang panjang, karena efek sampingnya yang dapat menimbulkan
extrapyramidal syndrome. Domperidone sendiri diindikasikan untuk anak-anak usia
>12 tahun. 29,30 Studi yang dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa apabila terdapat
nyeri pada pasien yang terkena infeksi arbovirus, pasien dapat diberikan parasetamol
atau metamizole dibandingkan NSAID lainnya. 31

31
BAB V

KESIMPULAN

Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien


menunjukkan bahwa pasien terdiagnosis Dengue with warning sign menurut pedoman
WHO 2009 atau DHF Grade II menurut pedoman WHO tahun 2011. Hal ini disebabkan
karena ditemukannya riwayat muntah terus menerus dan nyeri perut, serta didapatkan
rumple leed pasien positif serta terjadinya epistaksis. Pasien terkonfirmasi teriinfeksi
virus dengue dengan pemeriksaan NS-1 yang menunjukan hasil positif, pemeriksaan
darah rutin menunjukkan adanya leukopeni dan trombositopeni hingga 52.000.
Pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti X-Foto Thorax dalam posisi RLD, USG
Abdomen diperlukan untuk melihat adanya penumpukkan cairan di rongga thorax
ataupun di cavum abdomen. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut tidak dilakukan di
faskes tingkat pertama karena keterbatasan sarana dan prasarana.

Terapi cairan merupakan terapi utama yang diperlukan pasien DBD yang
dirawat inap, pemberian terapi simtomatik dapat diberikan salah satunya dengan
pemberian antipiretik. Pemberian terapi simtomatik seperti pemberian antacid, anti
emetic tidak terlalu diperlukan dikarenakan hal ini dapat memperberat kerja fungsi
hepar pasien. Terapi antinyeri yang direkomendasikan adalah pemberian parasetamol
dan pemberan metamizole.

Perlu dilakukan pemantauan keadaan umum, tanda-tanda vital, status hidrasi


dan trombosit secara berkala untuk menilai kondisi pasien. Prognosis untuk demam
dengue umumnya cukup baik apabila ditangani dengan baik. Pada DBD, prognosis
DBD derajat I dan II juga umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi
secara cepat maka pasien dapat ditolong.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on Immunopathogenesis.


Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease. 2007; Vol 30:329-40.
2. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Indonesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3: hal . 12 -29.
3. Kemenkes RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2017.
Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017.
4. Tantawichien T, Thisayakorn U. Dengue. Neglected Tropical Diseases - South Asia.
2018 Mar 20:329–48. doi: 10.1007/978-3-319-68493-2_10. PMCID: PMC7123783.
5. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. [Updated 2022 Apr 22]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/
6. Khetarpal N, Khanna I. Dengue Fever: Causes, Complications, and Vaccine Strategies.
J Immunol Res. 2016;2016:6803098. doi: 10.1155/2016/6803098. Epub 2016 Jul 20.
PMID: 27525287; PMCID: PMC4971387.
7. CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of Health and
Human Service Centers for Disease Control and Prevention.
8. World Health Organization. Dengue, guidelines for diagnosis, treatment, prevention,
and control. Geneva: World Health Organization; 1997.
9. World Health Organization. Dengue, guidelines for diagnosis, treatment, prevention,
and control. New edition, 2009. World Health Organization (WHO) and Special
Program for Research and Training in Tropical Diseases (TDR). France: WHO; 2009.
10. Barniol J, Gaczkowski R, Barbato EV, da Cunha RV, Laksono IS, Lum CS, dkk.
Usefulness and applicability of the revised dengue case classification by disease: multi-
centre study in 18 countries. BMC Infect Dis. 2011;11:106 -11.
11. World Health Organization. Severe dengue [diakses tanggal 14 Februari 2024].
Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
12. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi:
Regional office for South-East Asia; 2011.
13. Kularatne SA, Dalugama C. Dengue infection: Global importance, immunopathology
and management. Clin Med (Lond). 2022;22(1):9-13. doi:10.7861/clinmed.2021-0791
14. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan. Tatalaksana
demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: 2006.p 1-6.
15. Prasetyani, RD. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue. Majority (4): 7. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
16. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of
International Travel. Med Clin NAm. 2008; Vol. 92: p. 1377-90.
17. Hasan S, Jamdar SF, Alalowi M, Al Ageel Al Beaiji SM. Dengue virus: A global human
threat: Review of literature. J Int Soc Prev Community Dent. 2016;6(1):1-6.
doi:10.4103/2231-0762.175416.

33
18. Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue Di Indonesia. Jakarta.
19. Indonesia KKR. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di
Indonesia. Pedoman Pencegah dan Pengendali demam berdarah di Indones. 2017;5:1–
128.
20. Satari HI. Pitfalls pada Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Dengue dalam Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2012. 27–39 p.
21. Raafat N, Blacksell SD, Maude RJ. A review of dengue diagnostics and implications
for surveillance and control. Trans R Soc Trop Med Hyg [Internet]. 2019;113:653–660.
22. Rahma K, Mulya. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. 2019
23. Yusoff NSBM, Suardamana K. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. 2018.
24. Pluncevic Gligoroska J, Gontarev S, Dejanova B, Todorovska L, Shukova Stojmanova
D, Manchevska S. Red Blood Cell Variables in Children and Adolescents regarding the
Age and Sex. Iran J Public Health. 2019 Apr;48(4):704 -712. PMID: 31110981;
PMCID: PMC6500523.
25. Khanna S, Vij JC, Khumar VA, et al. Etiology of abdominal pain in dengue fever.
Dengue Bulletin 2005;29:85-5.
26. Nachman, R. L., and S. Rafii. 2008. Platelets, petechiae, and preservation of the
vascular wall. N. Engl. J. Med. 359:1261-1270
27. FDA. Cerafate ® (sucralfate) Oral Suspension Description Clinical Pharmocology.
Published online 2017.
28. Shah N, Gossman W. Omeprazole. [Updated 2023 Feb 7]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-
29. Shahbaz A, Elahi K, Affan M, Shahid MF, Sabir A. Acute Dystonia Secondary to
Domperidone in a Pediatric Patient. Cureus. 2018;10(11):10-11.
doi:10.7759/cureus.3587
30. FDA. Information about Domperidone. Published 2023. Accessed February 17, 2024.
https://www.fda.gov/drugs/information-drug-class/information-about-domperidone
31. PAHO. Guidelines for the Clinical Diagnosis and Treatment of Dengue, Chikungunya,
and Zika.; 2022. doi:10.37774/9789275124871

34

Anda mungkin juga menyukai