Anda di halaman 1dari 35

Referat

Dengue Hemorrhagic Fever

Oleh:
AFIYAH PUTRI ZADA
1911901002

Pembimbing:
dr. Lasiah Susanti, MPH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan referat tentang “Dengue
Hemorrhagic Fever” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr.
Lasiah Susanti, MPH yang telah bersedia membimbing kami, sehingga tugas ini dapat
selesai pada waktunya.

Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Penulis berharap agar
referat ini dapat memberi manfaat kepada semua orang demi perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan referat ini dapat


bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

Pekanbaru, 29 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
2.1 Definisi Dengue Hemorrhagic Fever...................................................2
2.2 Epidemiologi Dengue Hemorrhagic Fever..........................................2
2.3 Etiologi Dengue Hemorrhagic Fever...................................................3
2.4 Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever............................................3
2.5 Manifestasi Klinis Dengue Hemorrhagic Fever...................................6
2.6 Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever..............................................14
2.7 Diagnosis Banding Dengue HemorrhagicFever.................................17
2.8 Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever....................................17
2.9 Komplikasi Dengue Hemorrhagic Fever...........................................22
2.10 Prognosis Dengue Hemorrhagic Fever...........................................22
2.11 Pencegahan Dengue Hemorrhagic Fever.........................................22
2.12 Kriteria Pulang Rawat.....................................................................23
2.13 Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit…… ……….23
III. Kesimpulan....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Tingkat Keparahan DBD menurut WHO
2011…………………………………………………………….....................7
Tabel 2. Hemodinamik Pada Anak...........................................................................11
Tabel 3. Penyulit Fase Klinis Demam Berdarah Dengue............................................13

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.....................................................5
Gambar 2. Fase Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue..................................8
Gambar 3. Alur Diagnosa Infeksi Virus Dengue..................................................15
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana DBD...............................................................18
Gambar 5. Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dan II Hematokrit........................19
Gambar 6. Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dengan Peningkatan Hct ≥ 20......20
Gambar 7. Algoritma Tatalaksana DBD derajat III dan IV..................................21

v
I PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang paling luas penyebarannya di


negara tropik termasuk Indonesia. Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan
vektor nyamuk Stegomiya Aegipty (Aedes Aegipty) dan Stegomiya Albopictus
(Aedes Albopictus). Trasmisi virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik.
Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor virus, vektor nyamuk, dan penjamu
manusia. Sedangkan faktor abiotik adalah suhu lingkungan, kelembapan, dan
curah hujan. Penyakit ini disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan
DENV-4, ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, dengan DENV-3 merupakan
serotipe dominan dan sering berhubungan dengan kasus yang berat.1
Demam berdarah terdiri atas dengue non hemorrhagic fever dan Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF). Gejala utama dari demam berdarah ditandai dengan
kebocoran plasma dengan atau tanpa pendarahan, yang dapat menyebabkan
kolaps sirkulasi, dengan manifestasi berupa syok. Keadaan ini disebut Dengue
Syok Syndrome (DSS). Tingkat kematian kasus pada pasien biasanya terjadi pada
infeksi dengue berat seperti pada sindrom syok dengue (DSS) atau bila telah
terjadi komplikasi.2
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat
dan penyebarannya semakin luas. Pada umumnya menyerang pada usia anak-anak
umur kurang dari 15 tahun dan juga bisa menyerang pada orang dewasa. Menurut
data WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara
tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan
kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. 3 Insiden demam
berdarah telah meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir, dengan
perkiraan 40% -50% populasi dunia berisiko terkena penyakit di daerah tropis,
subtropis, dan, yang terbaru, daerah yang lebih beriklim sedang. 4

1
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dengue Hemorrhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue, disebabkan oleh infeksi virus dengue (1,2,3,4)
ditularkan dari nyamuk Aedes Aegepti dan Aedes Albopticus, yang menggigit
orang sehat.2

2.2 Epidemiologi

Dilaporkan terjadi lonjakan kasus infeksi dengue, didaerah tropis


maupun sub tropis di Asia. Infeksi dengue di Indonesia meningkat pada
kelompok usia remaja, dan dewasa muda mencapai >50% kasus. Data
nasional tahun 2016 didapatkan pada usia<1 tahun (2.6%), 1-4 tahun
(12.2%), 5-14 tahun (39.9%), 15-44 tahun (36.1%), >44 tahun (9.13%).
Pasien yang menderita viremia, umumnya pulang dari negara endemik
dengue. Infeksi dengue merupakan salah satu penyebab perawatan dan
kematian pada anak dan dewasa muda.2
Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe virus dengue,
yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing serotipe
mempunyai beberapa galur (strain) atau genotipe yang berbeda. Serotipe
yang dapat ditemukan dan yang paling banyak beredar di suatu negara atau
area geografis tertentu berbeda-beda. Di Indonesia keempat serotipe virus
dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling
virulen.1

Nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai spesies


kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk ini
merupakan nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk
menggigit manusia (antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu
individu (multiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Saat nyamuk
menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke
dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari

2
3

fase demam. Nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia lain.


Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu antara lain ditentukan
oleh status imun dan faktor genetik pejamu. Faktor abiotik seperti suhu
lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam
penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan
membuat nyamuk mengalami dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri
nyamuk akan lebih sering menggigit manusia. Peningkatan curah hujan,
terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan dilaporkan
berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue.5

2.3 Etiologi
Demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe berbeda
(DENV 1-4) dari virus RNA untai tunggal dari genus Flavivirus. Infeksi oleh
satu serotipe menghasilkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
tersebut tetapi tidak pada serotipe lain.6 Terdapat 4 serotipe virus dengue
yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4. Merupakan virus RNA single stranded dari family
Flaviviridae, dan genus Flavivirus. Serotipe DENV-2 dan DENV-3
dilaporkan lebih virulen dari serotipe lain.2
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar
antara
3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada
hari
keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam
tubuh
nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.12
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi DHF yaitu berawal dari gigitan nyamuk aedes yang
membawa virus dengue. Kemudian virus beredar melalui aliran darah
(viremia). Viremia kemudian mengaktivasi sistem komplemen dan mediator
inflamasi, yang kemudian menyebabkan proses inflamasi. Proses inflamasi
mengaktivasi interleukin 1 di hipotalamus, kemudian menyebabkan
4

pengeluaran prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan peningkatan kerja


thermostat, sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh, dan terjadi demam.
Proses inflamasi juga akan menekan ujung saraf bebas, sehingga
menyebabkan nyeri pada otot dan sendi. 2
Aktivasi komplemen kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran kapiler. Sehingga menyebabkan kebocoran plasma dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Yang bila tidak ditatalaksana dengan tepat, dapat
menyebabkan syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan
agregasi trombosit, sehingga menyebabkan jumlah trombosit di vaskular
berkurang. Akibat jumlah trombosit yang berkurang ini, menyebabkan
berkurangnya koagulasi darah, sehingga dapat menyebabkan perdarahan
spontan seperti ptekie, ruam kulit, perdarahan gusi, menorrhagia (perdarahan
menstruasi berkepanjangan) pada perempuan, epistaksis (mimisan). 2
Seseorang yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue berbeda, menyebabkan kemungkinan besar terjadinya DBD dan
infeksi yang lebih berat. Dimana antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya, akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi, dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi, yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leukosit, terutama makrofag. Karena merupakan
antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh, sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam makrofag. 2
Terdapat dua teori atau hipotesis imunopatogenesis DBD yaitu infeksi
sekunder (secondary heterologous infection) dan antibody dependent
enchange (ADE). Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa bila seseorang
mendapatkan infeksi sekunder oleh serotype virus dengue, maka akan terjadi
infeksi berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk akibat
infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi.
Selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis
factor alpha dan platelet activating factor, akibatnya akan terjadi peningkatan
5

infeksi virus dengue. TNF-alpha akan mengakibatkan kebocoran dinding


pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan oleh kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya
belum diketahui sampai saat ini. Teori ADE menyebutkan, jika antibodi yang
spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang
disebabkan oleh virus tersebut. Sebaliknya jika antibodi tidak dapat
menetralisasi virus justru akan menimbulkan penyakit yang berat. 2,7Secara
singkat, patofisiologi infeksi virus dengue dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue5


Respon imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama dengan
respin imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat
menguntungkan sehingga tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi
ringan namun juga dapat merugikan penjamu. Sel T spesifik untuk virus dengue
dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respons beragam
berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel terifeksi dengue, serta
memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro diketahui bahwa baik
sel T dan CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel target yang
terinfeksi dengue. Dalam menjalankan fungsinya sel T CD4 lebih banyak
sebagai penghasil sitokin dibandingkan dengan fungsi menghancurkan sel
terinfeksi virus dengue. Sebaliknya sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel
target dibandingkan dengan produksi sitokin. Antibodi terhadap protein NS1
dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit,
6

sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat memacu
respon inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein
NS1 dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin, dan molekul
adhesi.5

2.5 Manifestasi Klinis


a) Demam Dengue (DD) (Viremia)
Manifestasi klinis demam dengue dapat berupa:8
- Demam tinggi mendadak 2-7 hari
- Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih :
 Nyeri kepala
 Nyeri retro orbita
 Nyeri otot dan tulang
 Ruam kulit
 Leukopenia
 IgM/IgG positif
- Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura,
asites, hipoproteinemia.
b) Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
DHF terdiri dari 4 stadium yaitu sebagai berkut8:
1. Stadium I: demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri dibelakang mata, disertai uji tourniquet positif. Hasil
laboratorium trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Stadium II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan (mimisan,
perdarahan gusi, menorrhagia pada anak perempuan).
3. Stadium III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
4. Stadium IV: Jika terjadi syok berat (prefound syok), nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur.2,5
7

Diagnosis dapat ditegakkan jika terdapat lebih 2 gejala, disertai


trombositopenia (<100.000), dan hemokonsentrasi >20%.5

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Tingkat Keparahan DBD menurut WHO
20117

Adapun cara untuk melakukan uji tourniquet yaitu sebagai berikut :


- Tentukan tekanan darah sistol dan diastol
- Tentukan nilai tengahnya
- Tahan tekanan manset pada posisi angka tengah tersebut selama 5 menit
- Setelah 5 menit manset dilepas, ditunggu 2 menit, kemudian hitung peteki di
volar tangan dengan luas 1 inci2 (sama luasnya dengan lingkaran dengan
diameter 2,8cm) jumlah petekia dalam lingkaran positif jika jumlah ≥ 10
peteki.2

Pada DBD, terdapat 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, fase
penyembuhan (konvalesens) yang dapat dilihat dari gambar berikut:5
8

Gambar 2. Fase Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue 5

1. Fase Demam
Terjadi pada hari sakit pertama sampai ketiga. Umumnya pasien menolak
makan, minum, mengeluh mual, muntah, disertai demam tinggi, maka perlu
diawasi tanda dehidrasi. Terjadi manifestasi perdarahan dapat berupa uji
torniquite (+), ptekie spontan di ekstremitas, muka, palatum mole. Epistaksis
dan perdarah gusi dapat ditemukan.2
2. Fase kritis
Terjadi pada hari ke empat sampai hari ke tujuh, ditandai perembesan
plasma, yang klinis dapat dijumpai tanda syok, disertai efusi pleura dan pada
kasus berat dapat asites. Jika syok tidak segera ditangani, terjadi syok
berkepanjangan (prolonged shock), mengakibatkan anoksia, dan memicu
perdarahan masif gastrointestinal.Perdarahan gastrointestinal, hipoglikemia,
hipokalsemia, asidosis, mengakibatkan kematian pada DBD (ditandai 12-36
jam kemudian). 2
Fase ini terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence).
Dimana terjadi kebocoran plasma yang hebat sehingga pasien dapat
mengalami syok hipovolemi. Oleh karena itu penting untuk mengetahui tanda
dan gejala yang mendahului syok (warning sign). Warning sign dapat terjadi
antara sakit hari ke 3 hingga ke 7 berupa tanda sebagai berikut:5
9

 Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat (tanda awal pasien masuk ke
keadaan syok)
 Pasien tampak lesu
 Pusing atau hipotensi postural
 perdarahan mukosa spontan
 Hepatomegali
 Nyeri perut
 Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi <100.000
sel/mm3
 Peningkatan hematokrit
Peningkatan hematrokit merupakan tanda awal pembesaran plasma
dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3).
Peningkatan hematrokit dapat dijadikan tanda awal yang paling sensitif untuk
mendeteksi pembesaran plasma yang terjadi 24 hingga 48 jam. Peningkatan
hematrokit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh
karena itu penting untuk pengukuran secara berkala. Apabila semakin
meningkat maka kebutuhan cairan akan semakin meningkat untuk mengatasi
syok. 5
Syok dibagi menjadi dua, yaitu syok terkompensasi dan syok
dekompensasi. Apabila terjadi syok maka tubuh akan mengkompensasi.
Namun jika tidak berhasil maka pasien akan jatuh pada kondisi syok
dekompensata yang dapat berupa syok hipotensi dan profound shock. Hal ini
dapat menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan
koagulasi intravaskular diseminata. Akhir fase ini dapat terjadi penurunan
hematrokit akibat perdarahan yang hebat. Jumlah leukosit yang awalnya
menurun, akan meningkat sebagai respons stres pada pasien. 5
Syok dengue yang dapat terkompensasi merupakan proses fisiologi,
karena mekanisme kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi
hipoperfusi pada organ vital. Proses kompensasi yang terjadi apabila terjadi
syok yaitu: jantung akan mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isi
10

sekuncup (stroke volume), laju jantung (heart rate), dan vasokonstriksi


perifer. Hal ini menyebabkan tekanan darah mulai menurun namun terjadi
takikardi. Apabila perembesan plasma terjadi terus menerus atau pengobatan
tidak adekuat maka sirkulasi ke organ vital akan dipertahankan dengan
mengurangi sirkulasi ke daerah periver, secara klinis ditemukan ekstremitas
teraba dingin dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi bercak-bercak
(mottled), capillary refill time >2 detik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan
peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan diastolik meningkat
sedangkan tekanan sistolik tetap sehingga tekanan nadi akan menyempit
<20mmHg. Selain jantung, sistem pernafasan akan melakukan kompensasi
berupa takipnea tetapi otot bantu nafas tidak meningkat. Sistem
keseimbangan asam basa tubuh akan terjadi asidosis metabolik, namun pH
masih normal dengan tekanan karbon dioksida rendah dan kadar bikarbonat
rendah. Keadaan umum anak pada umumnya masih sadar. Tatalaksana yang
tepat berupa pemberian cairan yang baik akan menyelamatkan pasien agar
tidak jatuh kedalam syok dekompensata. 5
Apabila upaya kompensasi tidak tercapai, maka pasien akan jatuh
kedalam syok dekompensata. Sistem kardiovaskular gagal sehingga tekanan
sistolik dan diastolik telah menurun disebut syok hipotensi. Apabila
pengobatan tidak adekuat maka dapat terjadi profound shock yang ditandai
5
dengan: nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, sianosis terlihat.
Hemodinamik pada anak dengan sirkulasi stabil, syok terkompensasi, dan
syok dekompensasi dapat dilihat pada tabel berikut:
11

Tabel 2. Hemodinamik pada anak dengan sirkulasi stabil, syok terkompensasi,


dan syok dekompensasi5
Parameter Sirkulasi Syok Syok dekompensasi
stabil terkompensasi * Syok hipotensif
* Profound shock
Kesadaran Clear and Clear and Perubahan status
lucid lucid (syok mentah
bisa tidak (gelisah,combative)
terdeteksi
apabila tidak
memegang
pasien)
CRT < 2 detik > 2 detik Sangat memanjang,
kulit mottled
Ekstremitas Hangat dan Dingin Dingin dan lembab
kemerahan
Volume nadi Volume baik Lemah dan Lemah atau
perfier halus menghilang
Frekuensi Normal Takikardia Takikardia berat,
jantung sesuai usia bradikardia pada
syok lanjut
Tekanan Normal Takikardia Takikardia berat,
darah sesuai usia, bradikardia pada
tekanan nadi syok lanjut
normal
sesuai usia
Frekuensi Normal Quite Asidosis metabolik/
nafas sesuai usia tachypnea hiperpnea/pernapasan
kusmaull
Diuresis Normal Cembung Oliguria / anuria
menurun

Salah satu tanda perburukan klinis utama adalah perubahan kondisi


mental karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah, bingung, atau
letargi.Kejang dan agitasi ungkin terjadi bergantian.Pada anak-anak dan
dewasa status mentalnya biasanya tetap baik meskipun terdapat syok. Namun
pada pasien bayi, karena belum dapat melakukan kontak mata dengan orang
tua atau tidak memberi respon terhadap rangsang nyeri, dapat merupakan
pertanda buruk yaitu awal terjadinya hipoperfusi konteks serebri. Syok
hipotensi berkepanjangan dan hipoksia menyebabkan asidosis metabolik
12

berat, kegagalan organ multipel serta perjalanan klinis yang sangat sulit
diatas. 5
Pasien DBD berat memiliki derajat kelainan koagulasi yang bervariasi,
tetapi hal ini pada uumnya tidak sampai menyebabkan perdarahan masif.
Terjadinya perdarahan masif hampir selalu berhubungan dengan profound
shock yang bersama-sama dengan trombositopenia, hipoksia serta asidosis
dapat menyebabkan kegagalan organ multipel dan koagulasi intravaskular
diseminata. Perdarahan masif tanpa profound shock dapat terjadi oleh karena
penggunaan asam asetil salisilat (aspirin), ibuprofen, atau kortikosteroid.
Oleh karena itu penting untuk menghindari obat-obatan tersebut. Gagal hati
akut dan gagal ginjal akut serta ensefalopati mungkin terjadi pada syok berat.
5

Syok yang berkepanjangan dan berlanjut dapat menjadi gagal organ,


sehingga hal ini menyebabkan infeksi dengue dengan manifestasi klinis yang
tidak lazim (expanded dengue syndrome EDS). Keterlibatan organ seperti
hati, ginjal, otak, dan jantung berhubungan dengan infeksi dengue dengan
atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma. 5
3. Fase Penyembuhan (Konvalesens)
Terjadi setelah hari ketujuh, plasma dari ekstravaskular akan masuk
kembali ke ruang intravascular (terjadi hemodilusi). Cairan intravena harus
segera dikurangi, atau dihentikan, untuk cegah kelebihan cairan. Jika
kelebihan cairan, klinis memburuk, karena anak mengalami distres
respirasi ,asidosis. Pada fase penyembuhan, anak tampak lebih tenang, mau
makan dan minum, walau abdomen masih kembung. Tanda penyembuhan
lain: ptekie konfluens (kemerahan diselingi bintik kulit normal (white island
in the sea of red).2
Setelah melalui fase kritis berlangsung sekitar 24 hingga 48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ekstravaskuler kedalam intravaskuler secara bertahap
selama 48 hingga 72 jam. Selain itu, keadaan umum pasien akan membaik,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis dapat
terjadi. Hematokrit kembali stabil, jumlah leukosit mulai meningkat, dan
13

pemulihan jumlah trombosit berlangsung lebih lambat. Pada beberapa pasien


akan muncul ruam konvalesens.5Berikut tabel penyulit fase klinis demam
berdarah dengue: 5

Tabel 3. Penyulit Fase Klinis Demam Berdarah Dengue 5


Fase Gejala klinis
Demam Dehidrasi
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi
dan kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma
Perdarahan massif
Gangguan organ
Konvalesen Hipervolemi (jika terapi cairan intravena diberikan
s berlebihan dan/ atau dilanjukan sampai fase konvalesens)
Edema paru akut

Kelebihan cairan yang terjadi pada fase kritis dan konvalesens merupakan
hal yang serius karena dapat menyebabkan edema paru atau gagal jantung yang
akan menyebabkan gagal nafas dan kematian. Untuk itu pemantauan pemberian
cairan secara ketat penting dilakukan. Kelebihan cairan dapat terjadi karena
beberapa penyebab yaitu sebagai berikut:5
- Pemberian cairan intravena teralu awal dengan volume yang besar
- Menggunakan cairan hipotonik dengan volume yang besar
- Tidak menurunkan jumlah volume cairan infus ataupun menghentikannya
walaupun sudah masuk ke fase konvalesens
- Tidak menggunakan cairan jenis koloid walau sudah ada indikasi
- Tidak segera memberikan transfusi darah walau sudah jelas ada indikasi
perdarahan terutama tersembunyi, tetapi tetap menggunakan cairan jenis
kristaloid
- Pasien dengan status nutrisi overweight/obesitas diberikan cairan infus yang
tidak sesuai dengan berat badan ideal
Tanda dan gejala Kelebihan pemberian cairan yaitu sebagai berikut:8
- Tampak sakit berat
- Distress pernafasan, dispnea dan takipnea
14

- Hepatomegali yang makin membesar


- Abdomen cembung dengan asites masif
- Nadi meningkat dengan isi dan tekanan masih kuat
- Krepitasi dan atau ronki dan atau wheezing di semua lapangan paru
- Perfusi yang buruk didapatkan pada pasien dengan gagal nafas oleh karena
efusi pleura yang masif dan atau asites
Menurut WHO 2005 anda awal kelebihan cairan yaitu : Nafas cepat,
retraksi dinding dada, efusi pleura yang luas, asites, edema peri-orbital atau
jaringan lunak. Adapun tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat dapat
berupa : edema paru, sianosis, syok ireversibel. 8 Gangguan elektrolit akibat
pemberian cairan juga dapat terjadi. Hiponatremia terjadi akibat dari
pemberian cairan infus larutan hipotonis yang tidak adekuat.Hipokalsemia
sebagai akibat perembesan kalsium mengikuti albumin masuk ke rongga
pleura atau peritoneal.Hipokalemia disebabkan adanya kondisi stres dan
pemberian diuretik. 8

Sindrom Syok Dengue (SSD)


Sindrom syok diawali gejala dan tanda bahaya (warning signs): demam
turun tapi keadaan memburuk, tampak letargi &gelisah, nyeri perut &nyeri tekan
abdomen, muntah menetap, perdarahan mukosa, pembesarah hati, oliguria,
peningkatan kadar hematokrit, bersamaan penurunan cepat jumlah trombosit.
Syok pada SSD dibagi jadi; syok terkompensasi atau dekompensasi.2
Expanded Dengue Syndrome (EDS)
Terjadi akibat komplikasi infeksi dengue, mengakibatkan keterlibatan
organ lain (organopati), atau akibat pengobatan berlebihan. Diagnosis EDS,
harus memenuhi kriteria infeksi dengue dengan atau tanpa syok, disertai
komplikasi, atau dengan manifestasi tidak lazim, seperti gangguan elektrolit,
ensefalopati, ensefalitis, kelebihan cairan atau infeksi ganda. 2

2.6 Diagnosis
15

Berdasarkan “Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue


pada Anak Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter
Anak Indonesia tahun 2014” manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat
luas dan dapat bersifat asimptomatik seperti demam yang tidak khas atau sulit
dibedakan dengan infeksi virus lain. 5Infeksi virus dengue dapat asimptomatik
atau dapat menyebabkan undifentiated fever, dengue fever (DF) atau demam
berdarah dengue (DBD) dengan kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik (sindrom syok dengue, DSS). 2
Gambaran klinis DF sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan
anak kecil mungkin memiliki penyakit demam yang tidak berbeda, seringkali
dengan ruam makulopapular. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
mungkin mengalami demam ringan atau penyakit klasik yang tidak mampu
dengan demam tinggi dengan onset tiba-tiba, kadang-kadang dengan 2
puncak (sadle-backed), sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, otot dan
tulang atau nyeri sendi, mual dan muntah, dan ruam. Pendarahan kulit
(petechiae) tidak jarang terjadi. Leukopenia biasanya terlihat dan
trombositopenia dapat diamati.2

Diagram alur diagnosa infeksi virus dengue yaitu sebagai berikut:9

Gambar 3. Diagram Alur Diagnosa Infeksi Virus Dengue9


Dalam beberapa epidemi, DHF dapat disertai dengan komplikasi
perdarahan, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal,
16

hematuria, dan menorrhagia.9 Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan


berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada DBD
stadium I, penderita mengalami gejala demam tinggi terus menerus 2-7 hari, nyeri
otot, nyeri sendi, nyeri dibelakang mata.9
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan uji tourniquet positif berupa
didapatkannya ptekie (bintik merah kecil, akibat keluarnya sejumlah kecil darah
dibawah kulit).Pada stadium II, jika disertai perdarahan spontan seperti mimisan,
perdarahan gusi, menorrhagia (perdarahan menstruasi berlebihan) pada anak
perempuan.Pada stadium III, jika disertai kegagalan sirkulasi (syok).Pada stadium
IV, jika terjadi syok berat.2Kemudian diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih 2
gejala diatas, disertai dengan hasil pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan
darah rutin. Pada DHF didapat kan trombositopenia, yaitu jumlah trombosit
kurang dari 100.000mm3, dan terdapatnya hemokonsentrasi, yaitu nilai hematokrit
meningkat >20%.2

Pemeriksaan Penunjang

1. Dengue Antigen Virus Dengue


Deteksi virus dengue yang banyak dilakukan adalah pemeriksaan
antigen NS-1 dengue, yaitu glikoprotein diproduksi oleh semua flavivirus.
Protein dapat di deteksi saat viremia, yaitu sejak hari pertama demam sampai
hari ke tiga. 2
2. Uji serologis
Pemeriksaan uji serologi IgM dan IgG anti dengue, merupakan uji
sering dipergunakan dalam menegakkan diagnosis infeksi dengue, baik
infeksi primer maupun sekunder. IgM anti dengue, umumnya dapat terdeteksi
pada hari ke 5. Pada infeksi dengue primer, IgM terdeteksi sebelum IgG anti
dengue. Tapi pada infeksi sekunder, IgG terdeteksi lebih awal dari IgM, dan
bertahan lama dalam serum.Infeksi sekunder pada demam dengue,
menandakan penderita mengalami infeksi virus dengue dengan serotipe
berbeda. Kadar IgM anti dengue pada infeksi primer lebih tinggi, dari infeksi
sekunder. 2Interpretasi hasil pemeriksaan IgG dan IgM sebagai berikut: 5
17

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding demam dengue dan demam berdarah dengue diantaranya yaitu
sebagai berikut:10

1. Demam karena infeksi virus:


a. Arboviruses: Chikungunya virus (terutama di Asia Tenggara).
b. (Other viral diseases: Measles, Rubella, Epstein-Barr Virus (EBV).
c. Enteroviruses: Influenza; Hepatitis A: Hantavirus.
d. Influenza, Chikungunya dan lain- lain).
2. Bacterial diseases: meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, melioidosis,
rickettsia diseases, scarlet fever.
3. Parasitic diseases: Malaria.
4. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).

2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana infeksi dengue dibagi jadi:2
 Penderita infeksi dengue
 Demam Berdarah Dengue
 Sindrom Syok Dengue
 Expanded Dengue syndrome
18

Penderita infeksi dengue


Algoritma tatalaksana kasus penderita DBD yaitu sebagai berikut: 2

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Kasus Penderita DBD 2


19

Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok


Pada DBD tanpa syok, tatalaksana meliputi istirahat, dan penggantian
cairan, serta monitor tanda ketat syok hipovolemik.2Algoritma Tatalaksana
Kasus DBD Derajat I Dan II Tanpa Peningkatan Hematokrit sebagai berikut:2
20

Gambar 5. Algoritma Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dan II Tanpa Peningkatan


Hematokrit2

Algoritma tatalaksana kasus DBD derajat I dengan peningkatan hct ≥ 20%


yaitu sebagai berikut:2
21

Gambar 6.Algoritma Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dengan Peningkatan Hct ≥


20%.2

Sindrom Syok Dengue


Berikut algoritma tatalaksana DBD derajat III dan IV: 2
22

Gambar 7. Algoritma Tatalaksana DBD derajat III dan IV 2


23

2.9 Komplikasi2
Dapat terjadi perdarahan saluran cerna hebat, diikuti gagal multi organ
seperti disfungsi hati dan ginjal, hipoksia, asidosis.Dapat terjadi kelebihan
cairan, pada fase penyembuhan (konvalesens), apabila beri cairan tidak
dimonitor, dimana dapat terjadi edema paru, gagal jantung, akhirnya gagal
napas, dan kematian. 2

2.10 Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya cenderung baik (dubia ad
bonam).Hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.2

2.11 Pencegahan
Adapun pencegahan dari DHF/DBD yaitu sebagai berikut: 11

1. Penjelasan mengenai diagnosis, komplikasi, prognosis dan rencana


tatalaksana.
2. Penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya (warning signs) yang perlu
diwaspadai dan kapan harus segera ke layanan kesehatan.
3. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan oleh anak.
4. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu diberikan.
5. Penjelasan mengenai cara minum obat
6. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara-cara pencegahan yang berkaitan
dengan perbaikan higiene personal, perbaikan sanitasi lingkungan, terutama
metode 3M plus seminggu sekali yang terdiri atas:
a. Menguras wadah air, seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga,
tempat minum burung dan penampung air kulkas agar telur dan jentik
Aedes aegypti mati.
b. Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
masuk dan bertelur.
c. Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat
menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur
nyamuk Aedes aegypti.
24

d. Memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat nyamuk Aedes
aegypti berkembang biak.
e. Tidak menggantung baju, menghindari gigitan nyamuk, membubuhkan bubuk
abate dan memelihara ikan.

2.12 Kritria Pulang Rawat


Adapun kriteria pulang rawat pada DHF yaitu sebagai berikut:5
 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distress pernapasan, disebabkan efusi pleura atau asites
 Jumlah trombosit >50.000/mm3
 Pantau dieresis

2.13 Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit


Berdasarkan prevalensi/kejadian kesakitan dan
karakteristik
Penyakit Menular, target program Penanggulangan Penyakit
Menular
meliputi:
a. Reduksi;
b. Eliminasi;dan/atau
c. Eradikasi.
1. Reduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan upaya pengurangan angka kesakitan dan/atau
kematian terhadap Penyakit Menular tertentu agar secara
bertahap penyakit tersebut menurun sesuai dengan sasaran atau
target operasionalnya.
25

2. Eliminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara
berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan
penyakit tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak
menjadi masalah kesehatan di wilayah yang bersangkutan.
3. Eradikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan
upaya pembasmian yang dilakukan secara berkelanjutan melalui
pemberantasan dan eliminasi untuk menghilangkan jenis penyakit
tertentu secara permanen sehingga tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat secara nasional.13
26
III KESIMPULAN

Demam Dengue adalah demam tinggi terus menerus yang diikuti oleh dua
atau lebih dari gejala berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
atralgia, dapat terjadi manifestasi perdarahan (tes torniquet positif, petekie,
purpura atau ekimosis, epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, darah.
Ditegakkan ditegakkan jika terdapat lebih 2 gejala, disertai trombositopenia
(<100.000/l), dan hemokonsentrasi >20%.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini
mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In Behrman,
R.E; Kliegman R.M. and Jenson H.B. Nelson textbook of Pediatrics, 17 ed
Saunders, 17 ed, International ed., Philadelphia, Pennsylvania, 2004. p. 1092
– 1093
2. Hadinegoro SRS, Moedjito I, Hapsari MMDEAH, Alam A. Buku Ajar
Infeksi Dan Penyakit Tropis Edisi Keempat. Badan penerbit IDAI. Jakarta;
2018
3. Infodatin. Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia Tahun 2017.
Kemenkes RI. 2018. http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Situasi-Demam-Berdarah-
Dengue.pdf
4. Smith, DS. Demam Dengue [Internet]. Medscape. 2019. (Diakses 28 Agustus
2021). Available from: https://emedicine.medscape.com/article/215840-
overview

5. Virus Dengue pada Anak UUK Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2014
6. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. In: StatPearls [Internet].
2020. (Diakses 29 Agustus 2021).  Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/
7. Hen World Health Organization. Comprehensive Guidelines For Prevention
And Control Of Dengue And Dengue Haemorrhagic Fever. SEARO
Technical Publication Series. 2011
8. World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children,
Guidelines for the Management of Common Illnesses with Limited Resources.
2005.
9. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Saunders Elsevier. 2014.p.736-7437

26
27

10. Syarif A, Hamzah A, Rowi, Hendarto A, Lastri DN, Nugraha DB, Djatmiko.
et al. Panduan Praktik Klinis Bagi dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2017. Jakarta
11. Gubler DJ. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clinical microbiology
reviews. 2004.p. 480–496. Diakses 18 Mei 2021. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88892/
12. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on
Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease. 2007; Vol 30:329-40
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014
Tentang Penanggulangan Penyakit Menular

Anda mungkin juga menyukai