Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Oleh:
Yuliy Riayanti
NIM: 2111901054

Pembimbing:
dr. Supriadi, M. Ked (Ped), Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA DUMAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus
yang berjudul “Dengue Haemorraghic Fever” yang diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Kesehatan Anak Program
Studi Kedokteran Universitas Abdurrab.
Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing
dr. Supriadi, Sp. A atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di
bagian Ilmu Kesehatan Anak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis memohon maaf
atas segala kekurangan serta diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
rangka perbaikan penulisan Laporan kasus. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak demi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan.

Dumai, 20 juni 2022

Yuliy Riayanti, S.Ked

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)........................................................ 5
2.1 Definisi............................................................................................. 5
2.2 Epidemiologi.................................................................................... 5
2.3 Etiologi............................................................................................. 6
2.4 Patofisiologi..................................................................................... 6
2.5 Manifestasi....................................................................................... 9
2.6 Penegakan Diagnosis....................................................................... 17
2.7 Diagnosis Banding........................................................................... 20
2.8 Penatalaksanaan............................................................................... 20
2.9 Komplikasi....................................................................................... 24
2.10 Prognosis.......................................................................................... 24
2.11 Pencegahan...................................................................................... 24
2.12 Kriteria Pulang Rawat...................................................................... 25
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 39
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 42
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 43

3
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang paling luas penyebarannya di


negara tropik termasuk Indonesia. Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan
vektor nyamuk Stegomiya Aegipty (Aedes Aegipty) dan Stegomiya Albopictus
(Aedes Albopictus). Trasmisi virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik.
Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor virus, vektor nyamuk, dan penjamu
manusia. Sedangkan faktor abiotik adalah suhu lingkungan, kelembapan, dan
curah hujan. Penyakit ini disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan
DENV-4, ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan
serotipe dominan dan sering berhubungan dengan kasus yang berat.1
Demam berdarah terdiri atas dengue non hemorrhage fever dan dengue
hemorrhage fever (DHF). Gejala utama dari demam berdarah ditandai dengan
kebocoran plasma dengan atau tanpa pendarahan, yang dapat menyebabkan
kolaps sirkulasi, dengan manifestasi berupa syok. Keadaan ini disebut Dengue
Syok Syndrome (DSS). Tingkat kematian kasus pada pasien biasanya terjadi pada
infeksi dengue berat seperti pada sindrom syok dengue (DSS) atau bila telah
terjadi komplikasi.2
Insiden demam berdarah telah meningkat secara dramatis dalam beberapa
dekade terakhir, dengan perkiraan 40% -50% populasi dunia berisiko terkena
penyakit di daerah tropis, subtropis, dan, yang terbaru, daerah yang lebih beriklim
sedang. Demam berdarah memiliki tingkat kematian kurang dari 1% jika
terdeteksi sejak dini dan dengan akses ke perawatan medis yang tepat. Jika
diobati, demam berdarah parah memiliki angka kematian 2% -5%, tetapi bila tidak
ditangani, angka kematian mencapai 20%.4

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

2.1 Definisi
Dengue Hemorrhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus Dengue (1,2,3,4) ditularkan dari nyamuk Aedes Aegepti dan
Aedes Albopticus, yang menggigit orang sehat.2

2.2 Epidemiologi
Dilaporkan terjadi lonjakan kasus infeksi dengue, didaerah tropis
maupun sub tropis di Asia. Infeksi dengue di Indonesia meningkat pada
kelompok usia remaja, dan dewasa muda mencapai >50% kasus. Data
nasional tahun 2016 didapatkan pada usia <1tahun (2.6%), 1-4tahun (12.2%),
5-14tahun (39.9%), 15-44tahun (36.1%), >44tahun (9.13%). Pasien yang
menderita viremia, umumnya pulang dari negara endemik dengue. Infeksi
dengue merupakan salah satu penyebab perawatan dan kematian pada anak
dan dewasa muda.2
Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe virus dengue,
yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing serotipe
mempunyai beberapa galur (strain) atau genotipe yang berbeda. Serotipe
yang dapat ditemukan dan yang paling banyak beredar di suatu negara atau
area geografis tertentu berbeda-beda. Di Indonesia keempat serotipe virus
dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling
virulen.1
Nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai spesies
kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk ini
merupakan nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk
menggigit manusia (antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu
individu (multiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Saat nyamuk
menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke

5
dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari
fase demam. Nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia lain.
Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu antara lain ditentukan
oleh status imun dan faktor genetik pejamu. Faktor abiotik seperti suhu
lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam
penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan
membuat nyamuk mengalami dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri
nyamuk akan lebih sering menggigit manusia. Peningkatan curah hujan,
terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan dilaporkan
berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue5

2.3 Etiologi
Demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe
berbeda (DENV 1-4) dari virus RNA untai tunggal dari genus Flavivirus.
Infeksi oleh satu serotipe menghasilkan kekebalan seumur hidup terhadap
serotipe tersebut tetapi tidak pada serotipe lain.6
Terdapat 4 serotipe virus Dengue yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4.
Merupakan virus RNA single stranded dari family Flaviviridae, dan genus
Flavivirus. Serotipe DEN-2 dan DEN-3 dilaporkan lebih virulen dari serotipe
lain.2

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi DHF yaitu berawal dari gigitan nyamuk aedes yang
membawa virus dengue. Kemudian virus beredar melalui aliran darah
(viremia). Viremia kemudian mengaktivasi sistem komplemen dan mediator
inflamasi, yang kemudian menyebabkan proses inflamasi. Proses inflamasi
mengaktivasi interleukin 1 di hipotalamus, yang kemudian menyebabkan
pengeluaran prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan peningkatan kerja
thermostat, sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh, dan terjadi demam.
Proses infalmasi juga akan menekan ujung saraf bebas, sehingga
menyebabkan nyeri pada otot dan sendi. 2

6
Aktivasi komplemen kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran kapiler. Sehingga menyebabkan kebocoran plasma
dan kerusakan endotel pembuluh darah. Yang bila tidak ditatalaksana dengan
tepat, dapat menyebabkan syok. Peningkatan permeabilitas kapiler,
menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyebabkan jumlah trombosit di
vaskular berkurang. Akibat jumlah trombosit yang berkurang ini,
menyebabkan berkurangnya koagulasi darah, sehingga dapat menyebabkan
perdarahan spontan seperti ptekie, ruam kulit, perdarahan gusi, menorrhagia
(perdarahan menstruasi berkepanjangan) pada perempuan, epistaksis
(mimisan). 2
Seseorang yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue berbeda, menyebabkan kemungkinan besar terjadinya DBD dan
infeksi yang lebih berat. Dimana antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya, akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi, dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi, yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leukosit, terutama makrofag. Karena merupakan
antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh, sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam makrofag. 2
Terdapat dua teori atau hipotesis imunopatogenesis DBD yaitu infeksi
sekunder (secondary heterologous infection) dan antibody dependent
enchange (ADE). Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa bila seseorang
mendapatkan infeksi sekunder oleh serotype virus dengue, maka akan terjadi
infeksi berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk akibat
infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk komples yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi.
Selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis
factor alpha dan platelet activating factor, akibatnya akan terjadi peningkatan
infeksi virus dengue. TNF-alpha akan mengakibatkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan oleh kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya

7
belum diketahui sampai saat ini. Teori ADE menyebutkan, jika antibodi yang
spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang
disebabkan oleh virus tersebut. Sebaliknya jika antibodi tidak dapat
menetralisasi virus justru akan menimbulkan penyakit yang berat.2,7

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue5


Respon imun seluar yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama
dengan respin imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue
dapat menguntungkan sehingga tidak menimbulkan penyakit atau hanya
berupa infeksi ringan namun juga dapat merugikan penjamu. Sel T spesifik
untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan
menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan
(lisis) sel terifeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada
penelitian in vitro diketahui bahwa baik sel T dan CD4 maupun sel T CD8
dapat menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Dalam
menjalankan fungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin
dibandingkan dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi virus dengue.
Sebaliknya sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibandingkan
dengan produksi sitokin5
Antibodi terhadap protein NS1 dengue menunjukkan reaksi silang
dengan sel endotel dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan pada
kedua sel tersebut serta dapat memacu respon inflamasi. Sel endotel yang
diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat

8
mengekspresikan sitokin, kemokin, dan molekul adhesi. Selain antibodi
terhadap protein NS1, ternyata antibodi terhadap prM juga dapat
menyebabkan reaksi autoimun. Autiantiodi terhadap protein prM tersebut
dapat beraksi silang dengan endotel.5

2.5 Manifestasi Klinis


A. Demam Dengue (DD) (Viremia)
Berdasarkan “World Health Organization 2005” manifestasi klinis
demam dengue dapat berupa:8
- Demam tinggi mendadak secara terus menerus 2-7 hari
- Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih :
 Wajah tampak kemerahan (facial flushing)
 Nyeri kepala
 Nyeri retro orbita
 Nyeri otot (Myalgia)
 Nyeri sendi (arthralgia)
 Ruam kulit
 Leukopenia dan trombositopenia (<100.000 mm3)
 IgM/IgG positif
 Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura,
asites, hipoproteinemia)

B. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


DHF terdiri dari 4 stadium. Stadium I dan II termasuk DBD tanpa syok,
stadium III dan IV merupakan DBD dengan syok.
1. Stadium I: demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri dibelakang mata, disertai uji tourniquet positif. Hasil
laboratorium trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Stadium II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan (mimisan,
perdarahan gusi, menorrhagia pada anak perempuan).

9
3. Stadium III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
4. Stadium IV: Jika terjadi syok berat (prefound syok), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur.2,5
Ditegakkan jika terdapat lebih 2 gejala, disertai trombositopenia
(<100.000), dan hemokonsentrasi >20%.5
Cara melakukan uji torniquet:
- Tentukan tekanan darah sistol dan diastol
- Tentukan nilai tengahyna
- Tahan tekanan manset pada posisi angka tengah tersebut selama 5 menit
- Setelah 5 menit manset dilepas, ditunggu 2 menit, kemudian hitung petekia
di volar tangan dengan luas 1 inci2 (sama luasnya dengan lingkaran dengan
diameter 2,8cm) jumlah petekie dalam lingkaran positif jika jumlah ≥ 10
petekia.2
Pada DBD, terdapat 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, fase penyembuhan
(konvalesens).

Gambar 2. Fase Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue5

10
Fase Demam
Terjadi pada hari sakit pertama sampai ketiga. Umumnya anak menolak
makan, minum, mengeluh mual, muntah, disertai demam tinggi, maka perlu
diawasi tanda dehidrasi. Terjadi manifestasi perdarahan dapat berupa uji
torniquitte (+), ptekie spontan di ekstremitas, muka, palatum mole. Epistaksis
dan perdarah gusi dapat ditemukan.2
Fase kritis
Terjadi pada hari ke empat sampai hari ke tujuh, ditandai perembesan
plasma, yang klinis dapat dijumpai tanda syok, disertai efusi pleura & pada
kasus berat dapat asites. Jika syok tidak segera ditangani, terjadi syok
berkepanjangan (prolonged shock), mengakibatkan anoksia, dan memicu
perdarahan masif gastrointestinal. Perdarahan gastrointestinal, hipoglikemia,
hipokalsemia, asidosis, mengakibatkan kematian pada DBD (ditandai 12-36
jam kemudian). 2
Fase ini terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence).
Dimana terjadi kebocoran plasma yang hebat sehingga pasien dapat
mengalami syok hipovolemi. Oleh karena itu penting untuk mengetahui tanda
dan gejala yang mendahului syok (warning sign). Warning sign tersebut
dapat terjadi antara sakit hari ke 3 hingga ke 7 berupa tanda: 5
 Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat (tanda awal pasien masuk ke
keadaan syok)
 Pasien tampak lesu
 Pusing atau hipotensi postural
 perdarahan mukosa spontan
 Hepatomegali
 Nyeri perut
 Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi <100.000
sel/mm3
 Peningkatan hematrokit

11
Peningkatan hematrokit merupakan tanda awal pembesaran plasma dan
pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3). Peningkatan
hematrokit dapat dijadikan tanda awal yang paling sensitif untuk mendeteksi
pembesaran plasma yang terjadi 24 hingga 48 jam. Peningkatan hematrokit
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu
penitng untuk pengukuran secara berkala. Apabila semakin meningkat maka
kebutuhan cairan akan semakin meningkat untuk mengatasi syok. 5
Syok dibagi menjadi dua, yaitu syok terkompensasi dan syok
dekompensasi. Apabila terjadi syok maka tubuh akan mengkompensasi.
Namun jika tidak berhasil maka pasien akan jatuh pada kondisi syok
dekompensata yang dapat berupa syok hipotensi dan profound shock. Hal ini
dapat menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan
koagulasi intravaskular diseminata. Akhir fase ini dapat terjadi penurunan
hematrokit akibat perdarahan yang hebat. Jumlah leukosit yang awalnya
menurun, akan meningkat sebagai respons stres pada pasien. 5
Syok dengue yang dapat terkompensasi merupakan proses fisiologi,
karena mekanisme kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi
hipoperfusi pada organ vital. Proses kompensasi yang terjadi apabila terjadi
syok yaitu: jantung akan mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isi
sekuncup (stroke volume), laju jantung (heart rate), dan vasokonstriksi
perifer. Hal ini menyebabkan tekanan darah mulai menurun namun terjadi
takikardi. Apabila perembesan plasma terjadi terus menerus atau pengobatan
tidak adekuat maka sirkulasi ke organ vital akan dipertahankan dengan
mengurangi sirkulasi ke daerah periver, secara klinis ditemukan ekstremitas
teraba dingin dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi bercak-bercak
(mottled), capillary refill time lebih dari dua detik. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan peningkatan resistensi perifes sehingga tekanan diastolik
meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap sehingga tekanan nadi akan
menyempit <20mmHg. Selain jantung, sistem pernafasan akan melakukan
kompensasi berupa takipnea tetapi otot bantu nafas tidak meningkat. Sistem
keseimbangan asam basa tubuh akan terjadi asidosis metabolik, namun pH

12
masih normal dengan tekanan karbon dioksida rendah dan kadar bikarbonat
rendah. Keadaan umum anak pada umumnya masih sadar. Tatalaksana yang
tepat berupa pemberian cairan yang baik akan menyelamatkan pasien agar
tidak jatuh kedalam syok dekompensata. 5
Apabila upaya kompensasi tidak tercapai, maka pasien akan jatuh
kedalam syok dekompensata. Sistem kardiovaskular gagal sehingga tekanan
sistolik dan diastolik telah menurun disebut syok hipotensi. Apabila
pengobatan tidak adekuat maka dapat terjadi profound shock yang ditandi
dengan: nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, sianosis terlihat. 5

Tabel 1. Hemodinamik pada anak dengan sirkulasi stabil, syok


terkompensasi, dan syok dekompensasi5
Parameter Sirkulasi stabil Syok Syok dekompensasi
terkompensasi * Syok hipotensif
* Profound shock
Kesadaran Clear and lucid Clear and lucid Perubahan status
(syok bisa tidak mentah (gelisah,
terdeteksi apabila combative)
tidak memegang
pasien)
CRT < 2 detik > 2 detik Sangat memanjang,
kulit mottled
Ekstremitas Hangat dan Dingin Dingin dan lembab
kemerahan
Volume nadi Volume baik Lemah dan halus Lemah atau
perfier menghilang
Frekuensi jantung Normal sesuai Takikardia Takikardia berat,
usia bradikardia pada
syok lanjut
Tekanan darah Normal sesuai Takikardia Takikardia berat,
usia, tekanan nadi bradikardia pada
normal sesuai syok lanjut
usia
Frekuensi nafas Normal sesuai Quite tachypnea Asidosis metabolik/
usia hiperpnea/pernapasan
kusmaull
Diuresis Normal Cembung Oliguria / anuria
menurun

13
Salah satu tanda perburukan klinis utama adalah perubahan kondisi
mental karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah, bingung, atau
letargi. Kejang dan agitasi ungkin terjadi bergantian. Pada anak-anak dan
dewasa status mentalnya biasanya tetap baik meskipun terdapat syok. Namun
pada pasien bayi, karena belum dapat melakukan kontak mata dengan orang
tua atau tidak memberi respon terhadap rangsang nyeri, dapat merupakan
pertanda buruk yaitu awal terjadinya hipoperfusi konteks serebri. 5
Syok hipotensi berkepanjangan dan hipoksia menyebabkan asidosis
metabolik berat, kegagalan organ multipel serta perjalanan klinis yang sangat
sulit diatas. 5
Pasien DBD berat memiliki derajat kelainan koagulasi yang bervariasi,
tetapi hal ini pada uumnya tidak sampai menyebabkan perdarahan masif.
Terjadinya perdarahan masif hampir selalu berhubungan dengan profound
shock yang bersama-sama dengan trombositopenia, hipoksia serta asidosis
dapat menyebabkan kegagalan organ multipel dan koagulasi intravaskular
diseminata. Perdarahan masif tanpa profound shock dapat terjadi oleh karena
penggunaan asam asetil salisilat (aspirin), ibuprofen, atau kortikosteroid. oleh
karena itu penting untuk menghindari obat-obatan tersebut. Gagal hati akut
dan gagal ginjal akut serta ensefalopati mungkin terjadi pada syok berat. 5
Syok yang berkepanjangan dan berlanjut dapat menjadi gagal organ,
sehingga hal ini menyebabkan infeksi dengue dengan manifestasi klinis yang
tidak lazim (expanded dengue syndrome EDS). Keterlibatan organ seperti
hati, ginjal, otak, dan jantung berhubungan dengan infeksi dengue dengan
atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma. 5

Fase Penyembuhan (Konvalesens)


Terjadi setelah hari ketujuh, plasma dari ekstravaskular akan masuk
kembali ke ruang intravascular (terjadi hemodilusi). Cairan intravena harus
segera dikurangi, atau dihentikan, untuk cegah kelebihan cairan. Jika
kelebihan cairan, klinis memburuk, karena anak mengalami distres respirasi,
asidosis. Pada fase penyembuhan, anak tampak lebih tenang, mau makan &

14
minum, walau abdomen masih kembung. Tanda penyembuhan lain: ptekie
konfluens (kemerahan diselingi bintik kulit normal (white island in the sea of
red).2
Setelah melalui fase kritis berlangsung sekitar 24 hingga 48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ekstravaskuler kedalam intravaskuler secara bertahap
selama 48 hingga 72 jam. Selain itu, keadaan umum pasien akan membaik,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis dapat
terjadi. Hematrokit kembali stabil, jumlah leukosit mulai meningkat, dan
pemulihan jumlah trombosit berlangsung lebih lambat.Pada beberapa pasien
akan muncul ruam konvalesens. Apabila cairan yang diberikan pada saat
penatalaksanaan syok terlalu banyak, maka dapat terjadi gangguan pernafasan
akibat efusi pleura masif dan asites. Edema paru atau gagal jantung kongestif
akan terjadi selama fase kritis dan/ atau fase konvalesens.5

Tabel 2. Penyulit Fase Klinis Demam Berdarah Dengue :


Fase Gejala klinis
Demam Dehidrasi
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan
kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma
Perdarahan massif
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemi (jika terapi cairan intravena diberikan
berlebihan dan/ atau dilanjukan sampai fase konvalesens)
Edema paru akut

Kelebihan cairan yang terjadi pada fase kritis dan konvalesens


merupakan hal yang serius karena dapat menyebabkan edema paru atau gagal
jantung yang akan menyebabkan gagal nafas dan kematian. Untuk itu
pemantauan pemberian cairan secara ketat penting dilakukan. Kelebihan
cairan dapat terjadi karena beberapa sebab :5

15
- Pemberian cairan intravena teralu awal dengan volume yang besar
- Menggunakan cairan hipotonik dengan volume yang besar
- Tidak menurunkan jumlah volume cairan infus ataupun menghentikannya
walaupun sudah masuk ke fase konvalesens
- Tidak menggunakan cairan jenis koloid walau sudah ada indikasi
- Tidak segera memberikan transfusi darah walau sudah jelas ada indikasi
perdarahan terutama tersembunyi, tetapi tetap menggunakan cairan jenis
kristaloid
- Pasien dengan status nutrisi overweight/obesitas diberikan cairan infus
yang tidak sesuai dengan berat badan ideal

Kelebihan pemberian cairan memilki tanda dan gejala:


- Tampak sakit berat
- Distress pernafasan, dispnea dan takipnea
- Hepatomegali yang makin membesar
- Abdomen cembung dengan asites masif
- Nadi meningkat dengan isi dan tekanan masih kuat
- Krepitasi dan atau ronki dan atau wheezing di semua lapangan paru
- Perfusi yang buruk didapatkan pada pasien dengan gagal nafas oleh karena
efusi pleura yang masif dan atau asites
Menurut WHO 2005 anda awal kelebihan cairan yaitu: Nafas cepat,
retraksi dinding dada, efusi pleura yang luas, asites, edema peri-orbital atau
jaringan lunak. Adapun tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat dapat
berupa: edema paru, sianosis, syok ireversibel.8
Gangguan elektrolit akibat pemberian cairan juga dapat terjadi.
Hiponatremia terjadi akibat dari pemberian cairan infus larutan hipotonis
yang tidak adekuat. Hipokalsemia sebagai akibat perembesan kalsium
mengikuti albumin masuk ke rongga pleura atau peritoneal. Hipokalemia
disebabkan adanya kondisi stres dan pemberian diuretik. 8

16
C. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Sindrom syok diawali gejala dan tanda bahaya (warning signs): demam
turun tapi keadaan memburuk, tampak letargi &gelisah, nyeri perut &nyeri
tekan abdomen, muntah menetap, perdarahan mukosa, pembesarah hati,
oliguria, peningkatan kadar hematokrit, bersamaan penurunan cepat jumlah
trombosit. Syok pada SSD dibagi jadi; syok terkompensasi atau
dekompensasi.2

D. Expanded Dengue Syndrome (EDS)


Terjadi akibat komplikasi infeksi dengue, mengakibatkan keterlibatan
organ lain (organopati), atau akibat pengobatan berlebihan. Diagnosis EDS,
harus memenuhi kriteria infeksi dengue dengan atau tanpa syok, disertai
komplikasi, atau dengan manifestasi tidak lazim, seperti gangguan elektrolit,
ensefalopati, ensefalitis, kelebihan cairan atau infeksi ganda. 2

2.6 Penegakan Diagnosis


Berdasarkan “Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus
Dengue pada Anak Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan
Dokter Anak Indonesia tahun 2014” manifestasi klinis infeksi virus dengue
sangat luas dan dapat bersifat asimptomatik seperti demam yang tidak khas
atau sulit dibedakan dengan infeksi virus lain. 5
Infeksi virus dengue dapat asimptomatik atau dapat menyebabkan
undifentiated fever, dengue fever (DF) atau demam berdarah dengue (DBD)
dengan kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok hipovolemik
(sindrom syok dengue, DSS). 2
Gambaran klinis DF sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan anak
kecil mungkin memiliki penyakit demam yang tidak berbeda, seringkali
dengan ruam makulopapular. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
mungkin mengalami demam ringan atau penyakit klasik yang tidak mampu
dengan demam tinggi dengan onset tiba-tiba, kadang-kadang dengan 2

17
puncak (sadle-backed), sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, otot dan
tulang atau nyeri sendi, mual dan muntah, dan ruam. Pendarahan kulit
(petechiae) tidak jarang terjadi. Leukopenia biasanya terlihat dan
trombositopenia dapat diamati.2

Gambar 3. Diagram Alur Diagnosa Infeksi Virus Dengue9


Dalam beberapa epidemi, DF dapat disertai dengan komplikasi
perdarahan, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal,
hematuria, dan menorrhagia. 9
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan gejala,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada DBD stadium I,
penderita mengalami gejala demam tinggi terus menerus 2-7 hari, nyeri otot,
nyeri sendi, nyeri dibelakang mata. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan
uji tourniquet positif berupa didapatkannya ptekie ((bintik merah kecil, akibat
keluarnya sejumlah kecil darah dibawah kulit). Pada stadium II, jika disertai
perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan gusi, menorrhagia
(perdarahan menstruasi berlebihan) pada anak perempuan. Pada stadium III,
jika disertai kegagalan sirkulasi (syok). Pada stadium IV, jika terjadi syok
berat. 2
Kemudian diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih 2 gejala diatas,
disertai dengan hasil pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan darah
rutin. Pada DHF didapat kan trombositopenia, yaitu jumlah trombosit kurang

18
dari 100.000mm3, dan terdapatnya hemokonsentrasi, yaitu nilai hematokrit
meningkat > 20%.2
Pemeriksaan Penunjang

Dengue Antigen Virus Dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilakukan adalah
pemeriksaan antigen NS-1 dengue, yaitu glikoprotein diproduksi oleh semua
flavivirus. Protein dapat di deteksi saat viremia, yaitu sejak hari pertama
demam sampai hari ke tiga. 2
Uji serologis
Pemeriksaan uji serologi IgM dan IgG antidengue, merupakan uji
sering dipergunakan dalam menegakkan diagnosis infeksi dengue, baik
infeksi primer maupun sekunder. IgM antidengue, umumnya dapat terdeteksi
pada hari ke 5. Pada infeksi dengue primer, IgM terdeteksi sebelum IgG
antidengue. Tapi pada infeksi sekunder, IgG terdeteksi lebih awal dari IgM,
dan bertahan lama dalam serum. Infeksi sekunder pada demam dengue,
menandakan penderita mengalami infeksi virus Dengue dengan serotipe
berbeda. Kadar IgM anti dengue pada infeksi primer lebih tinggi, dari infeksi
sekunder. 2

19
Gambar 4. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Virus Dengue5
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam dengue dan demam berdarah dengue
diantaranya yaitu demam tifoid dan dapat karena infeksi virus yaitu
chikungunya (Syarif et al, 2017).10

2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana infeksi dengue dibagi menjadi:2
 Tersangka infeksi dengue
 Demam Berdarah Dengue
 Sindrom Syok Dengue
 Expanded Dengue syndrome

Tersangka Infeksi Dengue

Gambar 5. Algoritma Tatalaksana Kasus Penderita DBD2

20
Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Pada DBD tanpa syok, tatalaksana meliputi istirahat, dan penggantian
cairan, serta monitor tanda ketat syok hipovolemik.2

Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dan II Tanpa


Peningkatan Hematokrit2

21
Gambar 7. Algoritma Tatalaksana Kasus DBD Derajat I Dengan
Peningkatan Hct ≥ 20%. 2

22
Sindrom Syok Dengue
Berikut merupakan tatalaksana pada sindrom syok dengue

Gambar 8. Algoritma Tatalaksana DBD derajat III dan IV2

23
2.9 Komplikasi
Dapat terjadi perdarahan saluran cerna hebat, diikuti gagal multi
organ seperti disfungsi hati dan ginjal, hipoksia, asidosis. Dapat terjadi
kelebihan cairan, pada fase penyembuhan (konvalesens), apabila beri cairan
tidak dimonitor, dimana dapat terjadi edema paru, gagal jantung, akhirnya
gagal napas, dan kematian. 2

2.10 Prognosis
Prognosis demam dengue umumnya baik, namun bila terjadi syok,
maka angka mortalitas bisa lebih buruk. Bila DHF tidak diobati, angka
kematiannya meningkat sampai 50%.2

2.11 Pencegahan
Tidak ada metode yang sepenuhnya efektif untuk mencegah infeksi
dengue pada wisatawan yang mengunjungi daerah tropis. Namun, risiko
infeksi dapat dikurangi secara signifikan dengan memahami perilaku dasar
dan kebiasaan makan vektor nyamuk dan dengan mengambil beberapa
tindakan pencegahan sederhana untuk mengurangi paparan gigitan nyamuk
infektif. Nyamuk A. aegypti betina lebih suka makan di dalam ruangan,
dengan aktivitas menggigit puncak terjadi selama 2 hingga 3 jam setelah fajar
dan selama 3 hingga 4 jam sebelum malam tiba. Meskipun risikonya mungkin
lebih tinggi pada saat-saat ini, penting untuk diingat bahwa nyamuk dapat
makan di dalam ruangan kapan saja di siang hari maupun di luar ruangan,
terutama pada hari-hari mendung. Oleh karena itu, tindakan pencegahan
termasuk tinggal di kamar yang disaring atau ber-AC, menyemprot kamar-
kamar ini dengan insektisida bom aerosol untuk membunuh nyamuk dewasa
di dalam ruangan (terutama di kamar tidur), menggunakan pengusir nyamuk
yang mengandung dimetil-metatoluamid (DEET) pada kulit yang terbuka,
dan mengenakan pakaian pelindung diperlakukan dengan repelan serupa.
Risiko paparan mungkin lebih rendah di hotel modern ber-AC dengan lahan
yang terawat baik dan di daerah pedesaan.11

24
2.12 Kritria Pulang Rawat5
Berikut kriteria pulang rawat pada DHF:
 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distress pernapasan, disebabkan efusi pleura atau asites
 Jumlah trombosit >50.000/mm3

25
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D
No. RM : 28.45.10
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal Masuk : 11 Juni 2022
Tanggal Keluar : 15 juni 2022
Tanggal Lahir : 24 mei 2012
Umur : 10 tahun
Anak ke : 2 dari 5 bersaudara
Berat Badan : 55 kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sudirman GG. Tangkas

II. IDENTITAS ORANGTUA


Ayah Ibu
Nama Arfi fira
Umur 46 Tahun 44 Tahun
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Agama Islam Islam
Perkawinan Pertama Pertama

III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal
Senin, 13 Juni 2022 pukul 12:15 WIB

29
1. Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 3 hari yang lalu SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki usia 10 tahun datang ke RSUD kota dumai
dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu SMRS, demam dirasakan
naik turun , pasien juga mengeluhkan nyeri di belakang mata, nyeri kepala,
nyeri pada sendi, pasien juga mengeluhkan mual, muntah sebanyak 5 kali,
selain itu pasien juga mengeluhkan pada saat demam mukanya tampak
kemerahan, dan pasien mengeluhkan terdapat bintik-bintik merah di paha
hingga kaki sejak dua hari yang lalu, riwayat kejang (-), gusi berdarah(-),
mimisan(-), lidah kotor (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit seperti ini.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang terkena hal yang sama seperti pasien

5. Riwayat Alergi: (-).

6. Riwayat imunisasi
Umur Tempat
BCG : 1 kali 1 bulan Bidan
DPT : 3 kali 2-4 bulan Bidan
Polio : 3 kali Baru Lahir - 4 bulan Bidan
Hep. B : 4 kali Baru Lahir - 4 bulan Bidan
Campak : 1 kali 9 bulan Bidan
Booster : -

30
7. Riwayat Keluarga
No Tanggal Jenis Keadaan Penyakit Jenis Persalinan
Lahir Kelamin Bayi Waktu
Hamil
1. 22-02-2004 Perempuan Normal - Normal,BBL: 3300 gr
2. 03-11-2010 Laki-laki Normal - Normal,BBL: 2700 gr
3 24-05-2012 Laki-laki Normal - Normal, BBL: 3000 gr
4 18-01-2016 Laki-laki Normal - Normal, BBL: 2700 gr
5 27-10-2020 Laki-laki Normal - Normal,BBL : 3300 gr

8. Riwayat Kehamilan
G5P5A0H5. Ibu rutin kontrol kehamilan ke rumah sakit dan dokter
kandungan, tidak ada riwayat penyulit seperti tekanan darah tinggi, gula
darah tinggi. Anak lahir secara normal di bidan dengan usia kehamilan
cukup.

9. Riwayat Persalinan
- BB ibu : 60 kg
- Persalinan di : klinik restu ibu
- Jenis persalinan : Pervaginam
- Lama ketuban pecah : 5 menit
- Kondisi :-

- Dipimpin : Bidan

- Indikasi :-

10. Keadaan Bayi saat Lahir


Lahir tanggal 24 Mei 2012 pukul 02.30 (dini hari), jenis kelamin laki-laki
dengan kondisi lahir normal

31
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi Nadi : 84 x/menit
- Frekuensi Nafas : 24x/menit
- Suhu : 38,60C

2. Status Gizi
- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 130 cm
- Lingkar Kepala :-
- Lingkar Lengan Atas : 25 cm

3. Status Generalisata
- Kepala : Normocephali
- Mata : Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva Anemis (-/-)
- Telinga : Sekret (+/+)
- Hidung : sekret (+/+), Deviasi septum (-/-)
- Mulut : Mukosa bukal merah muda, lidah kotor (-)
- Leher : Trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening

4. Pemeriksaan FisikThorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris, penggunaan
otot bantu napas (-), retraksi intercostal (-) retraksi
suprasternal (-)
Palpasi : Vokal fremitus simeteris, ictus cordis teraba di SIC 5 linea
mid clavicula sinistra.

32
Perkusi : Sukar dinilai
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) BJ I dan II
reguler, tidak ditemukan murmur
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra
setinggi SIC V
Palpasi : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra
setinggi SIC V
Perkusi : Sukar dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I-II irama reguler, murmur (-), gallop (-)

5. Pemeriksaan Fisik Abdomen


Inspeksi : Bentuk datar, simetris
Palpasi : Tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada empat kuadran abdomen
Auskultasi : Bunyi Usus (+) dalam batas normal

6. Pemeriksaan Fisik Genitalia


- Tidak ada kelainan

7. Pemeriksaan Fisik Ekstremitas


- Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), pucat (-)
- Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), pucat (-)
- Refleks fisiologis : Dalam batas normal
- Refleks patologis : Tidak ada
- Tanda meningeal : Tidak ada
- Tonus : Normotonus
- Sensitibilitas : sensorik dalam batas normal

33
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
- HB : 13,5 gr/dL
- Leukosit : 3.600 mm3
- Trombosit : 91.000 mm3
- Eusinofil : 1%
- Basofil : 0%
- Limfosit : 30%
- Monosit : 6%
- Eritrosit : 5.190.000 mm3
- MCH : 26 PG
- MCV : 76 fl
- MCHC : 34%
- Hematokrit : 39%

Pemeriksaan Rontgen
Tidak dilakukan

VI. RESUME
Pasien anak berusia usia 10 tahun datang ke RSUD kota dumai dengan
keluhan demam sejak 3 hari yang lalu SMRS, demam dirasakan naik turun,
pasien juga mengeluhkan nyeri di belakang mata, nyeri kepala, nyeri pada
sendi, dan juga pasien mengeluhkan pipi merah saat badanya panas, pasien
juga mengeluhkan mual, muntah, sebanyak 5 kali, Selain itu pasien juga
mengeluhkan terdapat bintik-bintik merah pada paha hingga kaki sejak 2 hari
yang lalu, gusi berdarah (-), mimisan (-)

VII. DIAGNOSIS KERJA


DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) grade II

34
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) grade II
2. Demam Chikungunya

IX. PENATALAKSANAAN
NON MEDIKAMENTOSA : Tirah baring

MEDIKAMENTOSA
• IVFD RL 30 tpm mikro
• Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
• Inj. Dexamethasone 1 ampul / 8 jam
• PCT Syr 3x1

X. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Dapat terjadi perdarahan saluran cerna hebat, diikuti gagal multi organ
seperti disfungsi hati dan ginjal, hipoksia, asidosis. Dapat terjadi kelebihan
cairan, pada fase penyembuhan (konvalesens), apabila beri cairan tidak
dimonitor, dimana dapat terjadi edema paru, gagal jantung, akhirnya gagal
napas, dan kematian
Prognosis demam dengue umumnya baik, namun bila terjadi syok,
maka angka mortalitas bisa lebih buruk. Bila DHF tidak diobati, angka
kematiannya meningkat sampai 50%.

35
Follow up

Hari/ Anamnesis Pemeriksaan.Fisik Penatalaksanaan


Tanggal
Sabtu, Demam (+), batuk (-), Kesadaran : • IVFD RL 30 tpm (mikro)
11 juni 2022 pilek (-), kejang (-), Composmentis • Inj. Dexametasone 1 amp/ 8
mual (+), muntah (+), KU : Tampak Sakit jam
sakit-sakit sendi Sedang • Paracetamol Syr 3x1
TD : 100/50 mmhg • Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Nadi : 84x /menit • L-bio 3x1 sachet
Pernafasan : 20x /menit • oralit
Suhu : 38,6°C

Pemeriksaan Penunjang
- HB : 13,5 gr/dl
- Leukosit : 3.600 mm3
- Trombosit : 91.000 mm3
- Eritrosit : 5.190.000
mm3
- MCV : 72 FL
- MCH : 23 PG
- MCHC : 32 %
- Hematokrit : 39 %
Minggu, nyeri perut (+),demam Kesadaran :  IVFD RL 30 tpm (mikro)
12 juni 2022 (+) lemas(+),tidak ada Composmentis  Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12jam
BAB KU : Tampak Sakit  Inj. Dexametasone 1 amp/ 8
Sedang jam
TD : 90/60 mmhg  Paracetamol Syr 3x1
Nadi : 90x /menit  L-bio 3x1 sachet
Pernafasan : 22x / menit  oralit
Suhu : 37,6°C

Pemeriksaan Penunjang
- HB : 10,4 gr/dl
- Leukosit : 9.500 mm3
- Trombosit : 63.000 mm3
- Eritrosit : 3.760.000
mm3
- MCV : 77 FL
- MCH : 27 PG
- MCHC : 32 %
- Hematokrit : 29 %
Senin, Demam (-),mual (-), Kesadaran :  IVFD RL 30 tpm (mikro)
13 juni 2022 muntah (+), BAB dan Composmentis  Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12jam

36
BAK dalam batas KU : Tampak Sakit  Inj. Dexamethasone1 amp/8
normal, punggung dan Sedang jam
kaki timbul bintik- TD : 100/70 mmhg  L-bio 3x1 sachet
bintik kemerahan, Nadi : 98x /menit  0ralit
nyeri perut(+) Pernafasan : 22x / menit
Suhu : 36,7°C

Pemeriksaan Penunjang
- HB : 14,3 gr/dl
- Leukosit : 5.800 mm3
- Trombosit : 30.000 mm3
- Eritrosit : 5.510.000
mm3
- MCV : 72 FL
- MCH : 23 PG
- MCHC : 33 %
- Hematokrit : 42 %
Selasa, Demam (-), nyeri Kesadaran :  IVFD RL 30 tpm (mikro)
14 juni 2022 perut(+), BAB(-) Composmentis  Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12jam
KU : Tampak Sakit  Inj. Dexamethasone1 amp/8
Sedang jam
TD : 100/60 mmhg  L-bio 3x1 sachet
Nadi : 84x /menit  0ralit
Pernafasan : 22x / menit
Suhu : 36,2°C

Pemeriksaan Penunjang
- HB : 12,2 gr/dl
- Leukosit : 6.700 mm3
- Trombosit : 53.000 mm3
- Eritrosit : 4.680.000
mm3
- MCV : 73 FL
- MCH : 24 PG
- Hematokrit : 35%
Rabu, Demam (+), batuk (+), Kesadaran :  IVFD RL 30 tpm (mikro)
15 juni 2022 tidak nafsu makan (+), Composmentis  Inj. Ceftriaxone 1 /
pilek (-), kejang(-), KU : Tampak Sakit 12jam
mual (-), muntah (-) Sedang  Inj. Dexamethasone 1
TD : 90/60 mmhg amp/8 jam
Nadi : 110x /menit
Pernafasan : 28x / menit
Suhu : 41.0°C

Pemeriksaan Penunjang
- HB : 9,9 gr/dl

37
- Leukosit : 3.300 mm3
- Trombosit : 148.000
mm3
- Eritrosit : 4.240.000
mm3
- MCV : 74 FL
- MCH : 23 PG
- Hematokrit : 31 %

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Dengue Hemorrhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


virus Dengue, yang terjadi di daerah tropis dan sub tropis, ditandai dengan gejala
demam tinggi terus menerus, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri retro orbita, dan
terdapat perdarahan spontan sampai syok yang mengancam jiwa. Pada kasus ini,
pasien anak laki-laki datang diantar bersama orang tua, dengan keluhan demam
sejak 3 hari yang lalu SMRS, nyeri retro orbita, nyeri pada sendi, nyeri pada otot,
muka tampak kemerahan saat demam dan terdapat bintik-bintik merah di paha dan
dada sejak 2 hari yang lalu, maka sesuai dengan manifestasi klinis yang telah di
jelaskan di teori di atas.
Pemeriksaan laboratorium pada hari ke-1 pasien mengalami
trombositopeni (91.000 mm3) dan pada hari kedua di RS jumlah trombosit pasien
semakin menurun dengan hasil (63 .000mm3). Kemudian hasil hematokritnya
didapatkan yaitu 29% (hemokonsentrasi). Semakin hari trombosit dan hematokrit
pasien semakin menurun. Sehingga kemungkinan diagnosis pada pasien ini
Dengue Hemoragic Fever.
Etiologi DHF disebabkan salah satu dari 4 serotipe virus Dengue yaitu
DENV-1, 2, 3, dan 4, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti atau
Aedes Albopictus. Pada kasus ini, dari riwayat psikososial, didapatkan bahwa
dilingkungan tempat tinggal pasien, terdapat banyak nyamuk dan tidurnya tidak
menggunakan kelambu. Sehingga kemungkinan pasien mengalami infeksi
dengue, yang berasal dari gigitan nyamuk.
Patofisiologi DHF yaitu berawal gigitan nyamuk aedes yang membawa
virus dengue. Kemudian virus beredar melalui aliran darah (viremia). Viremia
kemudian mengaktivasi sistem komplemen dan mediator inflamasi, yang
kemudian menyebabkan proses inflamasi. Proses inflamasi mengaktivasi
interleukin-1 di hipotalamus, yang kemudian menyebabkan pengeluaran
prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan peningkatan kerja thermostat,
sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh, dan terjadi demam.

39
Aktivasi komplemen kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran kapiler. Sehingga menyebabkan kebocoran plasma dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Bila tidak ditatalaksana dengan tepat, dapat
menyebabkan syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan agregasi
trombosit, sehingga menyebabkan jumlah trombosit di vaskular berkurang.
Akibatnya menyebabkan berkurangnya koagulasi darah, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan spontan seperti ptekie, ruam kulit, perdarahan gusi,
menorrhagia (perdarahan menstruasi berkepanjangan) pada perempuan. Pada
kasus ini dihari ke-enam mulai muncul ptekie di kedua tangan pasien.
Manifestasi Klinis DHF adalah demam tinggi terus menerus 2-7 hari, nyeri
kepala, nyeri dibelakang mata, dapat terjadi perdarahan spontan seperti mimisan,
perdarahan gusi, menorrhagia dan jika tidak ditatalaksana dengan tepat dapat
menunjukkan gejala syok. Pada kasus ini, pasien mengalami demam tinggi terus
menerus selama 7 hari, muncul ptekie tanpa dilakukan uji torniquet atau telah
terjadi perdarahan spontan. Sehingga dimungkinkan pasien mengalami DHF
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada stadium I, demam tinggi terus menerus selama 2-7
hari, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri dibelakang mata, disertai uji tourniquet positif.
Hasil laboratorium trombositopeni dan hemokonsentrasi. Pada stadium II, seperti
derajat I, disertai perdarahan spontan (mimisan, perdarahan gusi, menorrhagia
pada anak perempuan). Pada stadium III, Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak
gelisah. Pada stadium IV, Jika terjadi syok berat (prefound syok), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Kemudian diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih 2 gejala diatas disertai
dengan hasil pemeriksaan penunjang berupa trombositopenia, yaitu jumlah
trombosit <100.000mm3, dan terdapatnya hemokonsentrasi, yaitu nilai hematokrit
meningkat >20%. Dari gejala, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis pasien yaitu Dengue Hemorrhagic
Fever grade II.

40
Tatalaksana DHF tanpa syok meliputi istirahat, penggantian cairan, serta
monitor ketat tanda syok hipovolemik. Pilihan cairan yaitu kristaloid berupa
ringer laktat atau ringer asetat. Umumnya pemberian cairan diperlukan selama 24-
48jam. Kemudian diberi terapi etiologi untuk menghilangkan etiologinya, terapi
simptomatis untuk menghilangkan gejalanya, dan terapi suportif untuk
mendukung penyembuhannya.
Pengobatan DHF yang terbaik adalah dengan pemberian cairan elektrolit
isotonik. Cairan Isotonik (Ringer laktat, Ringer Asetat, Nacl 0.9%). Elektrolit
diharapkan dapat menutup pori pembuluh darah yang melebar. Pada kasus ini
pasien diberi ringer laktat. Terapi simptomatis diberi untuk menghilangkan gejala,
berupa demam, dapat diberi parasetamol. Pada kasus ini, pasien diberi terapi
simptomatis berupa parasetamol.

41
BAB V
KESIMPULAN

Demam Dengue adalah demam tinggi terus menerus yang diikuti oleh dua atau lebih
dari gejala berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, dapat terjadi
manifestasi perdarahan (tes torniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis, epistaksis,
gusi berdarah, darah dalam muntah, darah. Ditegakkan ditegakkan jika terdapat lebih 2
gejala, disertai trombositopenia (<100.000/l), dan hemokonsentrasi > 20%.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini mengandung RNA untai
tunggal sebagai genom.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

42
1. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In Behrman, R.E;
Kliegman R.M. and Jenson H.B (eds.). Nelson textbook of Pediatrics, 17 ed.,
Saunders, 17 ed., International ed., Philadelphia, Pennsylvania, 2004. p. 1092 –
1093
2. Hadinegoro SRS, Moedjito I, Hapsari MMDEAH, Alam A. Buku Ajar Infeksi
Dan Penyakit Tropis Edisi Keempat. Badan penerbit IDAI. Jakarta; 2018.
3. Infodatin. Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia Tahun 2017.
Kemenkes RI. 2018.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
InfoDatin-Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf
4. Smith, DS. Demam Dengue [Internet]. Medscape. 2019. (Diakses 27 Maret 2021).
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview
5. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak UUK Infeksi dan Penyakit Tropis.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
6. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. In: StatPearls [Internet].
2020. Diakses 27 Maret 2021.  Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/
7. World Health Organization. Comprehensive Guidelines For Prevention And
Control Of Dengue And Dengue Haemorrhagic Fever. SEARO Technical
Publication Series. 2011
8. World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children,
Guidelines for the Management of Common Illnesses with Limited Resources.
2005.
9. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial Edisi Keenam. Saunders Elsevier. 2014.p.736-743.
10. Syarif A, Hamzah A, Rowi, Hendarto A, Lastri DN, Nugraha DB, Djatmiko. et al.
Panduan Praktik Klinis Bagi dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2017. Jakarta
11. Gubler DJ. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clinical microbiology
reviews. 2004.p. 480–496. Diakses 27 Maret 2021. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88892/
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis, Edisi II, Jakarta. 2011.
13. Tambunan, Taralan, dkk. Formularium spesialistik Ilmu kesehatan Anak Idai.
Jakarta : ikatan dokter anak Indonesia; 2012.

43

Anda mungkin juga menyukai