Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

Skenario

Abi, seorang mahasiswa FK sedang membaca buku Pathophysiology Of Heart Disease di


teras rumahnya. Kemudian tetangganya, Anto yang mengambil fakultas Teknik. Keduanya
terlibat percakapan.

Anto : Halo! Kamu sedang apa Di?

Adi : Hi, Aku sedang belajar tentang katup jantung nih.

Anto : Oh ya? Jantung yang fungsinya memompa darah itu, kan ? Jadi jantung kita punya
katup ya?

Adi : Iya, katup ini penting dalam mengatur keluar masuknya darah dari dan menuju
Jantung. Selain itu, katup juga mengatur aliran darah antar ruag jantung. Katup
jantung juga yang menyebabkan bunyi jantung.

Anto : Bunyi jantung? Mmmm, Kemarin orang tua ku membawa kakak ku Rani ke dokter.
Dokter mengatakan ada masalah dengan bunyi jantung nya, Apa mungkin itu
berhubungan dengan katup jantung ya?

Adi : Aku belum tau, tapi menurut buku ini, katup jantung yang tidak bisa membuka
sempurna, akan menimbulkan bunyi tambahan yang disebut murmurs?

Anto : Kapan kita dengar bunyi itu? Kira-kira penyebabnya apa yaa?

Adi : Aku juga belum tau To, aku baca dulu ya! Nanti kalau saya sudah paham, aku
jelaskan ke kamu.

1.1. Step 1 ( Terminology )


 Murmurs .................................................................: Suara auskultasi, benigna atau patologik ter
berlangsung singkat yang berasal dari jantung atau pembuluh darah.
Key Words
 Katup jantung
 Murmurs
 Bunyi jantung

1.2 Step 2 ( Question )


2. Apa yang dimaksud dengan penyakit katup jantung?
3. Apa fungsi dari katup jantung?
4. Apa penyebab bunyi murmurs?
5. Apa saja bunyi pada jantung?
6. Kapan kita bisa mendengarkan bunyi murmurs pada jantung?
7. Apa saja kelainan yang terjadi pada katup jantung?
8. Apa tanda dan gejala penyakit katup jantung?
9. Apa penyebab kelainan dari katup jantung?
10. Apa saja jenis gangguan fungsional yang mengakibatkan penyakit katup jantung?
11. Apa saja terapi yang cocok untuk penyakit katup jantung?
12. Bagaimana bunyi jantung normal?
13. Apakah pengaruh kerusakan katup jantung pada jantung itu sendiri?
14. Apakah kerusakan pada setiap katup jantung menimbulkan murmurs?

1.3. Step 3 ( Brainstorming )


1.4. Step 4 ( Spider Web )

1.5. Step 5 ( Learning Objective )

Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan:

1. Anatomi dan fisiologi katup jantung

- Posisi membuka dan menutup

- bunyi yang timbul

2. Klasifikasi dan Definisi berbagai penyakit

- stenosis

- regurgitasi

- prolapsus mitral

- endokarditis infektif

3. Perbedaan stenosis dan regurgitasi

4. Menjelaskan berbagai penyakit katup jantung


5. Menjelaskan berbagai tanda dan gejala

6. Hubungan penyakit katup jantung dan gagal jantung

7. Menjelaskan terapi demam rematik

1.6. Step 6 ( Study Self )

1.7. Step 7 ( Reporting )


BAB 2

ISI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Katup Jantung(4)

Jantung memiliki beberapa valva (katup), valva atrioventrikularis dan valva semilunaris.
Valva atrioventrikularis merupakan valva yang terletak antara atrium dan ventrikel pada
setiap sisi, valva atrioventrikularis terdiri dari valva atrioventrikularis dextra yang terdiri dari
tiga cuspis (valva trikuspidalis), dan valva atrioventrikularis sinistra yang terdiri dari dua
cuspis (valva bikuspidalis). Sementara valva semilunaris merupakan valva yang terdapat di
anatara ventrikel dan arteri besar, valva semilunaris terdiri dari valva aorta di sisi kiri dan

valva pulmonal di sisi kanan.

Gambar katup pada jantung

2.1.1 Valva Trikuspidalis


Valva trikuspidalis menjaga ostium av dextrum. basis kuspid katup melekat
pada cincin fibrosa disekitar ostium. Karena cincin fibrosa mempertahankan
kalider ostium, kuspid katub yang melekat berhubungan satu sama lain dengan
cara yang sama seperti setiap denyut jantung. Chorda tendinae menempel pada tepi
bebas dan permukaan ventrikular. Kuspid anterior, posterior, dan septal, sangat
mirip tali yang melekat pada suatu parasut.
Chorda tendinae berasal dari apex musculus papillaris yang merupakan
projeksi musculus konikal dengan basis menempel pada dinding ventrikel.
Musculus papillaris mulai berkontraksi sebelum kontraksi ventriculus dexter,
mengencangkan chorda tendiane dan menarik kuspid bersama sama karena
menempel pada sisi berdekatan dua kuspid.

Chorda tendinae mencegah pemisahan kuspid dan invesinya bila tegangan


digunakan pada chorda tendinae dan dipertahankan sepanjang kontraksi ventrikel
(sistol), kuspid katub tricuspid dicegah agar tidak prolaps (ditarik kedalam atrium
dextrum) bersamaan dengan naiknya tekanan ventrikel. Oleh karena itu,
regurgitasi darah (aliran darah kebelakang) dari ventrikulus dexter kembali
kedalam atrium dextrum dihambat oleh katup kuspid.

Gambar cordae tendinae pada setiap katup atrioventrikular

2.1.2 Valva Bikuspidalis


Valva bikuspidalis memiliki 2 kuspis, anterior dan posterior. Valva
bikuspidalis terletak di posterior sternum setinggi kartilago costalis IV. Masing-
masing cuspisnya menerima chorda tendinae dari lebih dari satu musculus
papillaris. Otot tersebut dan chordanya menopang valva bikuspidalis, yang
memungkinkan permukaan kuspis menahan tekanan yang berkembang selama
kontraksi (pemompaan) ventrikulus sinister.

Chorda tendinae menjadi tegang tepat sebelum dan selama sistol, yang
mencegah kuspis terdorong kedalam atrium sinistrum. Ketika melewati ventrikulus
sinister, aliran darah mengalami 2 putaran sudut kanan, yang bersama sama
menyebabkan perubahan arah 180 derajat. Hal tersebut memperlihatkan aliran
mengambil tempat disekitar kuspis anterior valva bikuspidalis.

Gambar katup atrioventrikularis

2.1.3 Valvula Semilunaris (Aorta dan Pulmonal)


Valvula semilunaris tidak memiliki chorda tendinae sebagai penopang.
Area valvula tersebut lebih kecil daripada cuspis pada valva AV, dan kekuatan
yang digunakan padanya kurang dari pada separuh kekuatan yang digunakan pada
cuspis valva bikuspidalis dan trikuspidalis. Cuspis berprojeksi ke dalam arteri tapi
ditekan kearah (dan tidak melawan) dindingnya begitu darah meninggalkan
ventrikel. Setelah relaksasi ventrikel (diastole), recoil elastik dinding truncus
pulmonalis atau aorta pulmonalis mendorong darah kembali ke arah jantung.
Namun, cuspis terbuka keatas seperti kantong ketika menangkap aliran darah yang
beralik, yang datang bersama sama untuk menutup ostium secara menyeluruh,
yang menopang satu sama lain dan mencegah sejumlah darah kembali ke
ventrikel.

Ketika darah di pompa dari ventrikel masuk ke dalam arteri besar selama
sistolik, valva semilunaris terbuka dan valva atrioventrikularis tertutup. Ketika
terisi dengan darah dari atrium selama diastolik valva atrioventrikularis terbuka
dan valva semilunaris tertutup.

2.1

Gambar katup semilunaris dan mekanisme membuka dan menutup katup

2.2 Mekanisme Bunyi Jantung Normal dan dan Bunyi Jantung Patologis (3)
2.2.1 Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri atas dua periode, yaitu periode kontraksi (sistol) dan
relaksasi (diastol). Selama sistol, ruang jantung memompa darah ke luar, selama
diastol ruang jantung terisi dengan darah. Kejadian ini digambarkan dalam kurva
tekanan.

Sistol ventrikel terjadi setelah penutupan katup mitral dan trikuspid. Periode
sistolik ini dibagi dalam dua fase :

a. Periode sistolik bagian pertama, memiliki 2 subdivisi:


i. Periode sistolik dimulai dengan peningkatan tekanan ventrikel
untuk pertama kalinya setelah katup mitral dan trikuspid
menutup. Hal ni juga dikenal sebagai fase kontraksi isovolumik.
ii. Kemudian diikuti dengan ejeksi ventrikel cepat. Hal ini terjadi
bila tekanan ventrikel melebihi tekanan dalam aorta dan arteri
pulmonal. Keadaan ini akan memaksa katup aorta dan pulmonal
untuk membuka sehingga menyebabkan darah keluar dengan
cepat dari ventrikel.
b. Pada periode sistolik ventrikel selanjutnya, tekanan ventrikel akan
turun dan ejeksi ventrikel akan berkurang. Periode ini berlangsung
sampai ejeksi ventrikel berhenti dan dimulainya periode diastol
ventrikel.

Diastol ventrikel terjadi setelah penutupan katup aorta dan pulmonal.


Periode diastolik dibagi dalam tiga fase :

1. Fase pertama terjadi dari dua subdivisi :


a. Pada awal periode ini tidak ada darah yang meamasuki ventrikel, oleh
karena itu volumenya tidak bertambah. Keadaan ini juga dikenal
sebagai fase relaksasi isovolumik.
b. Bila tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel, katup mitral dan
trikuspid akan membuka dan darah akan memasuki ventrikel dengan
cepat, keadaan ini dikenal sebagai fase pengisisan cepat.
2. Pada pertengahan periode diastolik, hampir tidak ada aliran dalam
ventrikel. Periode ini terjadi ketika atrium dan ventrikel dalam keadaan
relaksasi.
3. Pada akhir periode diastolik, terjadi kontaraksi atrium atau “sentakan
atrium” dan darah yang tersisa akan diperas keluar dari atrium. Keadaan ini
juga dikenal fase pengisian lambat.

Pembentukan bunyi jantung dihasilkan dari 2 mekanisme dasar, yaitu:

1. Akselarasi atau deselarasi darah secara mendadak yang terutama


dipengaruhi oleh:
a. Pembukaan dan penutupan katup jantung
b. Regangan mendadak pada struktur intra kardiak (misalnya, khorda
tendinae, otot papillaris, dinding ruang jantung)
2. Aliran darah turbulen yang terbentuk bila terdapat salah satu keadaan
anatomis.

Adapun bunyi yang dihasilkan oleh jantung antara lain :

2.2.2 Bunyi Jantung Pertama (s1)

Teori klasik mengenai pembentukan bunyi S1 yang secara umum diterima,


yaitu S1 disebabkan oleh penutupan katup mitral (M 1) dan trikuspid (T1). Teori
terbaru menyatakan bahwa yang berperan dalam pembentukan bunyi jantung
pertama adalah perubahan kecepatan pada peningkatan tekanan dalam ventrikel
yang menyebabakan timbulnya regangan mendadak pada struktur intrakardiak.
Teori klasik, meskipun tidak sepenuhnya benar merupakan teori yang “sederhana”
dan mudah dihubungkan dengan temuan klinis. S1 disebabkan penutupan dua katup
yang berbeda, oleh karena itu saat mendengarkan S1, keduanya harus diperhatikan.

M1 adalah komponen pertama S1 yang dapat didengar. Komponen ini


biasanya terjadi sebelum T1. (Peristiwa mekanik di sisi kiri terjadi sebelum
peristiwa mekanik di sisi kanan). M1 terjadi tepat setelah katup mitral menutup.
Hal terjadi kira-kira 0,02-0,03 detik setelah tekanan ventrikel kiri sama dengan
tekanan atrium kiri. Intensitas dan frekuensi M1 sedekit lebih tinggi dari pada T1
dan dapat terdengar diseluruh tempat auskultasi, tetapi paling baik terdengar di
apeks. Karena M1 merupakan bunyi berfrekuensi tinggi, bunyi ini paling baik
didengarkan dengan menggunakan diafragma stetoskop yang ditekan keras.

T1 adalah komponen S1 yang kedua. T1 biasanya timbul setelah M1 tepat


setelah katup trikuspid menutup. Karena lebih sedikit energi dibalik pembentukan
bunyi ini maka bunyi ini hanya terdengar di batas lateral kiri sternum (LLSB),
tempat penjalaran T1 atau tempat T1 terdengar paling jelas. Karena T1 merupakan
bunyi frekuensi tinggi, T1 terdengar paling baik dengan menggunakan diafragma
stetoskop yang ditekan keras.

 S1 SPLIT
Bila kedua komponen pembentuk S1 (M1 dan T1) dapat dibedakan secara
terpisah, bunyi ini dikenal sebagai split. Pada S1 split yang normal, komponen
komponen tersebut menghasilkan bunyi dengan perbedaan 0,02 detik.

Jarak antara kedua bunyi harus terpisah selama paling sedikit 0,02 detik atau
lebih sehingga telinga manusia dapat mendengar dua bunyi secara nyata. Karena
jarak normal antara M1 dan T1 hanya 0,02 detik, S1 split normal mungkin sulit
untuk didengar. Telinga mungkin akan menangkap bunyi tersebut seperti bunyi
mengulum atau berkumur kumur dan bukan dua bunyi yang terpisah.

S1 split mungkin hanya terdengar pada jantung normal, bila kita mendengarkan
pada tempat penjalaran komponen trikuspid yang bunyinya lemah, yaitu LLSB. S1
split sering terdengar pada anak-anak namun bunyi ini hanya terdengar pada
sekitar separuh orang dewasa normal. S1 split dianggap normal bila M1 dan T1
berfrekuensi tinggi dan terdengar hampir bersamaan –terpisah 0,02 detik. Lalu
split tidak terlalu terpengaruh oleh respirasi, bila dapat didengar bunyi split akan
terdengar terus menerus.

2.1.2
2.2.3 Bunyi Jantung Kedua (S2)

Teori klasik dan umum yang diterima tentang pembentukan bunyi jantung
kedua (S2) menyatakan bahwa S2 disebabkan oleh penutupan katup aorta (A2) dan
pulmonal (P2). Meskipun beberapa bukti eksperimental dan klinis menunjukkan
adanya peran faktor intrakardiak yang lain sebagai penyebab terbentuknya S2.

Seperti halnya S1, peristiwa peristiwa mekanis disisi kiri (A2) membutuhkan
lebih banyak energi untuk menutup katup tersebut sehingga bunyi A2 terdengar
lebih keras dari pada peristiwa mekanis disisi kanan (P 2). Biasanya sisi kiri (A2)
mendahului sisi kanan (P2). Komponen A2 terdengar diseluruh tempat auskultasi
tetapi paling baik didengar di basis kanan tempat bunyi aorta menjalar paling kuat.
A2 merupakan bunyi frekuensi tinggi sehingga terdengar paling baik didengar
dengan diafragma stetoskop yang ditekan keras.

P2, komponen kedua yang membentuk S2, merupakan bunyi lebih lemah
diantar kedua komponen S2, biasanya terdengar dibasis kiri tempat bunyi pulmonal
menjalar paling kuat.

 S2 SPLIT
Jika kedua komponen yang membentuk S2 dapat dibedakan secara terpisah hal
ini disebut sebagai split fisiologis. Split S2 fisiologis yang normal terdengar pada
saat inspirasi ; bunyi ini menjadi bunyi tunggal pada saat ekspirasi. Jadi respirasi
normalnya akan mempengaruhi terbentuknya S2 split. Pada S2 split fisiologis, A2
dan P2 terpisah sekitar 0,03 detik. (selama inspirasi, terjadi penurunan tekanan
intratorakal yang memungkinkan peningkatan aliran balik vena ke atrium kanan.
Peningkatan darah dalam atrium kanan ini akan memperpanjang sistol ventrikel
kanan dan memperlambat penutupan pulmonal. Karena P2 terjadinya lebih lama
dari A2 maka dapat terdengar split). Split fisiologis pada berbagai fase respirasi
paling baik dinilai selama respirasi yang tenang. Jika pasien menahan napas saat
ekspirasi, keadaan stabil akan tercapai dengan cepat sehingga S 2 tetap berada
disuatu tempat antara fase inspirasi dan ekspirasi.

Seiring usia derajat terjadi S2 split inspiratorik yang normal semakin berkurang
sehingga banyak S2 split inspiratorik tidak terdengar pada orang tua. Split yang
tidak terdengar selama inspirasi bukan berarti patologis, tetapi S 2 split yang
terdengar secara terpisah pada saat ekspirasi merupakan suatu abnormalitas.

2.2.4 Bunyi Jantung Ketiga (S3)

Bunyi jantung ketiga dikenal sebagai gallop ventrikel, gallop protodiastolik,


gallop S3 dan S3. Digunakan istilah gallop karena rentetan bunyi jantung pada S3
atau S4 menyerupai bunyi derap kuda terutama bila jantung berdenyut dengan
cepat.

S3 adalah bunyi berfrekuensi rendah yang terdengar tepat setelah S 2. Karena


frekuensinya rendah bunyi ini paling baik didengarkan dengan genta stetoskop
yang ditekan dengan ringan S3 disebabkan oleh penurunan pengembangan
ventrikel atau peningkatan volume diastolik ventrikel. S3 mungkin merupakan
tanda adanya distress ventrikel atau timbulnya gangguan seperti pada gagal
jantung kongestif. S3 adalah bunyi diastolik yang terjadi selama awal fase
pengisian cepat pada proses pengisian ventrikel.

S3 merupakan bunyi jantung yang normal terdengar pada anak dan dewasa
muda dan karena mereka mengalami peningkatan volume diastolik pria cenderung
kehilangan S3 pada usia 20-an ; wanita kehilangan S3 pada usia 30-an. S3 pada usia
40 tahun biasanya disebabkan oleh penyakit jantung kecuali pada individu yang
aktif berolahraga. S3 terdengar juga pada pasien dengan penyakit arteri koroner,
kardiomiopati, katup inkompeten, dan shunt kiri ke kanan (defek septum ventrikel
atau duktus arteriosus persisten) dan merupakan tanda klinis pertama pada gagal
jantung kongestif berbagai kondisi penyakit diatas dapat menyebabkan penurunan
pengembangan ventrikel, peningkatan volume diastolik ventrikel kiri, atau
keduanya.

S3 dapat berasal dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan (lebih sering terjadi
pada ventrikel kanan). S3 kiri paling baik didengarkan di apeks. (Bunyi dari
jantung kiri terdengar paling baik di apeks karena merupakan area penjalarannya).

S3 paling baik terdengar dibatas lateral kiri sternum (LLSB) atau area
xifoideus. (Bunyi dari jantung kanan terdengar paling baik di LLSB atau xifoideus
karena ini adalah area penjalaran).

2.2.5 Bunyi Jantung Keempat (S4)

Bunyi diastolik terdengar tepat sebelum S1 dikenal dengan istilah sebagai


berikut: bunyi jantung keempat, gallop atrium, gallop presistolik, gallop S 4,dan S4.
Bunyi ini disebut gallop (derap kuda) karena S4 dengan frekuensi jantung yang
cepat dalam rangkaian siklus jantung menyerupai derap seekor kuda. Gallop
atrium merupakan istilah yang menyesatkan karena memberi anggapan bahwa
bunyi ini berasal dari ventrikel. S4 merupakan istilah yang paling umum
digunakan.

S4 merupakan bunyi berfrekuensi rendah yang terdengar tepat sebelum S 1.


Karena bunyi ini frekuensi rendah, S4 terdengar paling baik dengan genta
stetoskop yang ditekan dengan ringan. S4 merupakan hasil dari penurunan
pengembangan ventrikel atau peningkatan volume pengisian. S4 merupakan tanda
adanya beban ventrikel.

S4 adalah bunyi diastolik yang terjadi selama fase pengisian lambat (pada saat
terjadi “sentakan atrium”). Ventrikel yang menerima darah tambahan dari atrium
ini akan membentuk getaran yang berfrekuensi rendah yaitu S4. Hal ini terjadi jika
pengembangan ventrikel menurun atau jika ventrikel mengalami peningkatan
volume diastolik. S4 tidak akan terjadi kecuali jika atrium berkontraksi. Oleh
karena itu S4 tidak pernah terdengar pada pasien dengan fibrilasi atrium.

S4 biasanya dapat dijumpai pada orang atletis yang berusia kurang dari 20
tahun karena peningkatan volume diastolik terjadi pada orang berusia muda. S 4
juga dapat menjadi petunjuk adanya kelainan jantung (infark miokard yang disertai
dengan penurunan pengembangan ventrikel).

S4 dapat berasal dari ventrikel kiri atau kanan. S 4 yang berasal dari ventrikel
kiri paling baik didengarkan di apeks jantung selama ekspirasi dan pasien dalam
posisi terlentang atau miring kekiri. (Bunyi dari jantung kiri terutama menjalar ke
apeks. Dengan meminta pasien telentang akan meningkan volume darah didalam
ventrikel sehingga bunyi S4 jadi lebih lebih keras. Bila pasien dalam posisi
berbaring miring kekiri, posisi jantung menjadi lebih dekat kedada sehingga bunyi
S4 juga menjadi lebih keras). Penyebab umum timbulnya S4 yang berasal dari
ventrikel kiri adalah hipertensi berat. Stenosis aorta, penyakit miokardium primer,
penyakit arteri koroner, dan kardiomiopati. S4 juga terdengar pada kondisi yang
menyebabkan curah jantung dan volume sekuncup, seperti tirotoksikosis atau
anemia.

S4 yang berasal dari ventrikel kanan terdengar paling baik dibatas lateral kiri
sternum (LLSB) dan diperjelas oleh inspirasi. (Bunyi dari jantung kanan terutama
menjalar ke LLSB. Selama inspirasi, volume darah yang kembali ke atrium kanan
dan ventrikel kanan meningkat sehingga S4 terdengar lebih jelas). S4 dapat
mencerminkan adanya obstruksi katup, stenosis pulmonal atau hipertensi
pulmonal.

Disritmia juga dapat mempengaruhi ada tidaknya S4. S4 dapat terdengar bila
interval PR memanjang (0,22 detik atau lebih lama) dan umumnya terdengar pada
blok atrium ventrikel (A-V) derajat satu, dua,atau tiga. Pada keadaan interval PR
memanjang, S4 tidak tersamar oleh bunyi S1 atau terdengar bergabung dengan S1. S4
tidak pernah terdengar pada fibrilasi atrium, karena pada di aritmia ini tidak terjadi
kontraksi atrium.

S4 dapat terdengar dengan genta yang ditekan ringan. (Tekanan pada genta
menyebabkan kulit didasar genta menjadi sangat teregang, mengubah genta
menjadi diafragma). Jadi genta yang ditekan keras akan menyebabkan S4 melemah
atau menghilang.

2.3 Bunyi Murmur

Murmur adalah bunyi yang terdengar terus-menerus selama periode sistol, diastol, atau
keduanya. Penyebab utama murmur adalah regurgitasi balik, aliran ke depan melalui katup
yang sempit atau cacat, aliran darah berkecepatan tinggi yang melalui katup normal atau
abnormal, vibrasi struktur longgar di dalam jantung (chordae tendinae) dan aliran kontinu
melalui pirau atrium - ventrikel (A-V shunt).

2.1.1
2.2.1
2.3.1 Klasifikasi Murmur

Murmur biasanya diklasifikasikan dengan skala derajat I-VI dan dicatat


sebagai derajat bunyi yang terdengar dibandingkan dengan skala yang digunakan
yaitu I - VI.

I/VI Bunyi tidak terdengar selama beberapa detik pertama (pemeriksa harus
beradaptasi sebelum dapat mendengarkan bunyi tersebut)

II/VI Bunyi langsung terdengar, tetapi samar

III/VI Bunyi keras, tetapi tanpa thrust atau thrill

IV/VI Bunyi keras dengan thrust atau thrill

V/VI Bunyi keras dengan thrust atau thrill, dan terdengar dengan bagian ujung
stetoskop yang dimiringkan atau diangkat dari sebagian dada
VI/VI Bunyi keras dengan thrust atau thrill, dan terdengar dengan bagian ujung
stetoskop sedikit diangkat diatas dada.

2.3.2 Lokasi Murmur

Lokasi murmur seperti pada bunyi jantung normal, berasal dari dekat katup
jantung. Anda harus mendengarkan keempat daerah dasar auskultasi. Terletak
diruang intercostalis ketiga sepanjang batas kiri sternum.

Untuk menentukan lokasi murmur, dengarkan semua daerah dasar


auskultasi dan tentukan didaerah mana murmur terdengar paling jelas.

Katup Terdengar paling baik pada


Mitral Apeks
Trikuspid Sepanjang batas lateral kiri sternum
Pulmonal Basis kiri
Aorta ( sistolik ) Basis kanan
Aorta ( diastolik ) ICS V ( titik Erb )

Gambar Area Auskultasi ( tempat bunyi terdengar paling keras) digambarkan dengan tanda
panah. (*) merupakan titik Erb

2.3.3 Bentuk Murmur

Murmur memiliki bentuk yang dapat diidentifikasi berdasarkan bunyinya dan


sering kali dideskripsikan dalam bentuk terminologi musikal. Murmur
kresendo/dekresendo berbentuk (wajik) dimulai dengan bunyi yang lemah,
intensitasnya semakin memuncak kemudian melemah kembali (murmur sistolik
pada stenosis aorta).

Murmur dekresendo dimulai dengan bunyi yang keras dan semakin lama
semakin melemah (murmur diastolik pada regurgitasi aorta). Pan atau holo murmur
tetap tidak berubah dari awal hingga akhir bunyi (murmur pan sistolik pada
regurgitasi mitral yang berat).

Murmur kesrendro dimulai dengan bunyi yang lemah dan menjadi semakin
keras (murmur akhir sistolik pada prolaps mitral). Murmur dekresendro atau
kresendro dimulai dengan bunyi keras, lalu semakin melemah, kemudian mengeras
kembali (murmur diastolik pada stenosis mitral).

kresendo Pan/holosistolik dekresendo

2.3.4 Periode Timbulnya Murmur

 Murmur Sistolik
Murmur sistolik adalah bunyi yang terdengar terus menerus diantara S 1 dan S2.
Mekanisme pembentukan murmur sistolik terjadi selama periode sistolik
ventrikel. Aliran kedepan yang melewati katup aorta atau pulmonal, atau aliran
regurgitasi dari katup mitral atau trikuspid dapat menimbulkan murmur sistolik.
Katup jantung dapat normal (tetapi dengan laju aliran darah yang tinggi) atau
abnormal. Kelainan jantung yang umum dijumpai adalah insufisiensi mitral,
insufisiensi trikuspid, stenosis aorta, stenosis pulmonal.
Gambar kelainan jantung yang umum dijumpai dengan murmur sistolik area yang terdengar paling
baik

 Murmur Diastolik

Murmur diastolik adalah bunyi yang terdengar terus menerus antara S 2 dan S1
berikutnya.

Tiga mekanisme utama pembentukan murmur diastolik adalah:

1. Katup aorta/pulmonal yang inkompeten. Selama periode diastol ventrikel,


tekanan dalam ventrikel lebih kecil dari pada tekanan dalam aorta/aerteri
pilmonalis. Jika katup aorta/pulmonal inkompeten maka darah akan
beregurgitasi kembali ke ventrikel. Bunyi terus menerus yang disebabkan
oleh regurgitasi ini disebut murmur diastolik.
2. Stenosis mitral/trikuspid. Selama fase pengisian yang cepat pada periode
diastol ventrikel, jika darah dipaksa masuk kedalam ventrikel melalui katup
yang stenotik maka terjadi murmur diastolik.
3. Peningkatan aliran darah yang melalui katup mitral/trikuspid. Jika
volume/kecepatan aliran darah yang melalui katup mitral/trikuspid
meningkat selama diastol ventrikel maka terjadi murmur diastolik.

Gambar kelainan jantung yang umum dijumpai dengan murmur diastolik area yang terdengar paling
baik.
Pada beberapa abnormalitas, murmur akan terdengar pada sistol maupun
diastol.

Gambar waktu timbulnya murmur pada jantung utama

2.4 Jenis Penyakit pada Katup Jantung(2)


2.4.1 Stenosis
Stenosis yaitu lubang katup yang mengalami penyempitan sehingga
aliran darah mengalami hambatan. Stenosis katup memaksa jantung
meningkatkan tekanan agar dapat mengatasi resistensi alliran yang meningkat.
Sehingga tekanan kerja miokardium menjadi meningkat dan menyebabkan
dilatasi ruang dan hipertrofi otot pada jantung.
2.4.2 Regurgitasi

Yaitu daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat
mengalir balik (isufisiensi katup atau inkompetensi katup). Insufisiensi katup
dapat meningkatkan volume kerja jantung dengan cara memaksa kerja jantung
memompakan darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang
mengalami regurgitasi.

2.4.3 Prolaps Mitral


Katup yang tidak kompeten atau insufien dengan satu atau kedua daun
katup membesar, berlebih atau “terkulai”, dan memanjang ke belakang ke
dalam atrium sinistrum akibatnya, darah mengalami regurgitasi kedalam
atrium sinistrum ketika ventrikulus sinister berkontraksi, yang menimbulkan
murmur khas. Keadaan tersebut sangat sering ditemukan yang terjadi pada satu
dari setiap 20 orang, sebagian besar pada perempuan muda. Biasanya, keadaan
tersebut ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik; tetapi
memiliki kepentingan klinis pada sejumlah kecil pasien yang terkena, yaitu
pada pasien yang menderita nyeri dada dan kelelahan (fatig).

2.4.4 Endokarditis Infektif(1)


2.4.4.1 Definisi
Endokerditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan
endotel jantung. Infeksi biasanya paling banyak mengenai katup jantung,
namun dapat juga terjadi pada lokasi defek septal, atau corda tendinea atau
endokardiamural.

2.4.4.2 Etiologi

Mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit ini paling banyak


adalah streptoccocus viridans untuk endokarditis akut,dan staphyplococus
aureus untuk endokarditis infektif akut. etoilogi lain adalah streptococcus
faesalis, streptokok dan stafilokok lain, bakteri bramnegatif aerob dan
anaerob, jamur, virus, dan kandida.

Faktor predisposisi adalah kelainan katup jantung, terutama penyakit


jantung reumatik, katup aorta bikuspid, prolaps katup mitral dengan
regurgitasi, katup buatan, katup yang floppy pada sindrom marfan,
tindakan bedah gigi atau orofaring yang baru, tindakan atau pembedahan
pada saluran urogenital atau saluran nafas, pecandu narkotika intravena,
kelainan jantung bawaan, luka bakar, hemodialisa, penggunaan kateter
vena sentral, dan pemberian nutrisi parenteral yang lama.

2.4.4.3 Patofisiologi

Menifestasi klinis EI merupakan akibat dari beberapa mekanisme


antara lain :

 Efek dekstruksi lokal akibat infeksi intrakardiak. Kolonik kuman pada


katup jantung dan jaringan sekitarnya dapat mengakibatkan kerusakan
dan kebocoran katup terbentuknya abses atau perluasan vegetasi
keferivalvula.
 Adanya vegetasi fragmen septik yang terlepas, dapat mengakibatkan
terjadinya tromboemboli, mulai dari emboli paru (vegetasi katup
trikuspid) atau sampai keotak (vegetasi sisi kiri), yang merupakan
emboli septik.
 Vegetasi akan melepas bakteri secara terus menerus kedalam sirkulasi
(bakteremia kontinus), yang mengakibatkan gejala konstitusional
seperti demam, malaise, tak nafsu makan penurunan berat makan dan
lain lain.
 Respons antibodi humoral dan selular terhapat infeksi mikroorganisme
dengan kerusakan jaringan akibat kompleks imun atau interaksi
complemen-antibodi dengan antigen yang terletak dalam jaringan.
manifestasi EI dapat berupa ptkie, osler’s node, arthritis,
glomerulonefritis dan faktor rheumatoid positif.
2.4.4.4 Manifestasi Klinis

Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan,


terjadi pada 80% kasus EI. Demam mungkin tak ditemukan atau minimal
pada pasien usis lanjut, debilitas berat, gagal ginjal kronik dan jarang pada
EI katup asli yang disebabkan stafilokokus koagulasi negatif.

Ptkie, merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemuka pada


konjungtifa palpebra, mukosa palatal dan bukal, ekstemitas dan tidak
spesifik pada EI splinter atau subungual hemorrhages merupakan
gambaran merah gelap, liner atau jarang berupa flamashaped streak pada
dasar kuku atau jari, biasanya pada bagian proksimal, ditemukan pada 8%
kasus. Osler nodes biasanya berupa nodul subkutan kecil yang nyeri yang
terdapat pada jari atau jarang pada jari labih proksimal dan menetap dalam
beberapa jam atau hari, dan tak patognomosis untuk EI. Lesi janeway
berupa eritema kecil atau makula hemoragis yang tak nyeri pada tapak
tangan atau kaki dan merupakan akibat emboli septik, dijumpai pada 5%
kasus rothspot, perdarahan retina oval dengan pusat yang pucat jarang
ditemukan pada EI, ditemukan pada 5% kasus. Gelaja muskuloskeletal
sering ditemukan berupa artalgia dan mielgia, jarang atritis dan nyeri
bagian belakang yang prominer.

Emboli sistemik merupakan squellae klinis tersering EI. Dapat


terjadi sampai 40% pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama
terapi antibiotik yang efektif. Gejala dan tanda neuorologis terjadi pada
30-40% pasaien EI dan dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Struk
emboli merupakan menifestasi klinis tersering. Manifestasi klinis lain
yaitu perdarahan intrakranial yang berasal dari ruptur aneursisma mikotik,
ruptur arteri karena arteritis septik, kejang dan ensefalopati. Peningkatan
petanda inflamasi (laju endap darah dan C-reactife protein) dijumpai pada
dua pertiga kasus dan leukositosis serta anemia ditemukan pada separuh
kasus.

2.4.5 Demam Reumatik(1)


2.4.5.1 Definisi
Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif dengan proses “delayed autoimun“ pada kelainan vaskular
kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi
peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat.

Manifestasi klinis dari penyakit DR ini disebabkan oleh kuman


streptokokus Grup-A (SGA) betahemolitik pada tonsilofaringitis dengan
masa laten lebih kurang lebih kurang 1-3 minggu. Sedangkan yang di
maksud dengan PJR adalah kelainan jantung yang terjadi akibat DR atau
kelainan, atau kelainan karditis reumatik.

2.4.5.2 Patogenesis
Meskipun masih ada hal-hal yang belum jelas, tetapi terdapat
penelitian yang menyimpulkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi
akibat sensitisasi dari antigen streptokokus sesudah 1-4 minggu infeksi
streptokokus di faring (proses “delayed autoimun”) lebih kurang 95%
pasien menunjukkan peninggian titer antis treptoksin O (ASTO) dan
antideoxiribonuklease B (anti DNA-ase B) yang keduanya merupakan dua
macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi SGA.

2.4.5.3 Patofisiologi
M-protein dari membran sel streptokokus bertindak sebagai alfa-
helical coiled coil dan terikat dengan struktur yang homolog dengan
cardiac myosin sebagai tropomyosin, keratin dan laminin yang
mengakibatkan DR dan PJR.

Adanya region N- terminal yang berbeda di jantung, synovia dan


otak didapatkannya injuri pada endotelial valvular karena adanya antibodi
anti-carbohydrates yang mempengaruhi VCAM 1 dan molekul adhesif
lainnya dan interaksi dengan limfosit T- cel CD4+CD8+ dan seterusnya
merusak katup dengan cara menyebabkan gangguan mineralisasi katup.

Faktor-faktor yang diduga mendasari terjadinya komplikasi pasca


streptokok ini adalah virulensi dan antigenisitas streptokok, dan besarnya
responsi umum dari hos dan perisestensi organisme yang meninfeksi
faring. Risiko untuk kambuh sesudah pernah mendapat serangan
sterptokok adalah 50-60%. Robbins dkk. Mendapatkan tidak adanya
pedisposisi genetik. Sedangkan moreheid menganggap pada mulanya
faktor predisposisi genetik mungkin penting.

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokok meknisme


otoimmunitas atas dasar reaksi antgen antibodi terhadap antigen
streptokok. Salah satu antigen tersebut adalah protein M streptokok. Pada
serum DR akut dapat ditemukan antibodi dan antigen. Antibodi yang
terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada
miokard, otot skelet dan sel otot polos dengan imunofloresensi dapat
ditemukan imunoglobulin dan komplemen pada sarkolema miokard dan
akan menetap hingga inflamasi streptokok berlanjut terus.

Lesi yang patognomonig DR adalah badan aschoff sebagai


diagnostik histopatologik. Badan aschoff sering ditemukan pada saat tidak
ada tanda” keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah
tanda-tanda keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah
tanda-tanda gambaran klinis menghilang,atau masih ada keaktifan laten.
Badan aschoff ini umumnya terdapat pada septum fibrosa interfaskulas,
dijaringan ikat perifaskular dan diaerah sub endotelial. Pada PJR biasanya
terkena ketiga lapisan endokard miokard dan pericard secara bersamaan
atau sendiri-sendi atau kombinasi.

Pada endokard, yang terkena terutama adalah katup-katup jantung


dan 50%-nya mengenai katup mitral. Pada keadaan dini DR akut katup-
katup yang terkena ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi
yang disebut sebagai verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang
terkena menjadi tebal, firotik, pendek yang tumpul yang menimbulkan
stenosis.

2.4.5.4 Manifestasi Klinis


1. Artritis merupakan gejala major yang sering ditemukan pada DR akut.
Sendi yang dikenai berpinda-pinda tanpa cacat. Sendi yang biasanya
terkena adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan,
panggul, siku dan bahu. Gejala ini munculnya tiba-tiba dengan rasa
nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.
Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan.
2. Radang sendi ini jaranng yang menatap lebih dari 1 minggu dan sering
kali sembuh sempurna. Peroses migrasi artritis membutuhkan waktu 3-6
minggu. Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat
terkena.pengobatan dengan asfirin dapat merupakan diagnosis terapetik
pada atritis yang sangat bermanfaat bila tidak membaik dalam 24-27
jam, maka diagnosis menjadi meragukan.
3. Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi
40-50% dan dapat berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal
jantung. Kadang-kadang karditis asimtomatik dan terdeteksi saat
adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengenai endokardium saja.
Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral
merupakan katup yang paling banyak terkena dan dapat bersamaan
dengan katup aorta. Katup aorta sendiri jarang dikenai. Dapat dijumpai
regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke
aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising middiastolik (bising
carey coobs.) Dengan ekokardiografi dua dimensi dapat mengepaluasi
kelainan anatomi jantung sedangkan dengan pemeriksaan doppler dapat
ditensukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat terjadi bersamaan
dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung.
Perikarditis tidak akan berdiri sendiri biasanya yang terjadi adalah
pankarditis.
4. Core ini didapatkan pada 10% dari DR dan dapat merupakan manifestasi
klinis sendiri atau ditemui bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi
SGA dengan korea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering
menyerang wanita pada umur 8-12 tahun dan gejalanya biasanya
muncul selama 3-4 bulan gerakan-gerakan yang tidak disadari
menghilang saat tidur akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota
gerak tubuh dan biasanya unilateral.
5. Eritema marginatum ini ditemukan pada kira-kira 5% dadri pasien DR,
dan berlangsung berminggu-minggu dan berbulan-bulan, tidak yeri dan
tidak gatal.
6. Nodul subkutanius besarnya kira-kira 0,5-2cm ,bundar, terbatas, dan
tidak nyeri tekan. Demam pada DR tidak khas, dan jarang menjadi
keluhan utama oleh pasien DR untuk menetapkan ada atau pernah
adanya infeksi kuman SGA ini perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi klinik.
7. Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negatif
pada pase akut itu. Bila positif pun dan pasti membantu diagnosis sebab
masih ada kemungkinan terjadi akibat kekambuhan dari kuman SGA itu
atau infeksi streptokokus dengan strain yang lain.

2.5 Perbedaan Regurgitasi dan Stenosis pada Penyakit Katup Jantung


2.5.1 Stenosis Aorta

2.5.1.1 Etiologi

TIPE PATOLOGI
Kongenital Katup dapat unikuspid, bikuspid, atau trikuspid dengan
daun daun katup yang sebagian menyatu.
Reumatik Peradangan jaringan menyebabkan perlekatan dan
penyatuan komisura. fibrosis dan kalsifkasi daun katup
dapat terjadi akibat aliran turbulensi yang terus menerus.
Degeneratif Daun katup menjadi kaku akibat pengendapan kalsium
dipangkal. Ujung daun katup relatif normal.

2.5.1.2 Patofisiologi

Luas katup aorta normal adalah sekitar 3,5-4 cm 2. Stenosis aorta


biasanya muncul jika luasnya menjadi kurang dari 0,8 cm2. Obstruksi
aliran keluar yang tetap ini memberi beban besar pada ventrikel. Sebagai
respon terhadap beban terkena (peningkatan P), ketebalan dinding
ventrikel kiri meningkat pesat sementara radius rongga relatif tidak
berubah. Perubahan kompensatorik ini, yang disebut “hipertrofi
konsentris”, mengurangi peningkatan tegangan pada dinding yang
dijumpai pada stenosis aorta.

2.5.1.3 Manifestasi Klinis

 Angina pectoris, dapat terjadi karena beberapa mekanisme. Pertama,


sekitar separuh dari semua pasien dengan stenosis aorta juga mengidap
penyakit arteri koroner yang signifikan. Bahkan tanpa penyakit koroner
yang sidnifikan, kombinasi peningkatan kebutuhan oksigen akibat
hipertfrofi ventrikel pada penurunan pasokan akibat penekan yang
berlebihan terhadap pembuluh dapat menyebabkan iskemia relative miosit.
Akhirnya, obstruksi arteri koroner akibat embolus kalsium yang berasal
dari kalsifikasi aorta stenotik.
 Sinkop, penurun perfusi otak akibat obstruksi tetap tetapi juga dapat
disebabkan oleh aritmia atrium sesaat disertai hilangnya kontribusi atrium
yang efektif pada pengisian ventrikel. Selain itu, aritmia yang berasal dari
jaringan ventrikel lebih sering terjadi pada pasien dengan stenosis aorta
dan dapat menyebabakan sinkop.
 Gagal jantung kongestif, peningkatan progresif tekanan distolik akhir
vebtrikel kiri dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis
dan edema paru.

2.5.1.4 Pemeriksaan Fisik

Karena terjadi obstruksi tetap terhadap aliran, carotid upstroke


melemah dan melambat. Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan impuls
apeks bergeser ke lateral dan menetap. Peningkatan ketergantungan pada
kontraksi atrium merupakan penyebab terdengar S4 dengan jelas. Aliran
melalui orifisium yang sempit menyebabkan timbulnya bising midsistolik.
Murmur biasanya paling jelas terdengar di dasar jantung meskipun sering
menyebar ke apeks dan leher. Murmur biasanya kresendo-dekresendo dan
berbeda dari regurgitasi mitral, bunyi jantung pertama dan kedua biasanya
mudah di dengar. Seiring dengan semakin parahnya stenosis aorta, puncak
murmur terjadi pada tahap akhir sistol. Jika terjadi kalsifikasi daun katup,
murmur terdengar lebih kasar. Suatu bunyi ejeksi aorta, yang disebabakan
oleh terbukanya daun katup secara mendadak, hanya terdengar jika daun
katup relatif lentur, seperti malformasi katup kongenital.

Meskipun obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri biasanya


disebabkan oleh kelainan katup, obstruksi juga dapat terjadi di atas atau di
bawah katup dan dapat bermanifestasi serupa dengan stenosis katup aorta.
Kadang-kadang sejak lahir terdapat suatu membran yang menyumbat
secara parsial aliran tepat di atas katup aorta. Pada kelainan ini, murmur
sistolik biasanya paling jelas terdengar di sela iga pertama di tepi sternum
kanan. Stenosis subvalvular dapat terjadi pada sebagian pasien yang
mengalami hipertrofi jantung berat. Entitas klinis yang sangat dikenal ini
—kardiomiopati hipertrofik—juga dapat menyebabkan munculnya
murmur sistoli kresendo-dekresendo pada pemeriksaan fisik. Namun,
obstruksi saluran keluar darah pada kardiomiopati hipertrofik bersifat
dinamis, dengan obstruksi yang lebih besar di preload menurun karena
berkurangnya volume intraventrikel.

2.5.2 Regurgitasi Aorta


2.5.2.1 Etiologi
Regurgitasi aorta bisa disebabkan oleh kelainan katup atau pangkal aorta

TEMPAT PATOLOGI KAUSA PERJALANAN


WAKTU
Katup Kelainan tepi Endokarditis Akut atau kronik
katup (cusp) Penyakit reumatik Akut atau kronik
Ankylosing Biasanya kronik
spondylitis
Kongenital kronik
Dilatasi Aneurisma aorta Akut atau kronik
Penyakit herediter
jaringan ikat Biasanya kronik
Sindrom marfan
Peradangan Aortitis(takayasu) Biasanya kronik
Sifilis
Aorta Penyakit artritis
Ankylosing
spondylitis
Robekan disertai Trauma Biasanya akut
hilangnya Diseski, sering Biasanya akut
topangan akibat hipertensi
komisura

2.5.2.2 Patofisiologi
Regurgitasi aorta menyebabkan ventrikel kiri mendapat beban
volume karena darah masuk ke ventrikel baik dari atrium kiri maupun aorta
saat diastol. Jika regurgitasi terjadi secara perlahan, jantung akan berespons
terhadap peningatan tekanan diastol dengan memperpanjang serabut dan
replikasi sarkomer secara bertahap, yang menyebabkan peningkatan
volume ventrikel.

Peningkatan diastolik menurun karena regurgitasi aliran balik ke


ventrikel kiri dan menyebabkan compliance pembuluh-pembuluh sentral
besar (sebagai respons terhadap peningkatan isi sekuncup) peningkatan
sekuncup ini menyebabkan peningkatan tekanan sistolik.

2.5.2.3 Manifestasi Klinis

o Sesak Napas
Edema paru dapat terjadi, terutama jika regurgitasi aorta bersifat
akut dan ventrikel tidak memperoleh cukup waktu untuk mengompensasi
peningkatan volume yang mendadak. Pada regurgitasi aorta kronik,
mekanisme kompensasi akhirnya gagal dan jantung mulai bekerja pada
bagian yang curam dari kurva tekanan-volume diastolik.

2.5.2.4 Pemeriksaan Fisik


1. Denyut Hiperdinamik

Pada regurgitasi aorta kronik, pelebaran tekanan nadi merupakan


penyebab beberapa karakteristik tanda perifer. Palpasi nadi perifer
memperlihatkan peningkatan mendadak dan kemudian penurunan tekanan (
nadi corrigan atau waterhammer). Kepala bergoyang (tanda demusser),
denyut ritmis uvula ( tanda muller), dan denyut atreri di dasar kuku ( nadi
quincke) pernah ditemukan pada pasien dengan regurgitasi aorta kronik.

2. Murmur

Tiga bising jantung dapat terdengar pada pasien dengan regurgitasi


aorta: pertama, aliran dari darah yang kembali kedalam ventrikel kiri dapat
terdengar sebagai murmur diastolik awal yang bernada tingggi dan
biasanya paling jelas terdengar disepanjang batas sternum kiri. Kedua,
murmur yang dilaporkan Austin Flint dapat terdengar di apeks setiap saat
pada diastol. Murmur austinflin diperkirakan ditimbulkan oleh aliran balik
dari katup aorta yang menekan daun anterior katup mitral, yang
menimbulkan stenosis mitral fungsional. Akhirnya, murmur sistolik
kresendo-deskresendo, yang diduga berasal dari peningkatan aliran isi
sekuncup yang melewati katup aorta, dapat didengar dibatas sternum kiri.

3. Bunyi Jantung Ketiga

Bunyi jantung ketiga dapat didengar karena adanya gagal jantung atau
akibat pengisian ventrikel kiri yang berlebihan saat diastol.

4. Impuls Apeks
Impuls apeks bergeser kelateral karena meningkatnya volume ventrikel
kiri.

2.5.3 Stenosis Mitral


2.5.3.1 Etiologi
Stenosis mitral paling sering merupakan sekuele penyakit jantung
reumatik. Meskipun jarang, stenosis ini dapat disebabkan oleh lesi
kongenital atau pengendapan kalsium. Massa di atrium (miksoma) dapat
menyebabkan obstruksi intermitten katup mitral.

Tipe Keterangan
Reumatik Tersering. Penyempitan terjadi karena fusi dan
penebalan komisura, tepi, dan chorda tendineae. Gejala
biasanya muncul 20 tahun setelah demam reumatik akut
Kalsifikasi Biasanya menyebabkan regurgitasi mitral tetapi pada
sebagian kasus dapat menyebabkan stenosis mitral
Kongenital Biasanya terdapat sejak masa bayi/ anak
Penyakit Lupus eritematosus sistemis dan artritis
kolagen- rheumatoid(jarang)
vaskular
2.5.3.2 Patofisiologi
Katup mitral normalnya adalah katup trikuspid, dengan luas tepi
katup anterior sekitar dua kali lipat luas tepi katup posterior. Luas katu
mitral biasanya adalah 5-6 cm2 ; stenosis mitral yang secara klinis relevan
biasanya terjadi jika luas katup berkurang menjadi lebih kecil dari 1 cm 2.
Karna obstruksi aliran melindungi ventrikel dari beban tekanan dan
volume, hubungan tekanan volume ventrikel kiri tidak banyak
memperlihatkan abnormalitas selain penurunan volume volume. Namun,
analisis terhadap rekaman hemodinamik memperlihatkan peningkatan khas
pada tekanan atrium kiri. Karena itu, atau fisiologis utama pada stenosis
mitral adalah peningkatan tekanan vena pulmonalis dan peningkatan sisi
kanan (arteri pulmonalis, ventrikel kanan, dan atrium kanan). Dilatasi dan
penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan sering ditemukan pada pasien
yang stenosis mitrak stadium lanjut.

2.5.3.3 Manifestasi Klinis


 Sesak napas, hemoptisis dan ortopnea- Semua gejala ini terjadi akibat
peningkatan atrium kiri, vena pulmonalis, dan kapiler paru.
 Palpitasi- Peningkatan atrium membuat pasien dengan stenosis mitral
rentan mengalami aritmia atrium. Aktivitas atrium yang kacau (fibrilasi
atrium) sering dijumpai. Karena pada pasien stenosis mitral, pengisian
ventrikel sangat bergantung pada kontraksi atrium, dapat terjadi
dekompensasi hemodinamik akut jika kontraksi teratur atrium lenyap.
 Gejala neurologis-penurunan aliran keluar menyebabkan dilatasi atrium
kiri dan stasis aliran darah. Pada sekitar 20% pasien dengan stenosis
mitral, terdapat thrombus diatrium kiri pada pemeriksaan ekokardiografi
dan prevalensi ini meningkat seiring pertambahan usia, adanya fibrilasi
atrium, keparahan stenosis, dan setiap penurunan curah jantung.
2.5.3.4 Pemeriksaan Fisik

Pada auskultasi jantung, terdengar rumble diastolik akibat aliran


turbulen melalui orifisium katup mitral yang sempit. Suatu opening snap,
yang analog dengan ejection clik yang ditemukan pada stenosis aorta, dapat
terdengar pada awal diastol. Opening snap hanya terdengar pada pasien
dengan daun katup yang relative mudah bergerak.

Ronki basah terdengar karena meningkatnya tekanan kapiler paru


yang menyebabkan akumulasi cairan intra alveolus.

2.5.4 Regurgitasi Mitral

2.5.4.1 Etiologi

Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran


darah balik dari ventrkel kiri ke atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak
dapat menutupnya katup mitral secara sempurna.

Dahulu penyakit jantung reumatik merupakan penyebab tersering


regurgitasi mitral. Prolaps katup mitral kini mungkin menjadi penyebab
tersering, yang diikuti oleh penyakit arteri koroner. Ujung daun katup
mitral anterior dan posterior dipertahankan ditempatnya sewaktu kontraksi
ventrikel oleh m.papillaris anterolateral dan posteromedial. Katup ini
terhubung ke m.papillaris oleh struktut fibrosa tipis yang dinamai chordae
tendinae. Pada pasien dengan prolaps katup mitral, jaringan tambahan yang
terdapat dikatup dapat mengalami degenerasi miksomatosa pada dekade
ke-lima atau ke-6. Akibat kurangnya penyatuan daun katup atau ruptur
mendadak chordae tendinae RM dapat terjadi. Pada penyakit arteri koroner,
obstruksi atreri koronaria sirkumfleksa dapat menyebabkan iskemia atau
ruptur m.papillaris.
2.5.4.2 Patofisiologi

Tipe Kausa
Akut Endokarditis infektif
 Ruptur chordae Trauma
tendinae Demam raumatik akut
“Spontan”

 Ruptur atau Iskemia


disfungsi Imfark miokardium
m.papillaris Trauma
Abses miokardium

 Perforasi daun Endokarditis infektif


katup trauma
Kronik Penyakit jantung reumatik
 Peradangan Penyakit kolagen vaskular
 Infeksi Endokarditis infektif
 Degeneratif Degenerasi miksomatosa daun katup
Kalsifikasi cincin katup mitral
 Ruftur septal Endokarditis infektif
disfungsi Trauma
chordae Demam reumatik akut
tendinae atau Spontan:
m.papillaris Iskemia
Infark miokardium
Abses miokardium
Kongenital Anomali perkembangan
2.5.4.3 Manifestasi Klinis

Jika katup mitral tidak dapat menutup dengan benar, regurgitasi


darah dari ventrikel kedalam atrium kiri terjadi sewaktu sistol. Pada
regurgitasi mitral kronik, mekanisme kompensasi terhadap beban volume
ini serupa dengan perubahan yang dijumpai pada regurgitasi aorta. Atrium
dan ventrikel kiri mengalami dilatasi, dan untuk menormalkan stress di
dinding ventrikel, dan untuk menormalkan stress di dinding ventrikel,
terjadi juga hipertrofi dinding ventrikel.

Pengisian diastolik ventrikel meningkat karena pengisian ini


sekarang merupakan jumlah curah ventrikel kanan dan volume yang
kembali dari denyut sebelumnya. Pada regurgitasi mitral akut, penambahan
mendadak volume pada atrium dan ventrikel tidak di kompensasi oleh
pembesaran dan hipertrofi rongga jantung. Peningkatan mendadak volume
atrium menghasilkan gelombang P atrium yang mencolok disertai
penyaluran peningkatan tekanan ini ke kapiler paru dan terjadinya edema
paru.

2.5.4.4 Pemeriksaan Fisik


 Edema paru
Peningkatan cepat tekananan kapiler paru pada regurgitasi mitral
akut menyebabkan pembentukan akut edema paru yang bermanifestasi
sebagai sesak nafas, ortopnea dan dispenea nokturnal paroksismal. Pada
RM kronik, gejala sering muncul scara perlahan, tetapi pada suatu titik
mekanisme kompensasi mengalami kegagalan dan timbul edema paru,
terutama saat beraktifitas.
 Rasa lelah
Dapat timbul karena menurunnya aliran darah kejaringan perifer.
 Palpitasi
Pembesaran atrium kiri dapat menyebabkan timbulnya fibrilasi
atrium disertai palpitasi. Pasien dengan fibrilasi atrium dan regurgitasi
mitral memperlihatkan kejadian kardioembolus sebesar 20%.

2.5.5 Stenosis Trikuspid


2.5.5.1 Etiologi
Stenosis trikuspid selalu disebabkan oleh penyakit jantung reumatik.
Keadaan walaupun jarang, yang dapat menimbulkan obstruksi terhadap
pengosongan atrium kanan dan atresia trikuspid, tumor atrium kanan,
sindrom karsinoid vegetasi pada daun katup. Perubahan anatomi yang palin
sering ditemukan sebagaimana stenosis mitral berupa fusi dan pemendekan
korda tendinea dan fusi pinggir katup, sehingga terjadi pembentukan
diafragma dengan celah yang terfiksasi. Pada katup mitral, selain stenosis
sering terjadi juga regurgitasi. Atrium kanan akan melebar dengan dinding
yang tebal.

2.5.5.2 Patofisiologi
Gambaran hemodinamik ditentukan oleh besarnya pressure gradien
antara atrium dan ventrikel kanan, yang akan meningkat pada saat latihan
atau inspirasi, dan menurun saat istirahat atau ekspirasi. Hal ini disebabkan
perubahan besarnya volume pada latihan dan pernapasan. Pada keadaan
normal pressure gradien itu hanya 1 mmHg. Bila meningkat sampai 2
mmHg sudah dapat menunjukkan suatu stenosis trikuspid, sedangkan 5
mmHg merupakan gambaran stenosis berat dengan tanda kongesti
sistemik.

2.5.5.3 Manifestasi Klinis


Rendahnya curah jantung akan menimbulkan keluhan mudah
lelah, dan adanya kongeti sistemik dan hepatomegali menimbulkan
keluhan tidak enak pada perut, perut membesar dan bengkak umum.
beberapa pasien mengeluh denyut pada leher akibat besarnya gelombang
A pada vena jugularis .
2.5.5.4 Pemeriksaan Fisik
Pada auskultasi dapat terdengar opening snap pada daerah garis
sternal kiri sampai pada daerah xifoideus, daerah terutama presistolik.
Bising ini akan menjadi lebih keras pada inspirasi dan melemah pada
ekspirasi dan manufer valsava karena menurunnya aliran darah melalui
trikuspid. Suatu stenosis berat akan menimbulkan bendungan hati yang
berat sehingga terjadi sirosis, ikterus, malnutrisi yang berat, edema dan
asites yang berat bahkan splenomegali. Dapat ditemukan pulsasi presistolik
yang jelas pada permukaan hati yang membesar.

2.5.6 Regurgitasi Trikuspid(1)


2.5.6.1 Etiologi & Patologi
Regurgitasi trikuspid adalah suatu keadaan kembalinya sebagian darah
ke atrium kanan pada saat sistolik. Keadaan ini dapat terjadi primer akibat
kelainan organik katup, ataupun sekunder karena karena hipertensi pulmonal,
perubahan fungsi maupun geometri ventrikel berupa dilatasi ventrikel kanan
maupun annulus trikuspid.
Penyebab regurgitasi trikuspid

- Anatomis katup abnormal


o Penyakit jantung reumatik
o Bukan reumatik :
 Endokarditis infektif
 Anomali ebstein’s
 Prolaps katup trikuspid
 Kongenital, defek atrio ventrikuler kanan
 Infark miokard, iskemia / ruptur muskullus papillaris
 Trauma
 Karsinoid(dengan hipertensi pulmonal)
 Kelainan jaringan ikat(sindrom marfan)
 Artritis reumatoid
 Radiasi,dengan akibat gagal jantung
 Fibrosis endomiokard
- Anatomis katup normal
- Kenaikan tekanan sistolik ventrikel kanan oleh berbagai sebab
(dilatasi annulus)
- Lain lain
 Kawat pacu jantung(jarang)
 Hipertoridisme
 Endokarditis loeffler
 Aneurisma sinus valsava

2.5.6.2 Manifestasi Klinis

Regurgitasi trikuspid tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak


memberikan keluhan dan dapat ditoleransi dengan baik. Rasio perempuan
terhadap pria adalah 2:1, dengan rata rata umur 40 tahun. Oleh karena lebih
sering bersamaan dengan dengan stenosis mitral maka gejala stenosis
mitral biasanya lebih dominan. Riwayat sesak nafas pada latihan progresif,
mudah lelah dan juga batuk darah. Bila keadaan lebih berat akan timbul
keluhan bengkak tungkai, perut membesar, kelelahan dan anoreksia
merupakan keluhan yang paling mencolok.

2.5.6.3 Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat


badan, akeksia, sianosis, dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran
vena jugularis,terlihat impuls ventrikel kanan yang mencolok. Pada saat
sistolik juga dapat teraba impuls atrium kanan pada garis sternal kiri
bawah. Biasanya pada fase awal dapat teraba pulsasi sistolik pada
permukaan hati, namun pada sirosis kongestif pulsasi menghilang karena
hati menjadi tegang dan keras. Selain itu terlihat juga asites dan edema.

Pada auskultasi dapat terdengar S3 dari ventrikel kanan yang


terdengar lebih keras pada inspirasi dan bila disertai hipertensi pulmonal
suara P2 akan mengeras. Bising pan sistolik dengan nada tinggi terdengar
paling keras di sela iga 4 garis parasternal kiri dan dapat pula sampai ke
subxifoid. Bila regurgitasi ringan, bising sistolik pendek tetapi bila
ventrikel kanan sangat besar bising dapat sampai ke apeks dan sulit
dibedakan dengan regurgitasi mitral. Adanya kenaikan aliran melalui katup
trikuspid dapat menimbulkan bising diastolik pada daerah parasternal kiri.

2.5.7 Stenosis Pulmonal


2.5.7.1 Etiologi

Stenosis pulmonal ialah suatu keadaan dimana lumen katup pulmonal


atau lumen dekat katup pulmonal menyempit. Penyempitan ini
menyebabkan berkurangnya aliran darah dari ventrikel kanan ke paru
dimana seharusnya darah mendapatkan oksigen.
Biasanya terjadi terjadi akibat adanya defek timbul pada masa
perkembangan fetus. Stenosis pulmonal dapat terjadi tanpa disertai
kelainan kongenital, misalnya karena demam reumatik, endokarditis atau
keadaan keadaan lain yang menyebabkan kerusakan atau timbulnya
jaringan parut di katup pulmonal. Keadaan ini sering berhubungan dengan
abnormalitas struktur jantung. Stenosis pulmonal paling sering dijumpai
pada lesi kardiak sindroma noona’s dan juga pada pasien dengan sindrom
rubella.

Lesi kardiak dan sindrom yang berhubungan dengan stenosis katup


mitral

Defek Sindrom
Atrial septal defect Asplenia syndrome
Ventrikular septal defect Rubella syndrome
Tetralogy of fallot Noonan’s syndrome
Hypoplastic right ventricel Cardiofacial syndrome
Transposition of the great arteries Williams syndrome
Double-outlet right ventricle
Double-inlet left ventricle(single
ventricle)
Corrected transposition of the
great arteries
Trikuspid atresia

2.5.7.2 Patofisiologi
Penyempitan yang berasal dari katup atau pembuluh darah akan
mengakibatkan peningkatan tekanan yang tinggi di bagian proksimal
dibandingkan dengan bagian distal dan perbedaan tekanan ini penting
dalam pemeliharaan aliran melewati daerah stenotik. Pada stenosis
pulmonal akan terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang akan memelihara
aliran ke paru dan apabila tak tercapai maka akan terjadi gagal jantung
kanan. Besarnya tekanan ventrikel kanan dan perbedaan tekanan melalui
katup pulmonal pada umumnya sesuai dengan derajat dari sumbatan.
Dengan meningkatnya hipertrofi ventrikel kanan dan kemampuan
ventrikel kanan menurun akan berakibat peningkatan tekanan akhir
diastolik dan gelombang A yang menonjol pada atrium kanan yang dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan pada atrium kanandan terjadi pirau
kanan ke kiri dan bila keadaan ini dengan patent foramen oval (PFO) atau
atrial septal defect (ASD) akan menyebabkan desaturasi arterial sistemik
dan secara klinik didapatkan sianosis. Pirau kanan kekiri dapat juga terjadi
pada pasien dengan ventrikel kanan hipoplastik.

2.5.7.3 Manifestasi Klinis

Gejala stenosis pulmonal bervariasi tergantung derajat stenosisnya.


Stenosis pulmonal ringan dapat asimtomatik. Derajat berat ringannya
stenosis pulmonal dikategorikan berdasarkan perbedaan tekanan katup
pada pemeriksaan kateterisasi yang dibagi menjadi :

 Trival: < 25 mgHg


 Ringan: 25-49 mmHg
 Sedang: 50-79 mmHg
 Berat: ≥80 mmHg

Pada pasien dewasa mungkin tanpa gejala terlepas dari berat


ringannya sumbatan. Pada stenosis pulmonal berat dapat dijumpai:
 Gejala gagal jantung kongestif karena disfungsi ventrikel kanan dapat
berupa dyspneu on effort, mudah lelah.
 Sianosis akibat pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale yang patent
atau suatu ASD.
 Nyeri kepala, sinkop,dan nyeri dada seperti angina pektoris, bahkan
kematian mendadak.

2.5.7.4 Pemeriksaan Fisik


Sianosis dapat terjadi akibat pirau atrium kanan ke kiri . Namun
pada stenosis trivial, ringan, sedang beberapa stenosis berat dapat tidak
dijumpai sianosis. JVP normal namun pada beberapa pasien dengan
kemampuan ventrikel kanan yang menurun tampak gelombang A pada
pulsasi leher yang dapat dijumpai bersama dengan pulsasi presistolik pada
hati. Thrill pada suprasternal notch, parasternal, area pulmonal dan thrill
presistolik.
Auskultasi ditemukan :
 S1 normal atau mengeras
 S2 terpisah melebar (S2 delayed) yang meningkat dengan peningkatan
beratnya sumbatan. Intensitas komponen pulmonal S2 mungkin keras,
berkurang atau menghilang tergantung dari beratnya stenosis
 S4 mungkin terdengar pada tepi kiri bawah sternum pada pasien dengan
stenosis pulmonal berat dan biasanya berhubungan dengan gelombang
A yang menonjol pada pulsasi jugular.
 Klik ejeksi pulmonal terdengar sepanjang tepi kiri sternum dimana
intensitasnya menurun saat inspirasi. Klik ejeksi akhirnya makin
mendekat S1 dengan meningkatnya sumbatan.
 Bising midsistolik ejeksi derajat II / IV sampai V / VI terdengar paling
baik saat inspirasi dispasium interkostal II di tepi kiri atas sternum
dengan penjalaran ke regio klavikula, aksila, dan leher. Intensitas
bising tak selalu berhubungan dengan beratnya obstruksi katup
pulmonal tapi lama dan waktu mencapai puncak dari bising mempunyai
hubungan yang erat dengan beratnya stenosis.

2.5.8 Reguritasi Pulmonal


2.5.8.1 Etiologi
Regurgitasi pulmonal dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti:
daun katup pulmonal tak ada atau mengalami rudimentasi, kelainan
kongenital (bikuspid atau quadrikuspid), prolaps, idiopatik, karsinoid,
rheuma, sifilitis, endokarditis ( pada pemakai narkoba intravena), ASD,
marfan’s syndrome, hipertensi pulmonal berat. Regurgitasi pulmonal
sering di jumpai iatrogenik karena pembedahan atau pulmonal
balonvalvuloplasty pada pasien dengan tetralogy of fallot atau kelainan
kongenital lainnya.

Regurgitasi pulmonal pada umumnya dapat di troleransi dengan


baik pada kanak-kanak, namun studi jangka panjang terbaru menunjukkan
bahwa regurgitasi pulmonal mengawali dilatadi ventrikel kanan yang
prograsif, disfungsi ventrikel kanan, intorelansi latihan, takikardi ventrikel
dan kematian mendadak.

2.5.8.2 Patofisioogi

Aliran darah pulmonal dapat dipelihara secara tidak langsung oleh


kerja ventrikel kiri melalui venous return sistemik dan oleh kotraksi atrium
kanan pulmonan mikro vascules bed resistensinya lebih rendah
dibandingkan dengan resistensi sistemik dan lokasinya lebih dekat dengan
jantung. Pentingnya keadaan ini adalah bahwa setiap keadaan sistolik
ventrikel kanan, dalah akan mengalir keparu melalui mikrovaskuler
pulmonal dengan tahanan ringan ke vena pulmonalis pada tekanan rendah
oleh aksi dari ventrikel kiri. Pada regurgitasi pulmonal berat, pulmonal
microvascular bed mempunyai efek seperti katup yang terbukti Bahwa
pada regurgitasi pulmonal berat sering kali berhubungan dengan rendahnya
raksi ejeksi yang hanya sekitar 40% yang dapat di toleransi dengan baik
untuk periode waktu yang panjang. Eksaserbasi regurgitasi pulmonal
terjadi karena adanya peningkatan tekanan erteri pulmonal, penyakit
bronkopulmonal, disfungsi ventrikel kiri atau penyakit vaskuler pulmonal.

Respon adaptif ventrikel kanan terhadap volume yang berlebihan


dari PR tergantung pada derajat dan lamanya regurgitasi. Regurgitasi
pulmonal berat kronik akan menyebabkan beban berlebih volume ventrikel
kanan dengan peningkatan volume akhir diastolik (end-diastolik volume)
yang akan diikuti dengan peningkatan volume akhir sistolik (end-sistolik
volume) dan perburukan progresif dari fungsi miokard sekitar 22% didapat
iregurgitasi trikuspid sebagai akibat perbaikan pada tetralogi of fallot pada
pasien dewasa dan ini berkontribusi dengan penambahan dilatasi dari
ventrikel kanan dan atrium kanan selanjutnya dilatasi dan peregangan
ventrikel kanan memperlambat konduksi interventrikel dan meciptakan
suatu substrat mechano-elextrical untuk sirkuit re-entry, menjadi
predisposisi terjadinya sustained vetricle tachycardia. Terdapat hubungan
yang konsisten antara kepanjangan QRS dan dilatasi ventrikel kanan dimna
durasi QRS 180ms atau lebih menunjukkan suatu prediktor senditif yang
tinggi dari sustained ventricle tachycardia dan kematian mendadak pada
pasien dengan riwayat tetralogi of fallot.

2.6 Hubungan Penyakit Katup Jantung dengan Gagal Jantung Kanan dan Kiri(5)
2.6.1 Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah
oleh ventrikel kiri sehingga tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastoledalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan
beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu
diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium
kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan
aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonalis. Bila keadaan ini terus
menerus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan
akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat
adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini
merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk
sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan iu terus
bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan
kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas
kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi
gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kanan-kiri.

2.6.2 Gagal Jantung Kanan


Gagal jantung kanan dapat terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan, tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan
ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada
waktu diastol, dengan akibat tejadinya kenaika tekanan dalam atrium kanan
yang meninggi akan menyebabkan hambatan dalam aliran darah vena cava
superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan
adanya bendungan pada vena-vena sistemik (bendungan pada vena jugularis
dan vena hepar) dengan segala akibatnya. Bila keadaan ini terus menerus
berlanju, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat
timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites.

2.6 Penatalaksanaan pada Demam Rematik(1)

Pencegahan demam reumatik ada dua cara:

1. Pencegahan primer : yaitu upaya pencegahan infeksi streptokokus beta


hemolitikus group A sehingga tercegah dari penyakit demam reumatik.
2. Pencegahan sekunder : yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A pada bekas pasien demam reumatik.

Program pencegahan primer sangat sukar dilaksanakan karena sangat


banyaknya penduduk yang dicakup dan juga adanya infeksi streptokokus
hemolitik grup A (SGA) yang tidak memperlihatkan gejala-gejala yang khas,
sedangkan kekambuhan reumatik dapat terjadi pada lebih kurang 30 % kasus bila
terserang infeksi SGA.

Majed H.A dkk, menganjurkan dengan cara pengobatan pencegahan


sekunder tersebut menggunakan penisilin kerja panjang dengan cara sebagai
berikut:

1. DR dengan karditis atau PJR (kelainan katup) perlu diberi pencegahan


sekunder selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan
kadang-kadang diperlukan selama hidup.
2. DR dengan karditis tanpa PJR perlu pencegahan sekunder selama 10 tahun
3. DR saja tanpa karditis perlu dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun
sampai umur 21 tahun.

Secara umum committee on rheumatic fever tahun 1995 menganjjurkan


pencegahan sekunder ini sampai umur 21 tahun dan 5 tahun lagi setelah terjadi
serangan ulangan, yang dilakukan tiap 4 minggu. Tetapi lue H.C dkk
menganjurkan pencegahan sekunder ini tiap 3 minggu pada daerah dengan
insiden DR yang tinggi atau pasien dengan gejala PJR.

Antibiotik Adminitrasi Dosis Keterangan


Benzathine Injeksi tunggal 1200,000 unit melalui Penicilin oral lebih
benzynpeni intramuskular intramuskulas, di sarankan karena
cilin per olar 2-4 600,000 unit untuk masalah kompliens
phenoxymet kali/hari selama anak dengan berat pasien.
il penicilin 10 hari kurang dari 27kg. Resistensi
(penicilin v) Anak-anak : 250mg 2 streptococcus Grup
kali sehari atau 3 kali A terhadap
sehari remaja atau penicilin belum
dewasa 250mg 3 kali perndah di
sehari atau 4 kali laporkan
sehari, atau 500mg 2 sebelumnya
kali sehari
Amoxiicilli Peroral 2-3 25-50mg/kg/hari Dapatjuga
n kali/hari selama dalam 3 dosis. Dosis digunakan sebagai
10 hari penuh dewasa adalah alternatif penicilin
750-1500mg/hari oral karena rasanya
Generasi Peroral Beragam tergantung Dapat digunakan
pertama 2-3kali/hari jenis obatnya sebagai alternatif
cephalospor selama 10 hari penisilin oral
in
Erythromyc Peroral 4 Beragam tergantung Dapat digunakan
in kali/hari selama formulasi obat. sebagai altetnatif
ethylsuccina 10 hari Tersedia dalam ikatan bagi pasien yang
te dengan stearat, memiliki alergi
ertilsubsinat, terhadap penisilin.
basastolateor Sebaiknya tidak
digunakan
didaerah dimna
streptococcus grup
A memiliki tingkat
resistensi tinggi
terhadap makrolide
Daftar pustaka

1. Setiati,sitidkk.2014.ilmu penyakit dalam.Ed.vi.Jakarta:interna publishing.


2. Ganomg,William F dan Stephen J. Mcphee.2015 “patofisiologi penyakit” edisi
VI. Jakarta:EGC
3. Erickson. Barbara. 2008. “Bunyi jantung & murmur” edisi. IV. Jakarta:EGC
4. Moore. Keith L & Arthur F. Dalley. 2013 “anatomi berorientasi klinis”
Edisi. V. Jakarta:Erlangga
5. Arthur C, Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Tjokronegoro, Arjatmo. Dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. ISBN: 979-496-077-6

Anda mungkin juga menyukai