CVS CASE 3
4. Jelaskan
Fungsi
dari
Katup
Jantung
• Katup
Atrioventrikular
(valvula
tricuspidalis
dan
bicuspidalis)
mencegah
aliran
balik
darah
dari
ventrikel
ke
atria
saat
sistol,
dan
katup
semilunaris
(katup
aorta
dan
a.
pulmonaris)
mencegah
aliran
balik
darah
dari
oarta
dan
arteri
pulmonalis
kembali
ke
ventrikel
saat
diastol.
Katup-‐katup
ini,
untuk
ventrikel
kiri,
terbuka
dan
tertutup
secara
pasif.
Dimana,
mereka
menutup
saat
tekanan
balik
gradien
menarik
darah
kebelakang,
dan
terbuka
ketika
gradien
tekanan
mendorong
darah
ke
depan.
Untuk
alasan
anatomis,
katup
AV
yang
tipis
tidak
membutuhkan
aliran
balik
untuk
tertutup,
sedangkan
katup
semilunar
yang
lebih
berat
membutuhkan
aliran
balik
secara
cepat
selama
beberapa
detik.
Fungsi
otot
Papilaris
Otot
papilaris
melekat
pada
katup
AV
melalui
chordae
tendineae.
Otot
papilaris
berkontraksi
ketika
dinding
ventrikel
berkontraksi,
tetapi
dia
tidak
membatu
penutupan
katup.
Tetapi,
chordae
tendineae
akan
menarik
katup
ke
dalam
menuju
ventrikel
untuk
mencegah
agar
tidak
menonjol
ke
atria
saat
kontraksi
ventrikular.
Jika
chordae
tendieae
mengalami
ruptur
atau
ada
salah
satu
otot
papilaris
yang
lumpuh,
maka
katup
akan
menonjol
ke
arah
belakang
saat
kontraksi
ventrikular,
terkadang
terlalu
jauh
sampai
menyebabkan
kebocoran
yang
parah
dan
dapat
menyebabkan
inkapasitas
jantung
yang
parah
bahkan
letal.
• Katup
Aorticus
dan
Pulmoner
Valvula
semilunaris
aorta
dan
pulmoner
berfungsi
sedikit
berbeda
dari
katup
AV.
Pertama,
tekanan
tinggi
dalam
arteri
pada
akhir
sistolik
menyebabkan
katup
semilunar
mengatup
dengan
keras
sehingga
menutup,
berlawanan
dengan
penutupan
katup
AV
yang
lebih
lembut.
Kedua,
karena
pembukkan
yang
lebih
kecil,
kecepatan
ejeksi
yang
melewati
katup
aorta
dan
pulmonar
lebih
besar
dari
katup
AV.
Dan
juga,
karena
penutupan
cepat
dan
ejeksi
cepat,
sisi-‐sisi
katup
aorta
dan
pulmoner
lebih
terpapar
abrasi
mekanis
yang
jauh
lebih
besar
dibanding
katup
AV.
Terakhir,
katup
AV
ditopang
oleh
chordae
tendineae,
yang
tidak
ada
pada
katup
semilunaris.
Hal
ini
terlihat
nyata
dari
keadaan
anatomi
katup
aorta
dan
pulmonalis
bahwa
katup-‐katup
tersebut
pasti
tersusun
oleh
jaringan
dasar
yang
sangat
kuat
namun
sangat
lentur
untuk
menahan
stress
fisik
ekstra.
5. Jelaskan
mengenai
Kurva
Tekanan
Aorta
• Ketika
ventrikel
sinistra
berkontraksi,
tekanan
ventrikel
naik
secara
cepat
hingga
katup
aorta
terbuka.
Setelah
itu,
tekanan
di
ventrikel
naik,
karena
darah
langsung
keluar
dari
ventrikel
ke
aorta
dan
menuju
ke
sirkulasi
sistemik.
• Masuknya
darah
kedalam
arteri
membuat
tekanan
di
dinidng
arteri
naik
dan
tekanannya
naik
hingga
120mmHg.
Selanjutnya,
pada
akhir
sistol,
setelah
ventrikel
kiri
berhenti
mengeluarkan
darah
dan
katup
aorta
tertutup,
dinidng
elastik
dari
arteri
tetap
membawa
tekanan
tinggi,
bahkan
saat
diastol.
Peristiwa
incisura
terjadi
di
kurva
tekanan
aorta
ketika
katup
aorta
tertutup.
Hal
ini
disebabkan
oleh
periode
pendek
dari
aliran
balik
sesaat
sebelum
penutupan
katup,
yang
diikuti
oleh
penghentian
aliran
balik
secara
tiba-‐tiba.
• Setelah
katup
aorta
tertutup,
tekanan
di
aorta
menurun
secara
lambat
melalui
diastole
karena
darah
yang
berada
di
arteri
elastik
mengalir
melalui
pembuluh
perifer
kembali
ke
vena.
Sebelum
ventrikel
berkontraksi
lagi,
tekanan
aorta
biasanya
jatuh
hingga
80mmHg
(tekanan
diastolik),
yang
jumlahnya
2/3
dari
tekanan
maksimal
120mmHg
(tekanan
sistolik)
yang
terjadi
di
aorta
ketika
kontraksi
ventrikel.
Pemeriksaan
Fisik:
Tinggi
169cm,
Berat
64kg,
tidak
ada
dyspnea,
tdk
ada
cyanosis,
tidak
pucat.
BP
130/70
mmHg,
pulse
rate
104
bpm,
irregular,
pengisian
cukup,
amplitode
iregular,
RR
20x/mnt.
Pada
palpitasi,
impuls
cardiac
apical
berisik
dan
hiperdinamis,
terletak
sedikit
ke
lateral
dan
kebawah.
Auskultasi
SJ
1
menghilang.
S4
terdengar
di
atas
prekordial,
mumur
holosistolik,
kualitasnya
high-‐pitch,
terdengar
paling
jelas
di
apex,
dan
tersebar
ke
axilla
dan
juga
bisa
terdengar
sampai
di
punggung.
6. Jelaskan
patofisiologi
Murmur
dari
Valvular
disorder
• Systolic
Mumur
of
Aortic
Stenosis
Pada
stenosis
aorta,
darah
di
ejeksi
dari
ventrikel
kiri
melalui
hanya
pembukaan
fibrous
kecil
dari
katup
aorta.
Hal
ini
menyebabkan
turbulensi
parah
dari
darah
pada
arus
aorta.
Turbulensi
darah
menimpa
dinding
aorta
sehingga
menyebabkan
vibrasi
intens,
dan
murmur
keras.
• Diastolic
Murmur
of
Aortic
Regurgitation
Ketika
diastole,
darah
mengalir
balik
dari
aorta
bertekanan
tinggi
ke
ventrikel
kiri,
menyebabkan
“blowing”
murmur
yang
relatif
high
pitch
dengan
desahan
yang
terdengar
diseluruh
ventrikel
kiri.
Murmur
ini
terjadi
karena
turbulensi
dari
darah
yang
mengalir
balik
ke
darah
yang
sudah
berada
di
tekanan
rendah
diastole
pada
ventrikel
kiri.
• Systolic
Mumur
of
Mitral
Regrugitation
Pada
regurgitasi
mitral,
darah
mengalir
balik
melalui
katup
mitral
ke
atrium
kiri
saat
sistol.
Hal
ini
menyebabkan
“blowing”
dengan
frekuensi
tinggi
yang
suaranya
mendesah
yang
setipe
dengan
regurgitasi
aorta
tetapi
pada
regrugitasi
mitral
terjadi
saat
sistol,
bukan
diastole.
Hal
ini
di
rasakan
paling
keras
di
atrium
kiri.
Namun,
atrium
kiri
terletak
di
dada
bagian
dalam
sehingga
sulit
di
dengarkan
langsung.
Oleh
karena
itu,
suara
regurgitasi
ditransmisikan
ke
dinidng
thorax
terutama
melalui
ventrikel
kiri
ke
apex
jantung.
• Diastolic
Murmur
of
Mitral
Stenosis
Pada
mitral
stenosis,
darah
lewat
katup
mitral
yang
stenosis
secara
sulit
dari
atrium
kiri
ke
ventrikel
kanan,
dan
karena
tekanan
di
atrium
kiri
jarang
naik
diatas
30
mmHg,
perbedaan
tekanan
memaksa
darah
dari
atrium
kiri
ke
ventrikel
kiri
tidak
ada.
Akibatnya,
terdengar
suara
abnormal
pada
stenosis
mitral
yang
bisanya
lemah
dan
rendah
frekuensinya,
sehingga
sebagian
besar
suara
spekrtrumnya
dibawah
batas
ambang
pendengaran
manusia.
Ketika
awal
fase
diastole,
ventrikel
kiri
dengan
mitral
yang
stenosis
memiliki
jumlah
darah
yang
sedikit
dan
dinding-‐dindingnya
sangat
lembek
sehingga
darah
tidak
bergema
bolak
balik
pada
dinidng-‐dnding
ventrikel.
Karena
alasan
ini,
bahkan
pada
mitral
stenosis
yang
parah,
mungkin
tidak
ada
murmur
yang
didengar
ketika
1/3
pertama
fase
diastole.
Setelah
itu,
setelah
pengisian
parsial,
ventrikel
mulai
melar
sehingga
darah
bisa
bergema
dan
mulailah
terdengar
suara
murmur.
SECOND
SESSION
Untuk
membuat
diagnosis
lebih
akurat,
kardiolog
melakukan
X-‐Ray
thorax,
ECG,
Echocardiography
dan
pemeriksaan
Laboratoris.
Hasil
CXR
menunjukkan
cardiomegaly
dengan
pembesaran
LA
dan
Lv
dan
tidak
ada
kongesti
pulmoner
dan
ECG
menunjukkan
ritme
daar
fibrilasi
atrial
dengan
respon
moderat
ventrikular
dan
Echocardiogram
menunjukkan
katup
mitral
posterior
yang
menebal
dan
sedikit
terkalsifikasi
dengan
MR
yang
parah,
tidak
ada
stenosis,
tidak
ada
prolaps,
fraksi
ejeksi
ventrikel
kiri
(LVEF)
sebesar
80%.
Berdasarkan
X-‐Ray
thorax,
ECG,
dan
Echocardiography,
kardiolog
mendiagnosis
Mr.
Sunarto
mengalami
MR
suggested
Rheumatic
Heart
Disease.
1. jelaskan
etiologi
Valvular
Heart
Disease
a. Acute
Rheumatic
Fever
b. Rheumatic
Heart
Disease
e. Myxomatoue
c. Congenital
f. Ischemic
Heart
d. Calcific
degeneration
2. Etiologi
Rheumatic
Heart
Disease
Streptococcus
Beta-‐Haemolyticus
3. Jelaskan
Divisi
Streptococci
berdasarkan
kapabilitas
Hemolysis
• Alpha-‐hemolytic
streptococci
dari
zona
hijau
disekitar
koloni
menyebabkan
lisis
inkomplit
dari
RBC
dalam
agar.
• Beta-‐hemolytic
streptococci
dari
zona
jernih
disekitar
koloni
karena
lisis
komplit
dari
RBC
terjadi.
Beta-‐hemolysis
terjari
karena
produksi
enzim
(hemolysin)
yang
disebut
streptolysin
O
dan
streptolysin
S.
• Beberapa
streptococci
bersifat
nonhemolytic
(gamma-‐hemolysis)
4. Jelaskan
karakteristik
morfologis
dari
Streptococci
Masing-‐masing
kokus
berbentuk
bulat
atau
ovoid
dan
tersusun
menyerupai
rantai.
Kokus
membelah
diri
pada
bidang
yang
tegak
lurus
terhadap
sumbu
panjang
rantai.
Anggota
kokus
yang
tersusun
dalam
rantai
sering
memiliki
gambaran
diplokokus
yang
nyata,
dan
sesekali
tampak
menyerupai
batang.
Panjang
rantai
sangat
bervariasi
dan
dipengaruhi
faktor
lingkungan.
Streptokok
bersifat
gram-‐positif,
tetapi
seiring
bertambahnya
usia
kultur
dan
kematian
bakteri,
streptokok
kehilangan
sifat
gram-‐positifnya
dadn
dapat
tampak
sebagai
gram
negatif;
untuk
sebagian
streptokok,
hal
ini
dapat
terjadi
setelah
inkubasi
selama
satu
malam.
Sebagian
besar
galur
grup
A
menghasilkan
kapsul
yang
tersusun
atas
asam
hialuronat.
Kapsul
paling
nyata
terlihat
pada
kultur
yang
masih
sangat
baru.
Kapsul
pada
streptokok
lainnya
(misalnya
S.
agalactiae
dan
S.
pneumoniae)
berbeda.
Dinding
sel
S.
pyogenes
mengandung
protein
(antigen
M,
T,
R),
karbohidrat
(spesifik-‐grup),
dan
peptidoglikan.
Pili
mirip
rambut
menonjol
keluar
dari
kapsul
pada
streptokok
group
A.
Pili
tadi
sebagian
tersusun
dari
protein
M
dan
diselubungi
dengan
lipoteichoic
acid.
Lipoteichoic
acid
ini
penting
untuk
lekatan
streptokok
ke
sel
epitel.
5. Apa
struktur
antigen
dari
Streptococci?
• C
carbohydrate
menentukan
group
beta-‐hemolytic
streptococci.
Ini
terletak
di
dinding
sel,
dan
spesifisitasnya
ditentukan
oleh
gula
amino.
• M
protein
merupakan
faktor
virulensi
yang
paling
penting
dan
menentukan
tipe
group
A
beta-‐hemolytic
streptococci.
M
protein
diambil
dari
permukaan
luar
sel
dan
mengganggu
ingesti
dengan
fagositosis,
contohnya,
sifat
antifagositiknya.
Antibodi
terhadap
M
protein
memiliki
tipe
imunitas
spesifik.
Ada
kira-‐kira
80
serotipe
berdasarkan
M
protein,
yang
menjelaskan
mengapa
infeksi
multipel
dari
S.
pyogenes
bisa
terjadi.
Rantai
S.
pyogenes
yang
memproduksi
beberapa
tipe
M
protein
adalah
rheumatogenik,
misalnya,
menyebabkan
demam
rheumatoic,
sedangkan
rantai
S.
pyogenes
yang
memproduksi
tipe
M
protein
lain
seperti
nephritogenik,
misalnya,
menyebabkan
glomerulonefritis
akut.
• walaupun
M
protein
adalah
komponen
antifagositik
utama
S.
pyogenes,
organisme
ini
juga
memiliki
kapsul
polisakarida
yang
memainkan
peran
penting
dalam
menghambat
fagositosis.
6. Jelaskan
enzim
dan
toksin
yang
berperan
dalam
Streptococci?
• Streptokinase
(Firbinolysin)
Streptokinase
dihasilkan
oleh
banyak
galur
streptokok
grup-‐A
hemolitik-‐beta.
Enzim
ini
mengubah
plasminogen
dalam
plasma
menjadi
plasmin,
suatu
enzim
proteolitik
aktif
yang
mencerna
fibrin
dan
protein
lainnya.
Proses
penceranan
ini
dapat
dihambat
oleh
inhibitor
nonspesifik
dalam
serum
dan
oleh
antibodi
spesifik,
antistreptokinase.
Streptokinase
diberikan
secara
intravena
untuk
terapi
embolus
paru,
penyakit
arteri
koroner,
dan
trombosis
vena.
• Streptodornase
Streptodornase
(streptococcal
deoxyribonuclease),
mendepolimerisasi
DNA.
Aktivitas
enzimatik
streptodornase
dapat
diukur
dengan
penurunan
kekentalan
larutan
DNA
yang
telah
diketahui.
Sebagian
besar
kekentalan
eksudat
purulen
disebabkan
adanya
deoksiribonukleoprotein.
Campuran
streptodornase
dan
streptokinase
digunakan
dalam
‘debridema
enzimats’.
Campuran
ini
membantu
mencairkan
eksudat
serta
memfasilitasi
pengeluaran
pus
dan
pengangkatan
jaringan
nekrotik;
dengan
demikian,
obat
antimikroba
akan
mempunyai
akses
yang
lebih
baik,
dan
permukaan
yang
terinfeksi
lebih
cepat
pulih.
Antibodi
terhadap
DNAse
timbul
setelah
infeksi
streptokokus
(batas
normal
=
100
unit),
khususnya
setelah
infeksi
kulit.
• Hialuronidase
Hialuronidase
memecah
asam
hialurnoat,
suatu
substansi
komponen
dasar
yang
penting
dari
jaringan
penyambung.
Karena
itu,
hialuronidae
membantu
penyebaran
mikroorganisme
penginfeksi
(faktor
penyebar).
Hialuronidase
bersifat
antigenik
dan
spesifik
untuk
tiap
sumber
bakteri
atau
sumber
jaringan.setelah
infeksi
oleh
organisme
penghasil-‐hialuronidase,
antibodi
spesifik
akan
ditemukan
dalam
serum.
• Eksositosin
pirogenik
Eksotoksin
pirogenik
diproduksi
oleh
S.
pyogenes.
Terdapat
tiga
eksositosin
pirogenik
streptokokus
yang
berbeda
berdasarkan
sifat
antigennya:
A,
B,
C.
Eksotoksin
A
adalah
eksositosin
yang
paling
banyak
diteliti.
Eksositosin
A
dihasilkan
oleh
streptokok
grup
A
yang
memiliki
fage
lisogenik.
Eksotoksin
pirogenik
streptokokus
telah
dikaitkan
dengan
sindrom
syok
toksik
streptokus
dan
demam
skarlatina.
Sebagian
besar
galur
streptokok
grup
A
yang
diisolasi
dari
pasien
dengan
sinrom
syok
toksis
streptokokus
menghasilkan
eksotoksin
priogenik
A
streptokokus
atau
memiliki
gen
yang
menyandi
eksotoksin
tersebut;
sebaliknya,
hanya
sekitar
15%
streptokok
grup
A
yang
diisolasi
dari
apsien
lainnya
memiliki
gen
ini.
Ekotoksin
priogenik
C
streptokokus
mungkin
turut
berperan
dalam
sindrom
tersebut,
sedangkan
peran
eksotoksin
pirogenik
B
streptokokus
masih
belum
jelas.
Streptokok
group
A
yang
menyebabkan
sindrom
syok
toksis
terutama
adalah
tipe
protein
M
1
dan
3.
Eksotoksin
pirogenik
bekerja
sebagai
superantigen
yang
memicu
sel
T
dengan
cara
berikatan
dengan
kompleks
histokomplatibilitas
mayor
kelas
II
dan
di
daerah
V-‐beta
pada
reseptor
menyebabkan
syok
dan
cedera
jaringan.
Mekanisme
kerja
ini
tampaknya
serupa
dengan
mekanisme
kerja
toksin-‐1
sindrom
toksik
stafilokokus
dan
enterotoksin
stafilokokus.
• Diphosphopyridine
nukleotidase
Enzim
ini
diproduksi
oleh
beberapa
streptokok.
Substansi
ini
mungkin
berkaitan
dengan
kemampuan
organisme
untuk
membunuh
leukosit.
Proteinase
dan
amilase
dihasilkan
oleh
beberapa
galur.
• Hemolysin
S.
pyogenes
grup
A
hemolitik-‐beta
membentuk
dua
jenis
hemolisin
(Streptolisin).
Streptolisin
O
merupakan
protein
(BM
60.000)
yang
sifat
hemolitiknya
aktif
dalam
bentuk
tereduksi
(adanya
gugus-‐SH),
tetapi
cepat
menjadi
tidak
aktif
dengan
adanya
oksigen.
Streptolisin
O
merupakan
penyebab
hemolisis
yang
tampak
saat
pertumbuhan
terjadi
di
bagian
dalam
medium
lempeng
darah.
Streptolisin
O
berikatan
secara
kuantitatif
dengan
antistreptolisin
O
(ASO),
suatu
antibodi
yang
muncul
pada
manusia
pascainfeksi
streptokokus
yang
menghasilkan
streptolisin
O.
Antibodi
ini
menghambat
hemolisis
oleh
streptolisin
O.
fenomena
ini
merupakan
dasar
pengujian
kuantitatif
antibodi.
Titer
ASO
dalam
serum
yang
melebihi
160-‐200
unit
dianggap
melebihi
batas
normal
dan
menandakan
infeksi
baru
S.
pyogenes
atau
kadar
antibodi
yang
menetap
tinggi
akibat
respons
imun
berlebihan
terhadap
pajanan
terdauhlu
pada
orang
yang
hipersensitif.
Streptolisin
S
merupakan
agen
penyebab
zona
hemolitik
di
sekitar
koloni
streptokokus
yang
tumbuh
di
permukaan
lempeng
agar
darah.
Streptolisin
ini
dibentuk
jika
terdapat
serum-‐sehingga
dinamakan
streptolisin
S.
Streptolisin
ini
tidka
bersifat
antigenik,
tetapi
dapat
dihambat
oleh
inhibitor
nonspesifik
yang
biasa
ditemukan
dalam
serum
manusia
dan
hewan,
serta
tidak
terkait
dengan
pajanan
streptokok
terdahulu.
7. Bagaimana
mendiagnosis
infeksi
Streptococci
• Spesimen
Jenis
spesimen
yang
diambil
bergantung
pada
sifat
infeksi
streptokokus.
Apisan
tenggorok,
pus,
atau
darah
diambil
untuk
kultur.
Serum
diambil
untuk
pemeriksaan
antibodi.
• Smear
(Apusan)
Apusan
dari
pus
sering
memperlihatkan
kokus
tunggal
atau
berpasangan,
bukan
dalam
bentuk
rantai.
Kokus
terkadang
tampak
sebagai
gram-‐negatif
karena
organisme
tersebut
tidak
lagi
hidup
dan
telah
kehilangan
kemampuan
untuk
mempertahankan
zat
warna
biru
(kristal
violet)
sehingga
kehilangan
sifat
gram
positifnya.
Jika
apusan
pus
memperlihatkan
gambar
streptokok,
tetapi
kultur
gagal
bertumbuh
maka
harus
dicurigai
organisme
tersebut
adalah
bakteri
anaerobik.
Apusa
ndari
swab
tenggorok
jarang
bermanfaat
karena
streptokok
viridans
selalu
ada
dan
memiliki
rupa
yang
sama
dengan
streptokok
grup
A
pada
pulasan
apusan.
• Kultur
Spesimen
yang
diduga
mengandung
streptokok
dibiakan
pada
lempeng
agar
darah.
Jika
dicurigai
terdapat
organisme
anaerobik,
spesimen
juga
harus
diinokulasi
pada
medium
anaerobik
yang
sesuai.
Inkubasi
dalam
CO2
10%
sering
mempercepat
hemolisis.
Menusukkan
inokulum
(slicing)
ke
dalam
agar
darah
memiliki
efek
yang
serupa,
karena
oksigen
lebih
sulit
menembus
medium
untuk
mencapai
organisme
yang
tertanam
di
bagian
dalam,
dan
oksigen
itulan
yagn
berperan
menonaktifkan
streptolisin
O.
Streptokok
group
A
hemolitik
(misalnya,
pada
sepsis)
tumbuh
pada
kultur
darah
dalam
beberapa
jam
atau
beberapa
hari.
Enterokok
dan
streptokok
hemotilik-‐alfa
tertentu
dapat
tumbuh
secara
lambat
sehingga
kultur
darah
pada
kasus
yang
diduga
endokarditis
terkadang
tidak
memberikan
hasil
positif
hingga
beberapa
hari
kemudian.
Derajat
dan
jenis
hemolisis
(Serta
tampilan
koloni)
dapat
membantu
mengelompokkan
organisme.
S.
pyogenes
dapat
diidentifikasi
dengan
uji
cepat
yang
khusus
mendeteksi
antigen
spesifik-‐grup
A
dan
dengan
tes
PYR.
Dugaan
streptokok
yang
termasuk
grup
A
dapat
diidentifikasi
melalui
terhambatnya
perteumbuhan
oleh
bastitrasin,
tetapi
identifikasi
dengan
cara
ini
hanya
boleh
digunakan
jika
tidak
ada
pemeriksaan
yang
lebih
definitif.
• Uji
Deteksi
Antigen
Tersedia
beberapa
set
perlengkapan
komersial
untuk
melakukan
deteksi
cepat
antigen
streptokokus
grup
A
dari
apusan
tenggorok.
Set
perlengkapan
ini
menggunakan
metode
enzimatis
atau
kimiawi
untuk
mengekstraksi
antigen
dari
apusan,
kemudian
menggunakan
uji
EIA
atau
aglutinasi
untuk
memperlihatkan
adanya
antigen.
Emeriksaan
ini
dapat
dilakukan
dalam
hitungan
menit
hingga
jam
setelah
diambilnya
spesimen.
Pemeriksaan
tersebut
memiliki
sensitivitas
60-‐90%,
bergantung
pada
prevalensi
penyakit
dalam
populasi,
dan
memiliki
spesifisitas
98-‐99%
jika
dibandingkan
dengan
metode
kultur.
• Uji
Serologis
Peningkatan
titer
antibodi
terhadap
banyak
antigen
streptokokus
grup
A
dapat
diukur.
Antibode
tersebut
mencakup
ASO,
terutama
pada
penyakit
pernapasam;
anti-‐Dnase
dan
antihialuroniase,
khususnya
pada
infeksi
kulit;
anti-‐streptokinase;
antibodi
anti-‐M
tipe-‐
spesifik;
dan
lain-‐lain.
Di
antara
semua
antibodi
tersebut,
titer
anti-‐ASO
adalah
yang
paling
banyak
digunakan.
8.
Bagaimana
status
imunitas
pasien
yang
terkena
infeksi
Streptococci?
Resistensi
terhadap
penyakit
streptokokus
bersifat
spesifik-‐tipe
M.
dengan
demikian,
pejamu
yang
telah
pulih
dari
infeksi
oleh
satu
tipe
M
streptokokus
grup
A
akan
menjadi
relatif
kebal
terhadap
infeksi
ulang
oleh
tipe
M
yang
lain.
Antibodi
spesifik-‐tipe
anti-‐M
dapat
diperlihatkan
melalui
suatu
uji
yang
memanfaatkan
bukti
bahwa
streptokok
mati
dengan
cepat
setelah
fagositosis.
Protein
M
menghambat
fagositosis,
tetapi
jika
terdapat
antibodi
spesifik-‐tipe
terhadap
protein
M
bakteri
tersebut,
streptokok
dibunuh
oleh
leukosit
manusia.
Antibodi
terhadap
streptolisin
O
timbul
setelah
infeksi;
antibodi
ini
menghambat
hemolisis
oleh
streptolisin
O,
tetapi
tidak
menunjukkan
imunitas.
Titer
tinggi
(>250
unit)
menunjukkan
infeksi
baru
atau
berulang
dan
lebih
seirng
ditemukan
pada
pasien
rematik
dibandingkan
mereka
yang
mengalami
infeksi
streptokokus
tanpa
komplikasi.
9. Jelaskan
patofisiologi
regurgitasi
mitral
(insufisiensi
mitral)
Koaptasi
kuspis
mitral
yang
abnormal
à
menyebabkan
orificium
regrugitan
ketika
sistole,
menyebabkan
volume
regurgitan,
menciptakan
overload
voume
dengan
masuknya
LA
saat
sistol,
dan
LV
pada
diastole,
membuat
dilatasi
kompensatori
dari
LA
dan
LV.
10. Jelaskan
mengenai
foto
X-‐ray
insufisiensi
mitral
a. Pembesaran
ventrikel
kiri
b. Pemebsaran
atrium
kiri
c. Pembesaran
arteri
pulmoner,
sampai
gagal
jantung
kanan
d. Aorta
kecil
e. Kalsifikasi
valvular
bisa
dilihat
pada
30-‐40%
kasus
11.
Jelaskan
mengenia
pembesaran
ventrikel
kiri
12.
Jelaskan
X-‐ray
mengenai
Pembesaran
Atrium
Kiri
a. Atrium
kiri
menonjol
ke
posterior
(posisi
RAO);
tampak
double-‐contoured
pada
sisi
kanan
karena
atrium
kiri
yang
besar
sampai
ke
kanan
(PA)
b. Bronkus
kiri
naik
c. Kehilangan
insisura
aortika,
jantung
berputar
ke
kiri
d. Peningkatan
distensi
v.
pulmonaris.
13. Jelaskan
mengenai
x-‐ray
dari
Pulmonary
venous
hypertension
a. Vena
pulmonar
normal
atau
menyempit
pada
daerah
paru
b. V.
pulmonar
prominen
di
daerah
paru
atas
c. Vena
berdilatasi
di
hilli
(hilar
hizy)
d. III
bagian
berbentuk
irreguler
pada
bagian
atas
atau
maragin
luar
dari
akar
hilus
14.
Jelaskan
mengenai
X-‐ray
dari
Pulmonary
capillary
hypertension
1. Kirley’s
A
and
B
lines
2. Perivascular
haziness
3. Retikulasi
pola
pada
lobus
inferior
4. Kehilangan
translusensi
pada
basis
paru
Penemuan-‐penemuan
ini
mungkin
disebabkan
oleh
edema
pulmoner
interstisial
dan
lymphangiectasis.
Penebalan
fisura
interlobar
dan
obliterasi
sulkus
costophrenica
juga
bisa
terjadi.
THRID
SESSION
Pasien
diberi
vasodilator
dan
antiarrhytmias,
dan
trans
esophageal
echocardiography
untuk
mendeteksi
thrombus
yang
tersembunyi
di
auriula
atrium
sinistra,
infark
negtif.
Pasien
di
evaluasi
secara
ketat,
dan
usaha
aritmik
bisa
dikonversi
menjadi
ritme
sinus.
1. jelaskan
management
MR
-‐ Terapi
vasodilator
o Nitrovasodilator
o Direct
acting
atau
mekanisme
vasodilator
yang
tidak
diketahui
o Ca
channel
blocker
o Natriureti
peptides
2. jelaskan
indikasi
operasi
-‐ Akut,
MR
parah
biasanya
memerlukan
operasi
-‐ Kornis,
MR
moderate-‐parah
dan
symtomatik
biasanya
menggunakan
operasi
elektif.
3. jelaskan
prevensinya
-‐ dilatasi
LA
menyebabkan
fibrilasi
atrial
-‐ AF
menyebabkan
thromboemboli;
terapi
antikoagulan
diperlukan
-‐ Fungsi
LV
yang
memburuk
menyebabkan
heart
failure
-‐ Endokarditis
harus
dipertimbangkan
4. prognosis
Mitral
Regurgitation
(MR)
prognosisnya
baik,
relatif
dapat
ditoleransi
TAMBAHAN
BIOKIM
1. Apa
itu
kolesterol
i. kolesterol
merupakan
lipid
amphipatic
yang
merupakan
komponen
struktural
esensial
dari
mmebran
dan
lapisan
luar
plasma
lipoprotein.
Kolesterol
merupakan
prekursor
dari
semua
steroid
lain
dalam
tubuh
seperti
corticosteroid,
sex
hormon,
asam
empedu,
dan
vitamin
D
ii. kolesterol
ada
di
jaringian
dan
plasma,
baik
itu
sebagai
kolesterol
bebas
atau
sebagai
bentuk
simpanan,
yang
dikombinasikan
dengan
asam
lemak
rantai
panjang
sebagai
kolesteril
ester.
iii. Sebagai
produk
tipikal
dari
metabolisme
hewan,
kolesterol
terdapaqt
di
makanan
hewani,
seperti
kuning
telur,
daging,
hati,
dan
otak.
2. Darimana
kolesterol
diambil
-‐ Kolesterol
diambil
hampir
sama
dari
diet
dan
biosintesis.
-‐ Lebih
dari
setengah
kolesterol
tubuh
berasal
dari
sintesis
(sekitar
700
mg/d)
dan
sisanya
dari
diet.
Liver
dan
intestin
menghasilkan
kurang
lebih
10%
dari
total
kolesterol.
Semua
jaringan
yang
mengandung
sel
berinti
dapat
mensintesis
kolesterol,
yang
prosesnya
terjadi
di
RE
dan
sitosol.
3. Bagaimana
biosintesis
kolesterol
-‐ Acetyl-‐CoA
merupakan
sumber
dari
semua
atom
karbon
dalam
kolesterol
-‐ Biosintesis
kolesterol
terjadi
dalam
lima
tahapan
o Sintesis
mevalonat
terjadi
dari
Asetil-‐KoA
o Unit
isoprenoid
terbentuk
dari
mevalonat
dari
kehilangan
CO2
o Enam
unit
isoprenoid
berkondensasi
membentuk
skualen
o Skualen
bersiklisasi
untuk
membentuk
steroid
induk,
lanosterol
o Kolesterol
dibentuk
dari
lanosterol
4. Apa
transporter
Kolesterol
dan
fungsinya?
-‐ Dalam
plasma,
kedua
bentuk
kolesterol
ditranspor
dalam
lipoprotein
-‐ Ini
adalah:
(1) Chylomicrons,
diambil
dari
absorbsi
intestinal
dari
TG
dan
lipidnya
(2) VLDL
/
pre-‐beta-‐lipoprotein,
diambil
oleh
liver
oleh
ekspor
TG
(3) LDL
/
beta-‐lipoprotein,
mempresentasikan
tahap
kahir
katabolisme
VLDL
(4) HDL
/
alfa-‐lipoprotein,
terlibat
dalam
transpor
kolesterol
dan
metabolisme
VLDL
dan
chylomicron
-‐ TG
merupakan
lipid
utama
pada
chylomicrons
dan
VLDL,
sedangkan
kolesterol
dan
fosfolipid
adalah
lipid
utama
pada
LDL
dan
HDL
-‐ Lipoprotein
mungkin
dapat
dipisahkan
menurut
properti
elektroforetik
menjad
ialfa,
beta,
dan
pre-‐beta
lipoprotein.
-‐ Plasam
LDL
adalah
kendaraan
utama
untuk
uptake
kolesterol
dan
cholesteryl
ester
ke
banyak
jaringan
-‐ Kolesterol
bebas
dibuang
dari
jaringan
oleh
plasma
HDL,
dan
ditranspor
ke
liver,
dimana
nanti
ia
kaan
dieliminasi
tubuh
sebelum
diubah
atau
setelah
dikonversi
ke
asam
empedu
melalui
transpor
kolesterol
terbalik.
5. Bagaimana
metabolisme
kolesterol
diregulasi
-‐ Regulasi
sintesis
koleterol
berasal
dari
tahapan
awalnya,
yaitu
pada
tahapan
HMG-‐KoA
reduktase
-‐ Penurunan
sintesis
kolesterol
pada
hewan
kelaparan
diikuti
dengan
penurunan
aktivitas
enzim
-‐ Namun,
hanya
sintesis
hepatik
yang
idhambat
oleh
dietary
cholesterol.
HMG-‐KoA
reduktase
di
liver
di
inhibisi
oleh
mevalonat,
produk
antara
tahapan
sintesis,
dan
oleh
kolesterol,
produk
utamanya.
-‐ Kolesterol
(atau
metabolit,
co:
sterol
teroksigenasi)
menunjukkan
transkripsi
gen
HMG-‐koA
reduktase
dan
juga
dipecaya
dapat
mempengruhi
translasi
-‐ Insulin
atau
hormon
tiroid
meningkatkan
aktivitas
HMG-‐KoA
reduktase,
sedangkan
glukagon
atau
glukokortikoid
menurunkan
-‐ Aktivitas
dapat
dimodifikasi
secara
bolak
balik
oleh
mekanisme
phosphorylation-‐
dephosphorylation,
dimana
ada
sebagian
yang
besifat
cAMP-‐dependent
dan
langsung
responsif
terhadap
glukagon.
Usaha
menurunkan
kolesterol
plasma
pada
manusia
dengan
mengurangi
jumlah
kolesterol
pada
diet
membuahkan
hasil
yang
bervariasi.
-‐ Secara
umum,
penurunan
kolesterol
sebanyak
100
mg
pada
diet
menyebabkan
penurunan
kira-‐kira
0.13
mmol/L
kolesterol
serum.