Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KELAINAN KATUP JANTUNG

DIBUAT OLEH:

PIPIT WAHYUNI

113063J122026

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN
BAB I
KONSEP TEORI
A. Anatomi & Fisiologi

1. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi
ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas
dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang
berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel
menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:

 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
 Kiri : ujung ventrikel kiri
 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma
sampai apeks jantung
 Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah
tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid
yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di
antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara
atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan
aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior.
Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet)

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung.
Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit
menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal
atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai
persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan
dipersepsi sebagai nyeri

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal
dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium
kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler
posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/
posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal
dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left
anterior descenden (LAD) interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior
dan inferior ke apeks jantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi
berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.
2. Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan
kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa
kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri
berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang
dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan
berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena
cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi
vena(disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah
kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel
kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di


paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini
kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri,
darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke
aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan
darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai
mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini.
Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini
selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara
bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

3. Anatomi katup Jantung


a. Katup Trikuspid

Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan.
Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium
kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan
namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.

b. Katup Pulmonal

Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis
sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi
arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru
kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang
terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan
menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir
dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.

c. Katup Bikuspid

Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.

d. Katup aorta

Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini
akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan
mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel
kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
Pembuluh darah yang terdiri dari arteri, arteriole, kapiler dan venula serta vena
merupakan pipa darah dimana didalamnya terdapat sel-sel darah dan cairan
plasma yang mengalir keseluruh tubuh. Pembuluh darah berfungsi mengalirkan
darah dari jantung ke jaringan serta organ2 diseluruh tubuh dan sebaliknya.
Arteri, arteriole dan kapiler mengalirkan darah dari jantung keseluruh tubuh,
sebaliknya vena dan venula mengalirkan darah kembali ke jantung.

4. Penyakit Katup Jantung


a. Penyakit Akuisita Katup Aorta
1) Stenosis Aorta

Stenosis aorta dapat terjadi pada 3 level : valvular, subvalvular dan


supravalvular. Gejala yang khas dan mudah ditemukan adalah murmur sistolik
di ICS2.

a) Supravalvular

Paling sering ditemukan pada pasien dengan kelainan kongenital seperti


sindrom William.

b) Valvular
 Kalsifikasi dan fibrosis pada normal trileaflet aortic valve (AV)
 Kalsifikasi dan fibrosis katup bikuspid kongenital (2%)
 Rheumatik valve (RV) disease
c) Subvalvular

Disebabkan karena adanya obstruksi diproximal AV, etiologi paling sering


adalah adanya membran subaortik, hipertropik kardiomiopati, obstruksi
kanal subaortik.

Stenosis aorta paling sering disebabkan oleh 2 hal yaitu stenosis aorta
reumatik dan stenosis aorta berkalsifikasi. Pada stenosis aorta reumatik terjadi
keterlibatan endokardium dalam penyakit radang demam reumatik karena
infeksi faring oleh Streptokokus grup A yang dapat menyebabkan
pembengkakan, udem dan deformitas katup. Sedangkan pada stenosis aorta
berkalsifikasi, terutama pada katup bikuspid, bisa bersifat kongenital atau
karena penyakit reumatik sebelumnya. Pasien dengan stenosis aorta bisa
asimptomatik atau menunjukkan salah satu dari tiga Triad of Symptoms
berikut: angina, sinkope atau dispnea.

2) Derajad keparahan stenosis aorta

Luas Area Katup Aorta LV-Aortic Pressure Gradient


Normal : 2,6-3,5 cm2 Ringan 12-25 mmHg
Ringan > 1,5 cm2 Sedang 25-40 mmHg
Sedang 1,0-1,5 cm2 Signifikan 40-5- mmHg
Berat <0,5 cm2 Kritikal >50 mmHg

Anestesi berbasis narkotik menjadi teknik terpilih karena menyebabkan


perubahan hemodinamik yang minimal. Hipotensi yang mungkin terjadi pada
saat induksi anestesi harus diantisipasi dengan kecukupan volume sebelum
induksi, resusitasi cairan dan vasokonstriktor untuk menjaga preload dan
afterload. Tekanan darah dan tahanan pembuluh darah sistemik harus
dipertahankan dalam rentang normal untuk menjamin pengisian koroner
selama fase diastolik. Meskipun sedikit peningkatan tekanan pengisian
diperlukan untuk mempertahankan curah jantung, infus cairan intravena yang
berlebihan harus dihindarkan karena merupakan faktor predisposisi
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan konsekuensinya akan
menyebabkan penurunan perfusi subendokardium

3) Regurgitasi aorta

Regugitasi Katup Aorta (Inkompetensia Aorta, Insuffisiensi Aorta, Aortic


Regurgitation) adalah kebocoran pada katup aorta yang terjadi setiap kali
ventrikel mengalami relaksasi. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh
kelainan primer daun katup aorta atau kelainan geometri pangkal aorta.

Riwayat klinis pada pasien dengan regurgitasi aorta kronis dapat membuat
keliru seorang anestesiolog dalam mengambil keputusan. Disfungsi
miokardium yang signifikan dapat terjadi walaupun tidak ada gejala.
Sebaliknya, regurgitasi aorta akut berat yang tiba-tiba dapat menimbulkan
tanda-tanda gagal jantung akut akibat kelebihan beban diastolik pada ventrikel
kiri yang akut.

Anestesi berbasis opioid menjaga kestabilan hemodinamik. Penggunaan


dosis rendah anestesi inhalasi menjaga fungsi LV dan RV. Hindari
penggunaan N2O karena dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Pilihan
pelumpuh otot terutama pada obat yang paling sedikit mengganggu
hemodinamik terutama mengakibatkan perubahan pada denyut jantung,
vecuronium dan rocuronium dapat menjadi pilihan.

b. Penyakit Akuisita Katup Mitral


1) Stenosis mitral

Stenosis Mitral atau Mitral Stenosis adalah suatu penyempitan katup jantung
kiri dimana katup tidak membuka dengan tepat yang menyebabkan hambatan
aliran darah antara atrium dan ventrikel jantung kiri sehingga darah tidak dapat
dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi
lemah dan nafas menjadi pendek serta munculnya gejala lainnya.

Kelainan katup dapat bersifat kongenital, namun umumnya disebabkan demam


rheumatik. Penebalan daun katup dan fusi komisural sebagai akibat sekunder dari
proses inflamasi. Stenosis mitral sering ditemukan bersama kelainan katup lain
seperti regurgitasi mitral dan trikuspid.

Gejala stenosis mitral yang sering ditemukan adalah dispnea, berubungan


dengan hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan. Gangguan irama berupa
fibrilasi atrial dan riwayat emboli perifer juga kerap dikeluhkan. Dari hasil
pemeriksaan biasa dijumpai adanya penebalan daun katup, doming dan
menyempitnya bukaan katup.

Anestesia berbasis narkotik menjadi teknik terpilih. Dosis rendah anestesi


inhalasi mampu mempertahankan fungsi IV dan RV. Pilihan jenis pelumpuh otot
lebih kepada yang paling sedikit mengganggu irama dan denyut jantung.
Vecuronium dan rocuronium dapat menjadi pilihan.

2) Regurgitasi mitral
Regurgitasi mitral terjadi karena adanya kelainan dari komponen katup Mitral
terutama korda tendinea. Kelainan ini bisa disebabkan oleh valvulitis reumatik,
kalsifikasi idiopatik annulus mitral, sindroma prolapsis mitral dan penyakit
muskulus papillaris ventrikel. Walaupun ventrikel kiri dapat beradaptasi terhadap
peningkatan beban volume yang ditimbulkan oleh regurgitasi mitral, namun
makin lama fungsi ventrikel kiri akan memburuk, volume akhir diastolik
ventrikel akan meningkat progresif dan kardiomegali karena dipertrofi ekstrinsik
ventrikel kiri akan menyertai.

Seperti halnya regurgitasi aorta, regurgitasi mitral kronik dapat bersifat


asimtomatik untuk jangka waktu yang lama. Keluhan utama adalah dispnea saat
aktifitas atau istirahat pada fase lanjut, mudah lelah. Ukuran regurgitan
tergantung dari ukuran lubang pada katup mitral dan gradien tekanan yang
melaluinya.

Teknik anestesi terpilih adalah yang berbasis narkotik. Kombinasi dosis


rendah anestesi inhalasi, menghindari N2O dan pemilihan pelumpuh otot yang
tidak mengganggu denyut nadi menjadi pilihan (vecuronium dan rocuronium).
Pada pasien berat, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) dapat membantu
menurunkan afterload, memperbaiki kontraksi dan meningkatkan CO.
Transesophageal Echocardiogram (TEE) sangat berguna sebagai panduan durante
operatif untuk evaluasi katup setelah dilakukan penggantian/ perbaikan katup,
identifikasi dini komplikasi bedah serta tatalaksana hemodinamik.

c. Penyakit Akuisita Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid lebih jarang ditemukan dibandingkan katup aorta atau
mitral. Regurgitasi trikuspid biasanya akibat dilatasi jantung kanan akibat hipertensi
pulmonal dan katup mitral atau, lebih jarang lagi, penyakit katup aorta. Penyebab
lain regurgitasi trikuspid termasuk endokarditis dan kelainan kongenital. Secara
umum, penyebab penyakit katup mitral atau aorta dan beratnya hipertensi pulmonal
menentukan penanganan anestetik, dibandingkan dengan penyakit katup trikuspid
itu sendiri, yang biasanya bersifat asimtomatik.

Regurgitasi trikuspid biasanya merupakan akibat sekunder dari kerusakan katup


lain, optimalisasi kontraksi jantung kiri merupakan target tatalaksana pada kelainan
ini. Hipertensi pulmonal dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru harus
dihindari.

Selain monitoring standar, pemasangan kateter arteri pulmonal akan sangat


berguna pada pasien ini, terutama pada pasien dengan hipertensi pulmonal. TEE
direkomendasikan untuk penilaian kecukupan volume dan tatalaksana hemodinamik.

B. Definisi

Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami


kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan maksimal oleh jantung.
Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa
kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat
jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk memompa keseluruh tubuh.
Akibatnya orang tersebut tidak bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu.

Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya tidak dapat  beraktifitas
beraktifitas dan juga dapat menimbulkan menimbulkan kematian kematian karena
jantung jantung tidak lagi memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah.
Kelainan katup jantung  biasanya  biasanya terjadi terjadi karena faktor genetika
genetika atau keturunan keturunan dan terjadi terjadi sejak masih dalam kandungan.
Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena kecelakaan ataupun cedera yang
mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat menyebabkan kelainan pada katup
jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi kesalahan teknis maupun prosedur dalam
melakukan oeprasi pada jantung.

C. Etiologi

Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir selalu
disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan penyakit katup
jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai adalah penyakit katup
degeneratif degeneratif yang berkaitan berkaitan dengan meningkatnya meningkatnya
masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan
dengan yang hidup di negara berkembang.

1. Stenosis Mitraler
Berdasarkan etiologinya stenosis kat noup mitral terjadi terutama pada orang tua
yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak'kanak dan mereka tidak
mendapatkan antibiotik.

2. Infufisiensi Mitral

Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas


reumatik dan non reumatik (degeneratif, endokarditis, penyaki penyakit jantung
koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang
seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.

3. Stenosis Aorta

Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyaki utama pada orang
tua yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan
penimbunan kalsium kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini
timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-
80 tahun.

Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh an oleh demam rematik  pada masa
kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada katup
mitral  baik berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya.

4. Isufisiensi Aorta

Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katub dan kanker
aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada isufisiensi aorta kronik terlihat
fibrosis dan retraksi daun-daun katub, dengan atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya
merupakan skuele dari demam reumatik.

D. Tanda dan Gejala

Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam kiri dan tekanan darah di dalam vena
paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam
paru-paru(edema pulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah
merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu
melakukan aktifitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.

Sebagai penderita akan merasakan lebih nyaman jika berbaring dengan disangga
oleh beberapa bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukan
bahwa seseorang menderita stenosis katub mitral. Tekanan darah tinggi pada vena paru-
paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi ringan atau berat ke dalam
paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut
jantung menjadi cepat dan tidak teratur.

1. Stenosis mitral

Sangat cepat, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, noctural dyspnea, batuk
kering, bronchitis, rales, edema paru-paru, hemoptysis/ batuk darah, kegagalan pada
sebelah jantung. Auskultasi: teraba getaran apex SI memberondong, peningkatan
bunyi. Murmur: lemah, nada rendah, rumbling/ gemuruh, diastolic pada apex.

2. Isufisiensi mitral

Sangat capi, lemah, kahabisan tenaga, berat badan menurun, napas sesak bila terjadi
kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales. Tingkat lanjut: edema
paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan. Auskultasi : terasa getaran pada raba
apex. SI tidak ada, lemah, murmur. Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis,
selam systol (pada apex) S3 nada rendah.

3. Stenosis aorta

Angina, syncope, capi, lemah, sesak napas saat ada kegiatan ortopneu, paroxysm
mal noktirial, edema paru-paru, rales. Tingkat lanjut: kegagalan sbelah kanan
jantung. Murmur : nada rendah, kasar seperti kerutan systol (pada basis atau carctis)
gemetaran systol pada basis jantung.

4. Isufisiensi aorta

Palpitasi, sinus ticikardi, sesak napas bila beraktifitas ortoneu, paroxysmal noktural
dyspnea, diaphoresis hebat, angina. Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri
dan kanan. Murmur : nada tinggi, menghembus diastole ( sela iga ke-3) murmur
desakan systol pada basis.

E. Epidemiologi
Data epidemiologi kelainan katup jantung menunjukkan bahwa prevalensinya
meningkat seiring usia karena etiologi predominan adalah proses degeneratif. Data
epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi kelainan katup jantung derajat moderat ke
atas berkisar 2,5 % dan meningkat seiring usia. ¾ dari kasus kelainan katup jantung
adalah kelainan katup mitral.Di Eropa, penyakit jantung rematik masih menjadi
penyebab tersering (22% kasus). Penyakit jantung rematik juga masih menjadi
penyebab terbanyak kelainan katup jantung di negara berkembang, dengan total pasien
diperkirakan 33,4 juta di seluruh dunia.

F. Patofisiologi

Demam reuma – inflamasi akut dimediasi – imun yang menyerang katup jantung
akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik'5 grup A dan protein
jantung.  jantung. Penyakit Penyakit dapat menyebabkan menyebabkan penyempitan
penyempitan pembukaan pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup
sempurna (inkompetensi atau regurgitasi), atau keduanya.

Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa


jantung memompa memompa darah lebih banyak untuk menggantikan menggantikan
jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan
volume kerja jantung. Stenosis Stenosis katup memaksa memaksa jantung jantung
meningkatkan meningkatkan tekanannya tekanannya agar dapat mengatasi resistensi
terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja
miokardium . Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan
tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan
hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan
kemampuan pemompa jantung.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Stenosis mitral

Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi. Pebatalaksanaan


gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotinikum dan diuretik.
Inervensi bedah meliputi komisuraton untuk membuka atau menyobek komisura
katub mitral yang lengket atau mengganti katub mitral dengan katub protesa.
Pada beberapa kasus dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi
medis tidak mampu menghasilkan yang diharapkan, maka dapat dilakukan
valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi beberapa gejala.

b. Insufisiensi mitral

Penatalaksanaanya sama dengan gagal jantung kongestif, intervensi bedah


meliputi penggantian katub mitral.

c. Stenosis aorta
Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta dalah mengganti katup aorta
secara bedah. Terdapat resiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja
tanpa tindakan bedah. Keadaan yangtidak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan
gagal jantung permanen yang tidak berespon terhadap terapi medis.

d. Insufisiensi aorta

Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat
untuk penggantian katub masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada
semua pasien dengan hipertropi vertikal kiri tanpa memperhatikan ada atau
tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongresif, harus
diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.

e. Terapi antibiotik

Kardiotinikum dan diuretik, komisurotomia, valvuloplasty transluminal perkutan,


pergantian katbp mitral, pengganti katup aorta.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Sindrom prolaps katub mitral
a. Ada bunyi jantung tambahan (mitral click), adanya klik merupakan tanda awal
bahwa jaringan katub menggelembung keatrium kiri dan telah terjadi gangguan
aliran darah.
b. Mitral klik dapat berupa mur-mur seiring dengan tindakan berfungsinya bilah-
bilah katup.
Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi mur-mur menjadi tanda terjadinya
regurgitas mitalis (aliran balik darah).

2. Regurgitas mitalis
a. Palpitasi jantung (berdebar)
b. Nafas pendek
c. Batuk akibat kongesti paru pasif kronis
d. Denyut nadi mungkin kadang tidak teratur akibat ekstra systole/ fibrilasi atrium
yang bisa menutup selamanya.
e. Pada pemeriksaan auskultasi: bising sepanjang fase.
f. Pada pemeriksaan elektokardiogram: pembesaran atrium kiri, irama sinus normal,
fibrilasi atrium hipertropi atrium kiri.
g. Pada pemeriksaan radiogram dada: pembesaran atrium kiri, pembesaran vertikal
kiri, kongesti vaskuler paru-paru dalam berbagai derajat
3. Stenosis mitral
a. Kelelahan sebagai akibat curah janung yang rendah
b. Batuk darah (hemoptisis)
c. Kesulitan bernapas (dispnea)
d. Batuk dan infeski saluran napas berulang
e. Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur
f. Pada pemeriksaan auskultasi: bising usus diastolic dan bunyi jantung pertama
g. Pada pemeriksaan elektrodiogram: pembesaran atrium kiri, irama sinus normal,
hipertropi vertikal kanan,
h. Pada pemeriksaan elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri, irama sinus
normal, fibrilasi atrium hipertropi atrium kanan.
i. Pada pemeriksaan radiogram dada: pembesaran atrium kiri, pembesaran vertikal
kanan.
j. Temuan hemodinamik:peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis.
4. Stenosis katup aorta
a. Dispnea
b. Tanda lain berupa pusing dan pingsan karena berkurangnya volume darah yang
mengalir ke otak.
c. Angina pectoris merupakan gejala yang sering timbul karena peningkatan
kebutuhan oksigen.
5. Regurgitas aorta
a. Pasien merasakan debar jantung yang bertambah kuat
b. Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik L, diastolic biasanya melebar
pada pasien)
c. Sesak napas teruatama pada malam hari
d. Denyut nadi yang teraba dijari pada saat palpasi terjadi secara cepat, tajam dan
tiba-tiba kolaps.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Gangguan pertukar gas
3. Intolerasi aktivitas
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Pola napas tidak 1. Respiratory : ventilation 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
efektif 2. Respiratory status: Airway pathway ventilasi.
3. Pasien menunjukan keefektipan pola 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
napas, dibuktikan dengan kriteria hasil: 3. Keluarkan secret dengan batuk/ suction
a. Mendimonstrasikan batuk efektif dan 4. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas yang bersih, tidak ada suara tambahan.
sianosis dan dispnea (mampu 5. Berikan bronkardiator
mengeluarkan sputum, mamapu 6. Berikan pelembab udara kassa basah
bernapas dengan mudah) Nacl lembab
b. Menunjukan jalan napas yang paten, 7. Atur intake untuk cairan
(kalien tidak merasa tercekik, irama mengoptimalkan keseimbangan
napas, frekuensi pernapasan dalam 8. Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada suara napas 9. Pertahankan jalan napas yang paten
abnormal). 10.Observasi adanya tanda-tanda
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal hipoventilasi
(tekanan darah, nadi, pernapasan, 11.Monitor vital sign
temperatur, dan SPO2) 12.Ajarkan batuk efektif
13.Monitor pola napas.

Gangguan 1. Respiratori status: gas exchange 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan


pertukaran gas 2. Keseimbangan asam basa, elektrolit ventilasi
3. Respiratori status: ventilation 2. Lakukan fisioterapidada jika perlu
4. Vital sign status 3. Keluarkan secret dengan batuk/ suction
5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Austkultasi suara napas catat adanya
selama dilakukan perawatan gangguan suara tambahan
pertukaran gas pasien teratasi dengan 5. Atur intake untuk cairan
kriteria hasil: mengoptimalkan keseimbangan
a. Mendemonstasikan peningkatan 6. Monitor respiraso dan status O2
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 7. Catat pergerakan dada, amati
b. Memelihara kebersihan paru-paru dan kesemetrisan, penggunaan otot
bebas dari tanda-tanda distres tambahan, retrasi otot supraelavicular
pernapasan dan intercostals
c. Mendemonyrasikan batuk efektif dan 8. Monitor pada napas: bradipena,
suara napas yang bersih, tidak ada takipnea, kusmual, hiperventilasi.
diagnosis, dan dyspncu (mampu 9. Auskulatasi suara napas, ada suara
mengeluarkan sputum, mampu tambahan atau tidak
bernapas dengan mudah). 10.Monitor TTV, AGD, elektrolit.
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 11.Observasi sianosis khususnya membran
e. ACD dalam batas normal mukosa
f. Status neurologis dalam batas normal 12.Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama, denyut jantung.

Intolerasi aktivitas 1. Sufcare : ADL 1. Observasi adanya pembtasan klien


2. Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
3. Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kelemahan
selama dilakukan asuhan keperawatan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi
pasien bertoleransi terhadap aktivitas 4. Monitor pasien akan adanya kelemahan
dengan kriteria hasil: fisik
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 5. Monitor kardiovaskular terhadap
tanpa disertai peningkatan tekanan aktivitas (takikardi, distrimia, sesak
darah, nadi, respirasi. napas, diaphoresis, pucat, perubahan
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari hemodinamika)
(ADL) secara mandiri. 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur,
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat. istirahatnya pasien
7. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
8. Bantu klien memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial.
9. Bantu untuk mengedentifikasi aktivitas
yang disukai.
10. Monitor respon fisik, emosional, sosial,
dan spiritual.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Jackson Lee, Jackson Marilyn. 2018. Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Banjarmasin
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator
Diagnostik. (Edisi 1 Cetakan III). Jakarta Selatan: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesi (SIKI) Derfinisi dan Tindakan
Keperawatan. (Edisi 1 Cetakan II). Jakarta Selatan: DPP PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. (Edisi 1 Cetakan II). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai