LAPORAN KASUS
I.
Identitas pasien
Nama
: Mr. L
No.MR
: 705911
Umur
: 55 Tahun
: CVCU VIP 1
Anamnesis Terpimpin
Keluhan utama: Sesak nafas
Sesak nafas dialami sejak 1 bulan yang lalu. Dyspneu on exertion ada, Orthopnea
ada, Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ada. Nyeri dada kiri ada seperti tertekan.
Riwayat nyeri dada dan jantung berdebar-debar sebelumnya tidak ada. Mual ada,
muntah tidak ada. Demam tidak ada dan riwayat demam sebelumnya tidak ada.
BAK: lancar, kuning. BAB: kesan biasa.
Riwayat perawatan atau berobat sebelumnya ada
Riwayat terbangun malam hari karena sesak (+).
Riwayat kaki bengkak (+).
Riwayat tekanan darah tinggi ada, berobat teratur.
Riwayat Diabetes Melitus tipe 2 sejak 15 tahun yang lalu, tidak berobat teratur.
Riwayat merokok (+) sejak masih SMP, lebih dari 2 bungkus per hari
Riwayat konsumsi minuman beralkohol (+)
Riwayat nyeri sendi tidak ada.
Riwayat biru saat kelahiran tidak ada.
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal.
III.
Faktor resiko
Dapat dimodifikasi:
riwayat merokok sejak masih SMP lebih dari 2 bungkus per hari
IV.
Usia: 55 tahun
Pemeriksaan Fisis
Status generalis
Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah: 120/90 mmHg
Nadi: 76 kali per menit
Pernapasan : 28 kali per menit
Suhu: 36,5 C
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan tidak teraba.
Perkusi
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema -/-
V.
Pemeriksaan penunjang
EKG
Interpretasi
Irama
Heart rate
Regular
Q-ST Elevation
ST segment
Gelombang T
:
:
:
:
:
:
ritme sinus
120 bpm
iregular
biasanya terlihat pada kejadian AMI
ST depresi pada lead 1 dan aVL
perubahan gelomban T inverted pada lead II, III, aVF
Kesimpulan :
Irama bukan sinus, ireguler, dan HR 120 bpm
STEMI inferior + RV Killiv IV onset < 2jam
Oklusi
Foto Thorax
Kesan: Cardiomegaly
Laboratorium
Echocardiography
Kesimpulan:
Disfungsi Sistolik dan Diastolik ec CAD
VI.
Diagnosa
- Congestive Heart Failure NYHA IV ec Coronary Artery Disease 3 Vessel
Disease
- Diabetes mellitus type 2
- Hyperurisemia
VII.
Terapi
Bed rest
Cardiac Diet (low natrium diet)
O2 3-4 Lpm
IVFD NaCl 0.09% 500cc
Loop-diuretic (Furosemide) 40mg/12hours/oral
Loop diuretic (Spironolakton) 25mg/24h/oral
Nitrate(Farsorbid) 10mg/8hours/oral
Anti-platelet (Aspilet) 8mg/24hours/oral
Anti-platelet (Clopidogrel) 75mg/24jam/oral
Statin(Simvastatin) 40mg/24jam/oral
ACE-i (Ramipril) 2.5mg/24hours/oral
Omeprazole 40mg/24hours/oral
Lantus 10-0-0/24hours/oral (DM type2 treatment)
Novorapid 6-6-6/8hours/inj (DM type2 treatment)
Allopurinol 300mg/24hours/oral (hyperurisemic treatment)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Atrium
kanan dan kiri berfungsi sebagai reservoir volume darah yang akan dialirkan ke
ventrikel. Atrium kanan menerima darah yang terdeoksigenasi dari seluruh tubuh
melalui vena cava superior dan inferior serta dari jantung sendiri melalui sinus
koronarius. Atrium kiri menerima darah yang sudah teroksigenasi dari paru-paru
melalui vena-vena pulmonalis.Septum interatrial membatasi kedua ruang ini dan
membabntu proses kontraksi keduanya. Kontraksi atrium akan mendorong darah ke
dalam ventrikel di bawahnya.
Ventrikel kanan dan kiri berfungsi sebagai ruang pompa jantung. Ventrikel
kanan menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya melalui arteri
pulmonalis menuju paru-paru, di mana darah akan disuplai dengan oksigen dan
melepaskan karbon dioksida. Ventrikel kiri menerima darah yang kaya oksigen dari
atrium kiri dan memompakannya melalui aorta ke seluruh tubuh. Septum
interventrikular memisahkan kedua ventrikel dan membantu keduanya dalam
berkontraksi.2
Jantung memiliki empat buat katup, yaitu katup atrioventrikular (AV) yang
terdiri dari katup mitral dan katup tikuspidalis dan katup semilunaris yang terdiri
dari katup aorta dan katup pulmonalis. Katup-katup tersebut membuka dan menutup
sebagai respon terhadap perubahan tekanan dalam ruang-ruang jantung yang
berhubungan dengannya.Katup-katup tersebut berfungsi sebagai pintu satu arah
yang menjaga aliran darah mengalir meninggalkan ruang-ruang jantung yang
10
Setelah keluar dari sinus valsalva aorta, arteri koroner kanan (RCA=Right
Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrioventrikular ke kanan bawah. Cabang
pertama adalah arteri atrium anterior kanan (right atrial anterior branches) untuk
memperdarahi nodus sino-atrial dan cabang lain adalah arteri koroner desendens
posterior (PDA=Posterior Descending Coronary Artery) yang akan memperdarahi
nodus atrio-ventrikular.
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner
yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium
kanan melalui sinus koronarius. Selain itu, terdapat pula vena-vena kecil yang
disebut sebagai vena Thebesii, yang bermuara lansung ke dalam atrium kanan.1
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama
mempersarafi nodus sino-atrial dan nodus atrio-ventrikular dan serabut-serabut otot
atrium, serta dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri.
Persarafan simpatis eferen pre-ganglionik berasal dari medula spinalis
torakal atas, yaitu torakal 3 sampai torakal 6; sebelum mencapai jantung akan
melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior
11
medial atau inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk
masuk ke dalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di
medula oblongata; serabut-serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis
dalam pleksus kardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh norepinefrin,
sedangkan rangsang parasimpatis dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal, kerja
saraf simpatis adalah memperngaruhi kerja ventrikel sedangkan parasimpatis
mengontrol irama dan laju denyut jantung.1
akan tertutup. Seluruh katup tertutup pada fase ini. Fase diastol atrial terjadi ketika
darah mengisi atrium.
4. Pengisian ventrikel: tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel, menyebabkan
katup mitral dan trikuspidalis terbuka. Darah kemudian mengalir secara pasif ke
dalam ventrikel.Sekitar 70% pengisian ventrikel terjadi pada fase ini.
5. Sistol atrial: disebut juga sebagai atrial kick,fase sistolik atrium (bertepatan
dengan fase diastolik ventrikel lambat) mengisi ventrikel dengan 30% sisa darah
untuk setiap dneyut jantung.2
2. DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan abnormalitas struktural atau fungsionl jantung
di mana jantung tidak lagi mampu memompakan darah ke jaringan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, meskipun darah balik masih normal.
Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan memompakan tersebut hanya
dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau
keduanya.1
13
3. EPIDEMIOLOGI
Penelitian-penelitian epidemiologi gagal jantung penuh komplikasi karena
kurangnya kesepakatan universal mengenai definisi gagal jantung itu sendiri, yang
utamanya merupakan diagnosis klinis. Oleh karena itu, perbandingan nasional
maupun internasional sulit dilakukan. Data mortalitas, penelitian postmortem, dan
data perawatan di rumah sakit tidak mudah dituangkan dalam tinjauan insidensi dan
prevalensi.
Beberapa sistem yang berbeda telah digunakan pada penelitian-penelitian
dengan populasi yang besar, dengan menggunakan skor gambaran klinis yang
ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan, serta gambaran radiologi dada untuk
mendefinisikan gagal jantung pada kebanyakan kasus.2
Prevalensi gagal jantung
Selama tahun 1980-an, penelitian Framingham melaporkan prevalensi keseluruhan
sesuai umur pada gagal jantung, dengan angka yang sama pada laki-laki dan
14
4. ETIOLOGI
a. Coronary Artery Disease (Penyakit Arteri Koroner)
15
Penyakit arteri koroner merupakan penyebab terbesar gagal jantung di negaranegara barat. Pada penelitian disfungsi ventrikel kiri (SOLVD), penyakit ini
terhitung hampir
75% dari keseluruhan kasus gagal jantung kronik pada pasien pria berkulit putih,
walaupun dalam penelitian jantung Framingham, penyakit ini hanya terjadi pada
46% dari keseluruhan kasus gagal jantung pada pria dan 27% dari keseluruhan
kasus gagal jantung kronik pada wanita. Penyakit arteri koroner dan hipertensi
(baik berdiri sendiri maupun terjadi bersamaan) diimplikasikan sebagai
penyebab pada lebih dari 90% kasus gagal jantung dalam penelitian
Framingham.
Penelitian-penelitian
terbaru
mengenai
etiologi
gagal
jantung
16
Namun demikian, penelitian lainnya yang berdasarkan pada populasi dan rumah
sakit, melaporkan hipertensi sebagai penyebab gagal jantung yang tidak umum.
Namun demikian, hipertensi kemungkinan merupakan penyebab utama gagal
jantung pada beberapa kelompok pasien, termasuk wanita dan populasi berkulit
hitam (lebih dari sepertiga kasus). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme patologik, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan disfungsi sistolik dan diastolik
ventrikel kiri, dan peningkatan risiko infar miokard, yang kemudia dapat
menyebabkan aritmia atrial maupun ventrikular. 5
c. Kardiomiopati
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit-penyakit pada otot jantung yang
tidak disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, kongenital, kelainan katup,
atau penyakit perikardium. Sebagai penyakit primer otot jantung, kardiomiopati
merupakan penyebab gagal jantung yang tidak umum, tetapi harus tetap
diperhatikan dalam menegakkan diagnosis.
17
Fibrosis
endomiokardium
juga
merupakan
penyebab
18
19
disfungsi
sistolik,
kontraktilitas
miokard
mengalami
gangguan.
Dibandingkan dengan keadaan normal, isi sekuncup berkurang dan volume akhir
sistolik meningkat. Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik, sewaktu darah
dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang sedang payah, volume ruangan
20
jantung pada diastol meningkat lebih besar dibandingkan pada jantung normal.
Ini menyebabkan tekanan dan volume akhir sistolik lebih tinggi dari normal.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri,
antara lain infark miokard, regurgitasi mitral/aorta, stenosis aorta, kardiomiopati
dilatasi, dan hipertensi yang tidak terkendali. Disfungsi kontraktilitas dapat
disebabkan oleh kerusakan miosit pada infark miokard. Pada kardiomiopati
dilatasi atau keadaan dengan kelebihan beban volume yang kronik, terdapat
gangguan kontraktilitas yang progresif tanpa kehilangan viabilitas miosit yang
jelas.
Sebagai akibat dari gangguan kontraktilitas, isi sekuncup ventrikel berkurang
dan timbullah gejala penurunan curah jantung. Pengosongan ventrikel yang
tidak sempurna selanjutnya menyebabkan peningkatan volume diastolik,
akibatnya, juga terjadi peningkatan tekanan.
Pada gagal jantung kiri, kenaikan tekanan diastolik diteruskan secara
retrograd ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan
hidrostatik kapiler paru bila cukup tinggi (melebihi 20 mmHg) bisa
menyebabkan transudasi cairan ke dalam interstitial paru dan menyebabkan
keluhan-keluhan kongesti paru.
Bila ventrikel kanan gagal, kenaikan tekanan diastolik diteruskan ke atrium
kanan, selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan tanda-tanda gagal
jantung kanan.
Peningkatan berlebihan beban akhir (afterload) pada ventrikel kanan paling
sering diakibatkan oleh gagal jantung kiri, karena adanya peningkatan tekanan
vena dan arteri pulmonalis yang menyertai disfungsi ventrikel kiri.
Gagal jantung kanan murni (isolated) di mana fungsi ventrikel kiri normal
lebih jarang ditemukan. Ini sering mencerminkan peningkatan beban akhir
ventrikel kanan akibat penyakit parenkim paru atau pembuluh paru. Gagal
jantung yang berhubungan dengan keadaan-keadaan ini disebut kor pulmonal.1
b. Disfungsi diastolik
Kira-kira 40% dari penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas
(sistolik) ventrikel yang normal. Banyak dari penderita ini yang menunjukkan
21
kelaiann fungsi diastolik, berupa gangguan relaksasi diastolik dini (yaitu suatu
proses yang aktif dan bergantung pada energi), peningkatan kekakuan dinding
ventrikel (sifat yang pasif), atau kedua-duanya.
Iskemia miokard yang akut adalah contoh suatu keadaan yang menghambat
sementara hantaran energi yang dapat menghambat relaksasi diastolik.
Hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding
ventrikel menjadi kaku secara kronik.
Penderita dengan disfungsi diastolik sering memperlihatkan tanda-tanda
bendungan akibat peninggian tekanan diastolik yang diteruskan ke vena
pulmonalis dan sistemik. Namun demikian, penderita-penderita seperti ini
dengan fungsi sistolik yang normal, gejala penurunan curah jantungnya lebih
jarang.1
Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung
kanan; demikian pula gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti
dengan gagal jantung kiri. Jika kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat
yang bersamaan maka keadaan ini disebut sebagai gagal jantung kongestif.1
C. Penyakit 3 saluran (3 vessels disease)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa pada anatomi sistem koroner jantung,
terdapat 2 pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke setiap sisi jantung, yaitu koroner
arteri kanan, dan koroner arteri kiri. Koroner arteri kiri terbagi lagi menjadi 2 cabang yang
lebih kecil yang dinamakan Left Circumflex dan Left Anterior Descendants. Ketiga
percabangan arteri tersebut bertugas untuk menyuplai darah kepada 15 segment kecil yang
mengelilingi jantung. Setiap penyumbatan yang terjadi di 3 percabangan tersebut itulah yang
disebut sebagai Vessel Disease. Jika penyumbatan yang terjadi di 3 tempat secara bersamaan,
maka disebutlah penyakit 3 saluran atau 3 Vessels Disease.
22
Pada penyakit jantung koroner 3 saluran ini, penyumbatan oleh karena plak yang
menempel pada dinding endotel pembuluh darah tersebut terjadi di 3 saluran
besar dengan indikasi tingkat keparahan sebagai berikut:
1.
2.
3.
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang digunakan dalam penyakit gagal jantung adalah klasifikasi New
York Heart Association (NYHA).4
Tabel 1 NYHA Klasifikasi fungsional berdasarkan keparahan gejala dan aktivitas fisik1
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan sesak
nafas, fatigu, atau palpitasi.
Aktivitas fisik sedikit terbatas. Pasien merasa nyaman saat istirahat, namun aktivitas
fisik sehari-hari dapat menyebabkan sesak nafas, fatig, atau palpitasi.
Aktivitas fisik terbatas. Pasien merasa nyaman saat istirahat, namun aktivitas fisik
ringan dapat menyebabkan sesak nafas, fatig, atau palpitasi.
Tidak dapat menjalani aktivitas fisik apapun dengan nyaman. Gejala-gejala dapat
muncul saat beristirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, pasien merasa semakin tidak
nyaman.
7. DIAGNOSIS
Diagnosis definitif gagal jantung kongestif ditegakkan jika memenuhi minimal dua
kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor muncul bersamaan.
Keberadaan kondisi lain yang dapat menyebabkan tanda dan gejala dipertimbangkan
untuk mengevaluasi temuan-temuan yang didapatkan.6
Kriteria mayor:
1. paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau orthopnea;
2. vena-vena leher menggembung (pada posisi selain posisi supinasi);
3. ronchi;
4. ukuran jantung membesar dilihat dengan x-ray;
5. edema pulmo akut dilihat dengan x-ray;
6. gallop ventrikular S(3);
7. tekanan vena meningkat> 16 cm H20;
23
8. refluks hepatojugular;
9.edema pulmo, kongesti visceral, kardiomegalididapat dalam otopsi;
10. berat badan turun pada CHF.
Kriteria minor:
1. edema pergelangan kaki bilateral;
2. batuk di malam hari;
3. dyspneapada aktivitas rutin;
4. hepatomegali;
5. efusi pleuradilihat dengan x-ray;
6. menurunnya 1/3 kapasitas vital dari rekam maksimal;
7. takikardi (120 kali per menit atau lebih);
8. engorgementvaskularisasi pulmonal dilihat dengan x-ray.1
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan:
a. Tanda dan Gejala
Gejala tipikal : sesak nafas, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspneu, toleransi
beraktivitas yang berkurang, waktu yang diperlukan untuk pulih setelah
beraktivitas semakin memanjang, fatig, kelelahan, dan bengkak pada
pergelangan kaki.
Gejala tidak khas : batuk tengah malam, wheezing, berat badan meningkat (>2
kg/minggu), berat badan menurun (pada gagal jantung berat), perasaan
kembung, hilang nafsu makan, palpitasi, kebingungan (khususnya pada orang
tua), depresi, dan sinkop.
Tanda spesifik : JVP meningkat, refluks hepatojugular, suara jantung ke-3 (ritme
gallop), impuls apikal ke lateral, murmur.
Tanda tidak spesifik : edema perifer, krepitasi pulmonal, inspirasi udara
berkurang dan pekak basal paru pada perkusi (efusi pleura), takikardi, nadi
irregular, takipnoe, hepatomegali, ascites, kaheksia (wasting jaringan).4
Gejala gagal jantung kiri
24
25
akan meninggi, sehingga diikuti bendungan darah di vena cava superior dan
inferior serta seluruh sistem vena. Hal ini secara klinis akan memperlihatkan
gejala:
1. bendungan di vena jugularis eksterna;
2. bendungan di vena hepatika (menyebabkan hepatomegali);
3. bendungan di vena lienalis (menyebabkan splenomegal);
4. bendungan di vena-vena perifer, sehingga tekanan hidrostatik di kapiler
meningkat melalui tekanan koloid osmotik, sehingga terjadi edema perifer.1
b. Pemeriksaan penunjang
1. X-ray thoraks
Pemeriksaan x-ray thoraks berperan penting dalam investigasi rutin pasienpasien yang disuspek mengalami gagal jantung, dan dapat pula berguna
dalam memantau respon terapi.Pembesaran jantung (CTR > 50%) dapat
terjadi, meskipun rasio cardiothoraks dan fungsi ventrikel kiri tidak terlalu
berhubungan. Terjadinya kardiomegali bergantung pada tingkat keparahan
dan durasi gangguan hemodinamik: kardiomegali biasanya tidak terjadi,
misalnya pada gagal ventrikel kiri akut yang disebabkan oleh infark miokard
akut, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel didapat.Peningkatan
rasio cardiothoraks kemungkinan berhubungan dengan dilatasi ventrikel
kanan atau kiri, dan terkadang efusi pleura, terutama jika siluet jantung
berbentuk globular.X-ray thoraks juga dapat memberikan informasi
mengenai penyebab sesak nafas yang bukan disebabkan oleh kelainan
jantung.5
26
27
Gambar 8 Gambaran EKG yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan perubahan
gelombang T dan segmen ST pada sadapan-sadapan lateral (strain pattern)5
28
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan satu-satunya pemeriksaan non-invasif yang
bermanfaat dalam penilaian fungsi ventrikel kiri yang idealnya dilakukan
pada seluruh pasien yang disuspek gagal jantung. Walaupun penilaian klinis
yang dikombinasikan dengan pemeriksaan x-ray thoraks dan EKG
memungkinkan diagnosis awal gagal jantung, ekokardiografi dapat menilai
struktur dan fungsi jantung secara objektif.Dilatasi ventrikel kiri dan
gangguan kontraktilitas diobservasi pada pasien-pasien dengan disfungsi
sistolik yang berhubungan dengan penyakit jantung iskemik (di mana
abnormalitas pergerakan dinding jantung regional dapat dideteksi) atau
kardiomiopati dilatasi (dengan kerusakan global kontraksi sistolik).5
29
air
dan
hiponatremia
dilusional.Oleh
karena
itu,
30
Diet : menjamin nutrisi yang adekuat secara umum, dan, pada pasien
obesitas, disarankan untuk menurunkan berat badannya.
Garam
menyarankan
pasien
untuk
menghindari
makanan
yang
31
Farmakologik
Berdasarkan patofisiologinya, konsep terapi farmakologis pada gagal jantung saat
ini terutama bertujuan untuk:
-
Meningkatkan
kontraktilitas
jantung
(bagi
yang
mengalami
gangguan
a. Diuretik
Diuretik merupakan pengobatan standar untuk penderita gagal jantung kongestif.
Kebanyakan pasien membutuhkan obat ini secara kronis untuk mempertahankan
euvolemia. Diuretik yang sering digunakan adalah tiazid, furosemid, dan
spironolakton.
Furosemid adalah loop diuretic yang kuat, di mana mula kerja untuk
diuresisnya mulai tampak dalam 30 menit masa kerja 4-6 jam. Obat ini
masih memperlihatkan efek diuresisnya walaupun GFR turun di bawah 25
ml/jam dan aman digunakan untuk penderita gagal ginjal. Bagi penderita
gagal jantung kongestif ringan sampai sedang, furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari akan memberikan respon yang baik. Sedangkan pada kasus berat
mungkin membutuhkan 40-80 mg/hari. Dosis ini dapat ditingkatkan sesuai
kebutuhan. Kontraindikasi pemberian diuretik adalah tamponade jantungm
infark miokard ventrikel kanan, hepatic failure, hipokalemia, dan
hipersensitivitas.
b. Nitrat
Pemberian nitrat sangat berguna pada penderita gagal jantung yang juga
memiliki riwayat penyakit jantung koroner atau bagi mereka yang telah
menerima furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom gagal
jantung. Pemberian nitrat harus selalu dimulai dengan dosis awal rendah untuk
mencegah terjadinya sinkop. Pemberian nitrat dosis kecil lebih menyebabkan
dilatasi vena dibandingkan dilatasi arteriol. Venodilatasi yang ditimbulkan nitrat
menurunkan preload sehingga menurunkan ukuran ruang atrium kanan dan kiri
serta tekanan akhir diastolik, sehingga meningkatkan perfusi miokard. Nitrat
dapat diberikan peroral, intravena, topikal, dan sublingual.
c. Digitalis (digoksin)
Digitalis digunakan sebagai obat standar untuk penderita gagal jantung karena
memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kontraktilitas) dan inotropik
negatif (menurunkan laju jantung). Sifat obat ini sangat ideal karena hampir
semua pasien gagal jantung mengalami takikardi. Dengan menurunkan laju
jantung, obat ini memberi kesempatan bagi ventrikel kiri untuk mengadakan
relaksasi dan pengisian efektif sebelum dipompakan keluar.
Digoksin adalah rapid-actingdigitalis yang dapat diberikan secara oral atau
intravena. Mekanisme kerja digoksin yang pertama adalah menghambat aktivasi
33
34
bisoprolol, dan carvedilol. Start low and go slow adalah cara pemberian obat
ini untuk pasien gagal jantung. Semua pasien harus dalam kondisi relatif stabil,
yaitu sudah tidak terlalu sesak, tidak udem pretibial, atau ascites. Mulai dengan
dosis awal sangat rendah, yaitu 1/8-1/10 dosis target; misalnya dosis target
carvedilol adalah 25 mg/hari atau bisoprolol 5 mg/hari, maka mulai dengan 1/8
tablet/hari. Dosis kemudian dinaikkan pelan-pelan dengan supervisi ketat, yaitu
apabila kondisi pasien membaik, maka setiap 1-2 minggu dosis ditingkatkan 1/8
tablet sampai mencapai dosis target. Kemajuan akan tampak setelah beberapa
minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
f. Angiotensin Converting Enzyme (ACE)-inhibitor
Setelah
ditemukannya
angiotensin
II
reseptor
yang
memiliki
sifat
protooncogenic terhadap sel jantung, maka konsep yang paling populer terhadap
mekanisme kerja ACE-inhibitor pada gagal jantung ialah bahwa obat golongan
ini memiliki efek langsung pada jantung dalam hal mencegah terjadinya
remodelling dan menghambat perluasan kerusakan miokard. Selain itu, obat
golongan ini juga memiliki efek lainnya, seperti: menurunkan afterload,
menurunkan aktivitas saraf simpatik, menurunkan sekresi aldosteron (sehingga
meningkatkan sekresi natrium), dan menurunkan sekresi vasopresin yang
semuanya berguna untuk penderita gagal jantung kongestif. Penderita gagal
jantung kongestif yang juga hipertensi adalah golongan yang aman untuk
menerima ACE-inhibitor.
Biasanya, pengobatan dimulai dengan ACE-inhibitor short-acting seperti
captopril dosis rendah yaitu 3 kali 6,25 mg atau 12,5 mg/hari, kemudian dosis
dinaikkan secara bertahap. Apabila tampak perbaikan dan hemodinamik stabil,
obat short-acting ini dapat diganti ke golongan long-acting seperti lisinopril atau
ramipril.
g. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ACE-inhibitor tidak mampu menghambat sebagian besar produksi angiotensin
II, jadi dengan memblokade AT-1 reseptor, ARB diharapkan dapat sebagian
35
besar efek negatif dari sistem RAA. Pemberian ARB dianjurkan pada pasien
gagal jantun yang memiliki kontraindikasi terhadap ACE-inhibitor.
h. Calcium Channel Blocker (CCB)
CCB golongan dihidropiridin merupakan vasodilator kuat sehingga biasanya
diberikan pada pasien gagal jantung grade II yang tidak takikardi. CCB yang
long-acting seperti amlodipin dan nifedipin GIT lebih baik karena tidak
mempresipitasi refleks takikardi dan dilaporkan bermanfaat pada kasus yang
belum maupun yang sudah terjadi gangguan fungsi sistolik. Bagi pasien yang
tidak mampu, dapat diberikan nifedipin 10 mg, yang penting dosis dibagi rata
setiap 8 jam.7
Tatalaksana Pembedahan
Jika penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab gagal jantung
kronik, dan jika terdapat iskemia jantung, maka pada pasien dapat dilakukan
revaskularisasi koroner, termasuk angioplasti koroner atau coronary artery bypass
grafting (CABG). Revaskularisasi juga dapat memperbaiki fungsi dari miokardium
yang
sebelumnya
berhibernasi.
Pergantian
atau
perbaikan
katup
harus
dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit katup primer yang berkaitan dengan
stabilitas hemodinamik.
Transplantasi jantung kini dinyatakan sebagai terapi pilihan pada beberapa
pasien dengan gagal jantung berat yang masih menunjukkan gejala meskipun telah
diberikan terapi medis yang intensif.Hal ini berhubungan dengan 90% angka
bertahan hidup satu tahun dan 50-60% angka bertahan hidup 10 tahun, meskipun hal
ini dibatasi oleh ketersediaan organ donor.Transplantasi harus dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang lebih muda (usia< 60 tahun) tanpa penyakit penyerta yangberat
(contoh: gagal ginjal atau keganasan).
Bradikardi dapat ditangani dengan pacu jantung permanen konvensional,
meskipun dapat dilakukan pacu jantung biventrikularpada beberapa pasien dengan
gagal jantung kongestif resisten.Kardiodefibrilator yang dapat diimplan kini
dinyatakan sebagai terapi pada beberapa pasien dengan aritmia ventrikular resisten
36
yang mengancam nyawa. Pendekatan operatif yang baru seperti kardiomioplasti dan
operasi reduksi ventrikel (prosedur Batista) jarang digunakan karena memiliki angka
morbiditas dan mortalita yang berat serta kurangnya bukti percobaan yang konklusif
mengenai keuntungan substansialnya.4
9. PROGNOSIS
Dalam gagal jantung, banyak variabel yang dapat menentukan prognosis penyakit
ini, meskipun sebagian besar didapatkan dari data yang telah tersedia seperti usia,
etiologi, kelas NYHA, fraksi ejeksi, komorbiditas (disfungsi renal, diabetes, anemia,
hiperurisemia), dan konsentrasi peptida natriuretik plasma.Jelas bahwa variabelvariabel ini berubah seiring waktu, begitu pula dengan prognosis.Penilaian
prognosis terutama penting dalam mengedukasi pasien mengenai peralatan dan
pembedahan (termasuk transplantasi) dan dalam merencanakan perawatan akhir
kehidupan dengan pasien, keluarga pasien, dan sebagainya.7
37