THALASEMIA
Disusun oleh:
Ayu Herwan Mardatillah
NIM: 1310029039
Pembimbing:
dr. Nirapambudi, Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
THALASEMIA
Laporan Kasus
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh:
Ayu Herwan Mardatillah
NIM: 1310029039
Pembimbing
kasih
sayang
dan
tak
pernah
bosan
mendoakan,
yang
selalu
memberikan
dukungan
dan
semangat
kebersamaan dalam menghadapi segala permasalahan demi mencapai citacita kita yang mulia.
9. Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk semua saran dan kritik
yang membangun. Harapan penulis, semoga laporan kasus yang sederhana ini
benar-benar dapat membawa manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi
kemajuan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL....................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................6
1.1
Latar Belakang..........................................................................................6
1.2
Tujuan........................................................................................................7
Anamnesis.................................................................................................8
2.2
Pemeriksaan Fisik...................................................................................10
2.3
Pemeriksaan Penunjang..........................................................................13
2.4
Diagnosis................................................................................................15.
2.5
Penatalaksanaan.......................................................................................16
2.6
Prognosis.................................................................................................16
2.7
Follow Up................................................................................................16
Thalasemia..............................................................................................18.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Thalassemia yaitu suatu kelainan darah bersifat genetik dimana terjadinya
kerusakan DNA yang akan menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah
merah serta mudah rusak dan hanya mampu bertahan kurang dari 120 hari.
(Ngastiyah, 1997).
Thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu talassa yang berarti laut dan
haema yang bararti darah. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut
Tengah, yang merupakan tempat dimana untuk pertama kalinya penyakit ini
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley
pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limpa setelah berusia 1 tahun. (Riri Julianti, 2008)
Untuk ukuran awam, istilah Thalassemia mungkin cukup jarang terdengar.
Padahal, di Indonesia sendiri terdapat cukup banyak penderita kelainan darah
yang sifatnya menurun dan data yang ada juga pernah menyebutkan ada sekitar
ratusan ribu orang pembawa sifat Thalassemia yang beresiko diturunkan pada
anak mereka. (Daniel Irawan, 2009).
Hingga kini belum ada terapi yang tepat untuk menyembuhkan pasien
Thalassemia. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan
transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan hemoglobin di
atas 10 gram/dl, agar aktivitas penderita Thalassemia dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari. Akan tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan
penimbunan zat besi pada organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak,
dan dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah
penimbunan zat besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian Desferoxamine
melalui syringe drive. Namun sayangnya tidak semua orang mampu membeli
obat ini karena harganya masih sangat mahal saat ini.
1.2
Tujuan
Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama
: Tn. RD
Umur
: 22 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Samarinda
Pekerjaan
: Pelajar (SMA)
Agama
: Islam
: 14.126.984
: sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis, E4 V5 M6
Antoprometri
: BB : 53 kg, TB : 165 cm
Tanda-tanda Vital
: Tekanan Darah
Nadi
: 120/70 mmHg
: 80 x/menit, reguler, equal, isi cukup
: 37,7oC
Kepala/leher
Umum
Ekspresi
: sakit sedang
Kulit muka
: Kemerahan (-)
Mata
Palpebra
Konjungtiva
: anemis (+/+)
Sklera
: ikterus (-)
Pupil
10
Hidung
Septum deviasi (-)
Tanda radang (-)
Epistaksis (-)
Telinga
Bentuk
: normal
Lubang telinga
Proc. Mastoideus
: nyeri (-/-)
Pendengaran
: normal
Mulut
Bibir
Gusi
: perdarahan (-)
Mukosa
Lidah
Tonsil
Faring
: hiperemis (-)
11
Leher
Inspeksi
Palpasi
Umum
Inspeksi
benjolan/massa
pada
thorax
sinistra
yang
Pulmo : I = bentuk dada simetris, gerak napas simetris, retraksi ICS (-)
P = fremitus raba Dextra = Sinistra
P = sonor di seluruh lapang paru
A = suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Kiri
Atas
: ICS 2
Bawah
12
Abdomen
I = Flat, sikatriks (-)
P = Soefl, nyeri tekan (+) pada region epigastrium, massa (-), organomegali (+)
P = Timpani, shifting dullness (-), fluid wafe (-)
A = Bising usus (+) normal
Ekstremitas
-
Akral hangat
Edema
kekuatan otot
Superior
5
Inferior
Ekstremitas hangat
Ekstremitas hangat
Sianosis (-)
Sianosis (-)
13
LAB
1. Laboratorium (25 - 07 -2014)
Pemeriksaan laboratorium kimia darah:
Pemeriksaan
yang
dilakukan
GDS
GDP
G2PP
Ureum
Creatinin
Natrium
Hasil yang
didapat
Nilai normal
122 mg/dl
138
Kalium
3,6
60 - 150 mg/dl
60 100 mg/dl
70 - 150 mg/dl
10- 40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
135 155
mmol/L
3,6 5,5
104
mmol/L
95 108
Chlorida
mmol/L
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap:
Pemeriksaan yang
dilakukan
Nilai normal
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
LED
3,8 K/ul
2,20 M/ul
5,2 g/dl
16,4 %
74,6 fl
23,6
31,7 g/dl
134 K/ul
- mm/jam
5.0-10.00 K/ul
4.00-5.50 M/ul
12.0-16.0 g/dl
36.0-48.0%
82.0-92.0 fl
27.0-31.0 pg
32.0-36.0 g/dl
150-400 K/ul
P : < 10 mm/1jam
W : < 10 mm/1jam
Nilai normal
14
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
LED
2.4
2,2 K/ul
2,37 M/ul
5,8 g/dl
17,9 %
75,6 fl
24,5 g/dl
32,4 g/dl
110 K/ul
- mm/jam
5.0-10.00 K/ul
4.00-5.50 M/ul
12.0-16.0 g/dl
36.0-48.0%
82.0-92.0 fl
27.0-31.0 pg
32.0-36.0 g/dl
150-400 K/ul
P : < 10 mm/1jam
W : < 10 mm/1jam
Diagnosis
Thalasemia
2.5
Penatalaksanaan
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Transfusi PRC 1 unit/hari
2.6
Prognosis
2.7
Follow Up
Tanggal
Hari ke- 1
26-07-2014
Flamboyan
Hari ke-5
30-07- 2014
Flamboyan
Hari ke-6
31-07-2014
Flamboyan
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
Transfusi PRC 1 unit/hari
Hari ke- 7
01-08-2014
Flamboyan
S:
Thalasemia
Hari ke-8
02-08-2014
Flamboyan
S:
Thalasemia
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
Transfusi PRC 1 unit/hari
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
GOM 3x2 gtt
Transfusi PRC 1 unit/hari
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Thalassemia
16
17
18
Orang dengan hanya satu gen mempengaruhi disebut silent carriers dan tidak
carrier
Orang dengan tiga gen yang yang dipengaruhi akan menderita anemia sedang
seorang anak, bayi bisa mempunyai suatu bentuk alfa thalassemia atau bisa
sehat. (Darling D, 2007)
2.2 Thalassemia Beta
Melibatkan dua gen didalam membuat beta globin yang merupakan bagian
dari hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia
terjadi ketika satu atau kedua gen mengalmi variasi. (Darling D, 2007). Jika
salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita
anemia ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta thalassemia minor, jika
kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (thalassemia
beta intermedia atau anemia Cooleys yang ringan) atau anemia yang berat ( beta
thalassemia utama, atau anemia Cooleys) (Yayan Khyar, 2008).
Anemia Cooleys, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei
tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooleys di Amerika Serikat.
Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin
kebanyakan dari mereka tidak terdiagnosis (Yayan Khyar, 2008).
Jika dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai
seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi (Darling D, 2007) :
Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan
19
20
4.1.3
pencangkokan sumsum tulang. Dalam hal ini diperlukan donor yang cocok
(donor biasanya saudara kembar atau saudara kandung penderita), dan sebaiknya
dilakukan sedini mungkin sejak kecil, yakni ketika anak belum banyak mendapat
transfusi darah, karena semakin sering transfusi semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor. Sayangnya,
di Indonesia tindakan ini masih dalam tahap permulaan.
Bila terjadi aktivitas limpa berlebihan, dapat dilakukan pengangkatan
limpa. Aktivitas limpa yang berlebihan dapat menghancurkan juga sel darah
yang normal, akibatnya Hb penderita cepat turun. Hal ini lebih sering terjadi
pada anak yang mendapat transfusi lebih dari satu kali dalam satu bulan.
4.2 Pencegahan
Mengingat dampaknya yang tidak kecil, langkah pencegahan selalu
menjadi yang terbaik bagi penyakit ini. Pada penyakit thalasemia, untuk
mencegah lahirnya anak dengan thalasemia mayor adalah tidak menikah dengan
21
Mehari, 2009)
Apabila sepasang suami isteri sudah mengetahui bahwa keduanya merupakan
pengidap penyakit thalasemia minor,maka maka perlu dilakukan pemeriksaan
dan perencanaan kelahiran yang teliti dengan dibantu dokter dan ahli genetika
4.2.1
analisis hemoglobin. Jika hasilnya normal, artinya tidak perlu ada tindakan apaapa. Namun jika hasilnya menunjukkan bahwa sang ibu pembawa sifat
thalasemia, maka sang suami harus juga diperiksa. Pemeriksaan yang dilakukan
yaitu sama seperti pada sang Ibu, pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis
hemoglobin. Sama seperti pada Ibu, jika sang suami tidak membawa gen
talasemia, maka pemeriksaannya dianggap sudah selesai.
Namun jika sang suamipun membawa gen thalasemia, pemeriksaan harus
dilanjutkan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan analisis DNA
suami-isteri. Kemudian dilakukan pengambilan jaringan vili chorealis untuk
menganalisa DNA janin. Dari sini bisa diputuskan apakah janin tersebut normal,
atau menjadi pembawa sifat (heterozigot) ataupun menderita talasemia major
22
sel
darah
merah
dalam
tubuh
penderita
thalasemia
meninggalkan zat besi. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam
tubuh digunakan membentuk sel darah merah baru. Sementara dalam tubuh
penderita thalasemia zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak
menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati karena suplai sel darah
merah diperoleh dari transfusi darah. Jumlah zat besi yang menumpuk dalam
tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. (Victor As,
2009)
Komplikasi utama pada thalasemia baik minor maupun mayor adalah
anemia. Dan pada anemia ini lah komplikasi penyakit thalasemia bermula.
Anemia yang disebabkan Thalassemia lebih serius sifatnya, disebabkan oleh
ketidakseimbangan hemoglobin pasien yang menyebabkan fungsi hemoglobin
sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh jadi terganggu. Dan
kondisi anemia ini tidak dapat diobati hanya dengan mengonsumsi suplemen zat
besi (Craig Butler, 2009).
Jika kondisi anemia yang disababkan oleh thalasemia ini sudah tergolong
parah, maka dibutuhkan transfusi darah untuk menyeimbangkan eritrosit dalam
tubuh dan menjaga agar suplai oksigen tetap stabil. Transfusi darah harus
23
dilakukan secara rutin dengan frekuensi 2-3 kali dalam satu minggu ( Craig
Butler, 2009).
Transfusi darah yang terlalu sering menyebabkan zat besi tertimbun di
organ-organ tubuh. Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak
itu meninggalkan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi normal, zat besi ini dapat
dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh
tubuh. Akan tetapi, karena tubuh memperoleh suplai darah merah dari transfusi
darah, maka terjadi penumpukan zat besi di hampir seluruh organ tubuh (Victor
As, 2009).
Penumpukan zat besi di organ-organ tubuh bersifat fatal karena dapat
menyebabkan kegagalan fungsi organ tersebut. Salah satu organ tempat
penimbunan zat besi adalah jantung. Banyak penderita thalasemia yang
meninggal akibat gagal jantung. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya
kompensasi yang dimiliki jantung dibandingkan dengan organ-organ lainnya.
Awalnya
jantung
akan
mengalami
pembesaran,
namun
karena
daya
kompensasinya rendah, maka jantung tidak dapat lagi bekerja (Victor As, 2009).
Selain jantung, limpa dan hati juga mengalami pembesaran akibat bekerja
terus menerus membentuk sel darah merah, limpa penderita menjadi besar
karena penghancuran darah merah terjadi di sana (Nining, 2009). Limpa dan
hati yang membesar dapat membatasi gerak tubuh penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture atau sobekan
pada organ tersebut karena terlalu besar (Bambang Permono dkk, 2009).
Penumpukan zat besi juga terjadi di kelenjar endrokrin sehingga
menyebabkan pubertas lambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek dan
lamban,dan bahkan tidak mempunyai keturunan. Dan yang lebih parah lagi,
penderita thalasemia berpeluang terkena penyakit hepatitis B, hepatitis C dan
HIV yang tertular dari transfuse darah yang berulang. (Hulsman Stuart Roath,
1992)
Perubahan pada tulang juga dapat terjadi karena hiperaktivitas sumsum
merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat
pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan
maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak
mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Jika kerusakan
tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk
24
BAB 4
PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS
Pasien atas nama Tn. RD dengan usia 22 tahun, datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama lemas. Pasien datang dengan lemas sejak 3 hari SMRS.
Keluhan ini telah ia rasakan sejak usia 17 tahun, pada awalnya dulu keluhan yang
dirasakan yakni pusing, lemas dan kadang disertai demam. Menurut pengakuan
pasien ia memiliki riwayat sakit Thalasemia sejak umur tersebut. Keluhan ini
muncul paling sering 2 kali setiap tahunnya.
Saat MRS pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu disertai
menggigil yang ia rasakan pula sejak 2 hari terakhir. Mual dan muntah tidak ada.
BAB dan BAK dalam batas normal. Kemudian untuk keluhan saat ini didiagnosa
Thasemia. Diagnosa tersebut berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah lengkap.
4.1 Anamnesis
Fakta
Anamnesis
Teori
Penderita thalassemia memiliki usia
Pertama kali menderita saat usia 17 tersering pada usia >18- 67 tahun,
tahun
Lemas sejak 3 hari SMRS
Pusing
Demam
Mual
Napsu makan menurun
Perut sebelah kiri keras
25
Dari anamnesis, diperoleh beberapa gejala yang sesuai dengan teori, antara
lain lemas, gangguan napsu makan, dan perut yang membesar. Terdapat gejala lain
berupa demam, pusing dan mual. Keluhan-keluhan seperti ini kerap muncul pada
penderita karena anemia, penderita mengeluhkan sering merasa lemas karena
memiliki kadar eritrosit yang rendah. Pasokan energi salah satunya bergantung
pada oksidasi dan eritrosit dalam tubuh. Semakin rendah eritrosit, tingkat oksidasi
dalam tubuh juga akan berkurang. Jumlah eritrosit yang rendah ini juga
menurunkan tingkat oksigen dalam tubuh.
Fakta
Pucat (+)
Ikterik (+/-)
Splenomegali (+)
26
4.3
Pemeriksaan Penunjang
Fakta
Pemeriksaan Penunjang
Teori
Diagnosis Thalasemia
Pemeriksaan darah
Hematokrit : 16,4%
Retikulosit : -
pemeriksaan Hemoglobin
Indeks eritrosit
MCV : 74,6
Analisis hemoglobin
(
Electroforesis
Hemoglobin ) : -
Radio Imaging
MRI (hematopoiesis) : -
Pemeriksaan Komplikasi
USG
(adanya
27
4.4 Penatalaksanaan
-
Kasus
Transfusi PRC 1 kolf/hari
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Ranitin 2x1 amp intravena
Teori
Terapi transfusi darah
Terapi Iron Chelation
Terapi transplantasi sumsum
tulang
Pemberian PRC pada pasien ini sudah sesuai dengan literatur. Seperti yang
telah dijelaskan. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan
transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan hemoglobin di
atas 10 gram/dl, agar aktivitas penderita Thalassemia dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari. Akan tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan
penimbunan zat besi pada organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak,
dan dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah
penimbunan zat besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian Desferoxamine
melalui syringe drive. Namun sayangnya tidak semua orang mampu membeli
obat ini karena harganya masih sangat mahal saat ini.
Cara lain adalah cangkok sumsum tulang. Cara ini sebaiknya dilakukan
sedini mungkin, yaitu saat anak belum banyak mendapat pasokan transfusi
darah. Karena makin sering menjalani tranfusi darah makin besar kemungkinan
terjadi penolakan terhadap sumsum tulang donor. Kelemahan dari metode ini
adalah mahalnya harga pengobatan, susahnya mencari donor yang cocok, dan
prosesnya yang menyakitkan penderita.
28
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Telah diperiksa pasien laki-laki usia 22 tahun yang didiagnosis dengan Thalassemia
dari anamnesis (riwayat penyakit sekarang dan dahulu), pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang
belum sesuai dengan literatur.
29
DAFTAR PUSTAKA
AS, Victor. 2009. Banyak Penderita Thalasemi Meninggal Karena Gagal Jantung.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=171306. [21 April 2007]
Darling, David. THALASSEMIA. United states of america.
http://www.daviddarling.info [24 Agustus 2009]
Ganie, Ratna Akbari. 2005. Thalassemia : Permasalahan dan Penanganannya dalam
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi
pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas
Sumatera Utara .
Hemoglobin: Structure & Function. 2007. http://www.med-ed.virginia.edu-coursespath-innes-images-nhgifs-hemoglobin1.gif.htm [24 Agustus 2009]
Irawan, Daniel . 2009. Mengenal Thalasemia. http://www.waspada.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&catid=28:kesehatan&id=11027:mengen
al-thalasemia. [4 Februari 2008]
Khyar, Yayan. 2008. Thalasemia. http://www.yayan_akhyar.com [24 Agustus 2009]
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media
aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Permono, Bambang dkk. 2009. Thalasemia.
http://ummusalma.wordpress.com/2007/01/24/thalasemia/. [24 Januari 2007]
Reksodiputro, A.Harryanto. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Jakarta: Penerbit FK UI.
30