A. Identitas Pasien
-
Nama
: Tn SD
Jenis kel
: Laki-laki
Umur
: 60 tahun
Alamat
No RM
: 140947
B. Anamnesis
KU : tiba-tiba pingsan
RPS :
Sejak 2 minggu SMRS os merasa dada sering berdebar-debar, tidak ada nyeri dada
dan sesak nafas, tidak ada nyeri perut, mual (-), muntah (-), pusing (-), keringat dingin
(-). Batuk (+), berdahak (+), jarang-jarang. Os tidak memeriksakan keluhannya ke
dokter.
Hari SMRS os tiba-tiba tidak sadar, seluruh tubuh lemas, badan panas, keringat
dingin (-), dada berdebar-debar (+), nyeri dada (-), nyeri perut (-), mual (-), muntah
(-), pusing (-), pandangan kabur (-). Lalu os dibawa ke IGD RSUD Muntilan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat DM (+) terkontrol
Riwayat dislipidemia (+) terkontrol
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Os merupakan seorang perokok aktif
KU
: lemah, somnolen
TD
: 100/61 mmHg
GDS
: 561
Hb
: 15,3
Ureum
: 196
Ht
: 42,2
Creatinin
: 3,1
MCV : 87,0
Asam urat
: 6,7
MCH : 31,5
Kolesterol
: 276
MCHC : 36,3
Trigliseride
: 634
PLT
SGOT
: 51
SGPT
: 66
: 46
Urin rutin
Makroskopis
Warna
: kuning
Kekeruhan
: jernih
Kimia :
Glukosa
: +4
Protein
Bilirubin
: (-)
Urobilinogen : normal
PH
: 5,5
BJ
: > 1,030
Blood
Keton
: +1
Leukosit
: (-)
Nitrit
: (-)
Sedimen
Epithel squamosa
: 0-2
Leukosisit
: 01-2
Eritrosit
: 0-2
Silinder
: (-)
Kristal
: (-)
Bakteri
: (-)
Roentgen Thorax:
KU : lemah, CM
TD : 120/70
N : 140 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 140 x/menit
-
Ceph :
CA +/+, SI -/-, pupil isokor 3mm/3mm, nafas bau keton (-) kaku kuduk (-)
Thorax:
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
sonor / sonor
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Cor :
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+) normal
Perkusi
: Timpani (+)
Palpasi
massa
GDS : 490
D. Assasmen :
TINJAUAN PUSTAKA
5
KOMA HIPERGLIKEMI
A. PENDAHULUAN
Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
keadaan serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Koma
hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau kondisi
yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai
dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan
HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang
biasanya lebih tinggi dari KAD murni.
B. DEFINISI
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada
rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140
160 mg /100 ml darah. Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat yang
dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus
meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun 1970-an.
Ketoasidosis diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1
(yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi
keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut noninsulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah
tidak sejarang yang diduga.
Sindrom hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) /hiperosmolar
non ketotik (HONK) ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar, tanpa disertai
adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan
seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
merupakan campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian tersebut ternyata
sepertiga dari mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD dan HONK, adalah
mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.
Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada
sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan
hiperglikemia hiperosmoler (HONK) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya
lebih buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas akibat
KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-69 tahun
adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia > 79
tahun .Untuk kasus HONK mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang berusia
< 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan 35% pada mereka yang
berusia >84 tahun. Empatpuluh % pasien yang tua yang mengalami krisis
hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes.
D. ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan
insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.
Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau
langerhans.
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan
asing.
E. FAKTOR PENCETUS
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan
HONK. Disamping itu pemberian insulin dengan dosis yang tidak adekuat, juga
merupakan faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor
8
pencetus lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru dan infark
miokard. Berbagai jenis obat dapat pula mengganggu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat
dan adrenergik serta diuretik , sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan HONK
terutama pada penderita usia lanjut. Disamping itu pada penderita DM tipe 1 onset
baru biasanya terdiagnosis pertama kali karena KAD. HONK juga dapat terjadi pada
penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi hiperglikeminya dan
kurang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat diperlukan. Pada penderita DM
tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga terjadi gangguan selera makan dapat
pula menjadi faktor pemicu KAD yang berulang.
F. PATOGENESIS
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga
membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi
insulin makin kurang.
Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam
darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan
peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa
dijaringan,
yang
mengakibatkan
hyperglikemia
dan
perubahan
osmolaritas
mungkin disebabkan oleh konsentrasi hormone insulin plasma yang tidak cukup
untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi
masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya
lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD
dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik,
sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.
Ada sekitar 20 % pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui sebelumnya, 80 % dikenali
adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah
infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid,
menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20 % pasien KAD tidak
didapatkan faktor pencetus.
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol,
dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi gula hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan derajat
berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan
menjadi 2 bagian, yaitu:
Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis
10
11
12
mengakibatkan
kegagalan
pada
kemampuan
ginjal
dalam
tercukupinya
kebutuhan
insulin
menyebabkan
timbulnya
13
pada otot dan hati, dan stimulasi glucagon pada sel hati, dan stimulasi glucagon pada
sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa darah.
Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan kadar
glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.
Hiperglikemi
mengakibatkan
timbulnya
diuresis
osmotic,
dan
MANIFESTASI KLINIS
Polifagi.
Polidipsi
Poliuri.
Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
Rasa kesemutan, kram otot
Visus menurun
Penurunan berat badan
Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh
14
15
Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin
atau
kardiovaskular,
pernah
ditemukan
penyakit
akromegali,
haloperidol (neuroleptik).
Mempunyai factor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, penkreatitis, koma
hepatic dan operasi.
H. DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik :
Proses terjadinya HONK biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari
sementara timbulnya episode KAD terjadi secara mendadak. Walaupun gejala dari
DM yang tidak terkontrol baik dapat terjadi dalam beberapa hari, perubahan
metabolik yang khas dari KAD biasanya terjadi dalam waktu yang singkat (kurang
dari 24 jam). Temuan laboratorium awal pada pasien HONK adalah kadar glukosa
darah yang sangat tinggi (> 600 mg/dL) dan omolaritas serum yang tinggi (> 320
mOsm per kg air [normal = 290 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai
ketonuria ringan atau tidak. Separuh apsien akan menunjukkan asidosis metabolic
atau anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkann
diagnosis diferential asidosis laktat atau penyebab lain.
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun
hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis dapat dipakai kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus
per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
16
Langkah pertama yang harus diambil pada paasien dengan KAD terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular,
dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan
laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera
dimulai tanpa adanya penundaan.
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dilakukan setelah anamnesis
dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks
dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk melihat secara
kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD
meliputi kadar HCO3-, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan
kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Kriteria diagnosis KAD:
a. kadar glukosa > 250 mg%
b. pH < 7,35
c. HCO3- rendah
d. Anion gap yang tinggi
e. Keton serum positif
Baik pada KAD maupun HONK , dapat ditemui gambaran klinis yang klasik
meliputi:
- poliuri, polidipsi dan polifagi
- penurunan BB dalam waktu singkat
- mual muntah
- nyeri perut
- dehidrasi
- badan lemas
- penglihatan kabur
- gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
17
18
Berat
> 250
> 250
Keadaan
Hiperosmolar
Hiperglikemik
> 600
<>
> 7,30
15-18
7,00<7,24
10-<15
<>
> 15
Positif
Positif
Bervariasi
Positif
Positif
Bervariasi
Positif
Positif
Bervariasi
Sedikit/negative
Sedikit/negative
> 320
> 10
Sadar
> 12
Apatis
>12
Stupor/Coma
<12
Stupor/Coma
Ringan
Glukosa
(mg/dl)
pH arteri
Bikarbonat Serum
(mEq/l)
Keton urin
Keton Serum
Osmolalitas serum
efektif (mOsm/kg)
Anion gap
Sensorium
7,25-7,30
I. DIAGNOSIS BANDING
19
keadaan
fisiologis
normal
dan
menyadari
pentingnya
21
Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberikan infus
D5% 100cc/jam. Setelah itu, bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit
insulin reguler (RI) dalam spuit berukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan
NaCl 0,9 % hingga mencapai 50 cc (1 cc NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit
insulin/jam, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc/jam. Dapat pula
diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti setiap 2 cc NaCl = 1
unit RI.
Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc larutan
NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat juga 6 unit atau angka lain, sebab nantinya
akan diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0.9%.
Bila dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka dalam botol infus yang berisi 12 unit RI,
diatur kecepatan tetesan 12 jam/botol, sehingga 12 unit RI akan habis dalam 12 jam.
Bila dibutuhkan 2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/botol,
karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan diatur sesuai
permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan makro = 60
tetesan mikro.2
22
metabolik
seperti
hipoglikemia,
hipokalemia,
hipofosfatemia,
23
c. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun,
untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu
dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta
timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering
dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin intramuskular.
Cara Pemberian Terapi Insulin Subkutan
24
kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu
ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah,
antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk. 2
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus
dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan.
Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus
dilanjutkan paling sedikit 12 jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan.
Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau
intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus intravena, subkutan, dan intravena
intermiten pada pasien KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam
pertama. 2
Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia
yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian
bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi,
pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama
pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD,
ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K
yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi
KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu
pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya
gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium
segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Glukosa
26
Rehidrasi intravena
Penggantian elektrolit
Pemberian insulin intravena
Diagnosis dan managemen factor pencetus dan penyakit penyerta
Pencegahan
28
1. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HONK adalah
penggantian
cairan
yang
agresif,
dimana
sebaiknya
dimulai
dengan
mempertimbangkan perkiraan deficit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg,
atau total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonic akan dapat menyebabkan
overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan
terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis myelin difus. Sehingga
pada awalnya sebaiknya diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya
mengalami syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi dan
terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vascular dan peningkatan mortalitas.
Pada awal terapi, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum
insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indicator yang baik akan cukupnya terapi
cairan yang diberikan. Jika kadar glukosa darah tidak bias diturunkan sebesar 75
100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang
kurang atau gangguan ginjal.
2. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena kadar
kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar kalium yang sebenarnya akan
terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk
ke dalam sel. Kadar elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien
harus dimonitor.
Jika kadar kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian insulin
ditunda dan diberikan dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat
sampai tercapai kadar kalium setidaknya 3,3 mEq per L), kadar kalium harus
diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya kadar kalium ini perlu
29
dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar awal kalium antara 3,3 5,0 meq per L, maka 20-30
mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3
kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan kadar kalium antara 4,0
mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
3. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan,
maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan
hipotensi, kolaps vakular, atau kematian. Insulin sebaiknya dengan bolus awal 0,15
U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB perjam sampai kadar
glukosa darah turun antara 250 mg/dl (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per dL. Jika
kadar gluksoa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan
dektrosa secara intravena dan dosis insulin secara sliding scale sampai pulihnya
kesadaran dan keadaan hiperosmolar.
4. Identifikasi dan eliminasi factor penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk emmberikan antibiotic kepada
semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotic dianjurkan
ambil menunggu hasil kultur pada paien usia lanjut dan pada pasien dengan hipotensi.
Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan kadan c-reaktif protein dan interleukin 6
merupakan indicator awal sepsis pada pasien dengan HONK.
30
K. KOMPLIKASI
Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/HONK dan
komplikasi akibat pengobatan.
Penyulit KAD dan HONK yang paling sering adalah hipoglikemia dalam
kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan
pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder
akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup
dengan insulin subkutan. Biasanya, pasien yang sembuh dari KAD menjadi
hyperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan saline berlebihan untuk
penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non anion gap yang
sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang
31
dalam bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia
ini adalah sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi gagal ginjal
akut atau oliguria yang ekstrim.
Edema cerebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan
komplikasi KAD yang fatal, dan terjadi 0.71.0% pada anak-anak dengan DKA.
Umumnya terjadi pada anak-anak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapi juga
dilaporkan pada anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur
duapuluhan. Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada
HONK. Secara klinis, edema cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran,
dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat,
dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradycardia, dan gagal nafas. Gejala
ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi sangat
cepat walaupun papilledema tidak ditemukan Bila terjadi gejala klinis selain dari
kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan hanya
714% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme
dari edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan osmolaritas
dari air pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas dengan cepat
pada terapi KAD atau HONK.
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan angka morbiditas edema
cerebral pada pasien orang dewasa; oleh karena itu, rekomendasi penilaian untuk
pasien orang dewasa lebih secara klinis, daripada bukti ilmiah.
Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada
pasien dengan resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium
berangsurangsur dengan perlahan pada pasien yang hyperosmolar (maksimal
pengurangan osmolaritas 3 mOsm kg-1 H2O h-1) dan penambahan dextrose dalam
larutan hidrasi saat glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Pada SHH, kadar glukosa
darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dl sampai keadaan hiperosmoler dan
status mental perbaikan, dan pasien menjadi stabil.
Hypoxemia dan edema paru-paru yang nonkardiogenik dapat terjadi
32
mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah ketika
glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan
denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat
membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya HONK dalam kaitan
dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali atau
menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus
mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obatobatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat
mengurangi kejadian dan beratnya HONK.
34
KESIMPULAN
1.
Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes
Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2.
2.
Koma hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau
kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas.
3.
Pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah
tercium, sedangkan keluhan pasien HONK ialah: rasa lemah, gangguan
penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah,
namun lebih jarang bila dibandingkan dengan KAD. Secara klini sulit dibedakan.
4.
5.
6.
Prinsip terapi KAD terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan
bikarbonat.
7.
Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut
dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia,
hiperkloremia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Augusta L. Arifin ,dkk. 2010.Krisis Hiperglikemia Pada Diabetes Melitus. Bagian
Ilmu
RS.Dr.Hasan
Sadikin Bandung.
Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738
770
5. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus
:Theory
Elsevier,1997, 827-844.
6. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes
Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102
36