GagalJantungKongestif
Disusunoleh:
FebriyantiMeylie07120100038
Kelompok65
Pembimbing:
dr.InezArdiadneSiregar,SpJP
KEPANITERAANKLINIKILMUPENYAKITDALAM
FAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITASPELITAHARAPAN
RUMKITALMARINIRCILANDAK
14JULI20SEPTEMBER2014
DAFTAR ISI
I.
IDENTITAS............................................................................................................................
II. ANAMNESIS..........................................................................................................................
1.
Keluhan Utama.................................................................................................................
2.
Keluhan Tambahan..........................................................................................................
3.
4.
5.
6.
PENATALAKSANAAN...............................................................................................
IX. PROGNOSIS........................................................................................................................
X. ANALISIS KASUS...............................................................................................................
XI. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................
1.
Definisi.............................................................................................................................
2.
3.
Etiologi.............................................................................................................................
4.
Klasifikasi........................................................................................................................
5.
Patofisiologi.....................................................................................................................
6.
Manifestasi klinis............................................................................................................
7.
Diagnosis..........................................................................................................................
8.
9.
Prognosis.........................................................................................................................
10. Penatalaksanaan.............................................................................................................
XII.DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
I.
II.
IDENTITAS
1.
Nama
2.
Jenis Kelamin
3.
Tempat, Tanggal Lahir
4.
Usia
5.
Alamat
6.
Status Menikah
7.
Agama
8.
Pekerjaan
9.
No. Rekam Medis
: Tn.A
: Laki-laki
: 1 Oktober 1970
: 44 tahun
: Jln. Gandul RT06/RW07 Limo
: Menikah
: Islam
: TNI
: 01 91 50
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal flamboyan bawah pada
tanggal 23 Agustus 2014.
1. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 3 jam SMRS
2. Keluhan Tambahan
Batuk kering, lemas, keringat dingin dan BAK menjadi sering
serangan sesak napas pasien mengalami keringat dingin dan disertai badan
melemas. Pasien tidak mengalami nyeri dada, ataupun dada berdebar-debar.
Pasien seharusnya minum obat secara rutin, namun sejak 3 bulan belakangan ini
pasien sudah tidak mengkonsumsi obat yang rutin dikonsumsi. Obat-obatan yang
rutin dikonsumsi adalah lasix, spironolakton dan digoxin. Pasien mengatakan
setelah pasien mengkonsumsi obat-obatan tersebut pasien merasa lemas dan
membuat BAK pasien menjadi lebih sering (kirakira 10 x per hari) dan
mengganggu waktu tidur pasien. Pasien merasa adanya penurunan berat badan,
namun tidak pernah diukur. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi,
diabetes melitus, asma maupun riwayat alergi obat. Pasien memiliki riwayat
penyakit maag dan riwayat penyakit jantung dimana pasien mengatakan adanya
penyumbatan di jantung.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2014.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
cahaya tidak langsung +/+ konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
Mulut
: oral mukosa basah, bau mulut (-)
Bibir
: mukosa kering, simetris, tidak pucat
Uvula
: intak di tengah
Tonsil
: T1T1
Faring
: faring tenang
Leher
: tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, jugular venous
pressure (JVP) : 5 1 cm
Thorax:
Kulit : bekas luka(-) perubahan warna (-) spider naevi (-)
Bentuk : tidak ada deformitas, bentuk dada simetris
Gerak : tidak ada gerak napas tertinggal, retraksi interkostal(-)
a. Jantung
i. Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
ii. Palpasi
: iktus kordis teraba pada interkostal 5 anterior axillary
sinistra
iii. Perkusi
:
batas jantung kanan ICS 5 parasternal dextra
batas jantung kiri ICS 5 anterior axillary sinistra
batas jantung atas ICS 2 parasternal sinistra
iv. Auskultasi : bunyi jantung S1S2 ireguler, gallop (-), murmur (-)
b. Paru
i. Palpasi : vokal fremitus normal dan seimbang pada kedua sisi,
pengembangan dada simetris
ii. Perkusi : bunyi sonor pada seluruh lapangan paru
iii. Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-)/(-) , ronkhi (+)/(+),
7.
8.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
21/8/14
22/8/14
25/8/14
Darah Rutin
Hemoglobin
16,1 gr/dl
12 gr/dl
Hematokrit
48 %
37%
Leukosit
8,4 rb/ul
3,4 rb/ul
Trombosit
212 rb/ul
88 rb/ul
Analisa Gas Darah
PCO2
22,1 mm/Hg
PO2
113,5 mm/Hg
HCO3
15,8 mmol/l
pH
7,457 mm/Hg
Base excess
-5,1 mmol/l
O2 saturasi
98,8 %
Interpretasi: respiratori alkalosis terkompensasi penuh
Elektrolit
Na+
K+
Cl
144,3 meq/l
3,79 meq/l
97,9 meq/l
Nilai normal
13-17gr/dl
37-54%
5-10rb/ul
150-400 rb/ul
33-44 mm/Hg
71-104 mm/Hg
22-29 mmol/l
7,35-7,45 mm/Hg
(-2) (+3) mmol/l
85-95%
2. Elektrokardiografi (EKG)
25/8/2014
Interpretasi:
V.
RESUME
Pasien berinisial Tn. A, berusia 44 tahun datang dengan keluhan dyspneu sejak 3
jam SMRS. Dyspneu dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk, terjadi selama 5
menit. Sebelum dyspneu, pasien mengalami batuk kering yang disusul dengan
7
dyspneunya, keringat dingin dan badan melemas, setelah 5 menit kemudian dyspneu
hilang. Dyspneu sudah sering dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul dan cepat
membaik. Dyspneu yang dirasakan pasien saat ini lebih berat dari sebelumnya. Pasien
juga mengalami paroksismal nokturnal dyspneu, dyspneu on effort dan orthopneu. Pasien
menggunakan 23 bantal ketika tidur. Pasien tidak mengalami nyeri dada, ataupun
palpitasi. Pasien sudah tidak minum obat rutinnya sejak 3 bulan belakangan ini. Obatobatan yang rutin dikonsumsi adalah lasix, spironolakton dan digoxin. Pasien juga
mengeluhkan adanya poliuria (kirakira 10 x per hari) dan nokturia sehingga
mengganggu waktu tidur pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi,
diabetes melitus, asma maupun riwayat alergi obat. Pasien memiliki riwayat penyakit
maag dan riwayat penyakit jantung (penyumbatan di jantung). Pasien merupakan seorang
perokok aktif, 1 bungkus per hari yang sudah dimulai sejak SMP. Pasien tidak
mengkonsumsi kopi ataupun alkohol. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
atau penyakit seperti pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86
x/m (ireguler, tidak sama dengan HR, isi cukup), pernapasan 22 x/m dan suhu 36 oC. Pada
pengurukuran indeks masa tubuh didapatkan hasil 24,5 kg/m 2(berat badan berlebih).
Pemeriksaan fisik lainnya didapatkan sklera ikterik, jugular venous pressure (JVP) 5 1
cm, iktus kordis teraba pada interkostal 5 anterior axillary sinistra, batas jantung kanan
ICS 5 parasternal dextra, batas jantung kiri ICS 5 anterior axillary sinistra, batas jantung
atas ICS 2 parasternal sinistra, bunyi jantung S1S2 ireguler, tidak terdengar gallop
maupun murmur, pada auskultasi paru terdengar suara ronkhi, tidak terdapat edema
maupun sianosis pada kuku dan bibir pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan adanya leukopenia dan
trombositopenia. Pemeriksaan analisa gas darah didapatkan hasil adanya respiratori
alkalosis terkompensasi penuh. Pemeriksaan elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) didapatkan gambaran atrial fibrilasi , STEMI
inferior,
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Gagal Jantung Kongesti NYHA class III e.c atrial fibrilasi
VII.
FOLLOW UP
Tanggal & Waktu
Jumat, 22/8/2014
Follow up
S: sesak napas (+), batuk kering (+), keringat dingin (+),
lemas (+), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (-), BAK
sering.
O:
KU/KS = SS/CM
TD:130/100 mmHg N: 104x/m (ireguler, nadi tidak sama
dengan HR, isi cukup ) RR: 24x/m S: 36oC
Mata :ca-/-, si+/+, RCL +/+, RCTL+/+
THT :T1T1, faring tenang
Leher : tidak ada pembesaran KGB dan tiroid
Thorax :
Cor: S1S2 ireguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SN vesikuler, rh +/+, wh -/Abdomen : supel, datar, timpani, BU(+)n, NT (-)
Ektremitas : akral hangat, edem (-)
LAB:
21/8/2014
Hemoglobin : 16,1 gr/dl (13-17 gr/dl)
Hematokrit : 48 % (37-54 %)
Leukosit : 8,4 rb/ul (5-10 rb/ul)
Trombosit : 212 rb/ul (150-400 rb/ul)
22/8/2014
PCO2 : 22,1 mm/Hg (33-44 mm/Hg)
PO2 : 113,5 mm/Hg (71-104 mm/Hg)
HCO3 : 15,8 mmol/l (22-29 mmol/l)
pH : 7,457 mm/Hg (7,35-7,45 mm/Hg)
BE : - 5,1 mmol/l ((-2)- (+3) mmol/l)
O2 sat : 98,8 % (85-95%)
Interpretasi : alkalosis respiratori terkompensasi
Na : 144,3 meq/l (135-147 meq/l)
K : 3,79 meq/l (3,5-5 meq/l)
Cl : 97,9 meq/l (95-105 meq/l)
X-ray Thorax AP:
Cor: membesar, pinggang jantung melurus, apex rounded
Paru : tidak tampak infiltrat, corakan bronkovaskular bagian
suprahilar prominen, garis pleura, sinus phrenicuscostalis
dan diafragma baik.
Tulang dan soft tissue baik
Kesan : Kardiomegali
9
Congestive pulmonum
Sabtu, 23/8/2014
Minggu,24/8/2014
LAB:
KU/KS = SS/CM
TD:120/80 mmHg
Senin, 25/8/2014
P:
Selasa,26/8/2014
VIII.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terapeutik yang telah dilakukan d RS :
BR duduk
O2 4 liter/menit
IVFD D5% 7 tpm
Lanoxin ampul (0,25 mg) tiap 6 jam diencerkan 10 cc jika HR > 100x/menit,
IX.
PROGNOSIS
1. Quo ad vitam
: dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : dubia ad bonam
3. Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
X.
ANALISIS KASUS
Berdasarkan gejala klinis, temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan pasien ini menderita congestive heart failure
(CHF). Dalam mendiagnosis CHF dapat kita gunakan kriteria diagnosis Framingham
yang membutuhkan adanya 2 kriteria mayor atau sekurang-kurangnya 1 kriteria mayor
dengan tambahan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Ronki paru
Kardiomegali
Hepatomegali
Efusi pleura
S3 gallop
normal
Refluks hepatojugular
Takikardi
New York Heart Association (NYHA) kelas III yaitu pasien menderita penyakit jantung
dengan batasan minimal atau sedikit, dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apaapa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa akan menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas dan/atau nyeri dada.
Berdasarkan klasifikasi gagal jantung menurut American College of Caridology/
American Heart Association pasien ini berada di tahapan/ stadium C yaitu gagal jantung
simtomatik dimana pasien dengan penyakit akibat kelainan struktur jantung yang disertai
gejala-gejala gagal jantung (sesak nafas, cepat lelah, dan gangguan/penurunan toleransi
aktivitas).
Pada pasien ini dapat kita tentukan jantung sebelah mana yang mengalami
kegagalan fungsi dari manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dan pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan. Pasien mengeluhkan adanya sesak napas yang dapat
disebabkan karena adanya peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menuju jantung
karena adanya penurunan kardiak output akibat disfungsi ventrikel kiri. Tekanan kapiler
pulmonari melebihi tekanan onkotik dari plasma protein, terjadi ekstravasasi cairan dari
kapiler menuju ruang interstitial dan alveoli, mengurangi komplians paru, dan
meningkatkan kerja napas. Akumulasi cairan dalam alveoli ini (edema pulmoner) secara
signifikan mempengaruhi ventilasi perfusi (V/Q). Ventilasi per menit meningkat,
kemudian PaCO2 menurun dan pH darah menjadi meningkat (alkalosis respiratorik)
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Pada pasien ini pun sudah
terjadi alkalosis respiratorik. Gagal jantung kanan; disfungsi ventrikel kanan
menyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik, vena-vena kava yang menuju jantung,
menyebabkan ekstravasai cairan dan edema, terutama pada jaringan-jaringan longgar,
seperti mata kaki dan organ-organ visceral abdomen. Hepar paling sering terganggu,
tetapi lambung dan usus juga menjadi tersumbat; akumulasi cairan dalam rongga
peritoneal (asites) bisa terjadi. Gagal jantung kanan biasa mengakibatkan gangguann
fungsi hati yang moderat, dengan peningkatan bilirubin konjugasi dan tak terkonjugasi,
PTm dan enzim-enzim hepatic (ALP,SGOT,SGPT). Hepar yang mengalami gangguan ini
akan memecahkan aldosterone lebih sedikit dari biasanya, berkontribusi menjadi
akumulasi cairan yang semakin parah. Kongesti vena kronik dari organ-organ visceral
bisa mengakibatkan anorexia, malabsorpsi nutrisi dan obat-obatan, kebocoran protein
(diare dan hipoalbuminemia), kebocroan darah kronik lewat gastrointestinal, dan iskemik
atau infark pada usus. Pada pasien ini terdapat ikterik pada skleranya, walaupun tidak
14
terdapat asites dan pada pemeriksaan hepar, hepar tidak teraba. Oleh adanya ikterik ini,
saya menyarankan untuk dilakukannya pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan elektrolit
dilakukan untuk pasien yang mendapat terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron
antagonis untuk melihat adakah penurunan fungsi ginjal umum dijumpai. Nilai NT Pro
BNP berpotensi sebagai marker prognostik yang baik terhadap morbiditas dan mortalitas
pasien gagal jantung, termasuk dapat memprediksi cardiac event di masa mendatang pada
pasien dengan eksaserbasi akut.
Pada pemeriksaan EKG pun dapat dilihat adanya gambaran atrial fibrilasi, left
axis deviasi{lead I deflexi (+) dan AVF deflexi (-)}dimana menunjukan adanya kelainan
struktural jantung di sebelah kiri, gelombang QRS tinggi yang dapat menggambarkan
adanya hipertrofi di ventrikel. Tampak ST elevasi di II,III dan AVF dan ST depresi di
AVL, V1,V2, V3 dan V4 dimana menunjukan bahwa telah adanya infark di daerah
jantung inferior dan anterolateral. Hal ini dapat mendukung dalam mengetahui penyebab
terjadinya congestive heart failure pada pasien ini yaitu dikarenakan adanya gangguan
relaksasi awal diastolik dan meningkatnya kekakuan dinding ventrikel. Iskemik miokard
akut adalah salah satu contoh kondisi yang menghambat penghantaran energi dan
relaksasi diastolik. Sedangkan hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan dinding ventrikel kiri
menjadi kaku sehingga terjadi peningkatan tekanan diastolik yang diteruskan ke paru dan
vena sistemik.
Faktor-faktor spesifik yang menunjang prognosis yang buruk meliputi hipotensi,
fraksi ejeksi yang rendah, adanya penyakit arteri koroner, kadar troponin, peningkatan
BUN, penurunan filtrasi glomerulus, hiponatremia, dan kapasitas fungsional yang buruk
(diuji dengan tes berjalan selama 6 menit).
Sasaran utama dari penatalaksanaan pasien yang telah ditetapkan gagal jantung
kongestif ada tiga, antara lain untuk meringankan gejala dan tanda (contoh: sesak nafas
akibat edema paru), menurunkan angka perawatan di rumah sakit, dan tentunya
meningkatkan angka ketahanan hidup sehingga menurunkan mortalitas.Pengurangan
angka mortalitas dan perawatan di rumah sakit menunjukkan efektivitas terapi untuk
memperlambat atau mencegah perburukan progresif dari gagal jantung.Sering ditemukan
juga perbaikan remodeling ventrikel kiri dan penurunan dari kadar natriuretik peptida
dalam sirkulasi. Sedangkan unsur-unsur terapi gagal jantung kongestif meliputi
perubahan pola diet dan gaya hidup, terapi kausa nya, pengaturan seleksi obat, terapi
15
Edukasi
Perubahan pola diet dan gaya hidup dibarengi dengan edukasi, diet rendah
sodium, berat badan dan ketahanan fisik yang sesuai, dan koreksi kondisi yang
mendasarinya.10
Edukasi pada pasien atau pihak yang merawatnya sangat penting bagi
keberhasilan proses perawatan jangka panjang. Pasien dan keluarga seharusnya
dilibatkan dalam pemilihan terapi, diberitahu mengenai tanda-tanda bahaya
b.
16
dan halusinasi visual. Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai gangguan
visus. Ginekomastia, ruam kulit makulopopular atau reaksi kulit yang lain.
Furosemida adalah diuretik derivat asam antranilat. Aktivitas diuretik furosemida
terutama dengan jalan menghambat absorpsi natrium dan klorida, tidak hanya pada
tubulus proksimal dan tubulus distal, tapi juga pada loop of Henle.Tempat kerja yang
spesifik ini menghasilkan efektivitas kerja yang tinggi. Efektivitas kerja furosemida
ditingkatkan dengan efek vasodilatasi dan penurunan hambatan vaskuler sehingga akan
meningkatkan aliran darah ke ginjal. Furosemida juga menunjukkan aktivitas
menurunkan tekanan darah sebagai akibat penurunan volume plasma. Furosemid tersedia
dalam bentuk tablet 40 mg dan ampul 20 mg/2 ml (untuk suntikan ke pembuluh darah).
Penggunaan furosemid harus dengan dosis yang tepat. Pada kasus edema paru yang akut,
digunakan furosemid 40 mg intravena langsung, kemudian dapat dilanjutkan dengan
dosis 20-40 mg per hari. Furosemid bekerja dengan menghambat penyerapan elektrolit
dan cairan yang nantinya akan dibuang melalui saluran kemih. Karena cara kerja ini,
beberapa efek samping dari furosemid adalah hipokalemia (kadar kalium yang rendah di
darah), dan peningkatan kadar asam urat. Furosemid juga memiliki efek menurunkan
tekanan darah sehingga dapat menyebabkan hipotensi. Dalam kasus yang jarang,
furosemid dapat menyebabkan reaksi alergi hebat atau anafilaksis.
Spironolakton adalah diuretik penghemat Kalium. Menghambat aldosteron, yang
menstimulasi penyerapan kembali Na dan pengeluaran K. Hipertensi esensial, keadaan
edematosa termasuk gagal jantung kongestif (CHF), sirosis hati (dengan atau tanpa
asites/penggumpulan cairan dalan rongga perut) & sindroma nefrotik, diagnosis &
pengobatan aldosteronisme primer, sebagai terapi penunjang pada hipertensi ganas,
pencegahan hipokalemia pada pasien yang menggunakan Digitalis ketika langkah lainnya
dianggap tidak cukup memadai atau tidak tepat. Gynekomastia (pembesaran payudara
pria), gejala-gejala saluran pencernaan termasuk kram, diare, ngantuk, letargi (keadaan
kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera
tertidur kembali), urtikaria (biduran/kaligata), kekacauan mental, demam karena obat,
ataksia (gangguan koordinasi gerakan), sakit kepala, menstruasi tidak teratur atau
amenore (tidak haid), perdarahan setelah menopause, agranulositosis.
17
XI.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gagal jantung adalah sebuah sindroma klinis yang kompleks yang berasal
dari gangguan structural dan fungsional dari pengisian dan/atau pengosongan
ventrikel. Manifestasi cardinal dari gagal jantung adalah sesak nafas dan cepat
lelah, yang bisa membatasi toleransi aktivitas, dan retensi cairan, yang bisa
berujung pada kongesti pulmonal dan/atau splanknik, dan edema perifer.11
Sebagian pasien akan memiliki keterbatasan aktivitas yang bermakna tetapi
sedikit gejala retensi cairan, dimana sebagian pasien lainnya akan lebih
mengeluhkan gejala edema, sesak nafas dan cepat lelahnya.12
Gagal jantung adalah sebuah sindrom yang disebabkan oleh kegagalan
fungsi jantung, secara umum disebabkan karena gangguan atau kerusakan otot
miokardial dan ditandai dengan pelebaran ventrikel kiri atau pembesaran atau
keduanya. Kegagalan pada fungsi sistolik primer atau diastolic atau campuran
keduanya, akan menyebabkan abnormalitas neurohormonal dan sirkulasi, yang
biasanya menimbulkan gejala-gejala tipikal seperti retensi cairan, sesak nafas, dan
cepat lelah, terutama pada aktivitas. 14
b.
c.
endotel
Miokardium merupakan lapisan inti/otot
Pericardium merupakan selaput pembungkus jantung yang merupakan bagian
terluar, terdiri dari dua lapisan yaitu visceral dan parietal.
18
hasil dari detak jantung (HR) dengan stroke volume (SV); juga dipengaruhi oleh
aliran darah balik vena, tonus perifer vascular, dan faktor-faktor neurohumural.
3. Etiologi
Penyebab dari gagal jantung kongestif secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
karena kausal kardiak dan kausal sistemik/non kardiak.10
Tipe
Kardiak
Kerusakan miokardial
Contoh
Infark miokard
Miokariditis
Kardiomiopati : familial/genetic,
Kelainan katup/valvular
Arritmia
Regurgitasi mitral
Bradiarritmia
Gangguan konduksi
Takiaritmia
Block nodus AV
Menurunnya ketersediaan
Amilodisosis, Sarcoidosis
matriks
Fibrosis kronik
Hemokromatosis
Sistemik
Kelainan-kelainan yang meningkatkan
Anemia
Hipertiroid
Penyakit Paget
Stenosis aortic
20
4. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung
ke dalam 4 kelas berdasarkan derajat keparahan gejala dan keterbatasan kapasitas
fungsional/aktivitas penderita. Sistem klaisifikasi NYHA sebagai sistem
klasifikasi gagal jantung yang tertua, pertama kali diterbitkan di tahun 1928 dan
mengalami beberapa kali revisi sampai revisi yang terakhir yaitu revisi ke-9 pada
Maret 1994.16,17 Klasifikasi NYHA menekankan pada kapasitas aktivitas yang bisa
dilakukan penderita dan simtomatik dari penyakit gagal jantung itu sendiri. Dari
21
klasifikasi NYHA bisa dinilai derajat keparahan dan prognosis dari penderita
gagal jantung sehingga dianggap sebagai prediktor utama dan independen
mengenai outcome dan mortalitas pasien.9,12,16 Karena menitikberatkan pada
derajat keparahan dan simtomatik penderita, kelas pasien bisa berubah-berubah
secara dua arah, meningkat ke kelas yang lebih baik (dengan terapi) atau justru
semakin memburuk, dalam periode waktu yang relative singkat. 2
Kelas
NYHA Kelas I
NYHA Kelas II
Para
penderita
penyakit
jantung
dengan
batasan
kegiatan
biasa
sudah
menimbulkan
gejala-gejala
Para
pendertia
penyakit
jantung
dengan
batasan
22
of Cardiology
dalam
menetukan
strategi
penatalaksanaan
pasien
sesuai
tahap
Tahap/Stadium
A = Risiko tinggi
Penilaian objektif
Pasien yang mempunyai
Deskripsi
Pasien dengan
gagal jantung
- Hipertensi
- Sindroma metabolik
- Penyakit atherosklerotik
jantung.
ATAU
- Riwayat keluarga penderita
B = Gagal jantung
kardiomiopati
- Penyakit valvular asimtomatik
asimtomatik
jantung asimtomatik)
Pasien dengan penyakit
Pasien dengan
Simtomatik
jantung
DAN
23
Jantung Simtomatik)
D = Gagal jantung
aktivitas
Pasien dengan gejala yang tetap
menetap stadium
akhir
standar)
intervensi khusus)
Tabel 3. Klasifikasi Gagal Jantung menurut American College of Caridology/
American Heart Association
Gagal jantung juga sering dibedakan berdasarkan fraksi ejeksinya( jumlah
darah yang dipompa setiap kali kontraksi) yaitu gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal dan gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi. Gagal jantung dengan
fraksi ejeksi yang menurun (40%) mengindikasikan adanya gangguan fungsi sistolik
dari ventrikel kiri, sehingga disebut juga gagal jantung sistolik.18 Gagal jantung juga
bisa terjadi pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal namun
membutuhkan tekanan pengisian lebih tinggi dari biasanya untuk mencapai volum
normal diastolik pengisian ventrikel kiri, sehingga gagal jantung dengan fraksi ejeksi
yang tidak terganggu ini (50%) disebut juga gagal jantung diastolik. 18
Klasifikasi
Ejeksi
Deskripsi
fraksi
(%)
I. Gagal jantung dengan 40
reduced ejection
tercapai
fraction = HF rEF)
II. Gagal jantung
50
yang normal/tidak
terganggu (Heart
24
41-49
b. HF pEF, perbaikan
>40
Selain itu ada juga klasifikasi lain gagal jantung berdasarkan durasi atau
onsetnya, yaitu gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Gagal jantung akut
didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang
abnormal, dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan jantung sebelumnya.
Gangguan/disfungsi jantung yang dialami bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari preload
atau afterload, dan seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut
dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. Ada kelompok praktisi kesehatan yang
mengartikan gagal jantung akut hanya sebagai istilah kegawatdaruratan semata untuk
edema paru akut akibat gagal jantung. Namun demikian dalam beberapa tahun
terakhir, istilah gagal jantung akut ini mempunyai arti yg diperluas menjadi gagal
jantung awitan baru atau gagal jantung yang tiba-tiba memburuk dengan riwayat
gagal jantung kronik sebelumnya.10Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai
sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas,
cepat lelah, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif
adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
25
Gagal jantung juga bisa dibagi menjadi gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri berdasarkan masing-masing manifestasinya yang berbeda. 10 Gagal jantung kiri;
disfungsi ventrikel kiri menyebabkan penurunan kardiak output dan peningkatan
tekanan vena pulmonalis yang menuju jantung.10 Ketika tekanan kapiler pulmonary
melebihi tekanan onkotik dari plasma protein, terjadi ekstravasasi cairan dari kapiler
menuju ruang interstitial dan alveoli, mengurangi komplians paru, dan meningkatkan
kerja napas.10 Akumulasi cairan dalam alveoli ini (edema pulmoner) secara signifikan
mempengaruhi ventilasi perfusi (V/Q). Pada gagal jantung kiri yang kronik dan berat
bisa terjadi pleura efusi pada hemithorax kanan dan akhirnya pada kedua sisi, yang
semakin memperberat sesak nafas. Ventilasi per menit meningkat, kemudian PaCO2
menurun dan pH darah menjadi meningkat (alkalosis respiratorik).10Gagal jantung
kanan; disfungsi ventrikel kanan menyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik,
vena-vena kava yang menuju jantung, menyebabkan ekstravasai cairan dan edema,
terutama pada jaringan-jaringan longgar, seperti mata kaki dan organ-organ visceral
abdomen.10 Hepar paling sering terganggu, tetapi lambung dan usus juga menjadi
tersumbat; akumulasi cairan dalam rongga peritoneal (asites) bisa terjadi.10 Gagal
jantung kanan biasa mengakibatkan gangguann fungsi hati yang moderat, 10 dengan
peningkatan bilirubin konjugasi dan tak terkonjugasi, PTm dan enzim-enzim hepatic
(ALP,SGOT,SGPT). Hepar yang mengalami gangguan ini akan memecahkan
aldosterone lebih sedikit dari biasanya, berkontribusi menjadi akumulasi cairan yang
semakin parah.10 Kongesti vena kronik dari organ-organ visceral bisa mengakibatkan
anorexia, malabsorpsi nutrisi dan obat-obatan, kebocoran protein (diare dan
hipoalbuminemia), kebocroan darah kronik lewat gastrointestinal, dan iskemik atau
infark pada usus. 10
5. Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan
kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan
ventrikel. Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik,
sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau
pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal
jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,
26
gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung
sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya
kekakuan pada dinding ventrikel. Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena
mengalami penurunan kapasitas ejeksi darah karena gangguan kontraktilitas miokard
atau tekanan yang berlebihan (misal, kelebihan afterload). Hilangnya kontraktilitas
merupakan hasil dari destruksi myosit, abnormalitas fungsi myosit, atau fibrosis.
Tekanan yang berlebihan mengganggu ejeksi ventrikel dengan adanya peningkatan
resistensi aliran yang signifikan. Hasil dari disfungsi sistolik adalah menurunnya
stroke volume. Jika darah balik normal dari paru ditambah dengan volume akhir
sistolik yang telah meningkat karena tidak sempurnanya pengosongan ventrikel maka
volume bilik saat diastolik meningkat. Sehingga volume dan tekanan pada akhir
diastolik menjadi lebih tinggi.
Selama diastolik, meningkatnya tekanan ventrikel kiri yang menetap
diteruskan ke atrium kiri (melalui katup mitral yang terbuka) dan juga diteruskan ke
vena dan kapiler pulmonaris. Peninggian tekanan hidrostatik kapiler pulmonal > 20
mmHg menghasilkan transudasi cairan ke interstisial paru sehingga menimbulkan
gejala kongesti paru.
Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal jantung memiliki fungsi sistolik
ventrikel yang normal. Banyak dari mereka menunjukkan abnormalitas fungsi
diastolik ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal diastolik, meningkatnya
kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Iskemik miokard akut adalah salah satu
contoh kondisi yang menghambat penghantaran energi dan relaksasi diastolik.
Sedangkan
hipertrofi
ventrikel
kiri,
fibrosis
atau
kardiomiopati
restriktif
menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Pasien dengan disfungsi diastolik
sering menunjukkan tanda kongesti vaskuler karena paningkatan tekanan diastolik
yang diteruskan ke paru dan vena sistemik.
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung
sebagai respon menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan
tekanan darah untuk tetap memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut
mencakup : (1) Mekanisme Frank-Starling, (2) Perubahan neurohormonal, (3)
remodeling dan hipertrofi ventrikular.
1. Mekanisme Frank Starling
27
sistem
Renin
Angiotensin
Aldosteron
(RAA)
yang
bersifat
28
6. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda yang biasa ditemukan pada gagal jantung adalah
Gejala
Tipikal
- Rasa sesak nafas
Tanda
Spesifik
- peningkatan tekanan vena jugular
- hepatojugular reflux
(orthopnea)
lateral
dyspnea)
- murmur kardiak
Kurang Spesifik
- Edema perifer ( ankle, sakral,
cough)
scrotal)
- Mengi (wheezing)
- Krepitasi pulmonal
- Peningkatan BB (>2kg/minggu)
lanjut)
pleura)
- Perasaan kembung
- takikardi
- Berdebar-debar
- takipnu
- hepatomegali
usia lanjut)
- ascites
- depresi
- cachexia
- Pingsan
Tabel 5. Manifestasi klinis gagal jantung menurut European Society of Cardiology
7. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dimana diantaranya adalah
29
pemeriksaan laboratorium rutin elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiographydoppler, dan pemeriksaan yang lebih baru seperti pemeriksaan biomarker.19
ACC/AHA menyatakan bahwa dalam mendiagnosa gagal jantung tidak
ada satupun uji diagnostik tunggal yang spesifik, selain daripada diagnosis klinis
yang ditetapkan berdasarkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik. 12
Berbagai metode dikembangkan oleh para ilmuwan untuk untuk dijadikan alat
bantuan dalam menskrining pasien gagal jantung kongestif berdasarkan anamnesis
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik pasien. Beberapa diantaranya yang sering
dipakai adalah Kriteria Framingham, Kriteria Boston, Kriteria Duke, Skoring
KILLIP, dan lain-lain.20,21
Kriteria Framingham membutuhkan adanya 2 kriteria mayor atau
sekurang-kurangnya 1 kriteria mayor dengan tambahan 2 kriteria minor untuk
menetapakan diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Ronki paru
Kardiomegali
Hepatomegali
Efusi pleura
S3 gallop
normal
Refluks hepatojugular
Takikardi
Definisi
Tanpa gejala klinis gagal jantung kongestfi
Ronki basah, bunyi S3, dan tekanan JVP meningkat
Edema paru akut
Shok kardiogenik atau hipotensi (SBP < 90) dan
terdapat vasokontriksi perifer ( oliguria, sianosis,
berkeringat lebih)
Tabel 8. Klasifikasi Killip
31
troponin sampai lebih dari 2x nilai normalnya. Perlu diperhatikan bahwa pada
orang gagal jantung dengan penurunan fungsi ginjal sampai dengan gagal
ginjal, enzim troponin nya akan cenderung meningkat, akibat efek dari
overload cairan yang meregangkan otot-otot jantung untuk bekerja lebih
sehingga terjadi pelepas troponin.22
d. Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi ditujukan kepada semua teknik pencitraan
jantung yang menggunakan ultra sound, termasuk colour Doppler dan Tissue
Doppler Imaging. Penggunaan ekokardiografi sudah rutin digunakan untuk
menentukan disfungsi jantung akibat kelainan struktur dan fungsi jantung.
Ekokardiografi sudah tersebar luas, cepat, non invasif dan aman dan
menunjukkan informasi mengenai anatomi jantung (volume, geometri, massa),
gerakan dinding, dan fungsi katup. Untuk menentukan disfungsi jantung, dari
32
9. Prognosis
Secara umum, pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki prognosis
yang buruk, kecuali kausal penyakitnya merupakan kausal yang bisa dikoreksi.
Angka mortalitas dalam masa 1 tahun perawatan pertama kali di rumah sakit
33
sebesar 30%.10 Pada gagal jantung kronik, angka mortalitas bergantung pada
derajat keparahan gejala dan disfungsi ventricular, sehingga bisa bervariasi antara
10%-40% per tahun.10 Studi mencatata bahwa 30-40% pasien penderita gagal
jantung meninggal dalam 1 tahun pertama setelah diagnosis9 dan 50% meninggal
dalam 5 tahun pertama setelah diagnosis.3 Faktor-faktor spesifik yang menunjang
prognosis yang buruk meliputi hipotensi, fraksi ejeksi yang rendah, adanya
penyakit arteri koroner, kadar troponin, peningkatan BUN, penurunan filtrasi
glomerulus, hiponatremia, dan kapasitas fungsional yang buruk (diuji dengan tes
berjalan selama 6 menit). Kapasitas fungsional yang menjadi dasar klasifikasi
NYHA merupakan prediktor penting bagi angka kematian. dimana studi mencatat
mortalitas per tahun dari asien dengan keterbatasan aktivitas minimal (NYHA
kelas II) sebesar 5-10%, pasien dengan keterbatasan sedang/menengah (NYHA
kelas III) sebesar 10-15%, dan pasien dengan simtom saat istirahat (NYHA kelas
IV) sebesar 30-70%.9,24
Gagal jantung biasanya memburuk secara gradual, diselingi dengan
beberapa periode parah dekompensasi, dan pada akhirnya beurjung pada
kematian, meskipun masa bertahan hidupnya bisa diperpanjang seiring dengan
kemajuan terapi.10 Namun, kematian juga bisa terjadi secara tiba-tiba tanpa bisa
diprediksi sebelumnya, tanpa disertai perburukan gejala. Banyak variabel yang
menentukan informasi prognosis dari penderita gagal jantung diantaranya seperti
umur, etiologi, kelas NYHA, fraksi ejeksi, penyakit-penyakit komorbid (disfungsi
renal, diabetes, anemia, hiperuricemia), dan konsentrasi natriuretik peptida
plasma.13,23 Seiring waktu, variabel-variabel ini tentu bisa mengalami fluktuasi
perubahan , sehingga demikian juga terjadi perubahan prognosisnya.13 Penilaian
prognosis sangatlah penting dalam mengedukasi pasien mengenai alat dan
tindakan operasi (termasuk transplantasi) dan menyusun rencana penatalaksanaan
akhir hidup bersama pasien, anggota keluarga, atau pihak pemberi layanan
kesehatan.13 Gagal jantung jelas secara signifikan menurunkan kualitas hidup
penderitanya (health-related quality of life=HRQOL) terutama pada fungsi fisik
dan vitalitas.12 Upaya peningkatan kualitas hidup pasien sama pentingnya dengan
meningkatkan kuantitas (lama) hidup pasien.10 Oleh karena itu sangat diperlukan
upaya pengontrolan faktor resiko serta penyakit-penyakit komorbid untuk
memperbaiki prognosis.
34
10. Penatalaksanaan
Sasaran utama dari penatalaksanaan pasien yang telah ditetapkan gagal
jantung kongestif ada tiga, antara lain untuk meringankan gejala dan tanda
(contoh: sesak nafas akibat edema paru), menurunkan angka perawatan di rumah
sakit, dan tentunya meningkatkan angka ketahanan hidup sehingga menurunkan
mortalitas.13 Pengurangan angka mortalitas dan perawatan di rumah sakit
menunjukkan efektivitas terapi untuk memperlambat atau mencegah perburukan
progresif dari gagal jantung.13 Sering ditemukan juga perbaikan remodeling
ventrikel kiri dan penunrunan dari kadar natriuretik peptida dalam sirkulasi.
Sedangkan unsur-unsur terapi gagal jantung kongestif meliputi perubahan pola
diet dan gaya hidup, terapi kausa nya, pengaturan seleksi obat, terapi alat-alat
mekanik, sampai ke upaya transplantasi jantung dan seluruh penanganannya
sangat melibatkan pelayanan multidisipin yang berkesinambungan.10
b.
Edukasi
yang
sesuai,
dan
koreksi
kondisi
yang
mendasarinya.10
Edukasi pada pasien atau pihak yang merawatnya
sangat penting bagi keberhasilan proses perawatan
jangka panjang. Pasien dan keluarga seharusnya
dilibatkan dalam pemilihan terapi, diberitahu mengenai
tanda-tanda
bahaya
dekomepnasi
jantung,
dan
aterosklerosis
atau
diabetes
juga
harus
Terapi mekanikal
Penggunaan Implantable
Cardioverter-Defibrillator
(ICD)
atau
Operasi
Operasi bisa dijadikan pilihan tepat bila terdapat suatu kelainan
structural yang bisa dikoreksi . Penututpan shunt congenital atau akuiasata di
dalam jantung bisa menjadi terapi yang kuratif. Bypass arteri koronaria bisa
mengurangi iskemia dan membantu para pasien dengan kardiomiopati iskemik
dan masih terus dipelajari keefektifannya pada pasien gagal jantung dengan
disfungsi sistolik iskemia. Bila gagal jantung secara primer disebabkan karena
kelainan
katup,
perbaikan
surgical
atau
penggantian
katup
sangat
sebesar 82% pada 1 tahun pertama dan 75% pada 3 tahun pertama, namun
demikian angka mortalitas saat menunggu donor organ jantung sebesar 1215%. Selain itu jumlah pendonor jantung masih sedikit jumlahnya.
37
38
XII.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fonarow GC. Epidemiology and risk stratification in acute heart failure. Am Heart J.
2008; 155(2):200-7.
2. Hunt SA. ACC/AHA guidelines: A-, B-, C-, and D-based approach to chronic heart
failure therapy. Eur Heart J Suppl. 2006; 8(supp 6):e3-e5.
3. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, et al. Heart disease and stroke statistics--2013
update: a report from the American Heart Association. Circulation. 2013; 127:e6.
4. National Clinical Guideline Centre for Acute and Chronic Conditions. Chronic Heart
Failure. Management of chronic heart failure in adults in primary and secondary care.
London: National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE); August
2010:1-49
5. Townsend N, Wickramasinghe K, Bhatnagar P, SMolina K, Nichols M, Rayner M for
the British Heart Foundation Health Promotion Research Group Department of Public
Health. Coronary heart disease statistic 2012 edition. London: British Heart
Foundation; 2012: 1-211.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS
2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Desember 2008: 1-290.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; Desember 2013:1-268.
8. Mann DL, Chakinala M. Heart failure and cor pulmonale. In: Longo DL, Kasper DL,
Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Principles of
Internal Medicine, 18th ed. Boston, MA: McGraw-Hill; 2011. p.3888-3922.
9. Porter RS, Kaplan JL, et al. The Merck manual of diagnosis and therapy. 19 th ed.
Whitehouse Station (NJ): Merck Sharp & Dohme Corp., A Subsidiary of Merck &
Co., Inc.; 2011. p. 2268-84.
10. Francis GS, Tang W, Walsh RA. Pathophysiology of heart failure. In: Fuster V, Walsh
RA, Harrington RA, editors. Hurst's The Heart, 13th ed. New York, (NY): McGrawHill; 2011. p.719-809. HURST
11. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of heart failure. Circulation. 2013; 128:e240-e327.
12. McMurray JJV, Adamopoulos S, Dickstein K, Filippatos G, et al. ESC guidelines for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: the Task Force for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the European
Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association
(HFA) of the ESC. Eur Heart J. 2012; 33(14): 1787-1847.
13. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, et al. Focused update incorporated
into the ACC/AHA 2005 Guidelines for the Diagnosis and Management of Heart
39
Failure
in
Adults:
A Report
of
the
American
College
of
Cardiology
40