Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

DYSPEPSIA

Pembimbing:

dr. Ratu Wulandari

Disusun oleh :

Dokter Internsip UPT Puskesmas Kampung Sawah

dr. Devi Kharisma Widianingtyas

UPT PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH - TANGERANG SELATAN

PERIODE 10 Juni 2019 – 10 Oktober 2019


BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. M
 Umur : 35 thn
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Karyawan
 Alamat : Sawah Lama

ANAMNESIS
Keluhan Utama:

Muntah-muntah sejak 1 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan:

Mual, nyeri ulu hati, perut terasa penuh, kembung, dan lemas.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli Puskesmas Kampung Sawah dengan keluhan muntah-muntah


sejak 1 hari. Awalnya muntah dikeluarkan berupa isi makanan dan lama-lama berupa
cairan bening kekuningan. Dalam sehari, pasien muntah hingga > 5 kali. Sebelum muntah,
pasien mengeluh mual disertai nyeri ulu hati dan diikuti perut yang terasa kembung. Hari
itu pasien hanya memakan beberapa potong pepaya dan minum air mineral. Pasien juga
mengeluh perutnya terasa penuh sehingga selalu merasa kenyang. Pasien menyangkal
adanya rasa panas di perut ataupun belakang tulang rusuk. Pasien juga menyangkal adanya
rasa pahit di lidah. Selama sakit, pasien merasa nafsu makannya menurun dan menjadi
lemas. BAK normal, BAB normal. BAB hitam disangkal.

Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat keluhan sama (+) nyeri ulu hati tanpa disertai muntah, hilang timbul sudah ±
3 minggu yang lalu
 Riwayat gastritis (-)
 Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), asma (-)
Riwayat penyakit keluarga :
 Riwayat keluhan sama pada keluarga disangkal
 Riwayat diabetes mellitus (-), asma(-),
 Riwayat keganasan disangkal

Riwayat pengobatan:
 Pasien belum berobat
 Saat ini pasien tidak mengkonumsi obat-obat yang lainnya.

Riwayat psikososial :
 Pasien mengaku makan tidak teratur, 1x/hari
 Merokok (-)
 Alkohol (-)
 Riwayat kebiasaan memakan makanan pedas.
 Kopi (-)
 Pasien mengaku akhir-akhir ini sedang banyak pikiran.

Riwayat alergi :
- Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca

PEMERIKSAAN FISIK  
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 88/mnt
R : 16x/mnt
S : 36,80C

Status Generalis
• Kepala : Normocephal
• Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : sekret (-), Epistaksis (-),septum deviasi (-)
• Telinga : Sekret (-), Normotia, Nyeri tekan (-)
• Mulut : Bibir lembab, coated tongue (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-)
• Thoraks
• Paru-Paru
• Inspeksi : Simetris, tidak ada dada yang tertinggal.
• Palpasi : vokal fremitus dalam batas normal
• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
• Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
• Perkusi :
 Batas Atas : ICS III Linea Parasternalis Dextra
 Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
 Batas Kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
• Inspeksi : Datar, Scar (-)
• Auskultasi : Bising usus 8x/menit (N)
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+), Pembesaran hepar (-),
Pembesaran Lien (-),
• Ekstremitas atas :
• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit menurun.
• Ekstremitas bawah :
• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit menurun.

RESUME:
Perempuan 35 tahun, datang poli Puskesmas Kampung Sawah dengan keluhan
muntah-muntah sejak 1 hari. Awalnya muntah dikeluarkan berupa isi makanan dan lama-
lama berupa cairan bening kekuningan. Dalam sehari, pasien muntah hingga > 5 kali.
Sebelum muntah, pasien mengeluh mual disertai nyeri ulu hati dan diikuti perut yang terasa
kembung. Pasien juga mengeluh perutnya terasa penuh sehingga selalu merasa kenyang.
Selama sakit, pasien merasa nafsu makannya menurun dan menjadi lemas.
 Tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 88/mnt
R : 16x/mnt
S : 36,80C
 Nyeri tekan epigastrium (+)
 
ASSESMENT
Dispepsia

Tatalaksana
Medikamentosa:
- Omeprazol 2 x 20 mg
Non Medikamentosa:
- Edukasi :
o Pasien jangan memakan makanan yang pedas dan asam
o Tidak boleh telat makan
o Makan sedikit-sedikit tapi sering.
o Tidak boleh stres
TINJAUAN PUSTAKA

DISPEPSIA

LATAR BELAKANG

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan, khususnya


lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah ke atas.
Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh
kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat.
Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati,
sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala
komplikasinya.

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan
dispepsia non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut dispepsia organik
apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-
organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan
fungsi dari saluran makanan

ANATOMI LAMBUNG

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah
epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Bagian superior lambung merupakan
kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan duodenum yang merupakan
bagian awal dari usus halus. Pada setiap individu, posisi dan ukuran lambung bervariasi.
Sebagai contoh, diafragma mendorong lambung ke bawah pada setiap inspirasi dan
menariknya kembali pada setiap ekspirasi.
Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi
2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia,
fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas
beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung
berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum
melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).
Sel mukosa, merupakan lapisan pertama (terdalam) yang mengeluarkan mukus.
Sekresi dari sel zymogenic, parietal dan mucous secara bersama-sama disebut dengan gastric
juice. Sementara itu, sel enteroendocrine mengeluarkan hormon gastrin yang merupakan
hormon yang dapat merangsang sekresi dari asam klorida (HCl) dan pepsinogen, dapat
merangsang kontraksi dari lower esophageal sphincter, meningkatkan motilitas saluran
pencernaan dan membuat pyloric sphincter berelaksasi.
Lapisan submukosa (lapisan kedua) pada lambung tersusun atas jaringan ikat lunak
yang menghubungkan mukosa dengan otot (muskularis).
Lapisan muskularis (lapisan ketiga), tidak seperti daerah lain pada saluran pencernaan,
lambung mempunyai tiga lapisan otot (muskularis) halus ; lapisan longitudinal di sebelah
luar, lapisan otot miring (oblique) di tengah, lapisan sirkular (melingkar) dibatasi oleh bagian
badan dari lambung. Susunan serat ini memungkinkan lambung berkontraksi dalam berbagai
cara untuk mengaduk makanan, memecahnya menjadi partikel-partikel kecil, mencampurnya
dengan gastric juice dan membawanya ke duodenum.
Lapisan yang terakhir yaitu lapisan serosa yang menutupi lambung adalah bagian
dalam peritonium. Pada kurvatura minor, dua lapisan visceral peritonium menyatu dan
memanjang ke atas hingga ke liver (hati) menjadi omentum minus. Pada kurvatura mayor,
visceral peritonium melanjutkan ke bawah menjadi omentum majus menggantung di atas
usus.
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia,
kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung
sel parietal (oksintik), yang menyekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief
cell (sel zimogen, sel peptik), yang mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur
dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara
keruang bersamaan (gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga
disekresikan bersama HCO3- oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-
kelenjar (Ganong, 2001).
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf
vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-
serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot,
serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen
simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach)
dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-
cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis  dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).

FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,
dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan
enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu
pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh
protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung
serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi
motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus,
dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim
untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran
makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan
sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan
pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang
empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan
jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna
karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan
lambung (Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang
bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun
hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat
tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam
lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau
merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang
mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan
masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi
ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung
meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi
asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan
sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

DISPEPSIA

Definisi :

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan –peptein(pencernaan).
Kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,
mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitas asam lambung, dan
rasa panas yang menjalar ke dada.

Epidemiologi :

Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni
5% dari seluruh sarana layanan kesehatan primer. Studi tahun 2011 di Denmark
mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia yang telah terinfeksi H.
Pylori.

Penyebab Dispepsia
Esopagus-Gaster-Duodenal Tukak peptik, Gastritis
kronis, Gastrititis NSAID

Obat-obatan Antiinflamasi non steroid

Hepato-bilier Hepatitis, Kolesistitis,


Kolelitiasis

Pankreas Pankreatitis

Gangguan fungsional Dispepsia fungsional

FAKTOR RISIKO

Individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisiko mengalami dispepsia: konsumsi
kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi steroid dan OAINS, serta
berdomisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi.

KLASIFIKASI

Dispepsia organik :

- Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikuli, ulkus duodeni)


- GERD atau dengan esofagitis
- Obat : OAINS, aspirin
- Kolelitiasis simtomatik, pancreatik kronik
- Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, gastroparesis DM)
- Keganasan (gaster, pancreatic, kolon)
- Nyeri dinding perut

Dispepsia fungsional :

- Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum


- Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum
- Disaritmia gaster
- Hipersensitivitas gaster/duodenum
- Faktor psikososial
- Gastritis H. Pylori
- idiopatik

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dispepsia masih belum sepenuhnya jelas faktor-faktor yang dicurigai memiliki
peranan bermakna, seperti :

1. Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan


lambung, hipomotilitas antrum.

2. Infeksi Helicobacter pylori

3. Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.

O Sekresi asam lambung

Tingkat sekresi asam lambung  terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung


terhadap asam rasa tidak enak di perut.

O Helicobacter pylori

Infeksi H. pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50%

O Dismotilitas

Keterlambatan pengosongan lambung, akomodasi fundus terganggu, distensi antrum,


kontraktilitas fundus postprandial, dan dismotilitas duodenal.

O Ambang rangsang persepsi

Pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon


di gaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami.

O Peranan hormonal

Peranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia fungsional.
O Disfungsi autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal


pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga
menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

O Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi terdeteksi


pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi peranannya masih perlu dibuktikan lebih
lanjut.

O Diet dan faktor lingkungan

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional

PEMERIKSAAN

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik :

Untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat
(misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang
peritoneal/peritonitis.

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium : Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya


seperti antara lain pankreatitis kronis, diabetes mellitus, dan lainnya.

Pemeriksaan radiologi yaitu: mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa


saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran kearah tumor.

Endoskopi : mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik intra
lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dsb, serta dapat disertai
pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk mengidentifikasi
adanya kuman helicobacter.
TERAPI

Non Medikamentosa :

- Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain,
bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan)
- Menghindari stress
- Stop merokok & alkohol
- Stop kafein (stimulan asam lambung)
- Menghindari makanan dan minuman soda
- Menghindari makan malam.
Medikamentosa :

Obat golongan penekan asam lambung: (Antasida, H2blocker, dan Proton Pump Inhibitor)
Obat golongan sitoproteksi : Sukralfat,Rebamipid

Antibiotika : Infeksi Helicobacter pylori (Amoksisilin,Claritromisin, dan Metronidazol)

INDIKASI RAWAT

1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut:perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia yang tidak bisa
dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan berat badan,atau ada indikasi
endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas
endoskopi.

2. Bila gejala dan tanda lebih mengarah pada kelainan jantung, segera rujuk ke spesialis
jantung.

PROGNOSIS

Dispepsia fungsional memiliki prognosis kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan
individu dengan dispepsia organik. Tingkat kecemasan sedang hingga beratjuga lebih sering
dialami oleh individu dispepsia fungsional. Lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien
dispepsia fungsional, terutama yang refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan
tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan psikiatris.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru W. Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi IV. 2006. Pusat
Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hlm. 337.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. 1995. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Hlm. 376.

Mansjoer , Arief., et al. Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. jilid II. 2001. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 492.

Hadi, Sujono. Gastroenterologi. 2002. Penerbit PT. Alumni, Bandung. Hlm. 181.

Anda mungkin juga menyukai