1
Riwayat Pengobatan:
Tidak pernah berobat sebelumnya
Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Aisah S, Urtikaria, dalam Djanda A, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2007, p: 169-175
2. Kaplan P. A, Urticaria and Angioedema. Fritzpatrick Dermatology in General Medicine, 7th
edition. New York : Mcgraw-Hill Medicine, 2008, p : 330-343
3. Kanani, et.al. Urticaria and angioedema. Allergy, Asthma and Clinical Immunology. 2011, 7
(Suppl 1): S9.
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakkan diagnosis Urtikaria akut.
2. Diagnosis banding Urtikaria.
3. Penanganan pada pasien Urtikaria akut.
2
Mulut : mukosa oral basah, mukosa bibir kering
Leher : kelenjar getah bening tak teraba
Thoraks :
Paru : simetris, sonor, bunyi vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -
Abdomen :
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : bising usus (+), 4 kali/menit
Palpasi : supel seluruh regio, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani di seluruh regio abdomen.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Effloresensi:
Papul edematosa berukuran bervariasi 2 mm-5 cm, bentuk oval.
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Assessment
Urtikaria ialah reaksi vaskular akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Angioedema ialah urtikaria yang
mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa atau subkutis, juga
dapat mengenai saluran napas, saluran cerna dan organ kardiovaskular.
Urtikaria dapat timbul dengan singkat selama 30 menit dan bahkan dapat timbul selama 36
jam. Dapat berukuran milimeter sampai beruuran besar, 6-8 inci. Dilatasi pembuluh darah dan
peningkatan permeabilitas merupakan karakteristik urtikaria pada kulit yang superfisial. Angioedema
dapat disebabkan oleh mekanisme yang sama pada urtikaria, tetapi proses patologisnya pada kulit
yang lebih dalam, pada jaringan subkutaneus, dan bengkak yang merupakan manifestasi utama dari
penyakit ini.
Diagnosis
- Manifestasi klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat, terdapat
juga elevasi pada kulit yang terkena lesi. Bentuknya dapat papular seperti urtikaria akibat
sengatan serangga. Besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan
3
yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga berberapa alat
dalam seperti saluran napas dan cerna yang disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan
yang lebih sering terkena ialah muka, disertai sesak napas, serak dan rhinitis.
Ukuran lesi bervariasi dari 2 mm smapai 4 mm berupa papul edematosa pada urtikaria
kolinergik, sampai bintik yang besar seperti sarang lebah yang merupakan lesi tunggal yang
dapat menutupi ekstremitas. Bentuknya dapat berbentuk bundar atau oval; ketika konfluen,
dapat menjadi polisiklik. Lesi pada urtikaria sendiri timbul tiba-tiba, jarang menetap lebih dari
24 sampai 48 jam dan dan dapat terus berulang sampai waktu yang tak dapat ditentukan. Pada
keadaan ini, rasa gatal terasa hebat.
Gambar. 1. Urtikaria dan angioedema. Pasien ini Gambar 2. Reaksi topikal dermografik yang muncul
mengalami urtikaria pada muka, leher, dan badan pada garukan di kulit.
bagian atas dengan angioedema pada mata.
- Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, ditemukan protein dasar mayor pada granula eosinofil
yang secara abnrmal meninggi pada lebih dari 40% penderita urtikaria kronik, meskipun
hitung jenis eosinofil periferal normal. Pada pemeriksaan fungsi tiroid, sering ditemukan
autoantibodi tiroid pada wanita dengan urtikaria kronik idiopatik, tetapi klinis yang
berhubungan dengan peningkatan fungsi tiroid jarang ditemukan dan pada umumnya
penanganan dari kelainin ini tidak menyembuhkan urtikaria tersebut.
Pada pemeriksaan histopatologis, ditemukan kelainan edema dermal ringan dan
marginasi dari neutrofil dalam kapiler dan venula. Kemudian, neutrofil berpindah dari
pembuluh darah menuju ke ruang intersisium, eosinofil dan limfosit juga terlihat di dalam
infiltrat. Karioreksis (fragmen hasil destruksi sel) dan deposit fibrin dalam pembuluh darah
tidak terlihat, sehingga dapt membantu membedakan antara urtikaria dan vaskulitis. Pada
biopsi memperlihatkan perivaskular yang kaya akan infiltrat neutrofil. Pada Urtikaria kronik,
dapat digunakan tes in vivo dan in vitro untuk melihat pelepasan histamin fungsional dari
basofil dan sel mast. Tes kulit autolog merupakan tes in vivo yang memperlihatkan
autoreaktifitas pada pasien urtikaria kronik, pemeriksaan in vitro sendiri memperihatkan
autoantibodi seperti uji pelepasan histamin basofil dan immunoassay.
4
Diagnosis Banding
1. Urtikaria Vaskulitis
Merupakan episode berulang dari angioedema dan urtikaria kronik. Bentuk edematosa yang
dari venulitis neksrositik, yang terjadi pada pasien dengan dengan kelainan serum, gangguan
jaringan ikat, infeksi dan urtikaria fisik. Lesi kulitnya berupa eritematosa, kadang disertai indurasi,
dan dpat berupa purpura, nodul dan bulla. Gejalanya dapat berupa gatal hebat dan rasa terbakar.
Gambar 3. Urtikaria vaskulitis : karakter perisiten dari lesi yang ditemukan pada 24 jam sebelumnya
Gambar 4. Fixed Drug Eruption: tetrasiklin. Plak yang terlihat jelas pada lutut. Bersatu dengan lesi satelit
4. Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis merupakan penyakit kulit yang menahun dan residif, ruam
bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik, serta disertai
rasa gatal yang hebat. Tempat predileksinya ialah punggung, daerah sakrum, bokong, daerah
ekstensor, di lengan atas, sekitar siku, dan lutut.
5
Gambar 5. Dermatitis herpetiformis: Kelompok berupa papul, vesikel dan krusta di punggung
Tatalaksana
Strategi pengelolaan urtikaria akut mencakup langkah-langkah pencegahan, antihistamin dan
kortikosteroid. Untuk urtikaria, antihistamin adalah terapi utama. Kortikosteroid dan berbagai
imunomodulator/terapi imunosupresif juga dapat digunakan untuk kasus yang lebih parah atau untuk
pasien-pasien yang mengalami respon yang buruk terhadap antihistamin. Antihistamin H1 merupakan
obat yang diremondasikan sebagai terpai lini pertama pada urtikaria kronik, antagonis reseptor
leukotrin diindikasikan sebagai terapi lini kedua, sedangkan obat-obatan imunosupresif seperti
kortikosteroid, azatioprin, atau siklosporin A digunakan untuk penyakit yang lebih berat.
1. Pengobatan Sistemik
a. Antihistamin
- Antihistamin H1-reseptor, misalnya, feksofenadin, desloratadin, loratadin, setirizin,
merupakan terapi utama untuk urtikaria. Agen ini telah terbukti secara signifikan lebih
efektif dibandingkan plasebo untuk pengobatan urtikaria akut dan kronis.
- Antihistamin H2-reseptor, seperti simetidin, ranitidin dan nizatidin, juga dapat membantu
pada beberapa pasien dengan urtikaria. Namun, agen ini tidak boleh digunakan sebagai
monoterapi karena mereka memiliki efek terbatas pada pruritus
Antihistamin efektif jika diminum setiap hari sesuai dengan kebutuhan. Jika gejala
dapat dikendalikan dengan dosis antihistamin standar, maka pengobata tersebut dapat
dilanjutkan selama beberapa bulan. Kadang-kadang menghentikan terapi untuk waktu yang
singkat digunakan untuk mengetahui apakah urtikaria secara spontan telah diselesaikan.
Pada pasien yang tidak mencapai kontrol gejala yang memadai pada dosis standar,
maka biasanya dosis yang digunakan diatas standar terapi. Bahkan, berdasarkan konsensus
dan pedoman Eropa saat ini menyarankan penderita antihistamin hingga empat kali dari dosis
yang dianjurkan pada pasien yang gejalanya menetap meskipun telah diberi terapi standar.
Sebagai contoh, dosis hingga 40 mg cetirizine, 20 mg desloratadine, dan 480 mg fexofenadine
dapat digunakan pada orang dewasa. Pendekatan ini cukup efektif, tapi masih membutuhkan
konfirmasi lebih lanjut. Jika target dari terapi tersebut tidak tercapai, maka dapat diberikan
kortikosteroid jangka pendek.
6
b. Kortikosteroid
Untuk beberapa pasien dengan urtikaria berat yang tidak cukup responsif terhadap
antihistamin, kortikosteroid oral (misalnya, prednison, hingga 40 mg / hari selama 7 hari) dapat
diberikan. Namun, terapi jangka panjang kortikosteroid harus dihindari mengingat efek
samping penggunaan jangka panjang kortikosteroid dan kemungkinan peningkatan toleransi
untuk agen ini.
Hipersensitivitas kortikosteroid dapat terjadi pada kortikosteroid itu sendiri.
Hidrokortison Succinate esters merupakan bahan yang paling bertanggung jawab terhadap
reaksi tipe 1 alergi yang selanjutnya dapat merubah molekul steroid menjadi antigen yang
komplit.
2. Pengobatan Topikal
Dapat diberikan secara simtomatik, misalnya antipruritus didalam bedak atau bedak kocok.
5. Planing
Diagnosis Kerja
Ny. CK usia 55 tahun dengan:
Urtikaria akut
Tata laksana:
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Paracetamol 1 gr/8 jam
Injeksi Dexametasone 5 mg/12 jam
Cetirizine 10 mg tablet/oral
Pendidikan : Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyebab penyakit, prognosis,
komplikasi yang mugkin ditimbulkan.
Konsultasi : Pasien membutuhkan konsultasi dengan dokter ahli kulit.