HIPERTENSI EMERGENCY
Disusun oleh:
Gizela Yuanita
Pembimbing:
dr. Mulyono, Sp.A
dr. Teddy Wahyu
Riwayat Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan hipertensi (+) yaitu ayah pasien
Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 16,1 10,7 – 14,7 gr/dl
Lekosit 8,1 5,5 - 15,5 x 103/uL
Trombosit 247 217 – 497 x 103/uL
Hematokrit 50,2 31,0 – 43,0 %
Eritrosit 5,33 3,7 – 5,7 x 106/uL
INDEX ERITROSIT
MCV 94,2 72 – 88 fL
MCH 30,2 23 – 31 pg
MCHC 32,1 32 -36 g/dL
RDW-CV 12,7 11,5 – 14,5%
1.4 DIAGNOSIS
1. Hipertensi emergency
2. Epistaksis posterior
1.6 FOLLOW UP
A. Tanggal 25 Oktober 2019
S: Mimisan (-), nyeri kepala (+) hilang timbul, mual (+)
O: KU = Compos mentis
HR = 84x/menit T= 36,60C
RR = 22x/menit TD = 155/93 mmHg
Mata : CA -/-, reflex cahaya +/+, pupil isokhor
Hidung : darah (-), deviasi septum (-), krepitasi (-)
Mulut : tonsil tidak hiperemis, sianosis -
Thorax : BJ I-II murni, regular, murmur -, gallop –
Abdomen : BU (+) normal, supel, normotympani, NT (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A: Hipertensi stage I
P: - Inf. RL 20 tpm
- EKG ulang
- Inj. Asam traneksamat 250mg/8 jam i.v
- Monitor TTV/8 jam
- Parasetamol tab 500mg/8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
- Candesartan tab 8mg/24 jam p.o (pagi)
B. Tanggal 26 Oktober 2019
S: Mimisan (-), nyeri kepala (-), mual (-)
O: KU = Compos mentis
HR = 78x/menit T= 36,80C
RR = 20x/menit TD = 142/90 mmHg
Mata : CA -/-, reflex cahaya +/+, pupil isokhor
Mulut : tonsil tidak hiperemis, sianosis –
Hidung : darah (-), deviasi septum (-), krepitasi (-)
Thorax : BJ I-II murni, regular, murmur -, gallop –
Abdomen : BU (+) normal, supel, normotympani, NT (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A: Hipertensi stage I
P: - Pasien diperbolehkan pulang
- Obat pulang : Captopril tab 3 x 25 mg
- Kontrol DPJP sesuai jadwal
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi (tekanan diastolik > 140 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau
telah terjadinya kelainan organ target.4,5
Krisis hipertensi meliputi dua kelompk yaitu: 3,4,6
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam
sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.
I. EPIDEMIOLOGI
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat sekitar 70%
pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT
ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian
ini. 1,2,3
II. PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam
merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme
autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi.
Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds
(terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan
ini akan terjad efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain
yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi
miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin,
vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung,
SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ
tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan
individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada
tekanan arteri rata-rata.
IV.1. Anamnesa
Hal yang penting ditanyakan yaitu :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
V. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree,
heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual.
Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal
arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP
sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine. Perlu
diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan
TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang
sekali terjadi).
Dikenal adanya “first dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi
akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat
diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive
terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit
cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion
maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi
paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga
kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang maka
sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.
VII. PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah
20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak
Miokard (1%), diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat
yang efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi
ginjal.3
DAFTAR PUSTAKA
1) Hipertensi, dalam Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 5, editor Sulistia G.G. Jakarta:
Balai penerbit FKUI. 2009. p.341-360.
2) William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku Patoofisiologi, Edisi 5, Editor
Harjianto. Jakarta: EGC. 2002. p.108-110.
3) KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section 4: Heart
Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of Internal Medicine, edisi
18, editor Douglas L dkk. America. McGraw-Hill. 2012. p.1901-1916.
4) Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 5,
editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009. p.1103-1104.
5) Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 1920-
1923.
6) Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley Blackwell. 2006. p.
61-62.