Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRESENTASI KASUS

DIABETIC FOOT

Disusun Oleh:

dr. Astutik Setia

Pendamping :

dr. Utami Ratna Dewi

dr. Hj Nina Siti Hasanah

INTERNSIP PERIODE 14 MEI 2019 – 13 MEI 2020

RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA

2020

1
LAPORAN KASUS DIABETIC FOOT

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Dj
Umur : 58 Tahun 8 Bulan 9 Hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Limbung, Kelurahan Limbung, Kecamatan Bajeng, Gowa
Nomor RM : 069513
Tanggal MRS : Minggu, 10 April 2011, 10:12:00
Ruang : RS Islam Faisal, Perawatan 1 VIP B

ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS)
KU: luka pada kaki kiri
AT: dialami sejak lebih dari 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, Awalnya
berupa luka lecet akibat terbentur batu. Luka kemudian makin lama makin
melebar hingga berukuruan seperti sekarang. Nyeri (+), panas (+), bengkak
(+), kemerahan (+), nanah (+).
Demam (+), riwayat demam (+) kadang dikeluhkan sejak pasein terluka.
Demam tidak terlalu tinggi, perlangsungan hilang timbul, turun dengan
pemberian paracetamol, menggigil (+), nyeri kepala (+),
Pusing (-), Riwayat sering pusing (+) sejak 4 bulan terakhir.
Batuk (+) hanya sesekali, sesak (-), Nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri
dada sebelumnya (-)
Mual (-), Muntah (+) frekuensi 1x isi sisa makanan, Nyeri ulu hati (-),
Riwayat nyeri ulu hati (+) 3 hari SMRS, Nafsu makan biasa, pasien sering
merasa lapar meski baru makan beberapa jam yang lalu, pasien sering
merasa lemah dan merasa cepat haus. Penurunan BB ± 10 kg dalam 1 bulan
terakhir

2
Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua
kaki dan ujung-ujung jari tangan, Pasien juga mengaku sering mengalami
luka-luka kecil di kaki tanpa disadari (tidak terasa).
BAK : Lancar, warna kuning tua, Riwayat BAK berpasir dan keruh (-)
pasien merasa sering-sering BAK pada malam hari ± 6x dalam 3 bulan
terakhir. Pasien merasa cukup puas ketika berkemih,
BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan.
RPS: Riwayat Diabetes sejak 7 tahun yang lalu, berobat dengan Glibenklamid
namun tidak teratur. Riwayat DM pada keluarga (+) (Ibu kandung)
Riwayat Hipertensi sejak 7 tahun yang lalu berobat tidak teratur biasa
mengonsumsi captopril.
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat penyakit maag (+) tidak diketahui sejak kapan, membaik dengan
antasida
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (+)
(Ibu kandung).
Riwayat jika mendapatkan luka sukar sembuh (+) beberapa bulan terakhir.
Riwayat merokok (+) sejak muda ½ - 1 bungkus perhari berhenti 5 tahun
yang lalu.
Riwayat minum minuman beralkohol (-).
Riwayat penyakit rematik dan asam urat (-).
Riwayat penyakit kuning (-).
Riwayat bengkak pada kaki (-)

PEMERIKSAAN FISIS
SP : SS/GL/CM
T : 160/100 mmHg P : 22 x/menit
N : 84 x/menit, reguler S : 37,30C

TB : 160 cm LLA : 30 cm
BB : 67,41 kg IMT : 26,33 kg/m2 (obese I)

3
Kepala : anemis (+), ikterus (-), sianosis (-)
ODS : refleks cahaya +/+
Leher : MT (-), NT (-), DVS R-1 cmH2O
Thorax :
I : bentuk dada normochest, simetris kiri=kanan, ikut gerak napas
P : MT (-), NT (-), focal fremitus kiri=kanan
P : sonor kiri=kanan, BPH ICS VI dextra anterior
A : BP : Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung :
I : IC tidak tampak
P : IC tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan normal
A : S1/S2 murni, regular, bising (-)
Abdomen :
I : datar, ikut gerak napas
A : peristaltik (+) kesan normal
P : MT(-), NT (-), hepar/lien tidak teraba
P : timpani (+)
Extremitas :
 Tampak luka pada phalanx III proximal pedis (s) sepanjang ± 5 cm, lebar
3 cm kedalaman 2 cm. gangren (-), darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak
(+), pada sekitar luka, perbaan hangat (+), Kemerahan (+)
 Tampak luka pada phalanx IV distal dengan ukuran 2x1 cm, nanah (-),
darah (+), Nyeri (+).
 Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan ↓, arteri tibialis posterior (s) (+),
arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).
 Edema -/+

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 10/4 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4
TD (mmHg) 160/100 160/110 150/90 150/100 150/80 150/90 - 140/90 140/90 140/100 140/90
N (x/menit) 84 96 94 92 88 92 - 78 72 88 80
P (x/menit) 22 24 24 24 24 20 - 20 20 24 20
S (oC) 37.4 37 36.5 36.7 36.6 36.8 - 36.7 36.5 36.3 36.7
RBC (x106/mm3) 4.12 - - - - 4.12 - - - - 4.03
Hb (gr/dl) 10.1 - - - - 12.4 - - - - 12.6
HCT (%) 31.2 - - - - 37.2 - - - - 37.8
PLT (x103/mm3) 227 - - - - 257 - - - - 232
WBC (x103/mm3) 12.7 - - - - 11.5 - - - - 9.8
MCV - - - - - 84 - - - - -
MCH - - - - - 29 - - - - -
MCHC - - - - - 36 - - - - -
NEU (%) - - - - - - - - - - -
LYM (%) 77 - - - - - - - - - -
MON (%) 14 - - - - - - - - - -
EOS (%) 10 - - - - - - - - - -
BAS (%) 0.8 - - - - - - - - - -
LED I 103 - - - - 84 - - - - -
LED II 104 - - - - 75 - - - - -
GDP (mg/dl) - - 147 145 139 134 131 130 124 120 -
GDS (mg/dl) 313 - - - - - - - - - -
HbA1C (%) - 13.3 - - - - - - - - -
SGOT (U/L) 44 - - - - - - - - - -
SGPT (U/L) 55 - - - - - - - - - -
Ureum (mg/dl) 42 - - - - - - - - - 50
Creatinin (mg/dl) 1.5 - - - - - - - - - 1.3
Kol. Total (mg/dl) - 220 - - - - - - - - 192
HDL (mg/dl) - 12 - - - - - - - - 20
LDL (mg/dl) - 170 - - - - - - - - 153
Trgliserida (mg/dl) - 103 - - - - - - - - 85
As. Urat (mg/dl) - 7.5 - - - - - - - - -
Natrium (mmol/l) - - - - - 127 - - - - -
Kalium (mmol/l) - - - - - 3.0 - - - - -
Klorida (mmol/l) - - - - - 99 - - - - -
BT (menit) - - - - - 2’15” - - - - -
CT (menit) - - - - - 10’25” - - - - -
PT (menit) - - - - - 19” - - - - -
APTT (menit) - - - - - 32.9” - - - - -

URINALISIS (11/4/2011)

5
Hasil Laboratorium Interpretasi
Darah : - Normal
Bilirubin : - Normal
Urobilinogen : - Normal
Keton : - Normal
Protein : 30 mg/dl Proteinuria
Nitrogen : - Normal
Glukosa : - Normal
pH : 5 Normal
BJ : 1,020 Normal
Leukosit : 10 /µl Normal
Vitamin C : - Normal
Sedimen eritrosit : 3 /LPB Normal
Sedimen leukosit : 3 /LPB Normal
Sedimen torak : - Normal
Epitel sel : + Normal
Bakteri : - Normal

FOTO THORAX PA (11/4/2011)

Deskripsi :
 Corakan bronkovaskuler ke dua paru dalam batas normal
 Tidak tampak proses spesifik pada ke dua paru
 Cor : Bentuk, letak dan ukuran dalam batas normal
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak
Kesan : Tidak ditemukan kelainan dalam foto thorax ini

6
FOTO CRURIS AP

Kesan :
 Alignment tulang baik, tidak nampak diskontinuitas tulang
 Mineralisasi Tulang berkurang
 Celah sendi baik
 Ulkus pada soft tissue, belum tampak gas gangren
PEMERIKSAAN EKG (12/4/2011)

Kesan : Sinus ritme, HR 88x/menit

7
FOTO TANGGAL 10/4/2011

DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Kaki diabetik (S) Wagner III
2. DM tipe 2 obese
3. HT grade II
4. Dislipidemia
PENATALAKSANAAN AWAL
 Diet DM 1900 kkal/hari
 Diet rendah garam
 Diet rendah kolesterol
 IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
 Ceftriaxone 1gr/12j/iv (ST)
 Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips (ST)
 Metronidazole 0,5gr/8j/drips (ST)
 Ranitidine 1amp/12j/iv
 Captopril 25 mg 1-0-1
 Simvastatin 20 mg 0-0-1
 Antiplat 50 mg 2x1
 Cardioaspirin 1x1
 Humulin R 8-8-8 IU/sc

8
 Humulin N 0-0-10 IU/sc
 Paracetamol tab 500 mg (k/p)
 Ketorolac 1amp/12j/iv (k/p)
 Rawat luka pagi & siang.

RENCANA PEMERIKSAAN
 Apusan darah tepi
 Protein total dan albumin
 Kultur dan sensitivitas antibiotik
 Konsul bagian ortopedi

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER


10/4/2011 Perawatan Hari I R/
S: luka pada sela jari kaki kiri Diet DM 1900 kkal/hr
demam (+) Diet rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
O: anemis (+) ikterus (-) Ceftriaxone 1gr/12j/iv (ST)
BP bronkovesikuler, BT -/- Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
BJ I/II murni, regular Metronidazole 0,5gr/8j/drips
peristaltik (+) kesan N Ranitidine 1amp/12j/iv
H/L tidak teraba Humulin R 8-8-8 IU/sc  tunda
Ext : Ulkus pada tepi medial phalanx Paracetamol 500 mg 3x1
III (s) ukuran 5x3x2 cm, darah (+), Captopril 25 mg 2x1
pus (+), udem (+), Nyeri (+), teraba Simvastatin 20 mg 0-0-1
hangat (+)
Periksa:
A: Kaki diabetik (S) Wagner III  Urinalisis
HT grade II  GDP, HbA1c
Dislipidemia  Profil lipid, asam urat
 Foto thorax PA
 Foto pedis sinistra AP/lat
 EKG
11/4/2011 Perawatan Hari II R/
S: demam (+) Diet DM 1900 kkal/hr
nyeri pada sela jari kaki kiri (+) Diet rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
O: anemis (+) ikterus (-) Ceftriaxone 1gr/12j/iv
BP bronkovesikuler, BT -/- Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
BJ I/II murni, regular Metronidazole 0,5gr/8j/drips
peristaltik (+) kesan N Ranitidine 1amp/12j/iv

9
H/L tidak teraba Paracetamol 500 mg 3x1
ext: Ulkus pada tepi medial Captopril 25 mg 1-0-1
phalanx III (s) ukuran 5x3x2 cm, Simvastatin 20 mg 0-0-1
darah (+), pus (+), udem (+), Humulin R 8-8-8 IU/sc
Nyeri (+), teraba hangat (+) Humulin N 0-0-10 IU/sc

A: Kaki diabetik (S) Wagner III Rawat luka pagi-siang


DM tipe 2 obese
HT on treatment Periksa:
Dislipidemia  GDP/hari, HbA1c
 Tunggu hasil urin rutin
 Tunggu hasil profil lipid
 Tunggu hasil foto thorax &
foto pedis
 Kultur & sensitivitas
12/4/2011- Perawatan hari III-V R/
14/4/2011 S: nyeri pada kaki kiri (↓) Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam
O: anemis (-) ikterus (-) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- 3
BP bronkovesikuler, BT /- Ceftriaxone 1gr/12j/iv
3
BJ I/II murni, regular Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
3
peristaltik (+) kesan N Metronidazole 0,5gr/8j/drips
H/L tidak teraba Cardioaspirin 1x1
ext: Ulkus pada tepi medial Antiplat 50 mg 2x1
phalanx III (s) ukuran 5x3x2 cm, Paracetamol 500 mg 1-1-1
darah (+), pus (+), udem (+), Ketorolac 1amp/12j/iv
Nyeri (+), teraba hangat (+) Captopril 25 mg 1-0-1 (kp)
Simvastatin 20 mg 0-0-1
A: Kaki diabetik (S) Wagner III Humulin R 8-8-8 IU/sc
DM tipe 2 obese Humulin N 0-0-10 IU/sc
HT on treatment Rawat luka pagi-siang
Dislipidemia
Periksa:
 GDP/hari
 Kultur & sensitivitas AB

Perawatan Hari V Konsul bagian Ortopedi


15/4/2011 Perawatan Hari VI R/
S: Luka pada sela jari kaki kiri
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam, rendah
O: anemis (-) ikterus (-) kolesterol
BP bronkovesikuler, BT -/- IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
BJ I/II murni, regular Ceftriaxone 1gr/12j/iv
peristaltik (+) kesan N Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
H/L tidak teraba Metronidazole 0,5gr/8j/drips
ext: ulkus pada tepi medial Cardioaspirin 1x1

10
phalanx III (s) ukuran 5x3 cm, Antiplat 50 mg 2x1
darah (+), pus (+), udem (+), Captopril 25 mg 1-0-1
pulsasi a. dorsalis pedis (↓) Simvastatin 20 mg 0-0-1
Humulin R 8-8-8 IU/sc
A: Kaki diabetik (S) Wagner III Humulin N 0-0-10 IU/sc
DM tipe 2 obese
HT on treatment Rawat luka pagi-siang
Dislipidemia Rencana debridement besok
Periksa:
 GDP/hari
 Darah rutin
 Elektrolit
 BT, CT, PT, APTT
 Kultur & sensitivitas AB

17/4/2011 Perawatan hari VIII R/


S: Luka di kaki kiri (post Diet DM 1900 kkal/hr
debridement hari 2) Diet rendah garam, rendah
kolesterol
O: anemis (-) ikterus (-) IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
BP bronkovesikuler, BT -/- Ceftriaxone 1gr/12j/iv
BJ I/II murni, regular Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
peristaltik (+) kesan N Metronidazole 0,5gr/8j/drips
H/L tidak teraba Cardioaspirin 1x1
ext ulkus pada tepi medial Antiplat 50 mg 2x1
phalanx III (s) Captopril 25 mg 1-0-1
Simvastatin 20 mg 0-0-1
A: Kaki diabetik (S) Wagner III Humulin R 8-8-8 IU/sc
DM tipe 2 obese Humulin N 0-0-10 IU/sc
HT on treatment Rawat luka pagi-siang
Dislipidemia
Periksa:
 GDP/hari
 Kultur & sensitivitas AB

18/4/2011- Perawatan hari IX-X R/


19/4/2011 S: Nyeri pada kaki kiri Diet DM 1900 kkal/hr
(post debridement hari 3-4) Diet rendah garam, rendah
kolesterol
O: anemis (-) ikterus (-) IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
-
BP bronkovesikuler, BT /- Ceftriaxone 1gr/12j/iv
BJ I/II murni, regular Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
peristaltik (+) kesan N Metronidazole 0,5gr/8j/drips
H/L tidak teraba Cardioaspirin 1x1
ext: ulkus pada tepi medial Antiplat 50 mg 2x1
phalanx III (s) Ketorolac 1amp/12j/iv

11
Captopril 25 mg 1-0-1
A: Kaki diabetik (S) Wagner III Simvastatin 20 mg 0-0-1
DM tipe 2 obese Humulin R 8-8-8 IU/sc
HT on treatment Humulin N 0-0-10 IU/sc
Dislipidemia
Rawat luka pagi-siang
Periksa:
 GDP/hari
 Kultur & sensitivitas AB

20/4/2011 Perawatan hari XI R/


S: KU baik, keluhan (-) Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam, rendah
O: anemis (-) ikterus (-) kolesterol
-
BP bronkovesikuler, BT /- IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
BJ I/II murni, regular Ceftriaxone 1gr/12j/iv
peristaltik (+) kesan N Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
H/L tidak teraba Metronidazole 0,5gr/8j/drips
ext: ulkus pada tepi medial Cardioaspirin 1x1
phalanx III Antiplat 50 mg 2x1

A: Kaki diabetik (S) Wagner III Ketorolac 1amp/12j/iv (k/p)


(post debridement hari 5) Captopril 25 mg 1-0-1
DM tipe 2 obese Simvastatin 20 mg 0-0-1
HT on treatmement Humulin R 8-8-8 IU/sc
Dislipidemia Humulin N 0-0-10 IU/sc

Rawat luka pagi-siang

Periksa:
 GDP/hari
 Kultur & sensitivitas AB
 Tunggu hasil lab

RESUME
Pasien laki-laki, 58 tahun, MRS dengan keluhan utama luka pada sela jari
kaki kiri, dialami sejak lebih dari 3 minggu SMRS, akibat terbentur batu. Nyeri
(+), panas (+), pus (+), edema (+), eritema (+), gangrene (-). Demam (+), Pola
demam subfebris intermitten, menggigil (+), sefalgia (+). Batuk (-) sesak (-),
Nyeri dada (-) Mual (-), Muntah (+), Nyeri ulu hati (-), Polifagi (+), Polidipsi (+),
Poliuri (+), Penurunan BB ± 10kg dalam 1 bulan.

12
Riwayat DM dan Hipertensi sejak 7 tahun yang lalu berobat tidak teratur,.
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-), Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat
penyakit jantung pada keluarga (+). Riwayat merokok (+) sejak muda ½ - 1
bungkus perhari berhenti 5 tahun yang lalu. Riwayat minum minuman beralkohol
(-).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan SP: SS/GL/CM, tanda vital T: 160/100
mmHg, N: 88 x/menit, P: 24 x/menit, S: 37,30C.. Tampak luka pada phalanx III
proximal ukuran 5x3x2 cm. gangren (-), darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak
(+), pada sekitar luka, perbaan hangat (+), Kemerahan (+), Pulsasi arteri dorsalis
pedis (↓), arteri tibialis posterior (+), arteri poplitea (+), arteri femoralis (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lekosit tanda-tanda
infeksi. Selain itu terdapat penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
yang menandakan pasien anemia meskipun secara fisik (pemeriksaan fisik) tidak
didapatkan pasien anemis. LED ikut meningkat menggambarkan adanya proses
inflamasi. Selain itu, didapatkan juga peningkatan dari kadar kolesterol total, LDL
kolesterol dan GDP.
Pada foto thorax tidak ditemukan adanya kelainan sedangkan pada foto cruris
sinistra AP didapatkan kesan osteoporosis senilis dan ulkus pada soft tissue tanpa
gas gangrene.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik (S) Wagner III + DM
tipe 2 obese + HT grade II + dislipidemia

DISKUSI
Pasien Tn. D datang dengan keluhan luka jari tengah kaki kiri yang dialami
sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit, yang akibat terbentur.
Luka tersebut tidak kunjung sembuh dan bertambah lebar. Pada anamnesis
ditemukan riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu, berobat tidak teratur dengan
Glibenklamid. Selain itu pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
kadar GDP dan GDS. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pasien menderita
DM yang tidak terkontrol meskipun dengan monoterapi Glibenklamid, dan
menunjang diagnosis kaki diabetik.

13
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram, gatal, dan kebas pada
ujung-ujung jari tangan dan kaki, serta proteinuria dari urinalisisnya,
membuktikan bahwa pasien ini telah mengalami berbagai komplikasi DM, baik
makrovaskular maupun mikrovaskular.
Selain itu, pada pemeriksaan profil lipid adanya peningkatan kolesterol total
dan LDL serta penurunan kolesterol HDL, menunjukkan adanya dislipidemia.
Pasien berusia 58 tahun dan memiliki IMT 26,33 kg/m2 (obese I), tekanan darah
awal 160/100 mmHg. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Tn. D menderita
suatu sindrom metabolik.
Foto pedis AP/lateral tidak menunjukkan tanda-tanda gas gangren maupun
osteomielitis, namun didapatkan tanda-tanda infeksi sekunder oleh karena itu luka
pada kaki Tn. D diklasifikasikan sebagai kaki diabetik Wagner III.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah
infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah, serta memperbaiki profil lipid. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple
drugs combination yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,
yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang
dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat
vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri
untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Adapun untuk kontrol gula darahnya, dapat dilihat bahwa monoterapi
Glibenklamid tidak cukup berhasil bagi penderita; oleh karena itu perlu
dipertimbangkan kombinasi dengan OHO lainnya, ataupun insulin. Pada pasien
ini diberikan terapi insulin yang terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting
insulin, sebab selain terdapat infeksi pada kaki, juga akan dilakukan tindakan
debridement dan penanganan luka sehingga kadar gula darah perlu diturunkan
secara cepat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan terapi antiplatelet seperti aspirin
belum dapat diberikan pada pasien, sebab pemberian antiplatelet akan

14
mengakibatkan pemanjangan LED dan mengganggu proses penyembuhan luka.
Idealnya, pada pasien-pasien DM diberikan terapi antiplatelet untuk mencegah
terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh bagian tubuh.
Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di
bawah 6,5%, masih dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c
6,5-7% diberikan oral monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy,
sedangkan kadar HbA1c > 8% sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi
insulin. Melihat perjalanan penyakit pasien, kemungkinan kadar HbA1c sudah
mencapai 7% atau lebih. Jika ternyata pasien ini memerlukan injeksi insulin, maka
diperlukan pemberian edukasi pada pasien dan keluarganya agar dapat
menggunakan insulin injeksi secara mandiri di rumah.
Penanganan tekanan darah dengan Captopril selama beberapa hari tampaknya
memberikan hasil yang kurang memuaskan. Sebagai terapi kombinasi, mungkin
dapat dipertimbangkan pemberian diuretik dosis rendah, namun mengingat pasien
sudah menderita komplikasi nefropati diabetik (mikroalbuminuria), pemberian
diuretik dapat ditunda terlebih dahulu. Sedangkan dislipidemia pada pasien ini
dapat teratasi dengan baik dengan menggunakan Simvastatin. Untuk selanjutnya,
pada pasien dianjurkan untuk tetap melakukan diet rendah garam dan rendah
kolesterol meskipun sudah pulang ke rumah.
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, pencegahan
timbulnya luka, dan penurunan berat badan.. Edukasi pasien mengenai pemakaian
pelindung kaki dan (jika memungkinkan) pemilihan sepatu khusus untuk
mendistribusikan tekanan secara merata pada seluruh permukaan telapak kaki.
Penurunan berat badan dan pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko
timbulnya berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-
lain.

15
KAKI DIABETIK

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik


yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2

16
EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik,
ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.
Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik. 1
Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi. 1

ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2
 Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
 Faktor presipitasi
 Perlukaan di kulit (jamur).

17
 Trauma.
 Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
 Derajat luka.
 Perawatan luka.
 Pengendalian kadar gula darah.

PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat

18
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3
 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.
 Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
 Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot
polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik
DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan
oksidasi fosfolipid dan protein.
 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan

19
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin
sulfat.
 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat
menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan
terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren. 2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa 
sorbitol  fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf

20
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 4
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya

21
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik

22
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2

KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005) 1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
 Vaskular

23
 Neuropati
 Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
 Tukak sederhana, tanpa komplikasi
 Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
D. Klasifikasi Texas 1
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Luka
Tanpa tukak
superfisial, Luka sampai
atau pasca Luka sampai
A tidak sampai tendon atau
tukak, kulit tulang/sendi
tendon atau kapsul sendi
intak/utuh
kapsul sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1


Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved

24
including bone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present
DIAGNOSIS

Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-
komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,

25
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-
otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5

PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas

26
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi

27
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control

28
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:

Modifikasi Faktor Risiko 1


 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1

29
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1

PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan

30
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa
faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar.
Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang
kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang
dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6
 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat
dilakukan oleh pasien secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
 Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
 Pemeriksaan mata (setiap tahun)
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
 Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatelet.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al


(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran
Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.
Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPD’s CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.

32
33

Anda mungkin juga menyukai