Anda di halaman 1dari 38

LABORATORIUM KEPANITRAAN JULI 2020

KLINIK RADIOLOGI REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO

ASCITES

Oleh :
Andi Uznul Alriansyah
K1A1 14 007
Pembimbing :
dr. Waode Imelda Effendy, M. Kes., Sp.Rad

LABORATORIUM KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi Uznul Alriansyah

NIM : K1A1 14 007

Judulkasus : Ascites

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Laboratorium Kepanitraan Klinik Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo.

Kendari, Kamis 16 Juli 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Waode Imelda Effendy, M.Kes., Sp.Rad.

2
BAB I

PENDAHULUAN

Ascites merupakan akumulasi cairan patologis di dalam cavum abdomen.

Kata ascites berasal dari Bahasa Yunani ‘ askos’ yang berarti tas atau karung.

Secara klinis ascites adalah komplikasi dari beberapa penyakit seperti hepar,

jantung, ginjal, infeksi, dan keganasan. Prognosis tergantung dari penyebab dari

ascites tersebut. Pada keadaan normal, jumlah cairan peritoneal tergantung pada

keseimbangan antara aliran plasma ke dalam dan keluar dari darah dan pembuluh

limfa. Apabila keseimbangan tersebut terganggu maka terbentuklah ascites.

Ketidakseimbangan kadar plasma mungkin disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan vena, penurunan protein (tekanan

onkotik), atau peningkatan obstruksi limfa. Ascites merupakan salah satu

komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit sirosis dan hipertensi portal.

Lebih dari 50% penderita sirosis akan berkembang menjadi ascites dalam waktu

10 tahun periode pengamatan. 85% kasus ascites disebabkan oleh sirosis hepatis

dan 10% ascites disebabkan oleh keganasan. Tipe lain dari ascites dikategorikan

sebagai kardiogenik, neprogenik, infeksi, dan varian lainnya .1

Asites didefinisikan sebagai akumulasi patologis cairan berlebih di rongga

peritoneum. Biasanya, rongga peritoneum mengandung 25-50 mL cairan asites,

yang memungkinkan pergerakan usus melewati satu samalain dan membantu

menghidrasi permukaan serosal. Dengan asites, cairan ini tidak statis di dalam

rongga peritoneum, tetapi lebih pada pertukaran terus-menerus dengan sirkulasi

3
melalui alas kapiler besar di bawah peritoneum visceral, dengan sekitar setengah

volume masuk dan meninggalkan rongga peritoneum setiap jam. Selanjutnya,

konstituen fluida berada dalam keseimbangan dinamis dengan plasma. Namun,

penyerapan cairan harian dari rongga peritoneum kembali ke sirkulasi terbatas,

dan penyerapan maksimum cairan keluar dari peritoneum adalah sekitar 850 mL /

hari. Untuk asites yang mudah dikontrol, di sisi lain, volume cairan yang tumpah

kerongga peritoneum dapat dikurangi di bawah ambang batas serapan ini. Ini

adalah kasus pada tahap awal dekompensasi hati ketika asites responsif terhadap

pengurangan asupan natrium makanan dan dosis sedang diuretic. 2

4
BAB II

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Asites merupakan komplikasi utama dari sirosis, terjadi pada 50% pasien

yang di ikuti selama lebih dari 10 tahun.Perkembangan asites penting dalam

perjalanan alamiah sirosis karena dikaitkan dengan mortalitas 50% lebih dari dua

tahun dan menandakan kebutuhan untuk mempertimbangkan transplantasi hati

sebagai terapi pilihan. Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites

yang mendasarinya adalah sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal

jantung (3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya.Di USA

kematian karena sirosis telah meningkat dari 6 per 100.000 penduduk di 1993-

menjadi 12,7 per 100.000 penduduk di tahun 2000. Sekitar 4% dari populasi

memiliki fungsi hati yang abnormal atau penyakit hati, dan sekitar 10-20% dari

mereka dengan salah satu dari tiga penyakit hati kronis yang paling umum

(perlemakan hati non-alkoholik, penyakit hati alkoholik, dan hepatitis C

kronis).Dengan meningkatnya frekuensi penyakit perlemakan hati alkoholik dan

non-alkoholik, akan terjadi peningkatan besar dalam beban penyakit hati yang

diperkirakan selama beberapa tahun mendatang dengan peningkatan komplikasi

sirosis. Di Eropa dan Amerika, sirosis merupakan penyebab ascites tertinggi di

ikuti neoplasma dan yang paling jaranggagal jantung dan peritonitis TB. Empat

penyakit terakhir merupakan 90% penyebab ascites di sana.3

BAB III

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

5
A. ETIOLOGI

Ada 9 kelompok penyakit yang bisa menyebabkan Ascites.Yaitu

penyebab ascites karena infeksi,gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan

jantung, gangguan gastrointestinal, neoplasma, masalah gynecologi,masalah

pancreas dan miscelanous. Penyebab tersering ascites adalah sirosis (81%),

kanker(10%), gagal jantung(3%), tuberculosis(2%), dialysis(1%), penyakit

pancreas(1%) dan lain-lain (1%) . Klasifikasi lain, membagi ascites dalam 2

group. Group I meliputi penyakit yang berhubungan dengan hypertensi portal

sinusoidal, hipoalbuminemia, dan beberapa penyakit lain yang menyebabkan

ascites dengan mekanisme yang berbeda seperti myxoedema, penyakit

ovarium, chronic pancreatitis, biliary tract leakage, penyakit yang mengenai

sistim limfe dari area splankhnik dan penyakit ginjal kronik. Group II, ascites

terjadi sebagai akibat dari penyakit primer di peritoneal atau karena proses

sistemik yang mengenai peritoneal seperti tuberculosa,fungal, parasit and

granulomatous peritonitis, primary metastatic peritoneal tumours, vasculitis,

eosinophilic gastroenteritis dan Whipple’s disease.4

B. PATOFISIOLOGI

Faktor utama yang terlibat dalam patogenesis kompleks asites adalah


hipertensi portal dan sinusoidal, vasodilatasi arteri, dan aktivasi neurohumoral,
semuanya mengarah pada retensi natrium dan air.
Patogenesis asites adalah kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami.
Tiga serangkai hipertensi portal, vasodilatasi arteri, dan aktivasi neurohumoral,
menyebabkan retensi natrium dan air, menjelaskan, sebagian besar,
pembentukan asites .Faktanya, penyebab langsung pembentukan asites pada
pasien dengan sirosis adalah retensi natrium, yang disebabkan oleh penurunan

6
ekskresi natrium ginjal.Gangguan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan
natrium dianggap sebagai manifestasi paling awal dari disfungsi ginjal pada
sirosis seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya respons natriuretik terhadap
pemberian akut natrium klorida.Retensi natrium pada sirosis terutama
disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi natrium tubular daripada penurunan
filtrasi natrium.Namun, pada tahap akhir penyakit, ketika sindrom hepatorenal
berkembang,retensi natrium disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi dan
penurunan filtrasi. Retensi natrium berkembang seiring dengan kemajuan
penyakit hati; pada tahap akhir penyakit, retensi natrium menjadi sangat tinggi
dan ekskresi natrium urin mendekati nol. Retensi natrium mendahului
timbulnya asites oleh beberapa hari, menunjukkan bahwa itu adalah penyebab
dan bukan konsekuensi dari akumulasi cairan dalam rongga perut .Hipertensi
portal (PHT) memainkan peran utama dalam perkembangan asites pada pasien
dengan sirosis hati. Peningkatan tekanan hidrostatik sinusoidal dan tekanan
kapiler splanknik sangat penting, dan asites biasanya berkembang pada pasien
dengan gradien tekanan vena hepatik lebih besar dari 12 mmHg .Pasien dengan
sirosis hati tanpa hipertensi portal tidak mengalami asites.Sebagai tambahan,
menurunkan tekanan portal pada pasien dengan sirosis dan hipertensi portal
setelah pirau portosystemic bedah atau radiologis biasanya mengarah ke
kontrol yang lebih baik dari asites. Hipertensi portal sinusoidal atau post
sinusoidal diperlukan untuk pengembangan asites. Di sisi lain, hipertensi
presinusoidal saja, seperti portal vein thrombosis (PVT), biasanya tidak
menyebabkan asites kecuali dikaitkan dengan faktor lain yang berkontribusi.
Selain itu, hipertensi portal menghasilkan peningkatan kadar zat
vasodilator, misalnya, oksida nitrat (NO). Hal ini menyebabkan vasodilatasi
splanknik dan perifer dan penurunan volume darah efektif yang menyebabkan
penurunan aliran darah ginjal dan, selanjutnya, aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), aktivitas berlebih simpatik, dan pelepasan
vasopresin non-osmotik Renin dikeluarkan dari aparatus juxtaglomerular
ginjal sekunder akibat perubahan volume darah, perubahan natrium serum, dan
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Pada gilirannya, renin akan

7
mengubah angiotensinogen menjadi angiotenosa I, yang kemudian dikonversi
menjadi angiotensin II oleh enzim pengonversi angiotensin (ACE) di paru-
paru. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dari zona glomerulosa
dari korteks adrenal .Aldosteron merangsang reabsorpsi natrium di tubulus
distal. Demikian pula, aktivitas saraf simpatis ginjal merangsang reabsorpsi
natrium dalam tubulus proksimal, loop Henle, dan tubulus distal dan
pengumpul. Pada pasien dengan sirosis dan hipertensi portal, baik
hipaldosteronisme sekunder dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
ginjal memainkan peran penting dalam patogenesis retensi natrium. Retensi
natrium berlebih ini dan hipervolemia terkait yang menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik akan menyebabkan transudasi berlebih dari sinusoid
hepatik dan kapiler splanknik, melebihi kapasitas penyerapan permukaan
permukaan peritoneum dan sistem limfatik, yang menghasilkan pengembangan
asites. Memang, pembentukan asites bergantung pada keseimbangan antara
filtrasi sinusoidal hepatik dan splanknik di satu sisi dan drainase getah bening
di sisi lain. Berlawanan dengan teori sebelumnya, penurunan tekanan onkotik
plasma tidak memiliki peran dalam pembentukan asites, dan kadar albumin
plasma yang rendah memiliki sedikit efek pada laju pembentukan asites .
Selanjutnya, tiga teori pembentukan asites telah diusulkan:
underfilling, overflow, dan vasodilatasi arteri perifer.Teori underfilling
menunjukkan bahwa hipertensi portal menyebabkan peningkatan filtrasi cairan
dari sinusoid 1.Teori underfilling menunjukkan bahwa hipertensi portal
menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari sinusoid hepatik dan kapiler
splanchial, yang menyebabkan penurunan volume darah sirkulasi yang
efektif.Ini mengaktifkan renin plasma, angiotensin, aldosteron, dan sistem saraf
simpatik, yang mengakibatkan ginjal retensi natrium dan air. Teori overflow
menunjukkan bahwa kelainan primer adalah peningkatan reabsorpsi natrium
ginjal yang tidak berhubungan dengan penurunan volume darah. Beberapa
hipotesis yang bertujuan untuk menjelaskan kelainan ini telah disarankan
termasuk penurunan sintesis hati agen natriuretik, penurunan pembersihan hati
agen penahan natrium, atau refleks hepatorenal primer dari etiologi yang tidak

8
diketahui. Teori overflow ini didukung oleh pengamatan bahwa pasien dengan
sirosis memiliki hipervolemia intravaskular daripada hipovagia, dan retensi
natrium mendahului pembentukan asites . Namun demikian, baik teori underfill
dan overflow tidak sepenuhnya menjelaskan pembentukan ascites dan kurang
kuat, bukti yang mendukung. Akhirnya, hipotesis vasodilatasi arteri mencakup
komponen dari teori underfill dan overflow. Ini menunjukkan bahwa hipertensi
portal menyebabkan vasodilatasi, yang menyebabkan penurunan volume darah
arteri efektif dan sirkulasi hyperdynamic. Ini pada gilirannya mengaktifkan
sistem neurohumoral yang mengarah ke retensi natrium dan ekspansi volume
plasma, menyebabkan meluapnya cairan ke dalam rongga peritoneum. Teori
ini juga menyatakan bahwa pembentukan asites pada awalnya disebabkan oleh
kurangnya pengisian kompartemen intravaskular dan dipertahankan oleh
perluasan kompartemen intravaskular . Selain itu, teori ke depan pembentukan
asites adalah modifikasi baru dari teori vasodilatasi yang menggabungkan
pengisian arteri yang kurang dengan peningkatan tekanan kapiler splanknik
dan filtrasi dengan peningkatan pembentukan limfa . yang menyebabkan
penurunan volume darah arteri yang efektif dan sirkulasi hyperdynamic. Ini
pada gilirannya mengaktifkan sistem neurohumoral yang mengarah ke retensi
natrium dan ekspansi volume plasma, menyebabkan meluapnya cairan ke
dalam rongga peritoneum. Teori ini juga menyatakan bahwa pembentukan
asites pada awalnya disebabkan oleh kurangnya pengisian kompartemen
intravaskular dan dipertahankan oleh perluasan kompartemen intravaskular .
Selain itu, teori ke depan pembentukan asites adalah modifikasi baru dari teori
vasodilatasi yang menggabungkan pengisian arteri yang kurang dengan
peningkatan tekanan kapiler splanknik dan filtrasi dengan peningkatan
pembentukan limfa . yang menyebabkan penurunan volume darah arteri yang
efektif dan sirkulasi hyperdynamic. Ini pada gilirannya mengaktifkan sistem
neurohumoral yang mengarah ke retensi natrium dan ekspansi volume plasma,
menyebabkan meluapnya cairan ke dalam rongga peritoneum. Teori ini juga
menyatakan bahwa pembentukan asites pada awalnya disebabkan oleh
kurangnya pengisian kompartemen intravaskular dan dipertahankan oleh

9
perluasan kompartemen intravaskular . Selain itu, teori ke depan pembentukan
asites adalah modifikasi baru dari teori vasodilatasi yang menggabungkan
pengisian arteri yang kurang dengan peningkatan tekanan kapiler splanknik
dan filtrasi dengan peningkatan pembentukan limfa . Teori ini juga menyatakan
bahwa pembentukan asites pada awalnya disebabkan oleh kurangnya pengisian
kompartemen intravaskular dan dipertahankan oleh perluasan kompartemen
intravaskular . Selain itu, teori ke depan pembentukan asites adalah modifikasi
baru dari teori vasodilatasi yang menggabungkan pengisian arteri yang kurang
dengan peningkatan tekanan kapiler splanknik dan penyaringan dengan
peningkatan pembentukan limfa . Teori ini juga menyatakan bahwa
pembentukan asites pada awalnya disebabkan oleh kurangnya pengisian
kompartemen intravaskular dan dipertahankan oleh perluasan kompartemen
intravaskular . Selain itu, teori ke depan pembentukan asites adalah modifikasi
baru dari teori vasodilatasi yang menggabungkan pengisian arteri yang kurang
dengan peningkatan tekanan kapiler splanknik dan penyaringan dengan
peningkatan pembentukan limfa . Nitric oxide (NO) adalah vasodilator utama
yang terlibat dalam vasodilatasi sistemik, dan terutama disintesis dalam endotel
vaskular sistemik oleh NO synthase . Pasien dengan hipertensi portal memiliki
bukti peningkatan sintesis NO. Calcitonin gen-related peptide (CGRP) dan
adrenomedullin juga merupakan faktor vasodilatasi kuat, yang telah ditemukan
pada peningkatan level terutama pada pasien dengan asites dan sindrom
hepatoreal (HRS) . Ada juga bukti peningkatan resistensi terhadap zat-zat
vasokonstriktif, seperti noradrenalin, angiotensin II, dan vasopresin, yang
kemungkinan besar terkait dengan perubahan afinitas reseptor, regulasi
reseptor yang lebih rendah, dan reseptor post-reseptor terkait dengan
peningkatan ekspresi NO . Selanjutnya, perubahan dalam kepatuhan vaskular
dipertimbangkan . Mekanisme lain yang dapat berkontribusi terhadap
pembentukan asites adalah resistensi ginjal terhadap atrial natriethetic peptide
(ANP). ANP adalah peptida natriuretik kuat yang dilepaskan dari atrium
jantung sebagai respons terhadap ekspansi volume intravaskular. Dalam sirosis
kompensasi, ANP membantu menjaga keseimbangan natrium dengan

10
memusuhi pengaruh faktor antinatriuretik (aldosteron dan aktivitas berlebihan
simpatik). Pada tahap selanjutnya, resistensi ginjal terhadap ANP berkembang
dan menyebabkan retensi natrium .
Tingkat keparahan retensi natrium ginjal sejajar dengan
perkembangan sirosis karena akselerasi kelainan hemodinamik vaskular yang
mendasarinya dan aktivasi terkait mekanisme vasoaktif neurohumoral yang
mengarah pada reabsorpsi natrium dan air pada ginjal pada tahap lanjut sirosis .
Lebih lanjut, dengan perkembangan sirosis, perfusi ginjal dan laju filtrasi
glomerulus semakin menurun, menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium
pada tubulus proksimal berbelit-belit dan penurunan pengirimannya ke segmen
distal nefron . Dengan demikian, pada tahap akhir sirosis, reabsorpsi natrium
ginjal terutama terjadi proksimal ke tempat kerja dari kedua spironolactone dan
loop diuretik membuatnya tidak efektif. Selain itu, peningkatan resistensi
terhadap zat vasokonstriksi, seperti nor-adrenalin, angiotensin II, dan
vasopresin, menonjolkan kekurangan isi relatif dari volume darah arteri yang
efektif, yang memperparah efek hipovolemik dari diuretik, menghalangi
kelanjutan dari dosis efektif diuretik . Dengan demikian, refraktilitas terhadap
pengobatan diuretik adalah hasil akhir dari aksentuasi kelainan hemodinamik
yang menjadi ciri sirosis lanjut. Dengan perkembangan penyakit hati lebih
lanjut dan peningkatan aksen perubahan ginjal dan vaskular ini, mekanisme
yang sama ini menyebabkan hiponatremia dan sindrom hepatorenal. refrakter
terhadap pengobatan diuretik adalah hasil akhir dari aksentuasi kelainan
hemodinamik yang menjadi ciri sirosis lanjut. Dengan perkembangan penyakit
hati lebih lanjut dan peningkatan aksen perubahan ginjal dan vaskular ini,
mekanisme yang sama ini menyebabkan hiponatremia dan sindrom
hepatorenal. refrakter terhadap pengobatan diuretik adalah hasil akhir dari
aksentuasi kelainan hemodinamik yang menjadi ciri sirosis lanjut. Dengan
perkembangan penyakit hati lebih lanjut dan peningkatan aksen perubahan
ginjal dan vaskular ini, mekanisme yang sama ini menyebabkan hiponatremia
dan sindrom hepatorenal.2

11
BAB IV

ANATOMI

Garis dan Bidang Perut

12
Garis vertikal dan bidang horizontal biasanya digunakan untuk

memudahkan deskripsi lokasi struktur yang sakit atau melakukan pemeriksaan

pada perut.5

5
Gambar 1. Garis dan bidang abdomen

1. Garis Vertikal

Setiap garis vertikal (kanan dan kiri) melewati titik tengah antara tulang

belakang iliaka anterior superior dan simfisis pubis.

2. Bidang Subkostal

Bidang subkostal horisontal bergabung dengan titik terendah margin kosta di

masing-masing sisi yaitu, tulang rawan kosta 10.

3. Bidan intercostal

Bidang antar costa melewati titik tertinggi pada puncak iliaka dan terletak pada

Vertebra lumbal ke-4. Ini biasanya digunakan saat melakukan ketukan tulang

belakang lumbar .

4. Bidang intertubercular

13
Bidang intertubercular horisontal bergabung dengan tuberkel pada krista

iliaka dan terletak pada tingkat vertebra lumbar ke-5.5

Kuadran Abdomen

Untuk membagi perut menjadi kuadran dengan menggunakan garis vertikal dan

horizontal yang bersinggungan dengan umbilikus.Kuadran kanan atas, kiri atas,

kanan bawah, dan kiri bawah. Istilah epigastrium dan periumbilikalis secara

longgar digunakan untuk menunjukkan area di bawah proses xiphoid dan di atas

umbilikus dan area di sekitar umbilikus.5

Organ dalam abdomen

Gambar 2. Organ dalam

abdomen5

1. Hati

Hati terletak di bawah penutup tulang rusuk bagian bawah, dan sebagian

besar bagiannya terletak di sisi kanan. Pada bayi, sampai sekitar akhir tahun

ketiga, batas bawah hati meluas satu atau dua sidik jari di bawah batas kosta .Pada

orang dewasa yang mengalami obesitas atau memiliki otot rektus abdominis

kanan berkembang dengan baik, hati tidak teraba.Pada orang dewasa yang kurus,

14
tepi bawah hati mungkin merasakan sidik jari di bawah batas kosta.Paling mudah

dirasakan ketika pasien mengilhami dalam-dalam dan diafragma berkontraksi dan

menekan hati.

1. Kantong empedu
Fundus kantong empedu terletak di seberang ujung kartilago kosta ke sembilan
kanan — yaitu, di mana tepi lateral otot rectus abdominis kanan melintasi batas
kosta.
2. Limpa
Limpa terletak di kuadran kiri atas dan terletak di bawah penutup tulang rusuk
ke-9, ke-10, dan ke-11 Sumbu panjangnya sesuai dengan tulang rusuk ke-10, dan
pada orang dewasa biasanya tidak menonjol ke depan di garis midaxillary.
3. Pankreas

Pankreas terletak di seberang bidang transpyloric.Kepala terletak di bawah dan ke


kanan, dan tubuh serta ekor terletak di atas dan ke kiri.

4. Ginjal

Gambar 3. Ginjal5

Ginjal kanan terletak pada tingkat yang sedikit lebih rendah daripada ginjal
kiri (karena sebagian besar lobus kanan hati), dan kutub bawah dapat dipalpasi di

15
lumbar kanan.regpada akhir inspirasi mendalam pada seseorang dengan otot perut
yang kurang berkembang. Setiap ginjal bergerak sekitar 2,5 cm dengan arah
vertikal selama gerakan pernafasan penuh diafragma. Anak kiri normal, yang lebih
tinggi dari ginjal kanan, tidak teraba.Pada dinding perut anterior, hilus setiap ginjal
terletak pada bidang transpilorik, sekitar tiga jari dari garis tengah (lihat Gambar
4.49). Di bagian belakang, ginjal membentang dari tulang belakang toraks ke-12
ke ke-3 batang tulang belakang, dan hili berlawanan dengan vertebra lumbalis
pertama.

5. Duodenum

Gambar 4.

Ginjal5

Duodenum terletak di bidang transpyloric sekitar empat jari di sebelah

kanan garis tengah.

16
6. Sekum

Sekum terletak di kuadran kanan bawah.Itu sering buncit dengan gas dan

memberikan suara resonansi ketika perkusi.Dapat diraba melalui dinding perut

anterior.

7. Apendiks

Apendiks terletak di kuadran kanan bawah.Basis apendiks terletak

sepertiga dari jalan di atas garis, bergabung dengan tulang iliaka superior anterior

ke umbilikus (titik McBurney).

8. Kolon

Kolon asenden memanjang ke atas dari sekum di sisi lateral dari garis

vertikal kanan dan menghilang di bawah margin kosta kanan. Dapat diraba

melalui dinding perut anterior.

17
Gambar 5. CT scan perut pada tingkat vertebra lumbar ke-2 setelah pielografi
intravena.Bahan radiopak dapat dilihat di pelvis renalis dan ureter.Bagian ini
dilihat dari bawah.5

Gambar 6. Anteroposteriorradiografi lambung dan usus kecil


setelah menelan barium.5

18
Gambar 7.Anteroposteriorradiografi usus besar setelah enema barium5

19
BAB V

DIAGNOSIS

A. KLASIFIKASI

1. Asites Tanpa Komplikasi

Asites yang tidak terinfeksi dan tidak terkait dengan

pengembangan sidrom hepatorenal. Asites dapat dinilai sebagai berikut:

a. Grade 1 (Mild), asites hanya terdeteksi oleh USG pemeriksaan

b. Grade 2 (Moderate), asites yang menyebabkan distensi perut

simetris moderat.

c. Grade 3 (Large), asites ditandai dengan distensi abdomen.6

2. Asites Refarkter

Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih awal (yaitu,

setelah terapiparacentesis) yang tidak dapat dicegah dengan terapi medis. Asites

ini termasuk dua subkelompok yang berbeda.

a. Diuretic resistant ascites, asites refrakter terhadap retriksi diet


sodium dan pengobatan diuretik intensif (spironolakton 400 mg /
hari dan furosemid 160 mg / hari selama setidaknya satu minggu,
dan diet retriksi garam kurang dari 90 mmol / hari (5,2 g garam) /
hari).
b. Diuretic intractable ascites, asites refrakter terhadap terapi karena
perkembangan komplikasi yang diinduksi diuretik yang
menghalangi penggunaan diuretik dosis efektif. 6

2
B. MANIFESTASI KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIS

Diagnosis ascites dapat ditegakkan dengan kombinasi pemeriksaan fisik

dan radiologi.Seringkali diagnosa ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan

fisik.Namun akurasi dari pemeriksaan fisik bervasiasi tergantung jumlah

cairan, tekhnik yang digunakan dan kondisi klinis (misalnya,deteksi ascites

pada pasien obes). Spesifisitas dan sensitifitas pemeriksaan fisik sekitar 50%-

94% dan 29%-82% di bandingkan ultrasonography sebagai gold standar.

Gambaran klinis yang khas dari ascites adalah distensi abdomen.Namun

kadangkadang distensi abdomen dapat disebabkan oleh keadaan lain seperti

distensi oleh udara, retensi fecal, masa tumor, perdarahan peritoneal, distensi

bladder yang ekstrim5a, kehamilan dan obesitas. Banyaknya akumulasi cairan

peritoneal sebelum ascites dapat di deteksi dengan 5 tanda fisik klasik yaitu:

bulging flanks, flank dullness, shifting dullness, fluid wave dan puddle

sign.Pasien dengan ascites harus dilakukan pemeriksaan radiology untuk

konfirmasi atau membuktikan adanya ascites,sirosis atau keganasan.USG, CT

Scan dan MRI sangat berguna dalam mendiagnosa ascites. Alat-alat ini cukup

sensitif untuk mendeteksi ascites minimal juga penyebabnya berdasarkan

karakteristik organ dan pembuluh darah intra abdominal serta gambaran cairan

intra abdomen.Ultrasonografy merupakan pilihan dengan biaya dan efektifitas

paling baik dan memiliki reliabilitas setingkat CT Scan.Di samping itu,USG

juga tanpa radiasi atau akses intravena sehingga tidak ada resiko alergy

terhadap .4

C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

3
Radiologi adalah suatu ilmu tentang penggunaan sumber sinar

pengion dan bukan pengion, gelombang suara dan magnet untuk imaging

diagnosis dan terapi.Radiodiagnosis meupakan bagian dari cabang ilmu

radiologi yang memenfaatkan sinar pengion unutk membantu diagnosa dalam

bentuk foto yang bisa di dokumentasikan.7

1. Foto polos abdomen

Jika terdapat sejumlah kecil cairan bebas di rongga

peritoneum,cairan itu akan jatuh sesuai gravitasi ke daerah paling bawah

yang mana pada posisi berbaring adalah rongga pelvis. Pada foto polos

abdomen cairan dalam jumlah yang kecil dapat tidak teramati karena

densitas kandung kemih yang terisi penuh di rongga pelvis sementara

cairan dalam jumlah yang sedikit atau kecil dapat dideteksi dengan

mudah oleh Ct-scan ataupun USG.Cairan dalam jumlah yang besar akan

memasuki rongga abdomen mulai dari sisi lateral menggeser kolon ke

medial. 13

Ascites yang masuk ke rongga pelvis dapat memberikan gambaran

dog’s sign atau mickey mouse sign. Helmer’s sign yaitu pergeseran

permukaan lateraldari hati ke medial juga dapat terlihat pada ascites.

Tanda lain adalah lemak preperitoneal terdorong ke lateral,sekum dan

kolon ascenden yang tergeser ke medial,elevasi diaphragma,pinggang

yang mencembung,garis psoas yang tidak jelas,sentralisasi udara dalam

usus. 13

4
Tanda telinga anjing menunjukkan adanya cairan atau darah dalam

reses peritoneum pelvis pada foto abdomen terlentang. Munculnya tanda

berasal dari kepadatan jaringan lunak cembung yang mewakili cairan

atau darah dalam reses peritoneum panggul lateral yang dipisahkan dari

kandung kemih oleh strip tipis hiperliposa lemak ekstraperitoneal yang

mengingatkan pada telinga anjing. 14

Temuan pada rontgen perut yang menunjukkan asites meliputi

Meningkatnya kepadatan di perut secara difus Kurangnya diferensiasi

bayangan antara berbagai jaringan lunak di perut, seperti otot psoas, hati,

dan limpa Pemindahan usus dan visera secara medial serta gambaran

radiologi dari perut menunjukkan ground glass app.12

5
Gambar 8. Gambaran skematis dari ascites yang mengisi rongga pelvis 13

6
Gambar 9. Gambar sebelah kiri merupakan ascites dengan gambaran udara pada usus yang terdorong ke
bagian sentral dan gambar sebelah kanan merupkan gambaran mioma uteri yang menyerupai ascites namun
dengan gamabaran udara pada usus yang terdorong ke perifer .13

Gambar 10. Gambar sebelah kiri memperlihatkan hellmer’ sign sedangkan gambar sebelah kanan merupakan
pemeriksaan tomografi konvensional yang memperlihatkan hellmer’s sign yang lebih jelas . 13

7
Gambar 11. Dogs sign atau mickey mouse sign 13

Gambar

11.

menunjukkan tampilan ground glass menunjukkan cairan bebas di rongga perut .9

Gambar 12 . menunjukkan penampilan Ground glass menunjukkan cairan bebas


di rongga perut. 9

2. USG

Ultrasonografi (US) adalah alat diagnostik yang kuat yang

dianggap mewakili perpanjangan pemeriksaan fisik yang sangat akurat

dalam penilaian pasien dengan tanda dan gejala abdominal baik dalam

keadaan darurat dan rawat jalan. US secara luas diakui sebagai modalitas

yang dapat diandalkan, aman dan dapat direproduksi dalam evaluasi

organ intraabdominal yang solid seperti hati, kandung empedu, ginjal dan

8
organ reproduksi. Jumlah asites sangat sedikit akan terkumpul di Morison

Pouch,dan di sekitar hati tampak seperti pita yang sonolusen sedangkan

asites yang banyak ada gambaran usus halus seperti lollipop.

Pemeriksaan USG juga dapat menemukan gambaran infeksi,

keganasan dan/atau peradangan sebagai penyebab asites. Asites yang

tidak mengalami komplikasi gambaran USG umumnya anekoik homogen

dan usus tampak bergerak bebas. Asites yang disertai keganasan atau

infeksi akan memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan heterogen, dan

tampak debris internal.8

Gambar 13. Gambar USG sagital : Ini menunjukkan


volume besar cairan anechoic (panah) khas dari
transudat. Perhatikan volume besar asites yang menggeser ginjal kiri yang memungkinkan untuk kuantifikasi
subjektif cairan pada USG. Pasien diketahui memiliki sirosis hati. 8

Gambar 14 .Gambar USG aksial


melalui perut menunjukkan
ascites kompleks (panah).Puing-
puing partikulat dan pemisahan
internal adalah ciri eksudat.

9
Gambar 15 (a) Bagian miring melalui perut kanan atas yang menunjukkan asites

sederhana peri-hepatik (panah).Perhatikan garis lobular hati yang sekunder akibat

sirosis jantung (*). (B) Bagian melintang melalui hati menunjukkan vena hepatika

melebar pada pertemuan vena cava inferior (panah). (c) Bagian longitudinal

melalui perut kanan atas menunjukkan dinding kandung empedu edema yang

menebal (panah). (D) Jejak Doppler berwarna yang diambil dari vena portal

menunjukkan aliran balik dan pulsatil.8

Gambar 16. ( a) CT scan dengan kontras


Bagian melintang melalui perut menunjukkan asites yang terletak di bawah dinding perut (panah). (B) US
dari fossa iliaka kanan (RIF) menunjukkan asites kompleks (panah). Septasi mult1pel dicatat sepanjang cairan
yang menunjukkan eksudat.8

10
Gambar 17. (a)
CT scan. Ascites
yang digeneralisasi
(panah) tetapi
tidak ada gas . (B)
US scan. Cairan
kompleks dengan septasi internal (panah) level rendah yang mengindikasikan eksudat. Arrowhead
menunjuk ke loop usus yang kusut. (C dan d) Linier hiper-echo linier (panah) dengan artefak
reverberasi posterior (panah melengkung) dan bintik-bintik fokus hiper-echo (panah) dalam aspek
non-dependen di bawah dinding perut sesuai dengan pneumoperitoneum. 8

3. CT-Scan

CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites. Asites

dalam jumlah yang sedikit akan tampak terlokalisasir pada area perhepatik

kanan, subhepatik bawah, dan pada kavum douglas. Densitas dari

gambaran CT Scan dapat memberi arahan tentang penyebab dari asites.

Studi radiologis bermanfaat dalam mendeteksi sejumlah kecil

cairan asites serta membantu dalam menilai etiologi asites . USG perut

dapat mendeteksi cairan etiologi asites . Sonografi perut dapat mendeteksi

cairan intraperitoneal sebanyak 100 ml. intraperitoneal sebanyak 100 ml.

Meskipun sonografi lebih hemat biaya daripada computed tomography

(CT), CT mendeteksi jumlah cairan asites yang lebih kecil. Munculnya

hati mungkin menunjukkan sirosis. Pseudokista pankreas, tumor

intraabdomen dapat divisualisasikan. Sonografi Doppler dapat mendeteksi

trombosis portal atau vena hepatika. Pada pasien dengan peritonitis

tuberkulosis, penebalan mesenterium dan dinding usus, anyaman loop usus

dan adanya kelenjar getah bening mesenterika dapat memberikan petunjuk

11
Pada pasien dengan jumlah kecil asites, Pada pasien dengan jumlah kecil

asites, adhesi dari pembedahan sebelumnya atau di mana asites

terkompartemen, sonografi dapat menjadi panduan yang sangat berharga

untuk melokalisasi situs yang aman dan berguna untuk parasentesis. CT

dapat memberikan informasi yang mungkin sulit diperoleh pada

ultrasonografi. Pada pasien dengan karsinomatosis atau peritonitis

inflamasi, CT scan yang ditingkatkan kontras dapat menunjukkan

peningkatan lapisan peritoneum. Hasil serupa dengan kelainan peritoneum

baru-baru ini dilaporkan untuk pencitraan resonansi magnetik

menggunakan gadolinium 22. Pada pasien dengan asites pankreas saja atau

berhubungan dengan sirosis hati, pankreatografi retrograde endoskopi

dengan fluoroskopi dapat menunjukkan kebocoran jus pankreas dari

saluran pankreas. Pada pasien dengan sirosis dan hidrotoraks besar,

skintigrafi dengan Technetium sulfur colloid atau albumin radiolabelled

dapat digunakan untuk mendiagnosis asal intraperitoneal dari cairan

torak.11

CT scan merupakan modalitas yang paling sensitif untuk diagnosis

pneumoperitoneum karena resolusi spasial yang tinggi dan

kemampuannya untuk mendeteksi sejumlah kecil udara bebas

intraperitoneal. Teknologi CT terbaru dengan 64-detektor mampu

melakukan scan dari paru-paru hingga pelvis dalam waktu 10 detik dengan

ketebalan 1 mm. CT dengan multidetektor lebih baik dibandingkan CT

konvensional dalam mendiagnosis perforasi traktus intestinalis karena

12
banyak pasian dalam kondisi yang buruk dan tidak mampu menahan napas

dalam waktu yang lama 12

Gambar 17 .Gambar CT Scan yang sesuai pada pasien yang sama


menunjukkan hambar rendah, cairan homogen (panah) pada CT. 8

Gambar 18. ( a) CT scan dengan kontras


Bagian melintang melalui perut menunjukkan asites yang terletak di bawah dinding perut (panah). (B) US
dari fossa iliaka kanan (RIF) menunjukkan asites kompleks (panah). Septasi multipel dicatat sepanjang cairan
yang menunjukkan eksudat.8

13
BAB VI
KOMPLIKASI

Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak

komplikasi yaitu :

1. Peritonitis (mengancam nyawa).

2. Sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan

garam dan cairan dari ginjal).

3. Malnutrisi.

4. Hepatik-ensefalopati .

5. Kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragm dan pembentukan

dari pleural effusion. 3

14
BAB VII

PENGOBATAN

1. Medikamentosa

a. Diuretik

Tujuan terapi dengan menggunakan diretik adalah menurunkan

morbiditas dan mencegah komplikasi pada pasien asites. Sasaran terapi

diuretik adalah penurunan berat badan tidak lebih dari 1 kg/hari pada pasien

dengan asites dan edema dan tidak lebih dari 0,5 kg/hari pada pasien dengan

asites. Obat diuretik awal yang dapat digunakan adalah Spironolakton, suatu

antagonis aldosteron.Spironolakton bekerja dengan menurunkan reabsorbsi

natrium di tubulus distal.Dosis awal yang dapat digunakan adalah 50 – 100

mg/hari dan dosis maksimal yang dapat digunakan adalah 400 mg/hari.Efek

samping yang paling sering timbul akibat penggunaan spironolakton adalah

hiperkalemia dan ginekomasti.Efek samping lainnya adalah penurunan libido,

impotensi, kram otot, dan gangguan menstruasi.Untuk mengatasi

ginekomastia. terapi pengganti spironolakton yang dapat digunakan adalah

Amiloride. Dosis amiloride yang digunakan yaitu 10 – 40 mg/hari. Akan

tetapi, amiloride lebih mahal dan kurang efektif dibandingkan spironolakton.

Jika pasien tidak respon dengan spironolakton, obat diuretik lain yang dapat

digunakan adalah furosemide. Dosis awal furosemid adalah 20 – 40 mg/hari

dan dosis maksimal furosemide adalah 160 mg/hari. Efek samping furosemide

yaitu hipokalemia, metabolik hipokloremia alkalosis, hiponatremia, dan

hipovolemia sehingga dapat menimbulkan gangguan ginjal dan ensefalopati.

15
Untuk mengurangi resiko hiperkalemia, terapi kombinasi yang dapat

digunakan adalah kombinasi furosemide dan spironolakton. Dosis terapi yang

direkomendasikan yaitu 40 mg furosemide untuk 100 mg spironolakton. Dosis

maksimal yang dapat dipakai untuk terapi kombinasi yaitu spironolakton 400

mg/hari dengan furosemide 160 mg/ahri. Pasien yang mendapatkan terapi

kombinasi ini harus dimonitor secara ketat yaitu penurunan berat badan,

elektrolit, urea, dan kreatinin.11

b. Aquaretic Agent

Aquaretik agent adalah antagonis spesifik vasopressin reseptor

(V2).Aquaretik agent bekerja pada tubulus kolektivus ginjal dan

menginduksi ekskresi cairan tanpa mempengaruhi keseimbangan

elektrolit.Salah satu contoh aquaretik agent adalah satavaptan.11

2. Non medikamentosa

a. Bedrest

Istirahat pada pasien dengan sirosis dan asites, asumsi

postur tegak dikaitkan dengan aktivasi renin-angiotensin-aldosteron

dan sistem saraf simpatik, pengurangan di tingkat filtrasi glomerulus

dan ekskresi natrium, serta respon menurun terhadap diuretik.Efek ini

bahkan lebih mencolok dalam hubungan dengan latihan fisik moderat.

Data ini sangat menyarankan bahwa pasien harus diobati dengan

diuretik saat istirahat. Namun, belum ada studi klinis yang

menunjukkan keberhasilan peningkatan diuresis dengan istirahat atau

durasi penurunan rawat inap. Tirah baring dapat menyebabkan atrofi

16
otot, dan komplikasi lainnya, serta memperpanjang lama tinggal di

rumah sakit, tirah baring umumnya tidak direkomendasikan untuk

manajemen pasien dengan asites tanpa komplikasi.11

b. Paracentesis

Pasien dengan asites besar atau refrakter biasanya managemen

inisial oleh paracentesis ulangan dengan volume besar. Beberapa studi klinis

terkontrol telah menunjukkan bahwa besarVolume paracentesis dengan

penggantian koloid cepat, aman, dan effective. Penelitian pertama

menunjukkan bahwa seri volume besar paracentesis (4-6 l/hari) dengan

infus albumin (8 g/liter asites yang hilang) lebih efektif dan berhubungan

dengan komplikasi lebih sedikit dan durasi rawat inap yang lebih singkat

dibandingkan dengan terapi diuretik. Penelitian ini diikuti oleh penelitian

lain yang mengevaluasi efikasi, keamanan, kecepatan paracentesis,

perubahan hemodinamik setelah paracentesis, dan kebutuhan terapi

penggantian koloid. Paracentesis total umumnya lebih aman dari

paracentesis berulang, jika ekspansi volume diberikan pasca-paracentesis.

Jika ekspansi volume pasca- paracentesis gagal memberikan volume

ekspansi dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, gangguan fungsi ginjal

danelektrolit.

Setelah paracentesis, mayoritas asites berulang (93%) jika terapi

diuretik tidak dihidupkan kembali, tapi berulang pada hanya 18% pasien

yang diobati dengan spironolactone. Memperkenalkan kembali diuretik

setelah paracentesis (biasanya dalam 1-2 hari) tampaknya tidak

meningkatkan risiko disfungsi sirkulasi postparacentesis.11

17
c. Edukasi dan pencegahan

Asites merupakan komplikasi dari penyakit-penyakit yang

dapat diobati. Sehingga dengan mengobati penyakit yang mendasari

akan dapat menghilangkan asites, contohnya asites pada tuberkulosa

peritonitis. Asites yang disebabkan penyakit yang tidak dapat

disembuhkan memerlukan pengobatan tersendiri. Biasanya hanya

dilakukan pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang14. Pasien

yang mengalami asites sebaiknya membatasi konsumsi garam,

membatasi konsumsi cairan, meningkatkan konsumsi sumber

makanan yang mengandungalbumin tinggi seperti putih telur dan

tidak mengkonsumsi zat yang bersifat merusak hati seperti alkohol.

Hal lain yang harus diedukasikan kepada pasien adalah ketika terapi

mengalami kegagalan dan menjelaskan kepada pasien untuk segera

menemui dokter. Pada kebanyakan kasus gagal fungsi hati memiliki

prognosis yang buruk. Sehingga pasien harus di edukasi mengenai

seluruh komplikasi yang berpotensi fatal dan tanda serta gejala yang

dapat dikenali pada tahap awal.

Edukasi juga pasien mengenai distensi abdomen yang

disertai nyeri walaupun diuretik yang diberikan sudah maksimal. Hal

ini merupakan masalah yang sering muncul, sehingga beritahu pasien

bahwa dia harus segera menemui dokter.11

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wande IN. Buku panduan analisis cairan asites. Bali. Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana. 2016

2. Amer, Elsiesy. Ascites: Causes, Diagnosis, and Treatment .Intech . Chapter 6.

2017

3. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal

hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds.

Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone;

2004:125-138

4. Kabede, Atinafu. The value of ultrasounds in characterizing and the

determining the etioligy of ascites . Wondim Getnet. 2017

5. Snell SR. Clinical Anatomy. Lippincott William dan Wilkins. 2012; 120 - 146

6. Akil HAM. Asites. Dalam : Rasyad SB. Kumpulan Kuliah Hepatologi,

Palembang. 2008

7. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press

8. Rudralingam, Footit. Ascites Matters. Sage. 2017;25(2): 65-79

9. Gonde, Chhabra, Singla, Bangsal. Peritoneal Effusion in a Dog due to Babesia

gibsoni Infection. Hindawi .2014: 4

10. Sood R. Ascites : Diagnosis and Management. Journal of Indian Acaemy of

Clinical Medicine. 2010;5(1): 81 – 83

19
11. Pinto A, dkk. . Spectrum of Signs of Peritoneum. Seminars in Ultrasound CT

and MRI: 2016; 3-9

12. Widyastuti R, Roekmantara T. Gambaran angka kejadian,karakteristik

Ekspertise radiologi USG pasie asites di RS Al hisan periode 2013-2015.

ISSN. 2016;2(2)

13. Soetikno R D. Radiologi Emergensi. PT Refika Aditama. 2011; 155 – 157

14. Bel, D.J. Dog ear sign (abdomen) . [Cited 16 July 2020]. Available URL

https://radiopaedia.org/articles/dog-ear-sign-abdomen-1 . 2020

20

Anda mungkin juga menyukai