Anda di halaman 1dari 15

Berkaitan dengan masalah pengurusan jenazah, ada 4 kewajiban terhadap jenazah yang mesti

dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada
sebagian kaum muslimin yang melakukan hal ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya
terkena dosa.

Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:

1- Memandikan

2- Mengafani

3- Menyolatkan

4- Menguburkan

Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir, tidak dishalatkan
baik kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir, namun cuma dalam dua
keadaan. Dan wajib mengafani kafir dzimmi dan menguburkannya, tetapi hal ini tidak
berlaku bagi kafir harbi dan orang yang murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan
ihram (sedang berumrah atau berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.

Berikut kami sebutkan point-point penting yang mesti dilakukan yang terdapat pada empat
hal di atas. Sebagai rujukan utama kami adalah fikih ulama Syafi’i dari penjelasan Al Qodhi
Abu Syuja’ dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib, ditambah beberapa dari penjelasan lainnya.

Memandikan Mayit

Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang (mati
syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut madzhab Imam
Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu dimandikan adalah
janin yang keguguran di bawah 4 bulan.

Mayit disiram dengan bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau lebih dari itu.
Namun jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh badannya, maka itu sudah
dikatakan sah.

Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider (bidara) dan saat ini boleh diganti
dengan air sabun. Sedangkan pada siraman terakhir diberi kapur barus.

Mengafani Mayit

Mengafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada pakaian dan
tidak imamah (penutup kepala).

Menyolatkan Mayit

Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:

1- Berniat (di dalam hati).


2- Berdiri bagi yang mampu.

3- Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).

4- Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.

5- Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala
Muhammad).

6- Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.

7- Salam setelah takbir keempat.

Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna’.

Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:

ِ ‫س ْلهُ بِا ْل َما ِء َوالثَّ ْل‬


َ‫ َونَقِّ ِه ِمنَ ا ْل َخطَايَا َك َما نَقَّيْت‬،‫ج َوا ْلبَ َر ِد‬ ِ ‫ َوا ْغ‬،ُ‫س ْع َمد َْخلَه‬ ِّ ‫ َو َو‬،ُ‫ َوَأ ْك ِر ْم نُ ُزلَه‬،ُ‫ار َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنه‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لَهُ َو‬
َ ْ ‫َأ‬ َ َّ ْ ْ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫ َو ِعذهُ ِمنْ َعذا‬،‫ َو ْد ِخلهُ ال َجنة‬،‫ َوزَ ْو ًجا َخ ْي ًرا ِمنْ َز ْو ِج ِه‬،‫ َو ْهالً َخ ْي ًرا ِمنْ ْهلِ ِه‬،‫ َو ْب ِدلهُ دَا ًرا َخ ْي ًرا ِمنْ دَا ِر ِه‬،‫س‬
‫ب‬ ْ ‫َأ‬ ِ َ‫ض ِمنَ ال َّدن‬َ َ‫ب ْاَأل ْبي‬ َ ‫الثَّ ْو‬
‫ب النَّا ِر‬ ِ ‫ا ْلقَ ْب ِر َو َع َذا‬

Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’


madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa
kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-
hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata,
wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.

“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari
beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia
(Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari
segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah
rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang
lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya
(atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR.
Muslim no. 963)

Catatan: Do’a di atas berlaku untuk mayit laki-laki. Jika mayit perempuan, maka kata –hu
atau –hi diganti dengan –haa. Contoh “Allahummaghfirla-haa warham-haa …”. Do’a di atas
dibaca setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.

Do’a khusus untuk mayit anak kecil:

‫سلَفًا َوَأ ْج ًرا‬


َ ‫اج َع ْلهُ لَنَا فَ َرطًا َو‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬

Allahummaj’ahu lanaa farothon wa salafan wa ajron

“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala
buat kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab
Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Do’a setelah takbir keempat:

ُ‫اللَّ ُه َّم الَ ت َْح ِر ْمنَا َأ ْج َرهُ َوالَ تَ ْفتِنَّ بَ ْع َدهُ َوا ْغفِ ْرلَنا َ َولَه‬

Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu

“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan
sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”.

Untuk mayit perempuan, kata –hu diganti –haa.

Menguburkan Mayit

Mayit dikuburkan di liang lahat dengan diarahkan ke arah kiblat.

Bentuk Liang Lahat (Rumaysho.Com)

Mayit dimasukkan dalam kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan dengan lemah
lembut.

Bagi yang memasukkan ke liang lahat hendaklah mengucapkan: Bismillah wa ‘alaa millati
rosulillah (Dengan nama Allah dan di atas ajaran Rasulullah).

Larangan Terhadap Kubur

Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat
dalam madzhab Syafi’i namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita karena
kubur yang ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.

Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di
atas kubur.” (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh Rumaysho.Com: Memasang Kijing,
Marmer dan Atap di Atas Kubur.

Terhadap Keluarga Mayit

Boleh menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-raung dengan suara
teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.
Disunnahkan menta’ziyah keluarga mayit hingga hari ketiga setelah pemakaman.

Masing-masing dari point di atas, insya Allah akan disajikan dalam bahasan tersendiri di
Rumaysho.Com.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Al Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al Khotib,
terbitan Maktabah At Taufiqiyyah.

Hasyiyah Al Qoulul Mukhtar fii Syarhi Ghoyatil Ikhtishor (Fathul Qorib), Muhammad bin
Qosim Al Ghozzi, ta’liq: Dr. Sa’adud Din bin Muhammad Al Kubbi, terbitan Maktabah Al
Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Mukhtashor Abi Syuja’ (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Ahmad Al Husain Al Ashfahani Asy
Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Oleh Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Disusun di saat hujan mengguyur Warak, Panggang, Gunungkidul, 6 Safar 1435 H, 06: 15
AM

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal
Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Akan segera terbit buku terbaru karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, yaitu Buku
Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-). Bagi yang ingin melakukan pre order,
kirimkan format pemesanan via sms ke no 0852 0017 1222 atau via PIN BB 2AF1727A:
Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti akan diingatkan ketika buku sudah siap untuk
dikirim.

Sumber: https://rumaysho.com/4905-ringkasan-pengurusan-jenazah.html
Tata Cara Pengurusan Jenazah [disertai gambar!] –
TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH, TATA CARA
MENGKAFANI JENAZAH, TATA CARA
MENGUBURKAN JENAZAH
Posted: 7 Februari 2012 in Jenazah, Ziaroh Kubur

Berikut ini kami sajikan kepada anda secara ringkas tata cara mengkafani, memandikan
dan menguburkan jenazah sesuai tuntunan syariat disertai ilustrasi gambar
pendukungnya. Semoga bermanfaat.

A. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

1. Alat dan bahan yang dipergunakan

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:

– Kapas
– Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
– Sebuah spon penggosok
– Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
– Shampo
– Sidrin (daun bidara)
– Kapur barus
– Masker penutup hidung bagi petugas
– Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
– Air
– Pengusir bau busuk
– Minyak wangi

>Daun Sidr (Bidara)

2. Menutup aurat si mayit


Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi
yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.

3. Tata cara memandikan

Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-
kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke
atas.

4. Mewudhukan jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.

Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun
bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.

5. Membasuh tubuh jenazah

Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya
yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan
telapak kaki yang sebelah kanan.

Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama
petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali
membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.

Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya
satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka
ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir,
karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya
kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali
jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-
kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk
menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan
keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan
juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.

Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya)


dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan.
Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal)
menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).

Faedah

– Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak
tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas,
kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan
kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi
memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

– Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan
daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan
tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat
menunaikan haji.

– Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak
perlu dishalatkan.

– Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia
hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.

– Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi
jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu
salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.

– Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk
disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau
cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

B. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH


1. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan
menghandukinya

Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta,
maka keluarganya boleh menanggungnya.

2. Mengkafani jenazah

Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi
(parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua
pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok
bayi).

Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya,
yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua
telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta
pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian
yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian
lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-
tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung
kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan
mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).

[Untuk pembahasan tata cara shalat jenazah, insya Allah akan kami jadikan artikel tersendiri]

C. TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi


para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau
kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).

– Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.


– Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:


“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah
dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan
jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.

– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).

– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).

– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR.
Muslim)

– Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab


pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit
bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Anda mungkin juga menyukai