Anda di halaman 1dari 10

Pengertian dari shalat jenazah

 Shalat Jenazah

Shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakan sebanyak 4 kali takbir, dan hokum dari shalat
jenazah adalha fardu kifayah (kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak, tetapi bila
sebagian sudah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi yang lain).

Rasulullah SAW bersabda : “Shalatkanlah mayat-mayatmu!” (HR. Ibnu Majah).

“Shalatkanlah olehmu orang-orang yamg sudah meninggal yang sebelumnya mengucapkan


Laa ilaaha illallaah.” (HR. Ad-Daruruquthni).

Keutamaan orang yang menshalatkan jenazah dijelaskan dalam hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : ” Siapa yang mengiringi jenazah dan turut
menshalatkannya maka ia memperoleh pahal sebesar satu qirath (pahala sebesar satu
gunung), dan siapa yang mengiringinya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan
mamperoleh dua qirath.” (HR. Jama’ah dan Muslim).

Syarat Shalat Jenazah


1. Menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, bersih badan, pakaian dan tempat dari najis
serta menghadap kiblat. Hal ini sama seperti sholat biasa.

2. Jenazah telah dimandikan dan dikafankan.

3. Letak jenazah di sebelah kiblat orang yang menshalatkan kecuali shalat ghoib.
Rukun Shalat Jenazah
1. Niat
2. Berdiri bagi yang mampu.
3. Takbir empat kali.
4. Membaca surat Al-Fatihah.
5. Membaca sholawat atas Nabi.
6. Mendoakan mayat.
7. Memberi salam.

Sunnat Shalat Jenazah


1. Mengangkat tangan pada tiap-tiap takbir (empat takbir)
2. Merendahkan suara bacaan (sirr)
3. Membaca ta’awuz
4. Disunnahkan banyak pengikutnya
5. Memperbanyak shaf

“Setiap orang mu’min yang meninggal, lalu dishalatkan oleh umat Islam yang banyaknya
sampai tiga shaf akan diampuni dosanya. Oleh sebab itu Malik bin Hubairah selalu berusaha
membentuk tiga shaf, jika jumlah orang yang shalat jenazah tidak banyak. (Diriwayatkan oleh
Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Tata Cara Melaksanakan Sholat Jenazah

Tata Cara Melaksanakan Sholat Jenazah

1. Imam berdiri ke arah kepala (apabila jenazah laki-laki) dan ke arah perut (apabila
perempuan)
2. Makmum sekurang-kurangya 3 shaf. Masing-masing shaf lebih baik terdiri dari 5 atau 7
orang.
3. Berniat

 Niat untuk jenazah laki-laki

َ ‫ستَ ْقبِ َل ا ْلقِ ْبلَ ِة فَ ْر‬


‫ض ا ْل ِكفايَ ِة اَ َدا ًء هلل تَ َعالى‬ ٍ ‫ت أَ ْربَ َع تَ ْكبِ ْي َرا‬
ْ ‫ت ُم‬ َ ُ‫أ‬
ِ ِّ‫صلِّ ْي َعلَى ه َذا ا ْل َمي‬
Usholi 'ala hadzal mayyiti 'arba'a takbiirootin mustaqbilal qiblati fardol kifaayati adaa-an
lillahi ta'ala

 Niat untuk jenazah perempuan

َ ‫ستَ ْقبِ َل ا ْلقِ ْبلَ ِة فَ ْر‬


‫ض ا ْل ِكفايَ ِة اَ َدا ًء هلل تَ َعالى‬ ْ ‫ت ُم‬ َ ُ‫أ‬
ٍ ‫صلِّ ْي َعلَى ه ِذ ِه ا ْل َميِّتَ ِة أَ ْربَ َع تَ ْكبِ ْي َرا‬
Usholi 'ala hadzihil mayyitati 'arba'a takbiirootin mustaqbilal qiblati fardol kifaayati adaa-an
lillahi ta'ala

Tambahkan lafadz imaaman atau ma'muuman apabila berjama'ah (sesuai kondisi)

4. Takbir pertama, membaca Surat Al-Fatihah, tidak disunnatkan membaca do'a iftitah


5. Takbir kedua, membaca sholawat

‫سيِّدنا َ إِ ْب َرا ِه ْي َم‬ َ ‫صلَّ ْيتَ َعلَى‬ َ ‫سيِّدنا َ ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫آل‬ ِ ‫سيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
َ ‫ص ِّل َعلَى‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
َ‫سيِّدنا َ ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكت‬ َ ‫آل‬ِ ‫سيِّدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫سيِّدنا َ إِ ْب َرا ِه ْي َم َو بَا ِركْ َعلَى‬َ ‫آل‬ ِ ‫َو َعلَى‬
‫سيِّدنا َ إِ ْب َرا ِه ْي َم فِي ال َعالَ ِم ْي َن إِنَّ َك َح ِم ْي ُد َم ِج ْي ٌد‬ ِ ‫سيِّدنا َ إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى‬
َ ‫آل‬ َ ‫َعلَى‬
Allahuma sholli 'ala sayyidina Muhammad, wa 'ala aali sayyidina Muhammad, kama
shollaita 'ala sayyidina Ibrohim, wa 'ala aali sayyidina Ibroohim, wa barik 'ala sayyidina
Muhammad, wa 'ala aali sayyidina Muhammad, kama barokta 'ala sayyidina Ibohim, wa 'ala
aali sayyidina Ibrohim, fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid

6. Takbir ketiga, membaca do'a :

)‫ار َح ْمهُ ( َها) َو َعافِ ْي ِه ( َها) َواعْفُ َع ْنهُ ( َها) َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ ( َها‬ ْ ‫اللّه ّم ا ْغفِ ْر لَهُ ( َها) َو‬
ِ ‫س ْلهُ ( َها) بِا ْل َمآ ِء َوالثّ ْل‬
‫ج وا ْلبَ َر ِد َونَقِّ ِه ( َها) ِم َن ا ْل َخطَايَا َك َما يُنَقَّى‬ ِ ‫س ْع َمد َْخلَهُ ( َها) َواَ ْغ‬ ِّ ‫َو َو‬
‫س و اَ ْب ِد ْلهُ ( َها) َدا ًرا َخ ْي ًرا ِمنْ َدا ِر ِه ( َها) َو اَ ْهالً َخ ْي ًرا ِمنْ اَ ْهلِ ِه‬ ِ َ‫ض ِم َن ال ّدن‬ ُ ‫الثّ ْو‬
ُ َ‫ب ااْل َ ْبي‬
ِ ‫( َها) َو َز ْو ٍجا َخ ْي ًرا ِمنْ َز ْو ِج ِه ( َها) َواَد ِْخ ْلهُ ( َها) ا ْل َجنّةَ َو اَ ِع ْذهُ ( َها) ِمنْ َع َذا‬
‫ب ا ْلقَ ْب ِر َو‬
ِ ‫فِ ْتنَتِ ِه َو ِمنْ َع َذا‬
‫ب النّا ِر‬
Allahummagfir lahuu (haa) warhamhuu (haa) wa 'afiihi (haa) wa'fu 'anhuu (haa) wa akrim
nuzulahuu (haa) wa wassi' madkholahuu (haa) wa agsilhuu (haa) bilmaa-i wa tsalji
walbarodi wa naqqihii (haa) minal khotoyaa kamaa ynaqqo tsubul abyadlu minad danasi wa
abdilhu (haa) daaron khoiron min daarihii (haa) wa ahlan khoiron min ahlihii (haa) wa
zaujan khoidon min zaujihi (haa) wa adkhilhuu (haa) aljannata wa a-idzhuu (haa) min
adzaabil qobri wa fitnatihi wa min adzaabin naar
Dalam membaca do'a ganti lafadz ُ‫( ه‬hu) menjadi ‫ها‬
َ (haa) apabila jenazahnya perempuan.
7. Takbir keempat, membaca do'a :

‫اللّ ُه ّم الَ ت َْحر ِر ْمنَا اَ ْج َرهُ ( َها) َو الَ تَ ْْفتِنّا َ بَ ْع َدهُ ( َها) َوا ْغفِ ْر لَنَا َولَهُ ( َها) َوإِل ِ ْخوانِنا َ اّلَ ِذ ْي َن‬
‫ان َو الَ ت َْج َع ْل فِى قُلُ ْوبِنا َ ِغًالّ…ًّ لِلَّ ِذ ْي َن آ َمنُوا َربّنَا إِنّ َك َر ُء ْوفٌ َر ِح ْي ٌم‬
ِ ‫سبَقُ ْو َن ِباإْل ِ ْي َم‬
َ
Allahumma laa tahrimnaa ajrohuu (haa) walaa taftinaa ba'dahuu (haa) wagfir lanaa wa
lahuu (haa) wa li ikhwanina ladzina sabaquuna bil imaani wa la taj'al fi quluubina gillal
lilladzina amanuu robbana innaka rouufur rohiim

Bila jenazahnya anak-anak, disunnatkan membaca :

َ ‫سلَفًا َو ُذ ْخ ًرا َو ِعظَةً َوا ْعتِبَا ًرا َو‬


‫شفِ ْي ًعا َو ثَقِّ ْل ِب ِه‬ َ ‫طَا اِل َبَ َو ْي ِه ( َها) َو‬
ً ‫اج َع ْلهُ ( َها) فَ َر‬ ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ُ‫لى قُلُ ْوبِ ِه َما َوالَ تَ ْفتِ ْن ُه َما بَ ْع َدهُ ( َها) َوالَ ت َْح ِر ْم ُه َما اَ ْج َره‬
ٰ ‫ص ْب َر َع‬
َّ ‫غ ال‬ ِ ‫( َها) َم َوا ِز ْينَ ُه َما َواَ ْف ِر‬
‫ا‬.)‫( َها‬
Allahumaj'alhuu (haa) farothon li abawaihi (haa) wa salafan wa dzukhron wa 'idzotan
wa'tibaaron wa syafii'an. Wa tsaqqil bihii (haa) mawaaziinahuma, wa afrigis shobro 'ala
quluubihima, wala taftinhumaa ba'dahuu (haa) wa laa tahrimhuma ajrohuu (haa)

8. Salam
ُ‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َو بَ َر َكاتُه‬
َّ ‫ال‬

Cara Memandikan dan Mengkafani Jenazah


ّ‫اقل الغسل تعيم بد نه با لماء واكمله انيغسل سو أتيه وان يز يل القذر من انفه وان يوضّئه وان يد لك بد نه با السّدروان يصب‬
‫الماء عليه ثالثا‬
Sedikitnya memandikan mayat yaitu meratakan air keseluruh badan mayat dengan air,lebih
sempurnanya yaitu membasuh dua kemaluanya,menghilangkan kotoran dari
hidungnya,menggosok-gosok badanya dengan bidara,dan menuangkan air pada mayat tiga kali.

Cara mengkafani mayat

‫اقل الكفن ثوب يعمه واكمله لل ّر جال ثالث لف ئف وللمرءة قميص وحمار وازارولفتان‬

Sedikitnya membungkus mayat yaitu pakaian satu yang sudah mencukupi.sempurnanya bagi
orang laki-laki 3 lapis kain,bagi perempuan satu baju,satu kerudung,satu sarung dan dua lapis
kain.
A. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:


– Kapas
– Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
– Sebuah spon penggosok
– Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
– Shampo
– Sidrin (daun bidara)
– Kapur barus
– Masker penutup hidung bagi petugas
– Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
– Air
– Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
>Daun Sidr (Bidara)
2. Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi
yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya
agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
3. Tata cara memandikan jenazah
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka
jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala
jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
4. Mewudhukan jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah.
Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu
memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang
telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan
kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh
sekujur jasad si mayit.
5. Membasuh tubuh jenazah
Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh
anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan
dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si
mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini
pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan
kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si
mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan
kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang,
serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya)
dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila
jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan
lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
– Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh
kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian
mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan
jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu
akan sangat merepotkan.
– Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun
bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak
perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
– Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu
dishalatkan.
– Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah
dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat
daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
– Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi
jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah
seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada
wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
– Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk
disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat
yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

B. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH

1. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan menghandukinya
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan
wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya
boleh menanggungnya.
2. Mengkafani jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum)
dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah,
serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu
dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak
kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan
diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang
sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran
kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali
pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala
dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah
atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan
tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar
kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
Memandikan dan Mengkafani Jenazah Korban Mutilasi
Pertanyaan:
Mohon maaf, mau tanya.
Akhir-akhir ini, ramai dibicarakan korban mutilasi yang dibuang di jalan tol. Jika kita
menjumpai semacam itu, bagaimana cara memandikan dan mengkafani jenazah korban mutilasi?
Terima kasih jawabannya, mohon maaf jika merepotkan.
Dari: Imma
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
«‫«القَ ْت ُل ْالقَ ْت ُل‬
ْ :‫ال‬ َ ‫ َو َما ْالهَرْ ُج يَا َرس‬:‫»اَل تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى يَ ْكثُ َر ْالهَرْ جُ» قَالُوا‬
َ َ‫ُول هللاِ؟ ق‬
“Kiamat tidak akan terjadi, sampai banyak terjadi al-haraj.” Para sahabat bertanya, ‘Apa itu al-
haraj wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, “Pembunuhan dan pembantaian.” (HR. Muslim 157).
Hadis ini memberikan gambaran kepada kita, perjalanan kepribadian manusia ketika semakin
jauh dari masa kenabian. Kecenderungan untuk menjauh dari aturan syariah, membuat mereka
semakin bengis dan kejam. Tidak hanya puas dengan membunuh, penganiayaan harus berlanjut
pada mutilasi. Mari kita perbanyak berdoa memohon kepada Allah, agar diselamatkan dari ujian
kehidupan.
Selanjutnya, terkait cara memandikan dan mengkafani korban mutilasi, berikut kami kesimpulan
keterangan ulama hanafi,
Pertama, Burhanudin Ibnu Mazah mengatakan,
‫ ولكنه يدفن‬،‫وإن أوجد شيئا ً من أطراف ميت كيد أو رجل أو رأس لم يغسل ولم يص ِل عليه‬
Jika hanya ditemukan potongan tubuh mayit, seperti tangan atau kaki, atau kepala saja, dia tidak
dimandikan dan tidak dishalatkan, namun langsung dimakamkan.
Kemudian beliau menyebutkan keterangan dari Imamnya, disebutkan oleh al-Hasan bin Ziyad
dari Abu Hanifah, beliau mengatakan,
‫ ومعه الرأس غسل وصلي عليه ودفن‬،‫ وإن كان نصف البدن‬.‫إذا وجد أكثر البدن غسل وكفن وصلي عليه ودفن‬
Jika ditemukan potongan tubuh mayat yang lebih utuh, dia dimandikan, dikafani, dishalati, dan
dimakamkan. Dan jika ditemukan separoh jasad dan ada kepalanya maka dikafani, dimandikan,
dishalati, dan dimakamkan.
Beliau juga mengatakan,
‫ وإن كان نصف البدن بال‬،‫ ولكنه يدفن لحرمته‬،‫ ولم يص ِل عليه‬،‫ فوجد منه أحد النصفين لم يغسل‬،ً‫وإن كان مشقوقا ً نصفين طوال‬
‫ وإن كان أقل من نصف البدن ومعه الرأس غسل وكفن ودفن وال يصلى عليه‬.‫ ولم يص ِل عليه‬،‫رأس غسل‬
“Jika terbelah memanjang separoh, dan ditemukan hanya separohnya, maka tidak dimandikan,
tidak dishalati, namun dikubur dalam rangka memuliakan jasadnya. Jika ditemukan separoh
jasad melintang tanpa kepala maka dimandikan dan tidak dishalati. Jika kurang dari separoh
jasad dan ada kepalanya, dia dimandikan, dikafani, dikuburkan dan tidak dishalati.” (al-Muhith
al-Burhani, 2:364).
Kedua, keterangan dalam Hasyiyah Ibn Abidin,
‫لو وجد طرف من أطراف إنسان أو نصفه مشقوقا طوال أو عرضا يلف في خرقة إال إذا كان معه الرأس فيكفن‬
“Jika ditemukan potongan anggota badan manusia atau ditemukan separoh badan terbelah
memanjang atau melintang, cukup dibungkus dengan kain (tidak dimandikan), kecuali jika ada
kepalanya maka dia dikafani.” (ar-Raddul Mukhtar, 2:222).
Dari beberapa keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan,
1. Potongan jasad mayat, ada yang disikapi sebagai layaknya manusia utuh dan ada yang disikapi
bukan sebagai manusia.
2. Potongan jasad yang disikapi sebagaimana layaknya manusia, wajib dimandikan, dikafani,
dishalati dan dimakamkan sebagaimana layaknya jenazah. Sebaliknya, potongan jasad yang tidak
disikapi sebagaimana layaknya manusia, tidak dimandikan dan tidak dishalati, tapi cukup
dibungkus dengan kain dan dikuburkan.
3. Potongan yang disikapi sebagai jasad manusia utuh:
Potongan jasad mayat yang lebih dari separoh, meskipun tanpa kepala
Potongan kurang dari separoh badan bersama kepala
4. Potongan yang disikapi BUKAN sebagai jasad manusia utuh
Hanya potongan anggota badan, seperti tangan, kaki
Hanya potongan separoh tanpa kepala.
Allahu a’lam
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Cara Mengkafani Jenazah Laki ataupun Perempuan – nerusin potingan kemaren cara
memandikan jenazah , sekarang saya share bagaimana caranya untuk Mengkafani Jenazah Laki –
laki ataupun Perempuan , dalam Mengkafani Jenazah laki – laki dan perempuan sangatlah
berbeda . perbeda’an nya tidaklah banyak melainkan sedikit karena perbeda’annya hanya
berbeda dalam lapisan kain kafan atau morinya saja .

UKURAN DARI KAIN KAFAN UNTUK JENAZAH :


Panjang kain kafan ± 15,5 meter, dengan potongan kain sebagai berikut :
a. Kafan 2 lapis dengan panjang @ 2,5 m X lebar kain + 0,5 m lebar potong kain. Total 7,5 meter
b. Baju dengan panjang 2,5 meter, diambil 2/3 dari lebar. Sisanya 1/3 untuk sorban. Total 2,5
meter
c. 1,5 meter untuk lengan baju, 2/3 dari lebar untuk baju. Sisanya 1/3 untuk anak baju. Total 1,5
meter
d. 1 meter untuk sal atau selendang. Total 1 meter
e. 1,5 meter untuk ikat pinggang (1/3 dari lebar). Total 1,5 meter

Pertama siapkan segala sesuatunya yang diperlukan untuk mengkafani mayat (kain kafan dan
lain-lain). Kemudian sobek bagian tepi/pinggir kain kafan tersebut, setelah itu potong kain kafan
tersebut (sesuaikan dengan ukuran pemotongan kain kafan sebagaimana telah disebut pada huruf
B di atas). Hal tersebut hendaklah disesuaikan dengan kondisi badan / fisik si mayat.
Seterusnya buatlah bajunya, kain sarungnya, cawatnya serta sorban bagi mayat laki-laki atau
kerudung bagi mayat perempuan. Disunnatkan pada pertama kali menyobek kain tersebut dengan
membaca :

(Allahummaj’al libaasahu (ha) ‘anil kariim wa adkhilhu (ha) Ya Allahu ta’ala birahmatikal
Jannata yaa arhamarraahimiin.

Adapun cara meletakkan kain kafan itu ialah dibujurkan ke arah kiblat (letak kaki mayat ke arah
qiblat) jika tempat mengizinkan. Susunannya adalah sebagai berikut :
a. Letakkan tali kain kafan sebanyak 5 helai
b. Kain kafan pertama dibentangkan
c. Ikat pinggang mayat dibentangkan
d. Kain kafan kedua dibentangkan
e. Selendang / sal dipasang
f. Sorban dibentangkan di atas sal / selendang
g. Baju dibentangkan
h. Anak baju dibentangkan di atas baju
i. Kain sarung dibentangkan di atas baju
j. Kapas ditebarkan di atas baju dan kain sarung
k. Selasih serbuk cendana dan wewangian ditabur di atas kapas
Hendaknyalah mendahulukan kain yang kanan dari pada kain yang kiri

NB:
Sebenarnya mengkafani Jenazah itu sama saja, yaitu dengan maksud membungkus kain itu ke
seluruh tubuh si mayat sehingga tidak ada lagi bagian tubuh yang terbuka. Bagi mayat laki-laki
diutamakan lima lapis kain selain gamis (baju dan sorban) dan bagi mayat perempuan lima lapis
kain selain telekung / kerudung dan celana Dalemnya . namun demikian atas ketiadaan, cukup
sekedar menutupi seluruh anggota tubuhnya saja
D
I
S
U
S
U
N

OLEH: RAHMAN ALWI

JUMEIDI

Anda mungkin juga menyukai