Anda di halaman 1dari 16

Ringkasan Pengurusan Jenazah

Berkaitan dengan masalah pengurusan jenazah, ada 4 kewajiban terhadap jenazah yang mesti
dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada
sebagian kaum muslimin yang melakukan hal ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya terkena
dosa.

Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:

1- Memandikan

2- Mengafani

3- Menyolatkan

4- Menguburkan

Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir, tidak dishalatkan baik
kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir, namun cuma dalam dua keadaan.
Dan wajib mengafani kafir dzimmi dan menguburkannya, tetapi hal ini tidak berlaku bagi kafir
harbi dan orang yang murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan ihram (sedang berumrah
atau berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.

Berikut kami sebutkan point-point penting yang mesti dilakukan yang terdapat pada empat hal di
atas. Sebagai rujukan utama kami adalah fikih ulama Syafi’i dari penjelasan Al Qodhi Abu
Syuja’ dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib, ditambah beberapa dari penjelasan lainnya.

Memandikan Mayit

Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang (mati syahid),
(2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut madzhab Imam Syafi’i.
Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu dimandikan adalah janin yang
keguguran di bawah 4 bulan.

Mayit disiram dengan bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau lebih dari itu.
Namun jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh badannya, maka itu sudah
dikatakan sah.

Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider (bidara) dan saat ini boleh diganti dengan
air sabun. Sedangkan pada siraman terakhir diberi kapur barus.

Mengafani Mayit
Mengafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada pakaian dan tidak
imamah (penutup kepala).

Menyolatkan Mayit

Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:

1- Berniat (di dalam hati).

2- Berdiri bagi yang mampu.

3- Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).

4- Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.

5- Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala
Muhammad).

6- Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.

7- Salam setelah takbir keempat.

Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna’.

Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:

ِ ‫س ْلهُ بِا ْل َما ِء َوالثَّ ْل‬


َ‫ َونَقِّ ِه ِمن‬،‫ج َوا ْلبَ َر ِد‬ ِ ‫ َوا ْغ‬،ُ‫س ْع َمد َْخلَه‬ ِّ ‫ َو َو‬،ُ‫ َوأَ ْك ِر ْم نُ ُزلَه‬،ُ‫ار َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنه‬ ْ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لَهُ َو‬
ْ‫ َوز َْو ًجا َخ ْي ًرا ِمن‬،‫ َوأَ ْهالً َخ ْي ًرا ِمنْ أَ ْهلِ ِه‬،‫ َوأَ ْب ِد ْلهُ دَا ًرا َخ ْي ًرا ِمنْ دَا ِر ِه‬،‫س‬ ِ َ‫ض ِمنَ ال َّدن‬ َ َ‫ب ْاألَ ْبي‬
َ ‫ا ْل َخطَايَا َك َما نَقَّيْتَ الثَّ ْو‬
‫ب النَّا ِر‬ ِ ‫ َوأَ ِع ْذهُ ِمنْ َع َذا‬،َ‫ َوأَد ِْخ ْلهُ ا ْل َجنَّة‬،‫ز َْو ِج ِه‬
ِ ‫ب ا ْلقَ ْب ِر َو َع َذا‬
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’
madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa kamaa
naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-hi, wa ahlan
khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min
‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.

“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa
hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan
kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan,
sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik
dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada
keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan
masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Catatan: Do’a di atas berlaku untuk mayit laki-laki. Jika mayit perempuan, maka kata –hu atau
–hi diganti dengan –haa. Contoh “Allahummaghfirla-haa warham-haa …”. Do’a di atas dibaca
setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.

Do’a khusus untuk mayit anak kecil:

‫سلَفًا َوأَ ْج ًرا‬


َ ‫اج َع ْلهُ لَنَا فَ َرطًا َو‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬

Allahummaj’ahu lanaa farothon wa salafan wa ajron

“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat
kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca
Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)

Do’a setelah takbir keempat:

ُ‫اللَّ ُه َّم الَ ت َْح ِر ْمنَا أَ ْج َرهُ َوالَ تَ ْفتِنَّ بَ ْع َدهُ َوا ْغفِ ْرلَنا َ َولَه‬

Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu

“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan
kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”.

Untuk mayit perempuan, kata –hu diganti –haa.

Menguburkan Mayit

Mayit dikuburkan di liang lahat dengan diarahkan ke arah kiblat.

Mayit dimasukkan dalam kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan dengan lemah
lembut.

Bagi yang memasukkan ke liang lahat hendaklah mengucapkan: Bismillah wa ‘alaa millati
rosulillah (Dengan nama Allah dan di atas ajaran Rasulullah).

Larangan Terhadap Kubur

Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat dalam
madzhab Syafi’i namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita karena kubur yang
ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.

Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas
kubur.” (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh Rumaysho.Com: Memasang Kijing, Marmer
dan Atap di Atas Kubur.
Terhadap Keluarga Mayit

Boleh menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-raung dengan suara
teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.

Disunnahkan menta’ziyah keluarga mayit hingga hari ketiga setelah pemakaman.

Masing-masing dari point di atas, insya Allah akan disajikan dalam bahasan tersendiri di
Rumaysho.Com.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Al Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, terbitan
Maktabah At Taufiqiyyah.

Hasyiyah Al Qoulul Mukhtar fii Syarhi Ghoyatil Ikhtishor (Fathul Qorib), Muhammad bin
Qosim Al Ghozzi, ta’liq: Dr. Sa’adud Din bin Muhammad Al Kubbi, terbitan Maktabah Al
Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Mukhtashor Abi Syuja’ (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Ahmad Al Husain Al Ashfahani Asy
Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Sumber https://rumaysho.com/4905-ringkasan-pengurusan-jenazah.html
Fikih Pengurusan Jenazah (1) : Memandikan dan Mengkafani

Ketika baru meninggal

1. Dianjurkan memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia

Dalil hadits dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiallahu’anha, ia mengatakan:

َّ ‫دخل رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم على أبي سلمةَ وقد ش‬
. ‫ق بصرُه‬
‫إن الرو َح إذا قُبِض تبِعه البص ُر‬
َّ ‫ ثم قال‬. ‫فأغمضه‬
َ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah meninggal,
ketika itu kedua matanya terbuka. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pun memejamkan
kedua mata Abu Salamah dan bersabda: “Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka
pandangan matanya mengikutinya” (HR. Muslim no. 920).

Ulama ijma bahwa memejamkan mata mayit hukumnya sunnah.

Ketika memejamkan mata jenazah tidak ada dzikir atau doa tertentu yang berdasarkan dalil yang
shahih.

Baca Juga: Menyalati Jenazah, Tapi Tak Tahu Jenis Kelaminnya, Sahkah Shalatnya?

2. Mendo’akan kebaikan kepada mayit

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah memejamkan mata Abu Salamah, beliau
berdo’a:

‫ واخلفه في عقبه في‬x‫اللهم اغفر ألبي سلمة وارفع درجته في المهديين‬


‫ له في قبره ونور له فيه‬x‫ وافسح‬x‫ واغفر لنا وله يا رب العالمين‬x‫الغابرين‬
“Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya dan jadikan ia termasuk orang-orang
yang mendapatkan petunjuk, dan berilah ganti yang lebih baik bagi anak keturunannya, dan
ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam, luaskanlah kuburnya dan terangilah” (HR.
Muslim no. 920).

Atau boleh juga doa-doa lainnya yang berisi kebaikan untuk mayit.

3. Mengikat dagunya agar tidak terbuka


Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah mengatakan:

‫و شد لحييه] و ذلك مخافة أن يبقى فمه مفتوحا حالة غسله و حالة تجهيزه‬
‫]فيشد حتى ينطبق فمه مع أسنانه‬
“Ketika mayit meninggal [ditutup mulutnya] yaitu karena dikhawatirkan mulutnya terbuka ketika
dimandikan dan ketika dipersiapkan. Sehingga hendaknya ditutup sampai bersatu antara gigi dan
mulutnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).

Adapun tata caranya longgar, biasanya dengan menggunakan kain yang lebar dan panjang diikat
melingkar dari dagu hinggake atas kepalanya, sehingga agar mulutnya tertahan dan tidak bisa
terbuka.

Baca Juga: Cara Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal

4. Menutupnya dengan kain

Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, beliau mengatakan:

َ ‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم ِح‬


‫ين تُ ُوفِّ َي سُجِّ َي ببُرْ ٍد ِحبَ َر ٍة‬ ِ ‫رسول‬
َ َّ
‫أن‬
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau wafat, beliau ditutup dengan kain hibrah
(sejenis kain Yaman yang bercorak)” (HR. Bukhari no. 5814, Muslim no. 942).

5. Dianjurkan bersegera mempersiapkan mayit untuk dikubur

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam


bersabda:

،‫ك‬ ُ َ‫ وإن ي‬، ‫ك صالحةً فخي ٌر تُقَ ِّد ُمونَهَا‬


َ ‫ك ِس َوى ذل‬ xْ ‫ْر ُع‬
ُ َ‫ فإن ت‬، ‫ة‬xِ ‫وا بالجناز‬ ِ ‫أَس‬
‫ف َشرٌّ تضعونَهُ عن رقابكم‬
“Percepatlah pengurusan jenazah. Jika ia orang yang shalih di antara kalian, maka akan jadi
kebaikan baginya jika kalian percepat. Jika ia orang yang bukan demikian, maka keburukan
lebih cepat hilang dari pundak-pundak kalian” (HR. Bukhari no. 1315, Muslim no. 944).

Memandikan mayit

1. Hukum memandikan mayit

Memandikan mayit hukumnya fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas
radhiallahu’anhu, beliau berkata:
‫ ْإذ َوقَ َع عن راحلتِ ِه‬، َ‫النبي صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم ب َع َرفَة‬ ِّ ٌ
‫واقف مع‬ ‫بينَا رج ٌل‬
xُ‫ ا ْغ ِسلوه‬: ‫النبي صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم‬ ُّ َ ، ُ‫ص ْته‬
‫فقال‬ َ ‫ أو قال فأ َ ْق َع‬، ُ‫ص ْته‬
َ َ‫فَ َوق‬
‫ وال‬، ُ‫ وال تُ َحنِّطُوه‬، ‫ ثَ ْوبَ ْي ِه‬: ‫قال‬َ ‫ أو‬، ‫ و َكفِّنُوهُ في ثَ ْوبَي ِْن‬، ‫وس ْد ٍر‬ِ ‫بما ٍء‬
‫فإن هللاَ ي ْب َعثُهُ يو َم القيام ِة يُلَبِّي‬
َّ ، ُ‫تُ َخ ِّمروا رأ َسه‬
“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan
dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan
membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim
no. 1206).

Juga hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhialahu’anha, ia berkata:

x‫ ا ْغ ِس ْلنَها‬: ‫ فخرج فقال‬، ‫ت النب ِّي صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم‬ ْ ُ‫ت‬
ِ ‫وفيت إحدى بنا‬
‫واجعلن‬
xَ ، ‫وسدر‬
ٍ ‫ بما ٍء‬، ‫أكثر من ذلك إن رأيتُ َّن ذلك‬ َ ‫ أو‬، ‫ أو خمسًا‬، ‫ثالثًا‬
‫ فإذا فرغتُ َّن فآ ِذنَّنِي فلما فرغنا‬،‫كافور‬ٍ ‫ أو شيئًا من‬، ‫في اآلخر ِة كافورًا‬
‫ حقوه فضفرنا شعرها ثالثة قرون وألقيناها خلفها‬x‫آذناه فألقى إلينا‬
“Salah seorang putri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meninggal (yaitu Zainab). Maka beliau
keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian
menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara. Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah
air yang dicampur kapur barus, atau sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka
biarkanlah aku masuk”. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada
beliau. Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir
rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR. Bukhari no. 1258,
Muslim no. 939).

Baca Juga: Mengenggam Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan

2. Siapa yang memandikan mayit?

Yang memandikan mayit hendaknya orang yang paham fikih pemandian mayit. Lebih
diutamakan jika dari kalangan kerabat mayit. Sebagaimana yang memandikan jenazah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam adalah Ali radhiallahu’anhu dan kerabat Nabi. Ali mengatakan:

‫ت‬
ِ ‫من المي‬ ُ
َ ‫يكون‬ ُ َ‫ فذه‬, ‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬
‫بت أنظُ ُر ما‬ ِ ‫رسول‬
َ xُ
‫غسلت‬
ٌ‫الناس أربعة‬
ِ َ ‫ وولي دفنَه وإجنانَه‬, ‫ وكان طيبًا حيًّا وميتًا‬, ‫أر شيئًا‬
‫دون‬ َ ‫فلم‬
‫ وصال ٌح مولى‬, ‫العباس‬
xِ ُ ‫ والفض ُل‬, ُ‫ والعباس‬, ‫ب‬
‫بن‬ ٍ ‫بن أبي طال‬ُ ‫علي‬ ُّ :
‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬
ِ ‫لرسول‬
ِ ‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم وألح َد‬
ِ ‫رسول‬
ِ
xُ ‫ب عليه‬
‫اللبن نَصبًا‬ ِ ُ‫لح ًدا ون‬
َ ‫ص‬
“Aku memandikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan aku memperhatikan jasad
beliau seorang tidak ada celanya. Jasad beliau bagus ketika hidup maupun ketika sudah wafat.
Dan yang menguburkan beliau dan menutupi beliau dari pandangan orang-orang ada empat
orang: Ali bin Abi Thalib, Al Abbas, Al Fadhl bin Al Abbas, dan Shalih pembantu Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku juga membuat liang lahat untuk Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan di atasnya diletakkan batu bata” (HR. Ibnu Majah no. 1467 dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Dan wajib bagi jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki. Demikian juga jenazah wanita
dimandikan oleh wanita. Karena Kecuali suami terhadap istrinya atau sebaliknya. Hal ini
dikarenakan wajibnya menjaga aurat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya:

‫ك إاَّل من‬ ْ َ‫رسول هَّللا ِ عوراتُنا ما نأتي منها وما ن َذ ُر قا َل احف‬


َ َ‫ظ عورت‬ َ ‫يا‬
‫ك‬َ ُ‫ك أو ما ملكت يمين‬ َ ِ‫زوجت‬
“Wahai Rasulullah, mengenai aurat kami, kepada siapa boleh kami tampakkan dan kepada
siapa tidak boleh ditampakkan? Rasulullah menjawab: “tutuplah auratmu kecuali kepada
istrimu atau budak wanitamu” (HR. Tirmidzi no. 2794, dihasankan Al Albani dalam Shahih At
Tirmidzi).

Kecuali bagi anak yang berusia kurang dari 7 tahun maka boleh dimandikan oleh lelaki atau
wanita.

Baca Juga: Menyia-nyiakan Waktu Lebih Berbahaya dari Kematian

3. Perangkat memandikan mayit

Perangkat yang dibutuhkan untuk memandikan mayit diantaranya:

 Sarung tangan atau kain untuk dipakai orang yang memandikan agar terjaga dari najis, kotoran
dan penyakit
 Masker penutup hidung juga untuk menjaga orang yang memandikan agar terjaga dari penyakit
 Spon penggosok atau kain untuk membersihkan badan mayit
 Kapur barus yang sudah digerus untuk dilarutkan dengan air
 Daun sidr (bidara) jika ada, yang busanya digunakan untuk mencuci rambut dan kepala mayit.
Jika tidak ada, maka bisa diganti dengan sampo
 Satu ember sebagai wadah air
 Satu embar sebagai wadah air kapur barus
 Gayung
 Kain untuk menutupi aurat mayit
 Handuk
 Plester bila dibutuhkan untuk menutupi luka yang ada pada mayat
 Gunting kuku untuk menggunting kuku mayit jika panjang

4. Cara memandikan mayit


 Melemaskan persendian mayit

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

‫ وذلك بأن يمد‬x،‫ عند الغسل‬x‫ مفاصله فالحكمة في ذلك أن تلين‬x‫وأما تليين‬
‫ وكذلك يفعل‬،‫ وهكذا يفعل بيده األخرى‬،‫ ويمد منكبه ثم يثنيه‬،‫يده ثم يثنيها‬
‫ عند‬x‫ ثم يمدها مرتين أو ثالثا ً حتى تلين‬x‫ فيقبض رجله ليثنيها‬،‫برجليه‬
x‫الغسل‬
“Adapun melemaskan persendian, hikmahnya untuk memudahkan ketika dimandikan. Caranya
dengan merentangkan tangannya lalu ditekuk. Dan direntangkan pundaknya lalu ditekuk.
Kemudian pada tangan yang satunya lagi. Demikian juga dilakukan pada kaki. Kakinya pegang
lalu ditekuk, kemudian direntangkan, sebanyak dua kali atau tiga kali. Sampai ia mudah untuk
dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).

Dan hendaknya berlaku lembut pada mayit. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
bersabda:

‫ْر ِه َحيًّا‬
ِ ‫ت َك َكس‬ ْ ‫َك ْس ُر َع‬
ِ ِّ‫ظ ِم ْال َمي‬
“Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam
keadaan hidup” (HR. Abu Daud no. 3207, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

 Melepas pakaian yang melekat di badannya

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

(‫ )وخلع ثيابه‬،‫ الثياب التي مات فيها يسن أن تخلع ساعة موته‬:‫يعني‬
‫ويستر برداء أو نحوه‬
“[Dilepaskan pakaiannya] yaitu pakaian yang dipakai mayit ketika meninggal. Disunnahkan
untuk dilepaskan ketika ia baru wafat. Kemudian ditutup dengan rida (kain) atau semisalnya”
(Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya,
berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas.

Baca Juga: Hati yang Mudah Terenyuh dengan Pesan Kematian

Cara melepaskan pakaiannya jika memang sulit untuk dilepaskan dengan cara biasa, maka
digunting hingga terlepas.

 Menutup tempat mandi dari pandangan orang banyak

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

‫ وال يراه أحد إال الذين‬،‫ والنوافذ‬x‫أن يستر في داخل غرفة مغلقة األبواب‬
‫ وال يجوز أن يغسل أمام الناس‬،‫يتولون تغسيله‬
“Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak terlihat
oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh dimandikan di
hadapan orang-orang banyak” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/428).

Kemudian mayit ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu dari
pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.

Teknis pemandian
Disebutkan dalam Matan Akhsharil Mukhtasharat:

‫نوى وسمى وهما كفي غسل َح ّي ث َّم يرفع راس غير َحا ِمل الى قرب‬
ْ َ‫ُجلُوس ويعصر ب‬
‫طنه بِ ِر ْفق َويكثر ال َماء ِحينَئِ ٍذ ث َّم يلف على يَده خرقَة‬
‫فينجيه بهَا َوحرم مس َعو َرة من لَهُ سبع‬
َ ‫ث َّم ي ْدخل اصبعيه َو َعلَ ْيهَا خرقَة مبلولة فِي فَمه فيمسح اسنانه َوفِي َم ْن‬
‫خر ْي ِه‬
‫فينظفهما بِاَل ادخال َماء ث َّم يوضئه َويغسل راسه ولحيته برغوة السدر‬
‫وبدنه بثفله ث َّم يفِيض َعلَ ْي ِه ال َماء َوسن تثليث وتيامن وامرار يَده كل مرّة‬
‫صار على مرّة َو َماء َحار‬ َ ِ‫طنه فان لم ينق َزاد َحتَّى ينقى َوكره ا ْقت‬ْ َ‫على ب‬
‫اجة وتسريح شعره‬ َ ‫ بِاَل َح‬x‫وخالل واشنان‬
ِ ‫ وخضاب شعر وقص َش‬x‫َوسن كافور َوسدر فِي االخيرة‬
‫ارب وتقليم اظفار‬
‫ان طاال‬
“Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup. Kemudian
angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk. Kemudian tekan-
tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan
kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang
berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya
lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air.
Kemudian lakukanlah wudhu pada mayit. Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan
busa dari daun bidara. Dan juga pada badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air
padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah
kanan. Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih
diulang terus hingga bersih. Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan
menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya
dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir
rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”.

Baca Juga: Berlindung Dari Kecelakaan Dan Kematian Yang Mengerikan

Poin-poin tambahan seputar teknis pemandian mayit


 Yang wajib dalam memandikan mayit adalah sekali. Disunnahkan tiga kali, boleh lebih dari itu
jika dibutuhkan
 Bagi jenazah wanita, dilepaskan ikatan rambutnya dan dibersihkan. Kemudian dikepang menjadi
tiga kepangan dan diletakkan di bagian belakangnya. Sebagaimana dalam hadits Ummu
Athiyyah di atas

Jika tidak memungkinkan mandi, maka diganti tayammum


Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-sayat tubuhnya
jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan
tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu)
yang baik, diusap wajah dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

(‫ ميت يمم‬x‫ فيضرب أحدهم يديه )وإذا تعذر غسل‬x،‫وذلك ألجل المشقة‬
x‫ ويمثلون لذلك‬x،‫ ويقوم مقام الغسل‬،‫ ويمسح كفيه‬،‫ ويمسح وجهه‬،‫بالتراب‬
‫ وكذلك‬،‫ أن يغسلوه‬x‫ فال يستطيعون‬،‫بالمحترق الذي إذا غسل تمزق لحمه‬
‫ بحيث إنه إذا صب عليه‬،‫ وجلدته بشعة‬،‫من كان في بدنه جروح كثيرة‬
‫ وتمزق لحمه؛ فال يغسل والحالة هذه‬،‫الماء تمزق جلده‬
“[Jika ada udzur untuk dimandikan, maka mayit di-tayammumi], yaitu karena adanya
masyaqqah. Maka salah seorang memukulkan kedua tangannya ke debu kemudian diusap ke
wajah dan kedua telapak tangannya. Ini sudah menggantikan posisi mandi. Misalnya bagi orang
yang mati terbakar dan jika dimandikan akan rusak dagingnya, maka tidak bisa dimandikan.
Demikian juga orang yang penuh dengan luka dan kulitnya berantakan. Jika terkena dimandikan
dengan air maka akan robek-robek kulitnya dan dagingnya. Maka yang seperti ini tidak
dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/435-436).

Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah selesai memandikan mayit.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ‫ل َو َم ْن َح َملَهُ فَ ْليَتَ َوضَّأ‬xْ ‫َّل َميِّتًا فَ ْليَ ْغتَ ِس‬xَ ‫َم ْن َغس‬
“Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang
memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu“. (HR Abu Dawud no. 3161 dihasankan Al Albani
dalam Ahkamul Janaiz no. 71).

Baca Juga: Orang Kota Dengan Tradisi Selamatan Kematian, Orang Desa Sudah Meninggalkan

Janin yang keguguran

Janin yang mati karena keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka dimandikan
dan dishalatkan. Jika 4 bulan atau kurang maka tidak perlu. Berdasarkan hadits dari Al Mughirah
bin Syu’bah secara marfu’:

‫والسِّقطُ يُصلِّى عليه ويُد َعى لوال َديه بالمغفر ِة والرحم ِة‬
“Janin yang mati keguguran, dia dishalatkan dan dido’akanampunan dan rahmat untuk kedua
orang tuanya” (HR. Abu Dawud no. 3180, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

‫ وإنما يلف‬،‫ أنه ال يكفن‬x‫ الصحيح‬:‫ الذي عمره دون أربعة أشهر‬x‫السقط‬
‫ فإذا تمت له أربعة أشهر‬،‫ وليس له حكم اإلنسان‬،‫ويدفن في مكان طاهر‬
‫ ويصلى عليه‬،‫ ويكفن‬،‫ فيغسل‬،‫فإنه يعامل كالحي‬
“Janin yang mati keguguran jika di bawah empat bulan maka yang shahih ia tidak dikafani.
Namun ia dilipat dan dikuburkan di tempat yang bersih. Dan ia tidak diperlakukan sebagaimana
manusia. Jika sudah berusia 4 bulan (atau lebh) maka diperlakukan sebagaimana manusia yang
hidup, yaitu dimandikan, dikafani dan dishalatkan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil
Mukhtasharat, 1/435).

Mengkafani mayit

Hukum mengkafani mayit

Mengkafani mayit hukumnya sebagaimana memandikannya, yaitu fardhu kifayah. Berdasarkan


hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari
untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ و َكفِّنُوهُ في ثَ ْوبَي ِْن‬، ‫وس ْد ٍر‬


ِ ‫ا ْغ ِسلوهُ بما ٍء‬
“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain” (HR.
Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah sekedar menutup seluruh tubuhnya dengan bagus.
Adapun yang selainnya hukumnya sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ُ‫ِّن َكفَنَه‬xْ ‫إِ َذا َكفَّ َن أَ َح ُد ُك ْم أَ َخاهُ فَ ْليُ َحس‬


“Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus
kafannya” (HR. Muslim no. 943).

Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak ditutup kepalanya. Karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َّ ، ُ‫ وال تُ َخ ِّمروا رأ َسه‬، ُ‫وال تُ َحنِّطُوه‬


‫فإن هللاَ ي ْب َعثُهُ يو َم القيام ِة يُلَبِّي‬
“Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya
di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Kriteria kain kafan


1. Kain kafan untuk mengkafani mayit lebih utama diambilkan dari harta mayit.

Dan semua biaya pengurusan jenazah lebih didahulukan untuk diambil dari harta mayit daripada
untuk membayar hutangnya, ini adalah pendapat jumhur ulama. Karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
….‫َو َكفِّنُ ْوهُ فِي ثَ ْوبَ ْي ِه‬
“Kafanilah dia dengan dua bajunya”

Artinya, dari kain yang diambil dari hartanya.

2. Memakai kain kafan berwarna putih hukumnya sunnah, tidak wajib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ِ ‫البياض وكفِّنوا فيها موتاكم فإنَّها ِمن‬


‫خير ثيابِكم‬ َ ‫البَسوا ِمن ثيابِكم‬
“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena
itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan
Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236).

3. Disunnahkan menggunakan tiga helai kain putih.

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:

‫ من‬، ‫بيض سحولي ٍة‬


ٍ ‫ب‬ ِ ‫ُكفِّ َن رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم في ثال‬
ٍ ‫ث أثوا‬
ٌ‫ ليس فيها قميصٌ وال عمامة‬. ‫ُف‬ َ ‫ُكرْ س‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari
Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).

4. Kafan mayit wanita

Jumhur ulama berpendapat disunnahkan wanita menggunakan 5 helai kain kafan. Namun hadits
tentang hal ini lemah. Maka dalam hal ini perkaranya longgar, boleh hanya dengan 3 helai,
namun 5 helai juga lebih utama.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

‫ إال أن في‬، ‫وقد جاء في جعل كفن المرأة خمسة أثواب حديث مرفوع‬
‫ إن‬: ‫ ولهذا قال بعض العلماء‬، ً‫إسناده نظراً ؛ ألن فيه راويا ً مجهوال‬
‫ في ثالثة أثواب يلف بعضها على‬: ‫ أي‬، x‫المرأة تكفن فيما يكفن به الرجل‬
‫بعض‬
“Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain, Pen). Akan
tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu, sebagian
ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain
diikatkan di atas yang lain.” (Asy Syarhul Mumti’, 5/393).

Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan gamis bagi mayit wanita. Al Lajnah Ad Daimah
mengatakan:

‫ ثم قميص على‬, ‫والمرأة يبدأ تكفينها باإلزار على العورة وما حولها‬
‫ ثم تلف بلفافتين‬, ‫ على الرأس وما حوله‬x‫ ثم القناع‬, ‫الجسد‬
“Mayit wanita dimulai pengkafananannya dengan membuatkan sarung yang menutupi auratnya
dan sekitar aurat, kemudian gamis yang menutupi badan, kemudian kerudung yang menutupi
kepala kemudian ditutup dengan dua lapis” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah. 3/363).

5. Kafan untuk anak kecil

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

x‫والصغيرة يكفي فيها قميص ولفافاتان‬


“Mayit anak kecil cukup dengan gamis dan dua lapis kafan” (Ad Durar Al Mubtakirat, 1/438).

6. Tidak diharuskan kain kafan dari bahan tertentu

Tidak ada ketentuan jenis bahan tertentu untuk kain kafan. Yang jelas kain tersebut harus bisa
menutupi mayit dengan bagus dan tidak tipis sehingga menampakkan kulitnya.

Wewangian untuk kain kafan

Disunnahkan memberi wewangian pada kain kafan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

َ ‫إِ َذا َج َّمرْ تُ ُم ْال َمي‬


‫ِّت فَ َج ِّمر ُْوهُ ثَالَثًا‬
“Apabila kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah tiga kali” (HR Ahmad no.
14580, dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz no. 84).

Baca Juga: Hukum Mengumumkan Berita Kematian di Masjid?

Teknis Mengkafani Mayit


Dalam matan Akhsharil Mukhtasharat disebutkan teknis mengkafani mayit:
‫َوسن تكفين رجل فِي ثَاَل ث لفائف بيض بعد تبخيرها َويجْ َعل الحنوط فِي َما‬
‫بَينهَا َو ِم ْنه بِقطن بَين الييه َو ْالبَاقِي على منافذ َوجهه ومواضع ُسجُوده ث َّم‬
‫ االيسر على شقَّه االيمن ث َّم االيمن على‬x‫يرد طرف ْالعليا من ْال َجانِب‬
ِ َ‫االيسر ث َّم الثَّانِيَة َوالثَّالِثَة َك َذلِك َويجْ َعل اكثر ْالف‬
‫ ِع ْند راسه‬x‫اضل‬
“Disunnahkan mengkafani mayit laki-laki dengan tiga lapis kain putih dengan memberikan
bukhur (wewangian dari asap) pada kain tersebut. Dan diberikan pewangi di antara lapisan.
Kemudian diberikan pewangi pada mayit, di bagian bawah punggung, di antara dua pinggul, dan
yang lainnya pada bagian sisi-sisi wajah dan anggota sujudnya. Kemudian kain ditutup dari sisi
sebelah kiri ke sisi kanan. Kemudian kain dari sisi kanan ditutup ke sisi kiri. Demikian
selanjutnya pada lapisan kedua dan ketiga. Kelebihan kain dijadikan di bagian atas kepalanya”.

Maka jika kita simpulkan kembali teknis mengkafani mayit adalah sebagai berikut:

1. Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada jumlah tali yang ditentukan syariat,
perkaranya longgar.
2. Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.
3. Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur maka dengan minyak wangi atau
semisalnya.
4. Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama
5. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua
6. Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua
7. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga
8. Letakkan mayit di tengah kain
9. Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
10. Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
11. Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
12. Ikat dengan tali yang ada

Anda mungkin juga menyukai