Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Pengurusan Jenazah

Des 09, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScShalat5 Komentar

Berkaitan dengan masalah pengurusan jenazah, ada 4 kewajiban terhadap


jenazah yang mesti dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini
dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada sebagian kaum muslimin yang
melakukan hal ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya terkena dosa.
Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:
1- Memandikan
2- Mengafani
3- Menyolatkan
4- Menguburkan
Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir, tidak
dishalatkan baik kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir,
namun cuma dalam dua keadaan. Dan wajib mengafani kafir dzimmi dan
menguburkannya, tetapi hal ini tidak berlaku bagi kafir harbi dan orang yang
murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan ihram (sedang berumrah atau
berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.
Berikut kami sebutkan point-point penting yang mesti dilakukan yang terdapat
pada empat hal di atas. Sebagai rujukan utama kami adalah fikih ulama Syafii
dari penjelasan Al Qodhi Abu Syuja dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib,
ditambah beberapa dari penjelasan lainnya.
Memandikan Mayit
Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan
perang (mati syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini
menurut madzhab Imam Syafii. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad,
yang tidak perlu dimandikan adalah janin yang keguguran di bawah 4 bulan.
Mayit disiram dengan bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau
lebih dari itu. Namun jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh
badannya, maka itu sudah dikatakan sah.
Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider (bidara) dan saat ini
boleh diganti dengan air sabun. Sedangkan pada siraman terakhir diberi kapur
barus.
Mengafani Mayit
Mengafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada
pakaian dan tidak imamah (penutup kepala).
Menyolatkan Mayit
Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:
1- Berniat (di dalam hati).
2- Berdiri bagi yang mampu.
3- Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku dan sujud).
4- Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5- Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma
sholli ala Muhammad).
6- Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari
shalat jenazah.
7- Salam setelah takbir keempat.
Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna.
Di antara yang bisa dibaca pada doa setelah takbir ketiga:






Allahummaghfirla-hu warham-hu wa aafi-hi wafu an-hu wa akrim nuzula-hu,
wa wassi madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-
hi minal khothoyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-
hu daaron khoirom min daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan
khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa aidz-hu min adzabil qobri wa
adzabin naar.
Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia
(dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di
tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju
dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau
membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari
rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik
daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada
istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa
kubur dan Neraka. (HR. Muslim no. 963)
Catatan: Doa di atas berlaku untuk mayit laki-laki. Jika mayit perempuan, maka
kata hu atau hi diganti dengan haa. Contoh Allahummaghfirla-haa warham-
haa . Doa di atas dibaca setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.
Doa khusus untuk mayit anak kecil:

Allahummajahu lanaa farothon wa salafan wa ajron
Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik
serta pahala buat kami. (HR. Bukhari secara muallaq -tanpa sanad- dalam
Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Doa setelah takbir keempat:


Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa bada-hu waghfir lanaa wa
la-hu
Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan
jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia.
Untuk mayit perempuan, kata hu diganti haa.
Menguburkan Mayit
Mayit dikuburkan di liang lahat dengan diarahkan ke arah kiblat.

Bentuk Liang Lahat (Rumaysho.Com)

Mayit dimasukkan dalam kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan


dengan lemah lembut.
Bagi yang memasukkan ke liang lahat hendaklah mengucapkan: Bismillah wa
alaa millati rosulillah (Dengan nama Allah dan di atas ajaran Rasulullah).
Larangan Terhadap Kubur
Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini
pendapat dalam madzhab Syafii namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di
negeri kita karena kubur yang ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.
Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan
memberi bangunan di atas kubur. (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh
Rumaysho.Com: Memasang Kijing, Marmer dan Atap di Atas Kubur.
Terhadap Keluarga Mayit
Boleh menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-
raung dengan suara teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.
Disunnahkan mentaziyah keluarga mayit hingga hari ketiga setelah
pemakaman.
Masing-masing dari point di atas, insya Allah akan disajikan dalam bahasan
tersendiri di Rumaysho.Com.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
Al Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al
Khotib, terbitan Maktabah At Taufiqiyyah.
Hasyiyah Al Qoulul Mukhtar fii Syarhi Ghoyatil Ikhtishor (Fathul Qorib),
Muhammad bin Qosim Al Ghozzi, taliq: Dr. Saadud Din bin Muhammad Al Kubbi,
terbitan Maktabah Al Maarif, cetakan pertama, tahun 1432 H.
Mukhtashor Abi Syuja (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Ahmad Al Husain Al
Ashfahani Asy Syafii, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Oleh Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Disusun di saat hujan mengguyur Warak, Panggang, Gunungkidul, 6 Safar 1435
H, 06: 15 AM

Anda mungkin juga menyukai