Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama Lengkap : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 47 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Dr. J. Leimena

RM : 170785

MRS : 16 Juli 2019

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri perut

Anamnesis Terpimpin :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit, dan memberat 3 hari terakhir. Nyeri dirasakan terutama pada

perut sebelah kanan tengah. Nyeri timbul hilang setiap 5-10 menit. Pasien juga

mengeluh perut terasa kembung, mual ada, muntah ada frekuensi 1x berisi cairan

berwarna kuning, demam tidak ada, nafsu makan berkurang, kentut tidak pernah

sejak 1 minggu terakhir, BAB belum sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat BAB lendir

dan darah 2 hari terakhir. Riwayat BAB berdarah sebelumnya disangkal. Penurunan

1
berat badan disangkal. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit

yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit kencing manis tidak ada.

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi tidak ada. Riwayat penyakit hati ada, berobat

teratur dengan dokter penyakit dalam. Tidak ada anggota keluarga yang pernah

mengalami keluhan serupa seperti keluhan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present:

 Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Gizi baik/ GCS 15

 Kesadaran : Composmentis (GCS 15)

 TD : 120/80 mmHg

 Nadi : 89 x/menit

 Pernapasan : 20 x/menit

 Suhu : 36,5 C

Status Generalis:

 Kepala : Normocephali

 Mata : Tidak anemis, tidak ikterus

 THT : Kesan Tenang

 Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur

tidak ada, gallop tidak ada

Pulmo : Vesikuler kedua lapangan paru,

wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada

2
 Ekstremitas : Atas : Hangat, edema tidak ada

Bawah : Hangat, edema tidak ada

 Status Lokalis :

Regio abdomen : Inspeksi : Distensi

Auskultasi : Bising usus kesan meningkat

Perkusi : Hipertimpani diseluruh regio abdomen

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

teraba massa memanjang pada

perut kanan tengah dan perut kanan

bawah teraba kosong, nyeri tekan

tidak ada.

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaa Darah Lengkap

Parameter Hasil Normal

HGB 10,1 11,5-16,5 g/dL

RBC 3,8 4,0 – 5,0 [10^6/ µL]

HCT 31,2 37-45 [%]

WBC 18,6 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]

MCV 87,0 82,0 – 92,0 [fL]

MCH 27,6 27,0-31,0 [pg]

MCHC 32,3 32,0-37,0 [g/dL]

PLT 395 150-400 [10^3/ µL]

Albumin 4,3 3,5-5 g/dl

Kalium 2,5 3,5-5 mmol/L

Natrium 126 135-145 mmol/L

Chlorida 82 96-106 mmol/L

HbsAg Reaktif Non-Reaktif

4
Hasil USG Abdomen (15/07/2019) :

 Tampak lesi kesan intraluminer, berbatas tegas, tepi reguler pada

regio hipkondrium kanan atas ukuran +/- 10,56 x 7,85 x 12,84 cm

 Hepar: Bentuk dan ukuran dalam batas normal. Permukaan reguler.

Tip lobus kiri tajam. Echo homogen.

5
 Diafragma intak. Bile duct dan vascular tidak dilatas. Tdak tampak

SOL

 Gall-bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tak lampak

batu/SOL

 Pancreas : ukuran dan echo texture baik. Tidak tampak pelebaran

dukus pankeatikus, kalslikasi atau massa.

 Lien: bentuk dan ukuran nomal. Outline licin, tidak tampak massa.

 Gaster : sulit dievaluasi

 Kedua ginjal : bentuk dan ukuran masih dalam batas normal. Tepi

regular. Tidak tampak dilatasi PCS. Tidak tampak echo

batu/cyts/mass didalamnya.

 V.U : Dinding tidak menebal, mukosa reguler. Tidak tampak echo

batu/SOL

 Uterus : Anteversi. Bentuk, ukuran dan echo dalam batas normal.

Tak tampak SOL

 Tampak lesi kistik, bentuk bulat, batas tegas, tepi reguler, dinding

tipis ukuran +/- 2,68 x 1,78 x 2,31 cm ( Fungsional cyst)

 Tidak tampak echo free fluid intra peritoneal

Kesan:

Lesi intraluminer regio hipokondrium dextra suspek massa tu DD/

intususespsi

Usul:

MSCT scan abdomen kontras bila perlu

6
V. RESUME

Pasien wanita usia 47 tahun dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit, memberat 3 hari terakhir. Nyeri dirasakan

terutama pada perut sebelah kanan tengah, timbul hilang setiap 5-10 menit

dengan frekuensi lebih dari 5 kali, perut terasa kembung, mual, muntah

frekuensi 1x berisi cairan berwarna kuning, flatus tidak pernah sejak 1

minggu terakhir, BAB belum sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat BAB lendir

dan darah 2 hari terakhir. Riwayat penyakit hati ada, berobat teratur dengan

dokter penyakit dalam

Pada pemeriksaan fisik regio abdomen, didapatkan :

Inspeksi : Distensi

Auskultasi : Bising usus ada kesan meningkat

Perkusi : Hipertimpani diseluruh regio abdomen

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, teraba massa

memanjang pada perut kanan tengah dan perut

kaan bawah teraba kosong, nyeri tekan tidak ada.

Hasil pemeriksaan Darah Lengkap (15/07/2019) : Hemoglobin : 10,1

gr/dL, RBC : 3,8 x 106 µL, Hematokrit : 31,2%, Leukosit: 18.6/mm3,

Kalium 2,5 mmol/L, Natrium 126 mmol/L, Chlorida 82 mmol/L, HbsAg

reaktif.

Hasil pemeriksaan USG kesan lesi intraluminer regio hipokondrium

dextra suspek massa tu DD/ intususespsi

7
VI. DIAGNOSA PRE OPERASI

Ileus Obstruktif ec. Intususepsi ec. Tumor Colon Ascendens

VII. RENCANA TERAPI

Terapi Paliatif :

- Ketorolac 1 amp/8 jam/IV

- Ranitidin 1 amp/8 jam/IV

- Pasang NGT

Terapi Kausatif :

- Rencana Operasi Laparatomi (17/7/2019)

- Puasa 8 jam pre op

- Siap darah PRC 2 bag

- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV

VIII. FOLLOW UP

a. HASIL PATOLOGI ANATOMI :

Mikroskopik :

- Sediaan menunjukkan jaringan dengan gmbran mukosa colon yang

sebagian tampak atrofi, terdiri dari kelenjar-kelenjar colon yang

dilapisi epitel dengan inti bulat oval, tidak atipik dengan fokus-

fokus area nekrotik yang luasdan area perdarahan serta infiltrasi sel-

sel radang limfosit, sel plasma, dan netrofil yang padat. Pada fokus

lain tampak pula mukosa dengan gambaran kelenjar-kelenjar yang

dilapisi sel epitel dengan inti tidak atipik dengan sitoplasma

8
bervakuol dengan area musin disekitarnya. Tidak ditemukan tanda-

tanda malignansi pada sediaan ini.

- Sediaan asal kedua ujung jaringan menunjukkan jaringan yang

dilapisi mukosa yang dilapisi epitel dengan inti tidak atipik. Tidak

ditemukan sel-sel tumor pada sediaan ini.

Kesimpulan : Peradangan kronik aktif pada invaginasi colon (colitis

unspecified origins)

b. DIAGNOSA POST OPERASI :

Ileus Obstruktif ec. Intususepsi ec. Colitis ec. Hepatitis B

9
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dari kasus di atas, di dapatkan keluhan utama pasien

adalah nyeri perut yang sifatnya kolik disertai muntah dan BAB lendir dan darah

sesuai dengan trias intususepsi. Sesuai dengan teori trias dari gejala intususepsi

terdiri dari : 1) Nyeri perut yang bersifat kolik, 2) Muntah, 3) BAB lendir darah

(red currant jelly stool).1

Pada orang dewasa, hampir 90% kasus intususepsi merupakan intususepsi

sekunder, yaitu intususepsi karena ada bagian patologis pada usus. Titik patologis

ini menjadi penyebab intususepsi. Beberapa contoh penyebabnya adalah karsinoma,

polip, divertikel Meckel’s, diverticulum kolon, ataupun tumor/neoplasma.Adanya

lesi patologis, lesi structural, atau iritan pada lumen usus dapat berujung pada

intususepsi.2 Titik patologis pada kasus ini adalah adanya tumor pada colon sesuai

dengan teori penyebab terjadinya intususepsi pada orang dewasa.

Titik patologis menyebabkan ketidakseimbangan peristaltik sepanjang

intestinal, sehingga terjadi gagguan pola peristaltik usus. Proses ini berlanjut

menyebabkan masuknya segmen usus proximal ke segmen usus distal yang dapat

diikuti dengan pembuluh darah dan pembuluh limfe mesenterica. Pada pemeriksaan

didapatkan massa sering teraba pada bagian atas abdomen, seperti sosis dan pada

abdomen kanan bawah tak teraba usus (kosong) yang dikenal sebagai "Dances

Sign".3,4 Hal ini sejalan dengan hasil pemeriksaan palpasi abdomen yang

didapatkan massa memanjag pada perut kanan tengah dan teraba kosong pada perut

kanan bawah. Bagian usus yang terperangkap menyebabkan kompresi pembuluh

10
darah dan terjadi kongesti vena, inflamasi dan edema jaringan sekitar. Penekanan

vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus menjadi

edema, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrin-fibrin

pada lapisan serosa.4 Hal ini menyebabkan BAB lendir darah atau red currant jelly

stools pada pasien intususepsi, serupa dengan gejala yang ada terdapat pada kasus.

Penekanan pembuluh darah mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus,

sehingga usus dapat menjadi nekrosis. Jika proses ini terus berlangsung dapat

menyebabkan perforasi dan terjadi peritonitis.3 Rasa nyeri timbul apabila peristaltik

menekan bagia usus yang terperangkap sehingga merangsang respetor nyeri dan

timbul rasa nyeri, juga terdengar bising usus yang meningkat sesuai dengan

timbulnya nyeri pada obstruksi.3

Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai

gangguan gastrointestinal. Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna

yang berkaitan dengan mual seperti peristaltic, peningkatan tonus duodenum dan

jejunum yang meyebabkan terjadinya refluks isi duodenum ke lambung. Muntah

merupakan suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau

usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerima masukan dari korteks

serebral, organ vestibular, chemoreceptor trigger zone (CTZ), dan serabut aferen

termasuk dari system gastrointestinal. Muntah terjadi akibat rangsangan dari pusat

muntah yang terletak di daerah medulla oblongata. Muntah dianggap penting

karena dapat menjadi indikator berbagai keadaan, seperti obstruksi usus, penyakit

ginjal, penyakit metabolik, dan keadaan penyakit lainnya. Mual dan muntah juga

berpengaruh pada cairan dan elektrolit tubuh.5 Jika dikaitkan dengan kasus diatas,

11
muntah yang terjadi akibat dari obstruksi usus, mengirim sinyal serabut saraf aferen

dari system gastrointestinal ke pusat muntah di medulla oblongata.

Pada pemeriksaan fisik regio abdomen, pada inspeksi didapatkan abdomen

distensi. Distensi pada kasus ini terjadi karena adanya lesi patologis yang

mengakibatkan perubahan peristaltik usus yang berujung intususepsi, intususepsi

merupakan salah satu dari beberapa penyebab obstruksi usus. Obstruksi usus

menyebabkan, dinding usus yang letaknya di sebelah proximal dari segmen yang

tersumbat, secara progresif akan teregang oleh penimbunan cairan dan gas (70%

dari udara yang tertelan) dalam lumen.5 Penimbunan cairan dan gas yang terjebak

dalam lumen tersebut menimbulkan rasa kembung atau distensi pada pasien, hal ini

pula yang menyebabkan pasien mengeluh tidak dapat kentut. Hal ini juga

berhubungan dengan pemeriksaan perkusi abdomen yang didaptkan hipertimpani

pada seluruh regio abdomen. Hipertimpani terjadi karena banyaknya gas yang

terjebak pada usus. Gas yang ada pada usus atau saluran cerna diakibatkan karena

dua hal : 1) udara yang tertelan, 2) gas yang di produksi oleh fermentasi bakteri di

colon.6

Teori menjelaskan akumulasi gas dan cairan pada usus bagian proximal

yang terjadi obstruksi menyebabkan proliferasi bakteri berlangsung cepat dan

terjadi pelepasan bakteri dan toksik dari usus ke sirkulasi sistemik. 5 Diketahui peran

tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah putih.

Leukositosis menunjukkan peningkatan leukosit yang umumnya melebihi

10.000/mm3.5 Pada kasus diatas, terjadi peningkatan leukosit yang menandakan

aktifnya system pertahanan tubuh untuk melawan infeksi. Apabila hal ini terus

12
berlanjut, maka dapat terjadi pelepasan bakteri dari usus ke peritoneum yang

akhirnya menyebabkan peritonitis. 5

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasus diatas juga menunjukkan Hb

10,1 gr/dL, RBC 3,8 x 106 µL, dan HCT 31,2 %. Hal ini sejalaan dengan teori yang

menjelaskan gejala klinis dari tumor colon. Tumor yang letaknya lebih distal

umumnya disertai hematokezia, sedangkan tumor yang letaknya proximal sering

disertai dengan anemia.7 Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah normal

jumlah sel darah merah/red blood cell (RBC), hemoglobin (Hb), Hematokrit

(HCT).5 Pada kasus diatas, tumor ditemukan pada colon ascendens atau letaknya

proximal sehingga menimbulkan gejala anemia.

Pada hasil pemeriksaan elektrolit, didapatkan gangguan elektrolit (Kalium,

natrium dan chloride yang kurang dari normal); K+ 2,5 mmol/L, Na+ 126,5 mmol/L,

Cl- 82 mmol/L, hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan colon merupakan

tempat penyerapan garam dan air, dalam keadaan normal, natrium diserap secara

aktif dan klorida mengikut secara pasif.6 Karena pada kasus di atas terjadi

intususepsi ileocolical makanan dan air dari usus halus tidak dapat samai ke colon

karena adanya obstruksi maka tidak terjadi penyerapan pada colon, sehingga dapat

terjadi gangguan elektrolit.

Untuk mengatasi rasa nyeri pasien diberikan analgetik, dalam hal ini pasien

diberikan ketorolac. Ketorolac merupakan obat yang bekerja dengan menghambat

enzim COX-1 dan COX-2 sehingga selain dapat menghilangkan nyeri dan

inflamasi obat ini juga memiliki efek samping berupa gangguan mukosa lambung,

13
menghambat sintesis prostaglandin yang berfungsi sebagai pelindung mukosa

gaster dari keasaman asam gaster.8 Ranitidine merupakan antagonis kompetitif

histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara efektif dapat menghambat

sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung.9 Maka

dari itu diberikan antagonis reseptor H2 (Ranitidin) untuk menghambat sekresi

asam lambung yang berlebih akibat efek samping dari pemberian ketorolac. Pada

kasus diatas didapatkan keluhan perut kembung maka dari itu dilakukan

pemasangan NGT untuk dekompresi dalam hal ini untuk mengeluarkan cairan

lambung pada pasien ileus obstruktif.

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan elektrolit

dan cairan, menghilangkan peregangan/kembug dan muntah dengan melakukan

dekompresi, dan menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan

fungsi usus kembali normal.5 Pada kasus diatas, tindakan terapi kausatif yang

dilakukan adalah operasi laparatomi untuk menghilangkan obstruksi dengan

mengangkat tumor pada colon ascendens dan membebaskan intususepsi yang

terjadi. Tumor yang diangkat selanjutnya diperiksakan pada dokter Patologi

Anatomi (PA) untuk mengetahui diagnosis pasti.

Untuk menghilangkan nyeri pasca pembedahan dibutuhkan analgetik

golongan OAINS termasuk di dalamnya ketorolac. Telah dijelaskan sebelumnya,

efek samping dari pemberian ketorolac salah satunya adalah produksi sekresi asam

lambung berlebih maka dari itu diberi antagonis reseptor H2 termasuk didalamnya

ranitidin untuk menghambat sekresi asam lambung berlebih.

14
Ceftriaxone diberikan sebagai antibiotik profilaksis pada kasus diatas.

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang digunakan bagi pasien yang belum

terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya

atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien. Tujuan dari

pemberian antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi infeksi luka

pasca bedah. Di Amerika, sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan

profilaksis bedah.10

Hasil pemeriksaan patologi anatomi sampel yang diperiksakan

menunjukkan gambaran kolitis. Kolitis merupakan suatu peradangan akut atau

kronik pada colon, berdasarkan penyebab dapat di klasifikasikan sebagai : 1) Kolitis

infeksi, misalnya : shigellosis, colitis tuberkulosa, colitis amebik, colitis

pseudomembran, colitis karena virus/bakteri/parasite lain. 2) Kolitis non-infeksi :

colitis ulseratif, penyakit crohn’s, colitis radiasi, colitis iskemik.7

Diketahui, pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis dan berobat teratur

dengan dokter penyakit dalam. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik yang

dominan menyerang hati.7 Penyakit hepatitis diterapi dengan obat imunostimulan.

Imunostimulan adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem

imun yang fungsinya terganggu misalnya seperti interferon, lamivudine telah diakui

kegunaannya dan digunakan secara luas dalam pengobatan hepatitis B dan C, serta

infeksi HIV/AIDS.11

Kolitis merupakan penyakit yang terjadi akibat proses imunologis antigen

antibodi yang disebut GALT (gut-associatied lymphoid tissue) atau system imun

15
mukosa usus besar (SIMUB) yang terpicu oleh intevensi antigen berasal dari

komponen nutrisi atau agen infeksi seperti bakteri maupun virus dimana kaskade

patogenik peradangan dimulai dengan eksposisi/penempatan antigen di kolon.

Konsep ini bersifat individual, dimana antigen muncul di dinding mukosa usus

besar menghasilkan aktivasi substans pembawa pesan peradangan khusus di usus

besar (T helper 2), disebut sitokin dan oleh faktor pemicu peradangan sekunder

menimbulkan kerusakan dari dinding mukosa usus besar. Faktor pemicu

peradangan sekunder itu adalah antibodi imunoglobulin G (IgG-antibodies) yang

terbentuk oleh karena stimulasi primer sel-sel SIMUB yang menimbulkan

ketidakeseimbangan antara sitokin peradangan dan sitokin anti-peradangan.

Predisposisi genetik dengan kondisi flora lumen usus serta agen lingkungan seperti

obat-obatan tertentu, infeksi berat, merokok dan factor stres merupakan pemicu

utama SIMUB. Disregulasi reaksi imun pada SIMUB menyebabkan aktivasi luar

biasa sel-sel peradangan sitokin khusus usus besar (sel limfoid T helper 2). Pada

beberapa kasus, colitis diterapi dengan obat imunosupresan (menurunkan reaksi

imun tubuh) yang memberikan efek optimum 10-12 minggu, namun efek samping

yang dapat terjadi adalah hepatitis akut yang dipicu oleh obat (DIH – drug induced

hepatitis).12

Berdasarkan teori yang dijelaskan diatas, penyakit hepatitis diterapi dengan

obat imunostimulan yang berfungsi memperbaiki dan meningkatkan sistem imun.

Konsumsi imunostimulan yang berlebihan atau terus menerus dapat mencetuskan

penyakit autoimun lainnya, misalnya pada kasus diatas adalah colitis.

16
REFERENSI

1. Sari, Novita. Ismar. Nazriati, Elda. Gambaran Ileus Obstruktif pada

Anak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM FK Volume 2 No.

2 Oktober 2015

2. Djaya, Alfonsus. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi. 2019. 274/vol.

46 no.3 tahun 2019

3. Zakaria, Iskandar. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi

Invaginasi. JURNAL KEDOKTEMN SYUH KUAL,A Volume 7

Nomor 2 Agustus 2007. Universitas Syiah Kuala

4. Chahine, A Alfred. Pathogenesis of intussusception. Medscape. [online]

Access 8/4/19. https://www.medscape.com/answers/930708-

76928/what-is-the-pathogenesis-of-intussusception

5. Price, A. Sylvia. Lorraine Mc. Carty Wilson. 2006. Patofisiologi :

Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Peter Anugrah, EGC,

Jakarta.

6. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi

8. Jakarta: EGC

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

8. Haris, Rifqi Raihan. Margawati, Ani. Mughni, Abdul. Pengaruh

Pemberian Injeksi Ketorolac Tromethamine Intraperitoneal Terhadap

Gambaran Mikroskopis Gaster Tikus Wistar Dewasa Dengan Fraktur

17
Kruris. Jurnal Kedokteran Diponegoro. JKD, Vol. 5, No. 4, Oktober

2016 : 1642-1649. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico

9. Aziz, Noval. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus

Peptikum. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4, Maret 2002: 222 – 226. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatra Utara

10. Husnawati, Fitra Wandasari. Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis

pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru

Medical Center (PMC) Tahun 2014. Jurnal Sains Farmasi & Klinis , Vol.

02 No. 02, 303-307. http://jsfkonline.org

11. Handayani, Gemi Nastiti. IMUNOMODULATOR. Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Alauddin Makassar. 2010. Volume 14 Nomor 1 Thun

2010.

12. Rani, Aziz. Marcellus, S. Syam, AF. Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi1.

2011. Jakarta: Interna Publishing

18

Anda mungkin juga menyukai