Anda di halaman 1dari 27

MULTIPLE MYELOMA VS METASTASIS

Laporan Kasus
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Meraih Derajat Dokter Spesialis Radiologi

Oleh : dr Eka Prasetya


NIM : 09/303015/PKU/11453
Pembimbing:
dr Anita Ekowati, Sp Rad (K)

Bagian Radiologi
Fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Multiple myeloma (selanjutnya disingkat MM) merupakan keganasan


hematologi yang berasal dari sumsum tulang; merupakan tumor primer tulang
yang paling sering dan ditandai dengan adanya proliferasi sel plasma yang berasal
dari sel B limfosit. Sel plasma berperan dalam pembentukan sistem imunitas
tubuh dengan membentuk imunoglobulin yang dapat membantu melawan
infeksi.Sebagai tumor primer tulang lokasi yang paling banyak dikenai adalah
tulang aksial (cranium, vertebra, costa, dan pelvis) namun pada dasarnya semua
tulang juga dapat terlibat. 1,2
Kasus MM yang didokumentasikan pertama kali adalah pada pertengahan
abad ke-19 di London. Pada tahun 1844 seorang pasien Sarah Newbury
meninggal setelah 4 tahun mengalami nyeri tulang belakang yang parah dan
beberapa fraktur tulang, ternyata hasil autopsi pada sternumnya ditemukan
substansi merah yang kemudian diketahui sebagai sel myeloma. Seorang dokter
Rusia yang bernama Von Rustizky pada tahun 1873 pertama kali menggunakan
istilah MM. Pada Juli 1879 dr. Otto Kahler memeriksa dan mengobati seorang
pasien MM usia 46 tahun sehingga penyakit ini dikenal juga dengan penyakit
Kahler.3
Berdasarkan American Cancer Society (ACS)kasus MM pada akhir tahun
2009 diperkirakan adasekitar 20.000 kasus baru.Sedangkan berdasarkan pusat
riset United Kingdom (UK) yang terdiagnosis MMhanya kurang dari 4000 orang
selama setahun atau kurang dari 1% dari seluruh keganasan. Di Indonesia belum
ada laporan secara pasti berapa jumlah kasus baru MM setiap tahunnya. Pada
beberapa literatur disebutkan bahwa kejadian MM kurang dari 1% dari seluruh
keganasan, kurang dari 10% dari seluruh keganasan hematologi dan sekitar
sepertiga dari seluruh keganasan tulang primer.
Ada beberapa landasan penegakan diagnosis MM antara lain kadar sel
plasma pada sumsum tulang minimal 10-15%, pada bone survey ditemukan

adanya lesi litik dan adanya imunoglobulin monoklonal pada darah atau urin.
Pada dasarnya MM non-operabel namun dengan penanganan yang tepat dapat
membantu menghilangkan keluhan nyeri pada tulang dan mengalami remisi.1
Salah satu diagnosis banding yang paling mirip dengan MM adalah
metastasis tulang sehingga tujuan penulisan laporan kasus ini adalah mempelajari
gambaran radiologis MM pada bone survey dan membedakannya dengan
metastasis tulang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Multiple myeloma dikenal juga dengan istilah Plasma cell myeloma,
Plasma cell dyscrasia, Plasmacytoma, Plasmacytoma of bone, Plasma cell
neoplasm, Extraosseous plasmacytoma. 6
Multiple myeloma merupakan penyakit neoplasma primer sistem skeletal yang
paling sering ditemui dan merupakan keganasan hematologi sel plasma yang
ditandai dengan proliferasi sel plasma yang berasal dari sel B limfosit, serta
diikuti dengan peningkatan kadar immunoglobulin monoklonal Ig A dan Ig G
secara berlebihan yang dikenal dengan istilah M-protein.1,6
B. ANATOMI
Multiple myeloma merupakan kelainan difus pada sumsum tulang di mana
hampir 90% pasien MM dengan keterlibatan tulang. Walaupun seluruh tulang
dapat terkena, ada 4 pola radiografi yang dapat ditemukan pada MM yaitu: 1.
mineralisasi tulang normal tanpa lesi litik yang khas, 2. demineralisasi difus tanpa
lesi litik, 3. lesi tunggal (plasmacytoma) dan 4. lesi litik yang menyebar luas.
Lokasi dominan MM adalah tulang axial dan kolumna vertebralis, costa, cranium,
pelvis dan femur. Sebagian besar pasien dengan demineralisasi yang litik baik
fokal ataupun difus dan kurang dari 10% dengan plasmasitoma pada temuan
radiografi. Menariknya, deposit myeloma diluar tulang kadang ditemukan di
ginjal, paru, nasofaring atau sinus paranasalis.1
C. EPIDEMIOLOGI
Multiple myeloma menempati urutan kedua dari kelompok kanker darah.
Pada beberapa literatur disebutkan bahwa kejadian MM kurang dari 1% dari
seluruh keganasan, kurang dari 10% dari seluruh keganasan hematologi dan
sekitar sepertiga dari seluruh keganasan tulang primer. Berdasarkan American

Cancer Society (ACS), pada akhir tahun 2009 diperkirakan ada 20.000 kasus baru
dan pada 2010 diperkirakan hampir 11.000 kematian akibat MM. Berdasarkan
pusat riset United Kingdom (UK) yang terdiagnosis MM hanya kurang dari 4000
orang selama setahun atau kurang dari 1% dari seluruh keganasan. Di Indonesia
belum ada laporan secara pasti berapa jumlah kasus MM. Frekuensi laki-laki
dengan perempuan sekitar 2:1 dan seiring dengan meningkatnya angka harapan
hidup, kasus MM semakin meningkat karena MM cenderung terjadi pada dekade
5-7 kehidupan. 4,5
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti MM tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan timbulnya MM. Para ahli tidak dapat memastikan
bahwa DNA dalam sel plasma yang mengalami mutasi yang menyebabkan
terjadinya kanker. Mereka mengemukakan beberapa faktor risiko terjadinya MM
yaitu: 1. usia, 96% kasus MM didiagnosis pada usia diatas 45 tahun dan 75% pada
usia diatas 70 tahun, 2. genetika, orang yang mempunyai hubungan erat dengan
penderita MM mempunyai risiko yanglebih tinggi untuk terkena MM, 3. obesitas,
4. diet, beberapa penelitian mengindikasikan bahwa diet rendah ikan atau sayuran
hijau mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena MM, 5. HIV/AIDS, 6.
pekerjaan tertentu misalnya orang yang bekerja dibidang agrikultural, industri
kulit, kosmetologi, dan penambang minyak, 7. paparan bahan kimia dan
produknya misalnya logam berat, pewarna rambut, plastik, bermacam debu
misalnya debu kayu, asbestos, herbisida, insektisida, produk minyak bumi, 8.
paparan radiasi, orang-orang yang survive dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki
secara bermakna mempunyai risiko yang lebih tinggi menderita MM, 9. beberapa
penyakit autoimun misalnya rheumatoid arthritis, 10. riwayat Monoclonal
Gammopathy of Undetermined Significance (MGUS), sekitar 20-25% orang
dengan MGUS berkembang menjadi MM atau limfoma. MGUS adalah suatu
kondisi dengan protein M yang rendah,tapi tidak terjadi kerusakan tubuh. Hal ini
menjadi alasan orang dengan MGUS dilakukan monitor yang ketat terhadap
kesehatannya. 7,8,9

E. PATOFISIOLOGI
Sel-sel darah dibentuk dari sel-sel di sumsum tulang yang disebut stem
cells. Stem cells yang matang berubah menjadi sel darah yang mempunyai
perannya masing-masing. Sel darah putih membantu mengatasi infeksi. Ada
beberapa tipe sel darah putih.Sel plasma adalah sel darah putih yang membentuk
antibodi. Antibodi adalah bagian dari sistem imun yang bekerja bersama system
imunitas lainnya membantu melindungi tubuh dari kuman dan substansi yang
merugikan. Masing-masing sel plasma membentuk antibodi yang berbeda.
Normalnya tubuh membentuk lima tipe imunoglobulin yang berbeda yaitu IgG,
IgM, IgA, IgE dan IgD yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda
terhadap sistem imun. Masing-masing tipe imunoglobulin terdiri atas empat rantai
protein, 2 rantai berat (panjang) dan 2 rantai ringan (lebih pendek). Rantai berat
terdiri dari satu dari lima tipe yang cocok dengan tipe produk imunoglobulin
yaitu: gamma (IgG), mu (IgM), alpha (IgA), epsilon (IgE) dan delta (IgG). Rantai
ringan terdiri dari satu dari dua tipe yaitu kappa dan lambda. Dengan sel plasma,
dua rantai berat dari satu tipe dan dua rantai ringan dari satu tipe akan bersatu
membentuk satu imunoglobulin utuh. Masing-masing partikel sel plasma hanya
akan menghasilkan satu tipe imunoglobulin. 1,6
Pada pasien MM, sel plasma hanya memproduksi satu tipe imunoglobulin
utuh dalam jumlah yang banyak atau memproduksi secara berlebihan hanya satu
tipe rantai ringan, jarang dari rantai berat, imunoglobulin ini disebut protein
monoklonal atau protein M. Protein M yang dihasilkan ini selanjutnya disebut
rantai ringan bebas atau protein Bence Jones. Kelebihan protein Bence Jones ini
dilepas ke dalam aliran darah karena merupakan molekul yang relatif kecil,
protein ini disaring oleh ginjal dan diekskresikan ke dalam urin sehingga protein
Bence Jones dapat dideteksi dalam darah dan urin. Sel-sel plasma yang abnormal
disebut sel myeloma. Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum tulang,
menyebabkan kerusakan pada tulang.Sel plasma yang terkumpul di beberapa
tulang disebut multiple myeloma, bila hanya pada satu tulang disebut
plasmacytoma soliter.1

Tipe myeloma pada seorang pasien sering mengarah pada tipe protein
yang dihasilkan, apakah imunoglobulin utuh atau rantai ringan. Pasien dengan
myeloma IgG dan IgA yang paling sering ditemui, tipe IgG sekitar 60-70%
myeloma dan tipe IgA sekitar 20% myeloma. Kasus dengan myeloma IgE dan
IgD jarang dilaporkan. Beberapa pasien mungkin mempunyai hubungan dengan
IgM namun kondisi ini mungkin berhubungan dengan makroglobulinemia
Waldenstrom.6
F. GEJALA KLINIS
Gejala MM sangat bervariasi tergantung stadium dan keadaan umum
pasien. Banyak pasien MM tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun.
Pada stadium awal biasanya tanpa gejala sehingga sering ditemukan secara tidak
sengaja pada saat pemeriksaan laboratorium darah atau urin. Biasanya
ditemukannya anemia atau protein abnormal yang disebut protein monoklonal
atau protein M dalam darah atau urin. Gejala klinis yang tersering adalah
kelemahan dan nyeri tulang terutama tulang belakang, pelvis, costa dan cranium
yaitusekitar 70% dengan atau tanpa fraktur patologis atau infeksi. Peningkatan
kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia) ditemukan pada sekitar 15-30% pasien
dengan renal insufisiensi yang disebabkan oleh presipitasi monoklonal rantai
ringan pada tubulus kolektivus. Protein Bence Jones yang mengendap di ginjal
dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang permanen. Gejala akibat hiperkalsemia
antara lain rasa haus, sering BAK, confusion, konstipasi, hilang nafsu makan,
mual, muntah dan nyeri abdomen. Pada 10-20% pasien dapat ditemukan gejala
klinis lainnya termasuk sindrom viscositas, kompresi spinal cord, nyeri radikuler,
deposit soft tissue atau perdarahan. Kompresi spinal cord bahkan kerusakan spinal
dapat menekan nervus yang berjalan sepanjang kolumna spinalis. Gejala kompresi
spinal cord antara lain: kesemutan, anestasi dan kelemahan pada kaki dan jari-jari,
inkontinensia urin danfeses, masalah BAB dan BAK. Kelainan imunitas humoral
dan leukopenia memudahkan terjadinya infeksi. Gejala neurologic sebagai
komplikasi MM juga dapat dijumpai misalnya Carpal tunnel syndrome,
meningitis (khususnya yang disebabkan oleh infeksi pneumococcal atau

meningococcal) dan neuropatiperifer. Amyloidosis ditemukan pada sekitar 8-15%


pasien MM yang memberikan kontribusi terhadap disfungsi parenkim ginjal. Batu
saluran kemih kadang ditemukan sebagai akibat peningkatan kadar asam urat dan
kalsium. Faktor-faktor ini pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal dan kematian. 1,6,7,8,10
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ada beberapa variasi gambaran radiologi pada MM yaitu: 1. Osteoporosis
difus, 2. Myeloma soliter (plasmacytoma), 3. Keterlibatan tulang yang difus
(myelomatosis) dan 4. Myeloma sklerosis. Gambaran osteoporosis difus dominan
ditemukan pada vertebra dengan fraktur kompresi multiple. Gambaran
plasmacytoma biasanya ditemukan pada costa atau pelvis, kadang-kadang pada
tulang panjang dengan lesi litik tanpa sklerosis namun kadang-kadang ditemukan
gambaran moth-eaten atau pola permeatif. Pada myielomatosis dengan
keterlibatan tulang yang difus biasanya melibatkan tulang vertebra dan cranium
dengan lesi osteolitik multiple pada medula dengan endosteal scalloping.
Myeloma sklerosis jarang, frekuensinya sekitar 1% dan biasanya dengan lesi
osteolitik atau campuran blastik dan litik dengan sklerosis yang reaktif. 2
Lesi fokal biasanya bermula di cavum medula kemudian ke tulang
cancellous dan akhirnya menyebabkan kerusakan tulang kortikal.Pada stadium
awal gambaran radiologisnya dapat normal. Selanjutnya pada foto polos atau bone
survey dapat ditemukan gambaran densitas tulang yang berkurang (osteopeni)
dengan banyak lesi punched out yaitu lesi litik bentuk bulat atau oval, batas
tegas, multiple, ukuran hampir sama (uniform size) sekitar 20 mm tanpa sklerosis
atau lingkaran putih di sekelilingnya dan tanpa reaksi periosteal. Sering pula
ditemukan osteopenia yang difus pada vertebra yang dapat menimbulkan fraktur
kompresi multiple. Adanya fraktur patologis dapat dijumpai pada sekitar 50%
kasus.Lokasi MM yang sering adalahvertebra, cranium, pelvis, femur, humerus,
costa dan sternum. Pada tulang pipih misalnya pelvis, costa dan sternum,
plasmacytoma dapat membentuk gambaran soap bubble like yaitu lesi lusen
yang dikelilingi oleh lapisan tipis tulang kompak.5,6,7,11

Selain pemeriksaan bone survey, pemeriksaan radiologi untuk MM adalah


pemeriksaan CT Scan, MRI dan radionuklir. Pada CT, seperti juga pada foto polos
dapat dijumpai lesi litik punched out, osteopenia yang difus, fraktur dan kadangkadang osteosklerosis. MRI dianjurkan sebagai tambahan pemeriksan pada
pasien-pasien myeloma. MRI mempunyai keuntungan dalam sensitifitas tapi tidak
spesifik. Beberapa laporan menyarankan bahwa pemeriksaan MRI pada vertebra
dapat memberikan nilai tambah dalam menentukan staging karena lesi yang tidak
ditemukan secara radiografi tapi ditemukan pada MRI dapat mengubah
terapi.Temuan pada MRI bisa normal (pada sekitar 20% kasus) sampai lesi yang
fokal maupun difus. Pada T1 weighted spin echo dapat ditemui gambaran lesi
hipointens yang menyangat setelah pemberian bahan kontras. Sedangkan pada
radionuklir dapat ditemui gambaran peningkatan uptake pada tulang yang dikenai.
Dibanding pemeriksaan dengan radiografi, pemeriksaan multiple myeloma
dengan radionuklir kurang sensitif dan kurang spesifik.1, 12
H. DIAGNOSIS
Pada beberapa literatur disebutkan bahwa dasar penegakkan diagnosis
MM adalah bila ditemukaan 3 kriteria berikut yaitu: 1. Pada aspirasi sumsum
tulang ditemukan sel plasma minimal 10-15%, 2. Bone survey memperlihatkan
adanya lesi litik dan 3. Ditemukannya imunoglobulin monoklonal (protein Bence
Jones) dalam darah atau urin.Diperlukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang,
darah dan atau urin dan radiologi.Pengambilan sampel sumsum tulang biasanya
diambil didaerah hip joint. 1, 7
Pasien-pasien yang dicurigai MM berdasarkan aspirasi sumsum tulang
atau hipergammaglobulinemia harus dilakukan bone survey. Secara konvensional,
bone survey terdiri dari foto kepala viewAP danlateral, vertebra view AP dan
lateral, pelvis,costa, femur dan humeri view AP.Pemeriksaan ini berguna untuk
menentukan diagnosis dan staging namun teknik diagnosis dan staging dengan
bone survey ini memiliki keterbatasan. Sangat banyak pasien yang didiagnosis
myeloma yang asymptomatis mempunyai deposit myeloma pada radiografinya.
Dibutuhkan setidaknya 30% kehilangan tulang kortikal untuk memvisualisasikan

adanya proses destruktif pada radiografi. Lagipula, myeloma adalah pasien pada
usia tua dengan demineralisasi difus yang sulit dibedakan dengan pola yang
ditemukan pada pasien dengan osteoporosis.1
Pada tahun1975 untuk pertama kalinya Durie dan Salmon mengemukakan
tentang sistem staging secara klinik untuk MM. Pengukuran sel myeloma
berhubungan dengan 5 gambaran klinis berikut : 1. Kadar hemoglobin, 2. Kadar
kalsium serum, 3. Jumlah lesi tulang pada bone survey, 4. Kadar imunoglobulin,
dan 5. Kadar creatinin serum.Namun pada literatur lain disebutkan hanya ada 4
faktor dalam sistem staging Durie danSalmon yaitukadar hemoglobin, kadar
kalsium serum, jumlah lesi tulang pada bone survey dan kadar imunoglobulin.1, 7, 8
Selain sistem Durie dan Salmon dalam menegakkan staging MM juga
digunakan International Staging System. Sistem staging internasional ini
menggunakan data S2M dan serum Albumin. Klasifikasinya bisa dilihat pada
tabel berikut:13
Temuan laboratorium untuk diagnostik myeloma adalah
hipergammmaglobulinemia, yang terbanyak adalah IgG diikutioleh IgA.Temuan
laboratorium lainnya adalah hiperklasemia (sebagai hasil dari destruksi tulang),
hiperurisemia (sebagai hasil dari peningkatan sel tumor), peningkatan angka
sedimentasi eritrosit (ESR) dan peningkatan kadar alkalin fosfatase.1
I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding multiple myeloma adalah metastasis tulang,
leukemia, limfoma, osteoporosis, Waldenstrom Hypergammaglobulinemia, dll.
Bila multiple myeloma mengenai vertebra, harus dibedakan dengan lesi metastasis
tulang dimana pada MM pada stadium awal biasanya pedikel masih utuh hanya
mengenai corpus vertebra. Hal ini dikarenakan pedikel lebih sedikit mengandung
sumsum sel darah merah dibanding corpus vertebra. Pada lesi metastasis tulang
biasanya mengenai pedikel dan corpus vertebra. Pada stadium lanjut MM sudah
ada ketelibatan pedikel sehingga untuk membedakannya dengan lesi metatasis
tulang perlu dilakukan bone scan radionuklir. Dengan radionuklir pada MM tidak
ada peningkatan uptake radiofarmaka sedang pada metastasis tulang terdapat

peningkatan uptake. Metastasis tulang dapat soliter atau multiple, lesi litik,
sklerotik atau campuran litik dan sklerotik. Yang mirip dengan lesi MM adalah
metastasis tulang dengan gambaran lesi litik. Tumor primer yang memberikan
gambaran lesi litik pada metastasis tulang biasanya berasal dari ginjal, paru,
payudara, thyroid dan gastrointestinal, walaupun lesi litik ini dapat menjadi
sklerotik setelah terapi radiasi, kemoterapi maupun hormonal. Pada wanita,
keganasan yang paling banyak menyebabkan lesi metastasis yang litik pada tulang
berasal dari payudara yaitu sekitar 35% sedangkan pada laki-laki berasal dari
keganasan prostat yaitu sekitar 30%. Menurut Krishnamurthy distribusi lesi
metastasis tulang pada tulang axial sebesar 60%, vertebra lumbal sebesar 32%,
cranium 10%, sacroiliac joint 5%, ekstremitas atas 11% dan ekstremitas bawah
4%. Lesi metastasis biasanya tanpa atau hanya dengan soft tissue mass yang
minimal dan biasanya tanpa reaksi periosteal kecuali jika menembus cortex. Lesi
metastasis yang soliter bisa berasal dari karsinoma ginjal, tiroid, traktus
gastrointestinal maupun paru. 1,2,5
Myeloma soliter (plasmacytoma) mempunyai beberapa diagnosis banding
yaitu FOGMACHINES (Fibrous dysplasia, Osteoblastoma, Giant cell tumor,
Metastases/ myeloma, Aneurismal bone cysts, Chondroblastoma,
Hyperparathyroidism (brown tumours)/ hemangioma, Infection, Non Ossifying
fibroma, Eosinophilic granuloma/enchondroma dan Solitary bone cysts).
J. KOMPLIKASI DAN PENATALAKSANAAN
Komplikasi MM yang tersering adalah fraktur patologis terutama jika lesi
ada di tulang panjang, costa, sternum dan vertebra. Komplikasi amiloidosis juga
pernah dilaporkan sekitar 15 % kasus. Komplikasi lainnya adalah infeksi,
anemiadan perdarahan.
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan nyeri dan keluhan lainnya,
untuk memperlambat progresifitas penyakit, dan mendeteksi dan meminimalkan
komplikasi. Pasien MM disarankan untuk tetap melakukan aktifitas yang
memungkinkan untuk membantu memelihara kadar kalsium dalam tulang dan
minum yang banyak untuk membantu menjaga fungsi ginjal. Terapi MM adalah

radioterapi dan kemoterapi sistemik dengan obat standarnya adalah mephalan dan
prednison, bisa dalam bentuk oral maupun intravena. Pemberian kortikosteroid
diharapkan dapat mendorong sistem imun untuk menghentikan pertumbuhan selsel kanker yang baru pada sumsum tulang namun bagaimana mekanisme
kortikosteroid ini bekerja belum diketahui. Radioterapi dimaksudkan untuk
memperkecil ukuran lesi pada tulang, sedangkan kemoterapi untuk membunuh
sel-sel myeloma. MM non operabel namun pada kasus dengan fraktur patologis
atau untuk mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi tulang tindakan operatif
dapat dilakukan.Selain kemoterapi, radioterapi dan pembedahan bila diperlukan,
terapi suportif/pendukung juga penting. Terapi ini diharapkan dapat memberikan
rasa nyaman, mengurangi nyeri dan memelihara fungsi anggota tubuh melalui
pemberian obat-obat tertentu untuk menangani kelainan tulang, anemia, infeksi,
gagal ginjal dan yang berhubungan dengan nyeri. 1,2,15
K. PROGNOSIS
Prognosis sangat bervariasi tergantung keadaan klinis dan stadium saat
ditemukan, dari hanya beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Pada tahuntahun terakhir, dengan pemberian dosis tinggi kemoterapi secara umum
meningkatkan angka harapan hidup. Dalam perkembangan sistem staging Durie
dan Salmon, peneliti menemukan bahwa pada stage I rata-rata angka harapan
hidup pasien adalah 191 bulan, stage II 11-54 bulan dan pada stage III 5-34
bulan.Sistem staging internasional juga dapat memberikan informasi mengenai
prognosis dengan melihat kadar 2-M. Kadar 2-M yang tinggi mengindikasikan
banyaknya jumlah sel myeloma dan besarnya kerusakan ginjal yang terjadi,
semakin tinggi kadar 2-M maka semakin berat pula kondisi pasien. Serum
albumin yang rendah, tingginya kadar enzim laktase dehidrogenase dalam darah
mengindikasikan prognosis buruk. 1,7,8

BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang wanita usia 54 tahun masuk RS Dr.Sardjito dengan keluhan utama
lemas dan kaki bengkak sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Empat bulan
sebelum masuk RS pasien mengeluh lemas, nggliyer (merasa seperti mau jatuh),
mata kadang berkunang-kunang, tidak ada keluhan gusi berdarah, BAK dan BAB
hitam, mual ataupun muntah. Pasien tidak berobat. Satu bulan sebelum masuk RS
lemas semakin dirasakan, kedua kaki mulai terlihat membengkak tapi kadangkadang menghilang, sesak nafas saat beraktifitas ada, batuk ada berdahak warna
putih, nyeri dada tidak pernah dirasakan. Pasien berobat ke dokter umum, tidak
diketahui diagnosis dan terapi yang diberikan. Satu minggu sebelum masuk RS
pasien mengeluh bengkak pada kedua kaki bertambah besar dan tidak berkurang
seperti biasanya, lemas, tidak ada keluhan sesak, mual ada tapitidak muntah, tidak
ada keluhan BAK dan BAB. Pasien juga mengeluh berat badannya menurun.
Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mondok 1 tahun lalu dengan batu empedu,
disarankan tindakan operasi tapi pasien menolak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran
compos mentis, BB 50 kg, vital sign baik (suhu 36,3oC,nadi 68x/menit, respirasi
20x/menit, tekanan darah 100/70 mmHg). Konjungtiva terlihat anemis. Perkusi
jantung didapatkan batas jantung membesar (cardiomegali) dan pada auskultasi
terdapat bising sistolik. Kedua tungkai dan kaki oedema. Pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada saat pasien masuk didapatkan
kadar hemoglobin 5,0 gr/dl, leukosit 3mg/dl, trombosit 105.000, albumin 3,23
g/dl, globulin 4,99 g/dl, SGOT 31, SGPT 22, BUN 21,9 mg/dL, kreatinin 1,96
mg/dL, Asam urat 9,4 mg/dl, kalsium 2,35 mmol/L, natrium 142,2 mmol/L,
Kalium 5,03 mmol/L, Clorida 115,6 mmol/L. Gambaran sediaan apus darah tepi
memperlihatkan gambaran anemia dimorfik (makrositik normohipokromik,
mikrositik normohipokromik, leukopenia dan trombositopenia) yang dikesankan
sebagai observasi pansitopenia dengan mixed dificiency anemia suspek anemia

defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Diagnosis sementara pada saat itu
adalah observasi pansitopenia ec DD/ MDS, anemia aplastik, neutropenia dengan
CHF cf I-II ec susp IHD, HHD, AKI type risk dan hiperurisemia. Pasien diberikan
terapi infus NaCl 0,9% lini, injeksi lasix 1 Ampul/8 jam, injeksi ceftazidim 1
gr/8jam, transfusi PRC dan allupurinol 1x 100mg.
Pada pemeriksaan urin didapatkan protein Bence Jones ++++, protein ++,
sel eritrosit +, leukosit (-). Gambaran sediaan sumsum tulang ditemukan sel
plasma 63%, limfosit 5%, proplasmosit 4%, plasmoblast 1%, sel mieloma (+),
smudge cell (+), flamming cell (+) Sel trombopoietik, eritropoietik dan
granulopoietik menurundan terdesak oleh sel plasma. Kesimpulan sediaan
sumsum tulang adalah mendukung kearah multiple myeloma.
Pemeriksaan bone survey didapatkan lesi litik multiple, bentuk bulat, batas
tegas (punched out) di os calvaria, os mandibula dan maxila bilateral, vertebra
thoracolumbal, os costa aspek anterior dan posterior, os clavicula bilateral, os
scapula bilateral, os humeri bilateral, os radius dan fibula bilateral, os manus
bilateral, os femur bilateral, os pelvis dan os pubis bilateral yang dikesankan
mengarah gambaran multiple myeloma.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
laboratorium dan radiologi pasien ditegakkan diagnosis Multiple myeloma
stadium II pro-sitostatika, AKI tipe risk dd/ prerenal, postrenal. Pasien diberikan
regimen MP (Mephalan 0,15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis dan Prednison 20 mg
3x dalam sehari) diberikan selama 7 hari sebelum makan dengan siklus tiap 6
minggu

Gambar seorang laki-laki 77 tahun dengan MM stg III menurut kriteria Durie dan
Salmon
A. Foto polos lateral view vertebra lumbal terlihat MM mengenai L2-L4
B. MDCT potongan sagital menggambarkan osteopenia difus dan lesi fokal pada
MM yang telah menginfiltrasi seluruh vertebra. Lesi fokal pada L1 (panah) tidak
terlihat pada foto polos (A)
C. MRI T1-weighted potongan sagital memperlihatkan MM yang menginfiltrasi

BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini menampilkan seorang wanita usia 54 tahun dengan
keluhan utama lemas dan kaki bengkak sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Dari
riwayat penyakit sekarang sejak 4 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluhkan
gejala anemia (lemah, nggiler, mata berkunang-kunang) dan 1 bulan sebelum
masuk RS pasien mulai merasakan kaki bengkak. Pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva yang anemis dan kedua tungkai dan kaki edema, pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar
hemoglobin 5,0 gr/dl, leukosit 3mg/dl, trombosit 105.000, albumin 3,23 g/dl,
globulin 4,99 g/dl, SGOT 31, SGPT 22, BUN 21,9 mg/dL, kreatinin 1,96 mg/dL,
Asam urat 9,4 mg/dl, kalsium 2,35 mmol/L, natrium 142,2 mmol/L, Kalium 5,03
mmol/L, Clorida 115,6 mmol/L dan hasil pemeriksaan sediaan apus darah tepi
memperlihatkan gambaran anemia dimorfik (makrositik normohipokromik,
mikrositik normohipokromik, leukopenia dan trombositopenia) dengan
kesimpulan observasi pansitopenia dengan mixed dificiency anemia suspek
anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.Dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium pada awal masuk pasien didiagnosis sebagaiobservasi
pansitopenia ec DD/ MDS, anemia aplastik, neutropenia dengan CHF cf I-II ec
susp IHD, HHD, AKI type risk dan hiperurisemia.Untuk memastikan penyebab
pansitopenia disarankan untuk memeriksa status besi dan monitor DT/MDT dan
pemeriksaan sumsumtulang. Adanya pansitopenia disertai penurunan albumin dan
peningkatan globulin (rasio albumin globulin terbalik), peningkatan kreatinin dan
asam urat dicurigai kemungkinan multiple myeloma. Hasil pemeriksaan sumsum
tulang dua hari kemudian adalah trombopoietik ditemukan menurun,
megakariosit ditemukan, mikromegakariosit (+), eritropoetik ditemukan menurun,
terdesak sel plasma.Granulopoietik juga menurun, terdesak sel plasma,
promielosit 2% (dysplasia promielosit), mielosit 2%, stab 6%, segmen 15%,
monosit 1%, basofil 1%. Gambaran lain-lain: limfosit 5%, sel plasma 63%,
proplasmosit 4%, plasmoblas 1%, sel myeloma (+), smudge cell (+), flammingcell

(+) dan disimpulkan sebagai mendukung ke arah MM. Dengan adanya sel plasma
yang dominan (63%) yang mendesak eritropoietik dan granulopoietik sangat
sugestif MM. Baku emas penegakkan diagnosis multiple myeloma adalah biopsi
sumsum tulang. Namun seperti pada tinjauan pustaka yang telah disebutkan
diatas, untuk memastikan diagnosis multiple myeloma digunakan standar: 1. Pada
aspirasi sumsum tulang ditemukan sel plasma minimal 10-15%, 2. Bone survey
memperlihatkan adanya lesi litik dan 3. Ditemukannya imunoglobulin
monoklonal (protein Bence Jones) dalam darah atau urin sehingga untuk
melengkapi dilakukan pemeriksaan bone survey dan pemeriksaan protein Bence
Jones dalam urin.
Pada pemeriksaan urin didapatkan protein Bence Jones ++++.
Pemeriksaan bone survey pada pasien ini didapatkan gambaran lesi litik multiple,
bentuk bulat, batas tegas (punched out) di os cranium, os mandibula dan maxila
bilateral, vertebra thoracolumbal, os costa aspek anterior dan posterior, os
clavicula bilateral, os scapula bilateral, os humeri bilateral, os radius dan fibula
bilateral, os manus bilateral, os femur bilateral, os pelvis dan os pubis bilateral
yang dikesankan mengarah gambaran MM.
Jadi dari ketiga standar penegakkan diagnosis multiple myeloma pada
pasien ini memenuhi ketiga kriteria yaitu hasil biopsi sumsum tulang
ditemukannya sel plasma sebesar 63% (MM bila minimal 10-15%), ditemukannya
protein Bence Jones pada urin (Positif ++++) dan pada bone survey ditemukan
lesi litik multiple punched out pada hampir seluruh sistema tulang.
Berdasarkan penilaian staging Durie dan Salmon, pasien ini ditegakkan
sebagai MM staging II A berdasarkan kadar Hb 5 gr/dl, Kalsium : 2,35 mmol/L,
lesi litik pada hampir seluruh sistema tulang dan protein Bence Jones ++++ dan
kadar kreatinin kurang dari 2 mg/dl.
Pada radiografi polos atau bone survey, gambaran MM dapat sangat
menyerupai lesi metastasis tulang tipe litik murni. Keganasan yang berasal dari
ginjal, paru, payudara, thyroid dan gastrointestinal, dapat memberikan gambaran
lesi litik pada metastasis ke tulang, walaupun lesi litik ini dapat menjadi sklerotik
setelah terapi radiasi, kemoterapi maupun hormonal. Untuk membedakan lesi litik

pada MM atau metastasis tulang dapat dengan beberapa pertimbangan yaitu:


secara klinis MM biasanya disertai dengan kelainan sistem hematopoietik, adanya
nyeri tulang, kelainan laboratorium seperti hiperkalsemia, rasio albumin globulin
terbalik, kadang dengan hiperkalsemia dan atau kreatinin yang meningkat.
Kelainan sistem hematopoietik terjadi karena adanya penekanan sel plasma
terhadap sistem hematopoietik. Albumin menurun sebagai akibat tingginya kadar
protein rantai ringan bebas. Hiperkalsemia berhubungan dengan meningkatnya
destruksi tulang sebagai akibat aktifnya sel-sel osteoklas oleh sel myeloma
sedangkan hiperurisemia berhubungan dengan proses pergantian sel (cell
turnover) yang meningkat. Gambaran lesi litik punched out akibat sel plasma
yang mengaktifkan osteoklas, selanjutnya osteoklas ini menyerang jaringan tulang
dengan merusak serat dan kolagen tulang. Gambaran radiologi MM yang
mengenai vertebra pada stadium awal biasanya pedikel masih utuh hanya
mengenai korpus vertebra. Hal ini dikarenakan pedikel lebih sedikit mengandung
sumsum sel darah merah dibanding korpus vertebra. Pada lesi metastasis tulang
biasanya mengenai pedikel dan corpus vertebra.Lesi pada MM tidak disertai
gambaran sklerotik yang mengelilingi di sekitar lesi dan sangat jarang disertai
reaksi periosteal.Pada stadium lanjut MM kemungkinan sudah ada ketelibatan
pedikel sehingga untuk membedakannya dengan lesi metatasis tulang perlu
dilakukan bone scan radionuklir. Dengan radionuklir pada MM tidak ada
peningkatan uptake radiofarmaka sedang pada metastasis tulang terdapat
peningkatan uptake.Proses terjadinya lesi litik pada MM berbeda dengan proses
litik pada metastasis tulang. Secara umum patofisiologi terjadinya metastasis pada
tulang adalah sel-sel tumor primer akan terlepas dari asalnya dan membentuk
pembuluh darah baru (angiogenesis) dan menginvasinya. Sel-sel ini kemudian
akan berkumpul dan melekat pada endotelial kapiler pada tulang, selanjutnya akan
melepaskan diri (embolisasi) dari kapiler dan menginvasi sumsum tulang,
menempel pada permukaan endotelial tulang dan mengadakan proliferasi.

BAB V
KESIMPULAN
Multiple myeloma adalah penyakit keganasan hematologi yang ditandai
dengan proliferasi sel plasma yang berasal dari sel B limfosit. Pada pasien MM,
sel plasma hanya memproduksi satu tipe imunoglobulin utuh dalam jumlah yang
banyak yang disebut protein monoklonal atau protein M. Sel-sel plasma yang
abnormal inidisebutsel myeloma. Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum
tulang, menyebabkan kerusakan pada tulang.
Kriteria penegakkan diagnosis multiple myeloma adalah bila: pada aspirasi
sumsum tulang ditemukan sel plasma minimal 10-15%, bone survey
memperlihatkan adanya lesi litik dan ditemukannya imunoglobulin monoklonal
(protein Bence Jones) dalam darah atau urin.
Penting untuk dapat membedakan gambaran radiologi lesi litik pada
multiple myeloma dengan lesi litik pada metastasis tulang. Perlu pemeriksaan
bone scan untuk membedakan multiple myeloma dengan lesi metastasis pada
tulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Multiple Myeloma. Available from http://emedicine.medscape.com
2. Adam Greenspan. Malignant Tumors of Hematopoietic or Lymphatic
Origin. Gower Medical Publishing 1988: 16.15 16.31
3. Multiple Myeloma. Available from http://www.ehow.com
4. Adi K.A. Profil Penderita Multiple Myeloma di bagian Patologi Klinik FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Majalah kedokteran Nusantara. 2005:
38; 176-179
5. Meschan I. Multiple Myeloma in Roentgen Signs in Diagnostic Imaging.
1984: 244-248
6. Multiple Myeloma. Available from http://www.labtestsonline.org
7. Multiple Myeloma. Available from http://www.medicalnewstoday.com.
8. Edgardo J.C Angtuaco. Multiple Myeloma: Clinical Review and
Diagnostic Imaging. Radiology 2004: 231; 11-23
9. Multiple Myeloma. Available from http://www.cancer.net
10. Whai is Multiple Myeloma. Available from http://www.medicinenet.com
11. Grainger and Allison. Multiple Myeloma in Diagnostic Radiology.
Elsevier 2008: 1781-1783
12. Mahnken A.H. Multidetector CT of the Spine in Multiple Myeloma:
Comparison with MR Imaging and radiography. AJR 2008: 178; 14291436
13. Philip R.G. International Staging System for Mulriple Myeloma. Journal
of Clinical Oncology 2005: 23; 3412-3420
14. Alan D.W. radiographic and Radionuclide Imaging in Multiple myeloma:
the Role of Gallium Scintigraphy: Concise Communication. J Nucl Med
1981: 22; 232-236
15. MultipleMyeloma/Plasmacytoma. Available from http://www.google.com.

LAMPIRAN

FOTO BONE SUVEY

Gambar seorang laki-laki 68 tahun dengan riwayat MM, stg III menurut kriteria Durie
dan Salmon
A. Foto polos lateral view vertebra lumbal memperlihatkan beberapa lesi litik,
salah satunya di L5 (panah)
B. MDCT terlihat lesi yang sama pada foto polos di L5 (panah)
C. MRI T1-weigted potongan sagital terlihat signal homogen pada L5 tanpa lesi

Atas : multiplanar skintigrafi bone scan pada pasien MM, ada


kelainan single yang besar pada costa kiri atas aspek posterior.
Bawah: pada pasien yang sama dengan gallium multiplan
memperlihatkan kelainan yang multiple pada costa dan
ekstremitas. 13

Pada lesi litik metastasis


tulang, sel-sel tumor akan
melepaskan faktor humoral
yang menstimulasi pengerahan
dan diferensiasi osteoklas (1),
osteoklas akan merusak tulang
(2), terjadi resorpsi tulang
yang menyebabkan pelepasan
growth factors yang
menstimulasi proliferasi sel-sel
tumor (3) sehingga akhirnya
terbentuk substansi osteoklas
yang meningkatkan resorpsi

Foto kepala lateral view: lesi


khas pada MM yaitu multiple
punched out. Panah
memperlihatkan salah satu lesi
yang besar

Foto kepala lateral view: lesi


metastasis campuran osteolitik
dan osteoblastik

Foto ini memperlihatkan lesi khas MM (punched


out) pada beberapa lokasi di kaki:
Kiri
: lesi pada tibia
Tengah
: 2 lesi pada femur distal
Kanan
: lesi yang luas pada femur
proksimal

Bone scan pada


penderita kanker
payudara, tampak
peningkatan uptake
pada vertebra dan
pelvis

Bone scan pada


pasien dengan kanker
prostat, tampak
peningkatan uptake
pada vertebra, pelvis
dan extremitas

Berikut beberapa gambaran pada metastasis tulang:

A. Fraktur patologis dengan densitas tulang yang menurun


B. Lesi destruksi pada humerus proksimal
C. Pasien kanker prostat dengan lesi metastasis pada tulang terlihat
lesi litik yang destruktif pada vertebra L3

Anda mungkin juga menyukai