Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

URTIKARIA AKUT TANPA ANGIOEDEMA

Oleh:
dr. Kurnia Fitra Hasana

Dokter Pendamping
dr. Corry Christina H
dr. Richard Sabar Nelson Siahaan

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD DR. CHASBULLAH ABDULMAJID KOTA BEKASI
MARET 2020
Nama peserta : dr. Kurnia Fitra Hasana
Nama wahana: RSUD Kota Bekasi
Topik: Urtikaria akut tanpa angioedema
Tanggal (kasus): 17 Desember 2019
Nama Pasien: Ny. CC No. RM: 10-00-35-64
Tanggal presentasi: Nama pendamping:
1. dr. Corry Christina H
2. dr. Richard Sabar Nelson Siahaan

Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD Kota Bekasi


Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data pasien: Nama: Ny. CC, Nomor RM: 10-00-35-64
Perempuan, 26 tahun
Nama klinik: RSUD Kota Telp: - Terdaftar sejak: 17 Desember 2019
Bekasi
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis / Gambaran Klinis : Urtikaria akut tanpa angioedema / Pasien datang dengan keluhan bentol-bentol merah pada perut dan
terasa gatal saat berkeringat sejak 4 jam SMRS
1. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat alegi disangkal,
2. Riwayat Keluarga : riwayat penyakit sistemik, alergi dan penyakit serupa disangkal
3. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang bermakna.
Daftar pustaka:
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktis Klinis: Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di indonesia Jakarta: PERDOSKI; 2017.
2. Grattan CEH, Borzova E. Urticaria, Angioedema, and Anaphylaxis. In Mich R, Fleisher T, Shearer W, Schroeder H, Frew A, Weyand C.
Clinical Immunology: Principles and Practice 5th edition.: Elsevier; 2019. p. 585-600.Boies. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi
keenam. Jakarta: EGC
3. Aisah S, Effendi E. Urtikaria dan Angioedema. In Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.:
Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. p. 311-314.
4. Grattan C, Powell S, Humphreys F. Management and Diagnostic Guidelines for Urticaria and Angioedema. British Journal of
Dermatology. 2001; 144: p. 708-714.

Hasil pembelajaran:
1. Penegakan diagnosis urtikaria akut dan tatalaksananya.
Subjective : (Autoanamnesis)
 Keluhan utama: Bentol bentol pada bagian perut
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 17 Desember 2019. Pasien mengeluhkan bentol-bentol merah pada bagian perut sejak 4 jam SMRS.
Bentol merah muncul tiba tiba setelah pasien melakukan kegiatan diluar ruangan. Pasien mengaku kepanasan dan berkeringat, lalu tiba-
tiba ia merasa gatal pada bagian perutnya disertai timbul bentol-bentol merah pada perutnya. Keluhan bentol merah tidak disertai dengan
rasa nyeri. Keluhan bengkak pada bibir dan kelopak mata serta sesak napas disangkal.
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit asma-alergi disangkal.
 Riwayat memiliki keluhan yang sama sebelumnya ada dan diberikan obat makan dan bedak kocok. Gatal dan bentol-bentol merah
berkurang.
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat penyakit darah tinggi, gula, kolesterol di keluarga disangkal.
 Riwayat sakit jantung, paru, liver, dan ginjal di keluarga disangkal.
 Riwayat keluhan serupa dengan pasien disangkal.

Objective:
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan Tekanan darah : 120/80
Kesadaran : Kompos mentis Laju nadi : 82 kali per menit, regular, kuat, isi cukup
BB : 56 kg Laju napas : 18 kali per menit, regular, torakoabdominal
TB : 157 cm Suhu : 36.8º C
Pemeriksaan fisis
Tabel 1. Hasil pemeriksaan fisis (2 Desember 2019)
Kepala Normosefal, tidak tampak adanya deformitas.
Mata Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif
pada kedua mata.
Mulut Tonsil hiperemis -/-, oedem -/-, Faring hiperemis -
THT Sesuai Status Lokalis
Leher Tidak teraba adanya pembesaran KGB
Jantung S1, S2, tunggal, reguler, murmur (-)
Paru-paru Simetris, Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen Distensi (-), Bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik, tidak terdapat edema ektremitas

Status Dermatologikus

Lokasi Perut bagian kanan sampai kiri


Distribusi Terlokalisir
Bentuk Bulat, oval sampai tidak khas
Susunan Tidak khas
Batas Tegas
Ukuran Lentikuler hingga plakat
Efloresensi Urtika dengan eritem dibagian tepinya

Assesment (penalaran klinis)


Daftar masalah:
1. Urtikaria Akut Tanpa Angioedema

Urtikaria akut

Urtikaria merupakan reaksi vaskular setempat yang ditandai dengan adanya edema yang cepat timbul dan menghilang dengan perlahan-lahan.
Pembengkakan dermis superfisial disebut weal/ urtika. Urtika biasanya gatal dan bagian tengah awalnya pucat karena edema intens, selanjutnya
menjadi plakat superfisial berwarna merah jambu yang dalam beberapa jam (sampai 24 jam) akan mengalami resolusi tanpa meninggalkan bekas.
Pembengkakan dermis lebih dalam, jaringan subkutan dan submukosa dinamai angioedema. Angioedema umumnya lebih terasa sakit daripada
gatal, dan bertahan lebih lama dibandingkan urtika.1

Patofisiologi1

Urtikaria bisa terjadi sebagai respon terhadap pelepasan histamin oleh sel mast yang teraktivasi dan basophil yang kemudian menimbulkan
vasodilatasi dan peningkatan permeablitas kapiler. Sel mast merupakan sel efektor utama dalam terjadinya proses urtikaria. Aktivasi sel mast bisa
digolongan ke dalam dua mekanisme yaitu;2
1. Faktor Imunologik
Imunoglobulin E (IgE) sebagai perantara untuk timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe cepat yang dapat mengakibatkan teraktivasinya sel
mast, misalnya pada kasus alergi obat. Selain itu aktivasi ini juga dapat terjadi akibat aktifnya kaskade komplemen.
2. Faktor Non-Imunologik
Aktifnya sel mast lewat jalur non-imun ini diakibatkan oleh zat atau agen penyebab itu sendiri misalnya bahan kimia pelepas mediator,
obat anti-inflamasi non-steroid, dan faktor fisik seperti suhu, sinar ultraviolet, dan mekanik.
Terlepas dari berbagai mekanisme aktivasi sel mast, pada akhirnya akan terjadi degranulasi dan pelepasan mediator inflamasi. Keberadaan
histamin memegang peranan penting dalam manifestasi lesi urtikaria dan rasa gatal pada kulit. 2

Gejala Klinis
Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi
berbatas tegas dengan batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti
terbakar. Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat berlangsung
sampai beberapa hari. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48 jam.2,3

Tabel 1.1 Klasifikasi klinis urtikaria dengan/tanpa angioedema.4

Urtikaria Spontan
Urtikaria akut (berlangsung kurang dari 6 minggu)
Urtikaria kronik (tiap hari/ minimal 2 hari/minggu berlangsung 6 minggu atau lebih)
Urtikaria episodik/ intermiten
Urtikaria fisik (timbul akibat stimulus fisik)
Urtikaria akuagenik
Urtikaria kolinergik
Urtikaria dingin
Urtikaria delayed pressure
Dermografisme
Urtikaria localized heat
Urtikaria solaris
Angioedema vibratory
Urtikaria kontak (diinduksi oleh kontak bahan kimia/biologis pada kulit)
Urtikaria vaskulitis (terdapat vaskulitis pada pemeriksaan biopsi kulit).

Diagnosis Otitis Eksterna


Pada anamnesis informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam serta gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan
urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor penyebab
sebelumnya dan keefektifan berbagai pilihan terapi.
- Tanyakan tentang identitas pasien (umur, pekerjaan, tempat tinggal), faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas berat,
cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik (misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid arthritis, SLE,
polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma, limfoma).
- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier
primer, atau kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).
- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada pribadi dan keluarga.
- Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan
Pemeriksaan Fisik pada pasien bisanya menunjukkan:
Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous).
Lesi ini dapat terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat berpindah.

Pemeriksaan Anjuran2

Ice Cube Test


Ice cube test atau temptest adalah metode yang dapat digunakan terutama untuk menegakkan urtikaria subtype kontak dingin (cold urticaria).
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan potongan batu es di bagian volar lengan pasien selama kurang-lebih 5 menit. Potongan es batu
harus di balut dengan kain tipis atau kantung pembungkus untuk mencegah terjadinya kerusakan kulit akibat dingin. Setelah itu batu es diangkat
dan kulit akan mengalami penghangatan kembali menuju suhu normal (Sekitar 37 oC). Pada pasien yang positif urtikaria, dalam waktu 2-4 menit
akan terbentuk lesi yang eritem dan terasa gatal, lalu dalam waktu 10 menit dapat timbul lesi urtika hingga plak eritem.
Iced Cube Test

TempTest
Terdapat pemeriksaan provokasi dingin yang lebih terstandarisasi dan telah dikembangkan di Jerman, yaitu TempTest. Dengan
menggunakan alat TempTest ini, pemeriksa dapat mengatur ambang batas temperature yang akan diberikan dan mengukur waktu yang
dibutuhkan hingga terjadi reaktivitas.
Tes dermografisme
Tes ini dilakukan dengan cara menggores permukaan kulit dengan objek tumpul seperti spatula kayu ataupun ballpoint pen dan dikonfirmasi
dengan dermografometer. Tes dinyatakan positif jika teraba edema eritem dalam waktu 10 menit provokasi yang terasa gatal. Dermografometer
terkalibrasi dapat memberikan informasi lebih detail untuk dermografisme simptomatik, dimana sebuah alat akan diletakkan dan memberikan
tekanan antara 20-160 gr/mm2.
Terapi Urtikaria

Sistemik

1. Antihistamin H1
 Klorfeniramin maleat 3 x 4 mg
 Loratadin 1 x 10 mg
 Desloratadin 1 x 10 mg
 Cetirizin 1 x 10 mg
2. Bila tidak respon dosis dinaikkan hingga dosis maksimal
3. Bila tidak respon dapat ditambahkan H2 antagonis, leukotrien antagonis
4. Bila tidak respon tambahkan kortikosteroid oral . Dosis kortikosteroid diturunkan perlahan setiap 2-3 minggu, 1 mg untuk prednison.
5. Pada pasien yang urtikaria yang refrakter dipertimbangkan untuk pemberian nifedipin, zafirlukast, montelukast dan metotreksat.

Topikal

Bedak kocok yang mengandung anti pruritus seperti mentol dan kamfer.
Planning
 Rencana terapi

Medikamentosa
 Cetirizine 1x10mg
 Salisil talc
Non medikamentosa
 Pasien harus mulai mengenal dan mengidentifikasi kemungkinan faktor pencetus munculnya urtikaria
 Menghindari paparan dengan faktor pencetus untuk mecegah kekambuhan

Anda mungkin juga menyukai