Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Kolesistitis Kronik

Disusun oleh :

dr. Teda Faadhila

Pembimbing :

dr. Etra Ariadno, Sp.PD

Pendamping :

dr. Nursito HP

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT TNI AL MARINIR CILANDAK

PERIODE 6 FEBRUARI 2019 – 6 JUNI 2019

1
BERITA ACARA LAPORAN KASUS

Pada hari ini, 2019, telah dipresentasikan laporan kasus oleh :


Nama : dr. Teda Faadhila
Topik : Kolesistitis
Pendamping : dr. Nursito HP
Pembimbing : dr. Etra Ariadno, Sp.PD
Wahana : Rumah Sakit TNI AL Marinir Cilandak

No NAMA PESERTA TANDA TANGAN

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Pendamping

dr. Etra Ariadno, Sp.PD dr. Nursito HP

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

kasus “Kolesistitis Kronik” dengan baik.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih

kepada dr. Etra Ariadno,Sp.PD selaku dokter pembimbing dan dr. Nursito HP

selaku dokter pendamping Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini banyak

terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis

mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga

kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang

berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Jakarta, September 2019

Penulis

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan

keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah

kondisi subakut yang lebih lama yang disebabkan oleh disfungsi mekanik atau fungsional dari

pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan sangat erat

hubungannya dengan litiasis dan sering timbul perlahan-lahan. Terdapat dua bentuk kolesistitis

kronik yaitu kolesistitits kronik dengan kolelitiasis (dengan batu empedu) dan kolesistitis

akalkulus (tanpa batu empedu).1,2

Walau belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita masih

lebih rendah dibandingkan negara-negara barat. 95% kolesistitis kronik berkaitan dengan

kolelitiasis . 75% terdapat pada wanita diatas 40 tahun. 1,3

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal

dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea kuhususnya setelah

makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.1

Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis namun penyakit

ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama pada

orang lanjut usia

4
BAB 2

ILUSTRASI KASUS
2.1 IDENTITAS

No. RM :

Nama pasien : Tn. A

Jenis kelamin : Laki laki

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Alamat : Kebagusan II RT 011 RW 006

Tanggal masuk IGD RSMC : 22 Juli 2019

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Seorang pasien laki-laki, usia 42 tahun datang ke IGD RSMC dengan keluhan :

Nyeri perut yang semakin memburuk sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri perut semakin memburuk sejak 2 hari SMRS. Nyeri sudah dirasakan sejak 7 hari
SMRS. Nyeri hilang-timbul. Nyeri seperti diremas. Nyeri terutama dirasakan di ulu hati.

- Mual ada, muntah tidak ada, mulut pahit ada.

- BAK keruh seperti teh. BAB cair 3 kali per hari, ampas ada, lendir tidak ada, warna kuning.

- Demam sejak 5 hari SMRS, tinggi, turun dengan obat penurun panas.

Riwayat Penyakit Dahulu

5
- Riwayat dirawat di RSMC dengan Abses Peritonsilar

- Riwayat sakit maag

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

- Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis cooperative

GCS : E4M6V5

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36.1° C

Status alergi : Tidak ada

Gangguan perilaku : Tidak terganggu

VAS :5

6
Keadaan spesifik

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada. Isokor 3mm/3mm. Refleks

cahaya +/+

THT : Faring hiperemis -/-

Leher : Pembesaran KGB (-)

Paru-paru : Vesikular di kedua lapangan paru, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.

Jantung : HR = 80 x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen

I : tidak membuncit, venektasi tidak ada

P: supel, nyeri tekan di regio epigastrik, umbilikal, dan right hypochondric , hepar teraba
2 jari di bawah arcus costae kanan, dan 1 jari dibawah processu xipoideus, pinggir
hepar tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien tidak membesar.

P : timpani, shiffting dullness tidak ada

A: BU positif normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin:

Hb : 16,3 gr/dl

Hematokrit : 49 %

Leukosit : 10.100/mm3

Trombosit : 360.000/mm3

7
GDS : 108

Widal : negatif

Urinalisa :

Warna : Coklat

Kejernihan : Jernih

Lekosit Estervase : Negative

Berat jenis : 1,030

pH : 6,0

Protein :-

Glukosa :-

Keton :-

Urobilinogen : 0,2

Bilirubin :-

Nitrit :+

Blood :-

Leukosit : 4-6

Eritrosit : 1-2

Epitel :+

Bakteri :-

Silinder :+

Kristal :-

8
Diagnosis Kerja :

Dyspepsia

Diagmosis Banding :
- Kolesistitis akut
- Kolesistitis kronik

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

Kesan :

Cholecystitis

9
USG organ abdomen lainnya yang terscanning saat ini masih tampak normal

Diagnosis

Kolesistitis kronik

Penatalaksanaan

IGD

 Injeksi Lansoprazole 1x30 mg


 Antasida 2 tab po
Ruangan
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr iv (skin test)
 Injeksi Lansoprasol 2 x 1 ampul iv

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
23 Juli 2019 S/ Nyeri perut berkurang
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 110/70 nadi: 76 x/menit,
napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, nyeri tekan epigastrium (+) bising usus (+) normal

10
Ekstremitas: Edema (-),

A/ Dispepsia

P/
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr iv (skin test)
- Injeksi Lansoprasol 2 x 1 ampul iv

24 April 2019 S/ Nyeri perut berkurang, mual


Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 100/70 nadi: 60 x/menit,
napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: Edema (-)
USG: Kolesistitis

A/ Kolesistitis kronis

P/
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2x200 mg
- Parasetamol 3x1 tab
- Urdafalk 2x250 mg

25 Juli 2019 S/ Keluhan tidak ada

11
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 110/70 nadi: 62 x/menit,
napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Edema (-)

A/ Kolesistitis kronis

P/
- Cefixime 2x200 mg
- Urdafalk 2x250 mg
- Ranitidin 2x1

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

3.1 ANATOMI KANDUNG EMPEDU

Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber:


www.pennstatehershey.adam.com)
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang terletak pada

permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang disebut

dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga

10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan

ikat longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu

dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,

dan kolum.4

Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus

biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan

bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung

empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis.

13
Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati

duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri.4

3.2 DEFINISI

Kolesistitis kronik adalah kondisi subakut yang lama yang disebabkan oleh disfungsi

mekanik atau fungsional dari pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronis bisa terjadi

setelah satu atau lebih episode akur kolesistitis atau gejala meningkat. Pada kebanyakan kasus

pasien mengeluhkan satu atau lebih episode nyeri abdomen yang merupakan kolik bilier.2,5

3.3 ETIOLOGI

Disfungsi mekanik pengosongan kandung empedu disebabkan oleh hambatan fisik,

biasanya dari batu empedu. Banyak faktor yang dapat menimbulkan batu empedu. Konsentrasi

kolesterol yang tinggi daoat mencetuskan pembentukan batu kolesterol. Konsentrasi cairan

empedu yang tinggi dan kalsium yang tinggi juga dapat membentuk batu empedu. Batu ini dapat

menyebabkan iritasi langsung pada kandung empedu.2

Kolesistittis kronik akalkulus disebabkan oleh pengosongan hipokinetik dari kandung

empedu sebagai respon terhadap makanan di perut. Pada kasus ini, batu empedu dan endapan

tidak kelihatan, tapi gejala mulai dirasakan karena ketidakmampuan empedu untuk mengosongkan

diri secukupnya.2

Keadaan statis pada kandung empedu menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal

ini dapat menyebabkan iskemia pada dinding kandung empedu dan inflamasi. Keadaan statis ini

juga menungkinkan bakteri untuk berkolonisasi yang berkontribusi meningkatkan rekasi

inflamasi. Jika tekanan tidak segera turun maka dapat menyebabkan gangrene dan perforasi.6

14
3.4 GEJALA KLINIS

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal

dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea kuhususnya setelah

makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.1,2,5

Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di

daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkan

diagnosis.Pemeriksaan tanda murphy dilakukan dengan melakukan palpasi pada kuadran kanan

atas ketika pasien menghirup nafas dalam.1,7

Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastik, karsinoma kolon

kanan,pankreatitits kronik dan kelainan ductus koledukud perlu dipertimbangkan sebelum

diputuskan untuk melakukan kolesistektomi.1

3.6 DIAGNOSIS

Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat memperlihatkan

kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopi retrograde choledocho-pancreaticography

(ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus

koledokus.1

Pada kolesistitis kronik terdapat inflitrasi sel inflamasi kronik di semua lapisan dinding

yang menyebabkan penebalan dengan fibrosis pada lapisan subserosal maupun muscular. Hal ini

menyebabkan penyusutan organ dan penyempitan lumen. Berdasarkan hal ini, pada pemeriksaan

USG jika ditemukan batu empedu dengan atau tanpa penebalan dinding kandung empedu,

diagnosis dapat ditegakkan.8

15
Gambar 3.1 Gambaran USG pada kolesistitis. A: berkontraksi, dinding kandung empedu tebal
dan berisi batu. B: menebal ireguler, dinding kandun empedu hiperekoik, dengan batu.
Berdasarkan Tokyo guideline 18/13 kriteria diagnostic kolesistitis adalah:9

A. Gejala lokal inflamasi:

(1) Murphy’s sign (2) massa/nyeri/nyeri tekan RUQ

B. Gejala sistemik inflamasi:

(1) Demam, (2) peningkatan CRP, (3) peningkatan hitung leukosit

C. Temuan pada pencitraan:

Temuan pencitraan dengan karakteristik kolesistitis

Suspek : salah satu poin A + salah satu poin B

Diagnosis Definitif : satu poin A + 1 poin B + C

3.7 TATALAKSANA

Pengobatan sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung

empedu yang simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak

16
sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko

operasi.1,6

Kolesistektomi terbuka bisa dilakukan bila terdapat kontraindikasi laparaskopi. Terapi

definitive terbaik adalah kolesistektomi baik itu open maupun laparaskopi. Jika pasien tidak stabil

untuk dilakukan pembedahan, drainase prekutaneus diperlukan untuk terapi definitive

kolesistektomi di lain waktu. Pemberian antiviotik spektrum luas secara rutin dilakukan. Namun,

hal ini biasanya tidak efektif mengingat minimalnya penetrasi antibiotic ke kandung empedu yang

mengalami tegangan, antibiotic dapat membantu bacteremia sistemik.6

3.8 PROGNOSIS

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi

tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis

rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi

kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah

dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien

usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul

komplikasi pasca bedah.1

3.9 PEMBAHASAN

Pasien, laki-laki usia 42 tahun datan dengan keluhan Nyeri perut yang semakin memburuk

sejak 2 hari SMRS. Nyeri sudah dirasakan sejak 7 hari SMRS. Nyeri hilang-timbul. Nyeri seperti

diremas. Nyeri terutama dirasakan di ulu hati. Pasien merasakan mual namun tidak ada muntah.

BAK keruh seperti teh. BAB cair 3 kali per hari, ampas ada, lendir tidak ada, warna kuning. Pasien

demam sejak 5 hari SMRS, tinggi, turun dengan obat penurun panas.

17
Nyeri perut merupakan alasan umum orang untuk datang ke IGD. Embriologi menentukan

dimana pasien akan merasakan nyeri visceral. Nosiseptor visceral bisa di stimulasi oleh distensi,

peregangan, kontraksi kua dan iskemia. Nyeri dari struktur foregut yang meliputi lambung,

pancreas, hepar, sistem bilier dan duodenum proksimal, umumnya berlokasi di regio epigastrium.

Sisanya usus halus, dan sepertiga proksimal kolon termasuk appendiks merupakan struktur midgut

san nyeri visceral yang berhubungan dnegan organ inti akan berlokasi di regio periumbilical.

Struktur Hindgut seperti vesika urinaria, dua pertiga distal kolon dan organ pelvik lainnya

menyebabkan nyeri di suprapubic.10

Nyeri pada kandung empedu hampir tidak pernah kurang dari 1 jam dengan rata-rata durasi

5-16 jam, bervariasi hingga 24 jam. Pada kolesistitis dapat ditemukan nyeri terutama di

epigastrium, demam dan menggigil, mual dan muntah, ikterik, urin berwarna gelap, dan feses

berwarna keabu-abuan (dempul). Gejala ini disebabkan oleh terhambatnya aliran garam empedu

ke hepar.10,11

Berdasarkan anamnesa beberapa gejala yang dikeluahkan pasien mengarah pada

kolesistitis diantaranya: nyeri di regio epigastrium, nausea dan kolik berulang, demam, dan urin

yang berwarna gelap.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, nadi 80 kali per menit regular,

pernafasan 20 kali per menit, dan suhu 36.1° C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan

di regio epigastrik, umbilikal, dan right hypochondric. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

leukositosis. Hasil lain dalam batas normal.

Di IGD pasien didiagnosa dengan dyspepsia. Gejala kolesistitis kronis sering serupa

dengan dyspepsia. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang USG didapatkan gambaran

18
Cholecystitis. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Berdasarkan Tokyo Guideline 2018 pasien juga memenuhi kriteria diagnosa definitif

kolesistitis.

Pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxobe 1x2gr iv dan

injeksi lansoprazole 2x1 ampul iv. Ceftriaxone merupakan sefalosporin generasi ketiga yang

umumnya digunakan sebgai antibiotik empirik di IGD. Ceftriaxone berikatan dnegan protein dan

memiliki waktu paruj yang lama yang bisa diberikan satu kali sehati via intavena maupun

intramuscular.12

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1. Kolesistitis kronik adalah kondisi subakut yang lama yang disebabkan oleh disfungsi
mekanik atau fungsional dari pengosongan kandung empedu.
2. Berdasarkan penyebabnya, kolesistitis terbagi menjadi kolesititis kalkulus dan
akalkulus. Berdasarkan onsetnya, terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik.
3. Diagnosis kriteria untuk kolesititis dapat digunakan berdasarkan Tokyo guidelines.
4. Terapi kolesistitis pemberian antibiotik spektrum luas dan terapi pembedahan berupa
kolesistektomi.
5. Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah terjadinya
komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema, emfisema, perforasi kandung
empedu, abses hati, peritonitis, dan sepsis.

4.2 SARAN

1. Perlunya pengenalan dan pemahaman tanda dan gejala kolesistitis yang lebih baik
sehingga diagnosis kolesistitis dapat ditegakkan lebih cepat dan tepat.
2. Perlunya pemberian terapi yang adekuat dan tepat sesuai dengan kondisi pasien
sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya komplikasi
kolesistitis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.


Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keenam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. Hal 477-478.
2. Jones MW, Ferguson T. Chronic Cholecystitis. StatPearls[Internet]. Treasure Islans (FL):
StatPearls Publishing; 2019 Jan-.
3. Gulwani patologi outlines
4. Avunduk C, 2008. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. 4th Ed. USA:
Lippincott Williams and Wilkins. p59-60.
5. Kaitlyn JK, Sharon MW. Cholecyatitis. Blumgart,s Surgery of the Liver, Biliary Tract
and Pancreas, 2- Volume Set (Six Edition), 2017
6. Jones MW, Ferguson T. Acalculous Cholecystitits. StatPearls[Internet]. Treasure Islans
(FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-.
7. Philip LJ. Murphy’s sign. MJA. 2017
8. Janene AS, Gallbladder and biliary tree. Clinical Ultrasound (Third Edition). 2011
9. Yokoe M, Hata J, Tkada T, et.al. Tokyo Guidelines 2018: diagnostic criteria and severity
grading of acute cholecystitits. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2018. 25:41-54
10. Macaluso CR, Mcnamara RM. Evaluaton and management of acute abdominal pain in
the emergency department. International Journal of General medicine. 2012
11. Harvard Medical School. Cholecystitis. Harvard Health Publishing. 2019
12. Durham SH, Wingler MJ, Eiland LS. Appropriate use of ceftriaxone in the emergency
departemen on a veteran’s health care system. Journal of Pharmacy Technology. 2017

21

Anda mungkin juga menyukai