Kolesistitis Kronik
Disusun oleh :
Pembimbing :
Pendamping :
dr. Nursito HP
1
BERITA ACARA LAPORAN KASUS
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pembimbing Pendamping
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
kepada dr. Etra Ariadno,Sp.PD selaku dokter pembimbing dan dr. Nursito HP
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah
kondisi subakut yang lebih lama yang disebabkan oleh disfungsi mekanik atau fungsional dari
pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan sangat erat
hubungannya dengan litiasis dan sering timbul perlahan-lahan. Terdapat dua bentuk kolesistitis
kronik yaitu kolesistitits kronik dengan kolelitiasis (dengan batu empedu) dan kolesistitis
Walau belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita masih
lebih rendah dibandingkan negara-negara barat. 95% kolesistitis kronik berkaitan dengan
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal
dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea kuhususnya setelah
Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis namun penyakit
ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama pada
4
BAB 2
ILUSTRASI KASUS
2.1 IDENTITAS
No. RM :
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang pasien laki-laki, usia 42 tahun datang ke IGD RSMC dengan keluhan :
- Nyeri perut semakin memburuk sejak 2 hari SMRS. Nyeri sudah dirasakan sejak 7 hari
SMRS. Nyeri hilang-timbul. Nyeri seperti diremas. Nyeri terutama dirasakan di ulu hati.
- BAK keruh seperti teh. BAB cair 3 kali per hari, ampas ada, lendir tidak ada, warna kuning.
- Demam sejak 5 hari SMRS, tinggi, turun dengan obat penurun panas.
5
- Riwayat dirawat di RSMC dengan Abses Peritonsilar
Keadaan umum
GCS : E4M6V5
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.1° C
VAS :5
6
Keadaan spesifik
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada. Isokor 3mm/3mm. Refleks
cahaya +/+
Paru-paru : Vesikular di kedua lapangan paru, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
Abdomen
P: supel, nyeri tekan di regio epigastrik, umbilikal, dan right hypochondric , hepar teraba
2 jari di bawah arcus costae kanan, dan 1 jari dibawah processu xipoideus, pinggir
hepar tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien tidak membesar.
A: BU positif normal
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin:
Hb : 16,3 gr/dl
Hematokrit : 49 %
Leukosit : 10.100/mm3
Trombosit : 360.000/mm3
7
GDS : 108
Widal : negatif
Urinalisa :
Warna : Coklat
Kejernihan : Jernih
pH : 6,0
Protein :-
Glukosa :-
Keton :-
Urobilinogen : 0,2
Bilirubin :-
Nitrit :+
Blood :-
Leukosit : 4-6
Eritrosit : 1-2
Epitel :+
Bakteri :-
Silinder :+
Kristal :-
8
Diagnosis Kerja :
Dyspepsia
Diagmosis Banding :
- Kolesistitis akut
- Kolesistitis kronik
USG
Kesan :
Cholecystitis
9
USG organ abdomen lainnya yang terscanning saat ini masih tampak normal
Diagnosis
Kolesistitis kronik
Penatalaksanaan
IGD
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
23 Juli 2019 S/ Nyeri perut berkurang
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 110/70 nadi: 76 x/menit,
napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, nyeri tekan epigastrium (+) bising usus (+) normal
10
Ekstremitas: Edema (-),
A/ Dispepsia
P/
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr iv (skin test)
- Injeksi Lansoprasol 2 x 1 ampul iv
A/ Kolesistitis kronis
P/
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2x200 mg
- Parasetamol 3x1 tab
- Urdafalk 2x250 mg
11
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 110/70 nadi: 62 x/menit,
napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Edema (-)
A/ Kolesistitis kronis
P/
- Cefixime 2x200 mg
- Urdafalk 2x250 mg
- Ranitidin 2x1
12
BAB III
permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang disebut
dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga
10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan
ikat longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu
dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,
dan kolum.4
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus
biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan
bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung
empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis.
13
Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati
3.2 DEFINISI
Kolesistitis kronik adalah kondisi subakut yang lama yang disebabkan oleh disfungsi
mekanik atau fungsional dari pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronis bisa terjadi
setelah satu atau lebih episode akur kolesistitis atau gejala meningkat. Pada kebanyakan kasus
pasien mengeluhkan satu atau lebih episode nyeri abdomen yang merupakan kolik bilier.2,5
3.3 ETIOLOGI
biasanya dari batu empedu. Banyak faktor yang dapat menimbulkan batu empedu. Konsentrasi
kolesterol yang tinggi daoat mencetuskan pembentukan batu kolesterol. Konsentrasi cairan
empedu yang tinggi dan kalsium yang tinggi juga dapat membentuk batu empedu. Batu ini dapat
empedu sebagai respon terhadap makanan di perut. Pada kasus ini, batu empedu dan endapan
tidak kelihatan, tapi gejala mulai dirasakan karena ketidakmampuan empedu untuk mengosongkan
diri secukupnya.2
Keadaan statis pada kandung empedu menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal
ini dapat menyebabkan iskemia pada dinding kandung empedu dan inflamasi. Keadaan statis ini
inflamasi. Jika tekanan tidak segera turun maka dapat menyebabkan gangrene dan perforasi.6
14
3.4 GEJALA KLINIS
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal
dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea kuhususnya setelah
Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di
daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkan
diagnosis.Pemeriksaan tanda murphy dilakukan dengan melakukan palpasi pada kuadran kanan
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastik, karsinoma kolon
3.6 DIAGNOSIS
(ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus
koledokus.1
Pada kolesistitis kronik terdapat inflitrasi sel inflamasi kronik di semua lapisan dinding
yang menyebabkan penebalan dengan fibrosis pada lapisan subserosal maupun muscular. Hal ini
menyebabkan penyusutan organ dan penyempitan lumen. Berdasarkan hal ini, pada pemeriksaan
USG jika ditemukan batu empedu dengan atau tanpa penebalan dinding kandung empedu,
15
Gambar 3.1 Gambaran USG pada kolesistitis. A: berkontraksi, dinding kandung empedu tebal
dan berisi batu. B: menebal ireguler, dinding kandun empedu hiperekoik, dengan batu.
Berdasarkan Tokyo guideline 18/13 kriteria diagnostic kolesistitis adalah:9
3.7 TATALAKSANA
Pengobatan sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak
16
sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko
operasi.1,6
definitive terbaik adalah kolesistektomi baik itu open maupun laparaskopi. Jika pasien tidak stabil
kolesistektomi di lain waktu. Pemberian antiviotik spektrum luas secara rutin dilakukan. Namun,
hal ini biasanya tidak efektif mengingat minimalnya penetrasi antibiotic ke kandung empedu yang
3.8 PROGNOSIS
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi
kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien
usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
3.9 PEMBAHASAN
Pasien, laki-laki usia 42 tahun datan dengan keluhan Nyeri perut yang semakin memburuk
sejak 2 hari SMRS. Nyeri sudah dirasakan sejak 7 hari SMRS. Nyeri hilang-timbul. Nyeri seperti
diremas. Nyeri terutama dirasakan di ulu hati. Pasien merasakan mual namun tidak ada muntah.
BAK keruh seperti teh. BAB cair 3 kali per hari, ampas ada, lendir tidak ada, warna kuning. Pasien
demam sejak 5 hari SMRS, tinggi, turun dengan obat penurun panas.
17
Nyeri perut merupakan alasan umum orang untuk datang ke IGD. Embriologi menentukan
dimana pasien akan merasakan nyeri visceral. Nosiseptor visceral bisa di stimulasi oleh distensi,
peregangan, kontraksi kua dan iskemia. Nyeri dari struktur foregut yang meliputi lambung,
pancreas, hepar, sistem bilier dan duodenum proksimal, umumnya berlokasi di regio epigastrium.
Sisanya usus halus, dan sepertiga proksimal kolon termasuk appendiks merupakan struktur midgut
san nyeri visceral yang berhubungan dnegan organ inti akan berlokasi di regio periumbilical.
Struktur Hindgut seperti vesika urinaria, dua pertiga distal kolon dan organ pelvik lainnya
Nyeri pada kandung empedu hampir tidak pernah kurang dari 1 jam dengan rata-rata durasi
5-16 jam, bervariasi hingga 24 jam. Pada kolesistitis dapat ditemukan nyeri terutama di
epigastrium, demam dan menggigil, mual dan muntah, ikterik, urin berwarna gelap, dan feses
berwarna keabu-abuan (dempul). Gejala ini disebabkan oleh terhambatnya aliran garam empedu
ke hepar.10,11
kolesistitis diantaranya: nyeri di regio epigastrium, nausea dan kolik berulang, demam, dan urin
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, nadi 80 kali per menit regular,
pernafasan 20 kali per menit, dan suhu 36.1° C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan
di regio epigastrik, umbilikal, dan right hypochondric. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Di IGD pasien didiagnosa dengan dyspepsia. Gejala kolesistitis kronis sering serupa
18
Cholecystitis. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan Tokyo Guideline 2018 pasien juga memenuhi kriteria diagnosa definitif
kolesistitis.
Pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxobe 1x2gr iv dan
injeksi lansoprazole 2x1 ampul iv. Ceftriaxone merupakan sefalosporin generasi ketiga yang
umumnya digunakan sebgai antibiotik empirik di IGD. Ceftriaxone berikatan dnegan protein dan
memiliki waktu paruj yang lama yang bisa diberikan satu kali sehati via intavena maupun
intramuscular.12
19
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
1. Kolesistitis kronik adalah kondisi subakut yang lama yang disebabkan oleh disfungsi
mekanik atau fungsional dari pengosongan kandung empedu.
2. Berdasarkan penyebabnya, kolesistitis terbagi menjadi kolesititis kalkulus dan
akalkulus. Berdasarkan onsetnya, terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik.
3. Diagnosis kriteria untuk kolesititis dapat digunakan berdasarkan Tokyo guidelines.
4. Terapi kolesistitis pemberian antibiotik spektrum luas dan terapi pembedahan berupa
kolesistektomi.
5. Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah terjadinya
komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema, emfisema, perforasi kandung
empedu, abses hati, peritonitis, dan sepsis.
4.2 SARAN
1. Perlunya pengenalan dan pemahaman tanda dan gejala kolesistitis yang lebih baik
sehingga diagnosis kolesistitis dapat ditegakkan lebih cepat dan tepat.
2. Perlunya pemberian terapi yang adekuat dan tepat sesuai dengan kondisi pasien
sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya komplikasi
kolesistitis.
20
DAFTAR PUSTAKA
21