Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan

keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah

kondisi sub akut yang lebih lama yang disebabkan oleh disfungsi mekanik atau fungsional dari

pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan sangat erat

hubungannya dengan litiasis dan sering timbul perlahan-lahan. Terdapat dua bentuk kolesistitis

kronik yaitu kolesistitits kronik dengan kolelitiasis (dengan batu empedu) dan kolesistitis

akalkulus (tanpa batu empedu).1,2

Walau belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita masih

lebih rendah dibandingkan negara-negara barat.95% kolesistitis kronik berkaitan dengan

kolelitiasis. 75% terdapat pada wanita diatas 40 tahun. 1,3

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat

minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea

kuhususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah

bersendawa.1 Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis namun

penyakit ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama

pada orang lanjut usia. Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai beberapa

hal berkaitan dengan penyakit peradangan pada dinding kandung empedu ini serta terapi yang

sesuai.

1
BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS

No. RM :

Nama pasien : Ny. W

Jenis kelamin : perempuan

Umur : 55 tahun

Agama : Hindu

Status : Sudah menikah

Alamat : Tabanan

Tanggal masuk IGD RSMC : 20 Desember 2019

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Seorang pasien perempuan, usia 55 tahun datang ke IGD RSWP dengan keluhan :

Nyeri perut kanan atas

Riwayat PenyakitSekarang

- Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas, hal ini dialami os sejak 1 minggu ini dan
memberat dalam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
dirasakan seperti diremas ,Nyeri muncul bila os selesai makan, Mual (+) muntah (-),
Demam (-) mulut pahit (+)., BAB & BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Cholesistitis (+)

2
- Hidronefrosis grade 1

- Riwayat sakit maag (+)

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

- Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis cooperative

GCS : E4M6V5

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36.1° C

Status alergi :Tidak ada

Gangguanperilaku : Tidak terganggu

VAS :5

Keadaan spesifik

Kepala : Normocephal

3
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) Isokor 3mm/3mm. Refleks

cahaya +/+

THT : Faring hiperemis -/-

Leher : Pembesaran KGB (-)

Paru-paru :Vesikular di kedua lapangan paru (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-).

Jantung : HR = 80 x/menit, murmur(-), gallop(-)

Abdomen

I : tidak membuncit, venektasi tidakada

P: supel, nyeri tekan di regio hipocondriac right (+), umbilikal (+) dan epigastric (+),
hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae kanan, dan 1 jari dibawah processu
xipoideus, pinggir hepar tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien tidak
membesar.

P : timpani, shiffting dullness tidak ada

A: BU positif normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin:

Hb : 11,8 gr/dl

Hematokrit : 36 %

Leukosit : 10.300/mm3

Trombosit : 360.000/mm3

GDS : 108

4
Urinalisa :

Warna : Coklat

Kejernihan : Jernih

LekositEstervase : Negative

Beratjenis : 1,030

pH : 6,0

Protein :-

Glukosa :-

Keton :-

Urobilinogen : 0,2

Bilirubin :-

Nitrit :+

Blood :-

Leukosit : 4-6

Eritrosit : 1-2

Epitel :+

Bakteri :-

Silinder :+

Kristal :-

Diagnosis Kerja

5
Cholesistitis

Diagmosis Banding :
 dyspepsia
 Kolangitis
 Koledokolitiasis
 Kolelitiasis

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

Kesan :

Cholecystitis

USG organ abdomen lainnya yang terscanning saat ini masih tampak normal

Diagnosis

cholesistitis

6
Penatalaksanaan

IGD

 Injeksi ketorolak 1 amp


 Injeksi omeprazole 1 vial
Ruangan
 IVFD RL + ketorolak 2 amp 20 tpm
 Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
 Injeksi esomax 1amp/12 jam

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
21 Des 2019 S/ Nyeri perut (+) mual (+)
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 130/81 nadi: 90
x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36,2oC
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, nyeri tekan hipocondriac right (+)
bising usus (+) normal
Ekstremitas: Edema (-),

7
A/ cholesistitis

P/
- IVFD RL + ketorolak 2 amp 20 tpm
 Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
 Injeksi esomax 1amp/12 jam

22Desember S/ Nyeri perut (+), lemas (+) mual (-)


2019
Pkl. 10.00 O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 110/70 nadi: 80
x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan hipocondriac right
(+)
Ekstremitas: Edema (-)

A/ Kolesistitis
P/
- IVFD RL + ketorolak 2 amp 20 tpm
 Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
 Injeksi esomax 1amp/12 jam
-
23 desember S/ Keluhan tidak ada
2019
Pkl. 10.00 O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 130/70 nadi: 82
x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36oC

8
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Edema (-)

A/ Kolesistitis

P/
- IVFD RL 20 tpm
 Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
 Injeksi esomax 1amp/12 jam
-
24desember S/ Nyeri perut (-), lemas (-) mual (-)
2019

O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 120/80 nadi: 80


x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan hipocondriac right
(-)
Ekstremitas: Edema (-)

A/ Kolesistitis
P/
- IVFD RL 20 tpm
 Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
 Injeksi esomax 1amp/12 jam

9
25 Desember S/ Nyeri perut (-), lemas (-) mual (-)
2019

O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 120/80 nadi: 80


x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan hipocondriac right
(-)
Ekstremitas: Edema (-)

A/ Kolesistitis
P/
- BPL
- Meloxicam 2x15 mg
- Cefixime 2x100 mg

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan

dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi

fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir

inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,

belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum

minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan

collum dengan permukaan visceral hati.(4)

11
Gambar 1. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.

Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil

dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum

vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang

perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung

empedu berasal dari plexus coeliacus.9

12
Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan skema aliran saluran bilier.

3.2. Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk memproduksi cairan empedu, normalnya antara 600-

1200 ml/hari. Kandung empedu (vesica fellea) berperan sebagai reservoir empedu dan mampu

menyimpan sekitar 45-50 ml cairan empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk

sementara di dalam kandung empedu, dan di sini akan mengalami proses pemekatan. Fungsi

primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.

Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu

hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Untuk membantu proses pemekatan

cairan empedu ini, mukosa vesica fellea mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama

13
lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak

yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.(10)

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Cairan ini

kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.

Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian

keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum

terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.(11)

Menurut Guyton & Hall, empedu memiliki dua fungsi penting:(12)

 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam

empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan

partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim

lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan

absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang

penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin,

dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Pengosongan Cairan Empedu

Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum

terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam

makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak

14
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam

waktu sekitar 1 jam.(5)

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum sekitar 30

menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding

kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan

dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot

polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.(13)

Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang

menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Stimulasi vagal yang berhubungan

dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk

sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. (13)

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu

Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam

usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol

15
merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan

garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari

kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat

ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.(14)

Ada dua macam garam empedu dari hati, yaitu : Asam deoksikolat dan Asam kolat.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi

deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan

diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam

bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga

bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi

garam empedu akan terganggu.(14)

Fungsi garam empedu adalah menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang

terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-

partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut serta membantu absorbsi asam lemak,

monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.(15)

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme

bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah

menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin

bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel

darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.(15)

16
Tabel 1. Komposisi cairan empedu13

Komponen Dari hepar Dari kandung

empedu

Air 97,5 gr% 95 gr%

Garam empedu 1,1 gr% 6 gr%

Bilirubin 0,04 gr% 0,3 gr%

Kolesterol 0,1 gr% 0,3 – 0,9 gr%

Asam lemak 0,12 gr% 0,3 – 1,2 gr%

Lesitin 0,04 gr% 0,3 gr%

Elektrolit – –

3.3 Definisi

Kolesistitis merupakan radang pada kandung empedu. Terdapat faktor yang mempengaruhi

timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding

kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah 90% batu empedu. Yang terletak di

duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul

tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Diperkirakan banyak faktor yang

berpengaruh,seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang

merusak lapisan mukosa dinding kandung mepedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.(4)

17
3.4. Etiologi

Etiologi, faktor risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda

menurut jenis batu empedu (batu kolesterol dan batu pigmen).

kolesistitis kakulosa

 Jenis kelamin wanita,

 Obesitas atau penurunan berat badan yang cepat

 Obat-obatan (terutama terapi hormonal pada wanita),

 Kehamilan dan usia

kolesistitis akalkulosa

Berhubungan dengan penyakit yang berhubungan dengan stasis cairan empedu, seperti

penyakit kritis, operasi besar atau trauma/luka bakar berat, sepsis, pemberian nutrisi parenteral

total (TPN) jangka panjang, puasa jangka panjang, penyakit jantung (termasuk infark

miokardium), penyakit sel sabit, infeksi Salmonella, diabetes mellitus, pasien AIDS yang

terinfeksi cytomegalovirus, cryptosporidiosis, atau microsporidiosis. Pasien dengan

imunodefisiensi juga menunjukkan peningkatan risiko kolesistitis akibat berbagai sumber infeksi

lain. Dapat dijumpai sejumlah kasus kolesistitis idiopatik.(14)

3.5. Epidemiologi

Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus bilier, 20% mengalami

kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara perlahan meningkat, terutama pada lansia.

Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita

18
dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita.

Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga

insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai

lebih sering pada pria usia lanjut. (11)

Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan secara fisiologi untuk

meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam populasi orang yang lebih tua kurang

dipahami. Meningkatnya kadar insidensi untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan

dengan rasio perubahan androgen kepada estrogen.(11)

3.6. Patogenesis Kolesistitis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan

empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut

adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya

batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).(16)

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan

terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe

menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun

begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,

sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon

peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan

prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi

inflamasi dan supurasi.(17)

19
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen

pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien

ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies

Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut dapat

menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya

menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.(18)

Gambar 3. Patofisiologi kolesistitis akut.(18)

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko terhadap

perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka bakar yang

serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan

operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang

20
mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi,

diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira,

Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis

akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya

(sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises).(19)

Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi

secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan stimulus dari

kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi

kondisi statis dari cairan empedu.(19)

3.7 Manifestasi Kolesistitis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah

kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut

dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula

kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat

bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau

perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang

sembuh spontan.(20)

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada

pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif

sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan

ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila

dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang

21
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya

menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).(21)

Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri

secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi

abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum

generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus

dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi

bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien –

pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu

spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.(21)

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan

kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi

kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik

kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda –

tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.18

3.8. Diagnosis Kolesistitis

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan

pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis

sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000

sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat

[kurang dari 85,5 μmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami

peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali

22
phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim

amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase

dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan

pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta

leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu

dipertimbangkan.18

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan

konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa

visualisasi kandung empedu.15 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran

kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang

(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat

memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak

bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu

(empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu.13

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat

bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan

saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun

gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan

dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu

membantu penegakkan diagnosis.13

Pada kolesistitis kronik terdapat inflitrasi sel inflamasi kronik di semua lapisan dinding yang

menyebabkan penebalan dengan fibrosis pada lapisan sub serosal maupun muscular. Hal ini

23
menyebabkan penyusutan organ dan penyempitan lumen.Berdasarkan hal ini, pada pemeriksaan

USG jika ditemukan batu empedu dengan atau tanpa penebalan dinding kandung empedu,

diagnosis dapat ditegakkan.11

Gambar 3.1Gambaran USG pada kolesistitis. A: berkontraksi, dinding kandung empedu

tebal dan berisibatu. B: menebal ireguler, dinding kandung empedu hiperekoik, dengan batu

Berdasarkan Tokyo guideline 18/13 kriteria diagnostic kolesistitis adalah:12

A. Gejala local inflamasi:

(1) Murphy’s sign (2) massa/nyeri/nyeritekanRUQ

B. Gejala sistemik inflamasi:

(1) Demam, (2) peningkatan CRP, (3)peningkatan hitung leukosit

C. Temuan pada pencitraan:

Temuan pencitraan dengan karakteristik kolesistitis

Suspek : salah satupoin A + salah satupoin B

Diagnosis Definitif :satupoin A + 1 poin B + C

24
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih

besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding

kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan

lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan adanya

abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.(22)

Gambar 6. CT Scan abdomen pada pasien kolesistitis akut menunjukkan adanya batu empedu

dan penebalan dinding kandung empedu.

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6

Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah.

Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam

30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa

adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat

menyokong kolesistitis akut.11

25
Gambar 7. Kiri: Scintigrafi normal, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45 menit; Kanan:

pada pasien kolesistitis, HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit

Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk

melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris

komunis pada pasien yang beresiko tinggi menjalani laparaskopi kolesistektomi.(23)

Pada pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda – tanda kongesti pada jaringan.

Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan gambaran kolesistitis kronik dimana terdapat

fibrosis, pendataran mukosa dan sel – sel inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran herniasi

dari lapisan mukosa yang disebut dengan sinus Rokitansky-Aschoff. Pada kasus – kasus lanjut

dapat ditemukan gangren dan perforasi.(23)

3.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk kolesistitis diantaranya adalah:

 pankreastitis

 Apendisitis

 Kolik bilier

 Kolangiokarsinoma

26
 Kolangitis

 Koledokolitiasis

 Kolelitiasis

 Mukokel kandung empedu

 Ulkus gaster

 Gastritis akut

 Pielonefritis akut24

3.10 Komplikasi

Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:

 Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien

dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan lebih

tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode

pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.

 Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran

besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di

duodenum dan atau di pilorus.

 Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara di

dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia coli,

Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien

dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%).

Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi

darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.

 Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.24

27
3.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada tidaknya

komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat jalan, sedangkan pada

pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana pembedahan. Antibiotik dapat diberikan

untuk mengendalikan infeksi. Untuk kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi

mengistirahatkan usus, diet rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi

abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut

yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat

diberikan:24

 Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada kasus berat

yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilastatin.

 Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan

metronidazol.

 Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.

 Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin intravena.24

Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan dengan

syarat:

1. Tidak demam dan tanda vital stabil

2. Tidak ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.

3. Tidak ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.

4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi

imunokompromis.

28
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.

6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.

7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.24

Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut

Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:

 Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.

 Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk mengkontrol mual dan

mencegah gangguan cairan dan elektrolit.

 Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.24

Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi.

Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis. Penelitian

menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik, waktu perawatan di rumah

sakit semakin berkurang.

29
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:

 Resiko tinggi untuk anestesi umum

 Obesitas

 Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau

fistula

 Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.

 Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.24

Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus

dengan menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi transhepatik dengan bantuan

ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang tersebut dapat

menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus

cukup diterapi dengan drainase perkutaneus ini.24

Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode endoskopi

dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic retrograde

cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung empedu secara jelas dan

sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus biliaris. Endoscopic ultrasound-guided

transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien

kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang endoscopic

gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut,

menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari

pada 24 pasien.24

30
3.12 Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi

tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis

rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi

kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah

dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien

usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul

komplikasi pasca bedah.25

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien, perempuan usia 55 th datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan atas, hal

ini dialami os sejak 1 minggu ini dan memberat dalam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri

bersifat hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti diremas ,Nyeri muncul bila os selesai makan,

Mual (+) muntah (-), Demam (-) mulut pahit (+)., BAB & BAK dalam batas normal.

Nyeri perut merupakan alasan umum orang untuk datang ke IGD. Embriologi

menentukan dimana pasien akan merasakan nyeri visceral. Nosiseptor visceral bisa di stimulasi

oleh distensi, peregangan, kontraksi dan iskemia. Nyeri dari struktur foregut yang meliputi

lambung, pancreas, hepar, system bilier dan duodenum proksimal, umumnya berlokasi di regio

epigastrium. Sisanya usus halus, dan sepertiga proksimal kolon termasuk appendiks merupakan

struktur midgutsan nyeri visceral yang berhubungan dengan organ inti akan berlokasi di regio

periumbilical. Struktur Hindgut seperti vesika urinaria, dua pertiga distal kolon dan organ pelvic

lainnya menyebabkan nyeri di suprapubic.26

Nyeri pada kandung empedu hampir tidak pernah kurang dari 1 jam dengan rata-rata

durasi 5-16 jam, bervariasi hingga 24 jam. Pada kolesistitis dapat ditemukan nyeri terutama di

epigastrium, demam dan menggigil, mual dan muntah, ikterik, urin berwarna gelap, dan feses

berwarna keabu-abuan (dempul). Gejala ini disebabkan oleh terhambat nya aliran garam

empedu ke hepar.10,11

32
Berdasarkan anamnesa beberapa gejala yang dikeluhkan pasien mengarah pada

kolesistitis diantaranya: nyeri di regio hipocondriac kanan, nausea , kolik berulang, dan riwayat

sebelumnya cholesistitis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, nadi 80 kali per menit regular,

pernafasan 20 kali per menit, dan suhu 36.1° C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri

tekan di regio right hypocondric, epigastrik, dan umbilikal. Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan leukositosis. Hasil lain dalam batas normal. Setelah dilakukan pemeriksaan

penunjang USG didapatkan gambaran Cholecystitis. Diagnosa ditegakkan berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Tokyo Guideline 2018

pasien juga memenuhi criteria diagnose definitive kolesistitis.

Pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tetes per menit, injeksi cepraz 2x1gr iv dan

injeksi esomax 2x1 ampul iv. Cepraz merupakan sefalosporin generasi ketiga yang umumnya

digunakan sebgai antibiotic kempirik di IGD. Cepraz berikatan dengan protein dan memiliki

waktu paruh yang lama yang biasa diberikan 1-2 kali sehari via intavena mau pun

intramuscular..12

33
34

Anda mungkin juga menyukai