PENDAHULUAN
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah
kondisi sub akut yang lebih lama yang disebabkan oleh disfungsi mekanik atau fungsional dari
pengosongan kandung empedu. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan sangat erat
hubungannya dengan litiasis dan sering timbul perlahan-lahan. Terdapat dua bentuk kolesistitis
kronik yaitu kolesistitits kronik dengan kolelitiasis (dengan batu empedu) dan kolesistitis
Walau belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita masih
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea
kuhususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah
bersendawa.1 Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis namun
penyakit ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama
pada orang lanjut usia. Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai beberapa
hal berkaitan dengan penyakit peradangan pada dinding kandung empedu ini serta terapi yang
sesuai.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
No. RM :
Umur : 55 tahun
Agama : Hindu
Alamat : Tabanan
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang pasien perempuan, usia 55 tahun datang ke IGD RSWP dengan keluhan :
Riwayat PenyakitSekarang
- Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas, hal ini dialami os sejak 1 minggu ini dan
memberat dalam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
dirasakan seperti diremas ,Nyeri muncul bila os selesai makan, Mual (+) muntah (-),
Demam (-) mulut pahit (+)., BAB & BAK dalam batas normal.
- Cholesistitis (+)
2
- Hidronefrosis grade 1
Keadaan umum
GCS : E4M6V5
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.1° C
VAS :5
Keadaan spesifik
Kepala : Normocephal
3
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) Isokor 3mm/3mm. Refleks
cahaya +/+
Paru-paru :Vesikular di kedua lapangan paru (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-).
Abdomen
P: supel, nyeri tekan di regio hipocondriac right (+), umbilikal (+) dan epigastric (+),
hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae kanan, dan 1 jari dibawah processu
xipoideus, pinggir hepar tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien tidak
membesar.
A: BU positif normal
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin:
Hb : 11,8 gr/dl
Hematokrit : 36 %
Leukosit : 10.300/mm3
Trombosit : 360.000/mm3
GDS : 108
4
Urinalisa :
Warna : Coklat
Kejernihan : Jernih
LekositEstervase : Negative
Beratjenis : 1,030
pH : 6,0
Protein :-
Glukosa :-
Keton :-
Urobilinogen : 0,2
Bilirubin :-
Nitrit :+
Blood :-
Leukosit : 4-6
Eritrosit : 1-2
Epitel :+
Bakteri :-
Silinder :+
Kristal :-
Diagnosis Kerja
5
Cholesistitis
Diagmosis Banding :
dyspepsia
Kolangitis
Koledokolitiasis
Kolelitiasis
USG
Kesan :
Cholecystitis
USG organ abdomen lainnya yang terscanning saat ini masih tampak normal
Diagnosis
cholesistitis
6
Penatalaksanaan
IGD
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
21 Des 2019 S/ Nyeri perut (+) mual (+)
Pkl. 10.00
O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 130/81 nadi: 90
x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36,2oC
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, nyeri tekan hipocondriac right (+)
bising usus (+) normal
Ekstremitas: Edema (-),
7
A/ cholesistitis
P/
- IVFD RL + ketorolak 2 amp 20 tpm
Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
Injeksi esomax 1amp/12 jam
A/ Kolesistitis
P/
- IVFD RL + ketorolak 2 amp 20 tpm
Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
Injeksi esomax 1amp/12 jam
-
23 desember S/ Keluhan tidak ada
2019
Pkl. 10.00 O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 130/70 nadi: 82
x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 36oC
8
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : Irama teratur, bising (-)
pulmo : vesikular, ronkhi (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Edema (-)
A/ Kolesistitis
P/
- IVFD RL 20 tpm
Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
Injeksi esomax 1amp/12 jam
-
24desember S/ Nyeri perut (-), lemas (-) mual (-)
2019
A/ Kolesistitis
P/
- IVFD RL 20 tpm
Injeksi cepraz 1 gr / 12 jam
Injeksi esomax 1amp/12 jam
9
25 Desember S/ Nyeri perut (-), lemas (-) mual (-)
2019
A/ Kolesistitis
P/
- BPL
- Meloxicam 2x15 mg
- Cefixime 2x100 mg
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan
dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
11
Gambar 1. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum
vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang
perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
12
Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan skema aliran saluran bilier.
3.2. Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk memproduksi cairan empedu, normalnya antara 600-
1200 ml/hari. Kandung empedu (vesica fellea) berperan sebagai reservoir empedu dan mampu
menyimpan sekitar 45-50 ml cairan empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini akan mengalami proses pemekatan. Fungsi
primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.
Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu
hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Untuk membantu proses pemekatan
cairan empedu ini, mukosa vesica fellea mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama
13
lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Cairan ini
kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum
terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin,
terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
14
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum sekitar 30
menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding
kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan
dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Lemak
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang
menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Stimulasi vagal yang berhubungan
dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk
sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung
empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. (13)
Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol
15
merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari
Ada dua macam garam empedu dari hati, yaitu : Asam deoksikolat dan Asam kolat.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi
deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan
diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam
bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga
bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
Fungsi garam empedu adalah menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang
terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut serta membantu absorbsi asam lemak,
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah
menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin
bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel
darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.(15)
16
Tabel 1. Komposisi cairan empedu13
empedu
Elektrolit – –
3.3 Definisi
Kolesistitis merupakan radang pada kandung empedu. Terdapat faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding
kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah 90% batu empedu. Yang terletak di
duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul
tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Diperkirakan banyak faktor yang
merusak lapisan mukosa dinding kandung mepedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.(4)
17
3.4. Etiologi
Etiologi, faktor risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda
kolesistitis kakulosa
kolesistitis akalkulosa
Berhubungan dengan penyakit yang berhubungan dengan stasis cairan empedu, seperti
penyakit kritis, operasi besar atau trauma/luka bakar berat, sepsis, pemberian nutrisi parenteral
total (TPN) jangka panjang, puasa jangka panjang, penyakit jantung (termasuk infark
miokardium), penyakit sel sabit, infeksi Salmonella, diabetes mellitus, pasien AIDS yang
imunodefisiensi juga menunjukkan peningkatan risiko kolesistitis akibat berbagai sumber infeksi
3.5. Epidemiologi
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus bilier, 20% mengalami
kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara perlahan meningkat, terutama pada lansia.
Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita
18
dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita.
Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga
insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai
Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan secara fisiologi untuk
meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam populasi orang yang lebih tua kurang
dipahami. Meningkatnya kadar insidensi untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut
adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan
terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe
menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun
begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,
sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon
peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi
19
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen
pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien
ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies
perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka bakar yang
serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan
operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang
20
mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi,
diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira,
Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis
akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi
secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan stimulus dari
kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut
dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau
perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang
sembuh spontan.(20)
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada
pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif
sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan
ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila
dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
21
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri
secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum
generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien –
pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu
kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi
kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik
kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda –
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis
sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000
sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat
[kurang dari 85,5 μmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami
peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali
22
phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase
pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
dipertimbangkan.18
konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa
visualisasi kandung empedu.15 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat
memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak
bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan
saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun
gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu
Pada kolesistitis kronik terdapat inflitrasi sel inflamasi kronik di semua lapisan dinding yang
menyebabkan penebalan dengan fibrosis pada lapisan sub serosal maupun muscular. Hal ini
23
menyebabkan penyusutan organ dan penyempitan lumen.Berdasarkan hal ini, pada pemeriksaan
USG jika ditemukan batu empedu dengan atau tanpa penebalan dinding kandung empedu,
tebal dan berisibatu. B: menebal ireguler, dinding kandung empedu hiperekoik, dengan batu
24
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih
besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan
lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan adanya
abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.(22)
Gambar 6. CT Scan abdomen pada pasien kolesistitis akut menunjukkan adanya batu empedu
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah.
Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam
30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
25
Gambar 7. Kiri: Scintigrafi normal, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45 menit; Kanan:
pada pasien kolesistitis, HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit
melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris
Pada pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda – tanda kongesti pada jaringan.
Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan gambaran kolesistitis kronik dimana terdapat
fibrosis, pendataran mukosa dan sel – sel inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran herniasi
dari lapisan mukosa yang disebut dengan sinus Rokitansky-Aschoff. Pada kasus – kasus lanjut
pankreastitis
Apendisitis
Kolik bilier
Kolangiokarsinoma
26
Kolangitis
Koledokolitiasis
Kolelitiasis
Ulkus gaster
Gastritis akut
Pielonefritis akut24
3.10 Komplikasi
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien
dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan lebih
tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara di
dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia coli,
Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien
dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%).
27
3.11 Penatalaksanaan
komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat jalan, sedangkan pada
untuk mengendalikan infeksi. Untuk kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi
mengistirahatkan usus, diet rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi
abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut
yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat
diberikan:24
Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada kasus berat
metronidazol.
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan dengan
syarat:
4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi
imunokompromis.
28
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
29
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
Obesitas
fistula
Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.24
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus
ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang tersebut dapat
menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode endoskopi
sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus biliaris. Endoscopic ultrasound-guided
transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien
kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang endoscopic
gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut,
menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari
pada 24 pasien.24
30
3.12 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi
kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien
usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien, perempuan usia 55 th datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan atas, hal
ini dialami os sejak 1 minggu ini dan memberat dalam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
bersifat hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti diremas ,Nyeri muncul bila os selesai makan,
Mual (+) muntah (-), Demam (-) mulut pahit (+)., BAB & BAK dalam batas normal.
Nyeri perut merupakan alasan umum orang untuk datang ke IGD. Embriologi
menentukan dimana pasien akan merasakan nyeri visceral. Nosiseptor visceral bisa di stimulasi
oleh distensi, peregangan, kontraksi dan iskemia. Nyeri dari struktur foregut yang meliputi
lambung, pancreas, hepar, system bilier dan duodenum proksimal, umumnya berlokasi di regio
epigastrium. Sisanya usus halus, dan sepertiga proksimal kolon termasuk appendiks merupakan
struktur midgutsan nyeri visceral yang berhubungan dengan organ inti akan berlokasi di regio
periumbilical. Struktur Hindgut seperti vesika urinaria, dua pertiga distal kolon dan organ pelvic
Nyeri pada kandung empedu hampir tidak pernah kurang dari 1 jam dengan rata-rata
durasi 5-16 jam, bervariasi hingga 24 jam. Pada kolesistitis dapat ditemukan nyeri terutama di
epigastrium, demam dan menggigil, mual dan muntah, ikterik, urin berwarna gelap, dan feses
berwarna keabu-abuan (dempul). Gejala ini disebabkan oleh terhambat nya aliran garam
empedu ke hepar.10,11
32
Berdasarkan anamnesa beberapa gejala yang dikeluhkan pasien mengarah pada
kolesistitis diantaranya: nyeri di regio hipocondriac kanan, nausea , kolik berulang, dan riwayat
sebelumnya cholesistitis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, nadi 80 kali per menit regular,
pernafasan 20 kali per menit, dan suhu 36.1° C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri
tekan di regio right hypocondric, epigastrik, dan umbilikal. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Hasil lain dalam batas normal. Setelah dilakukan pemeriksaan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Tokyo Guideline 2018
Pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tetes per menit, injeksi cepraz 2x1gr iv dan
injeksi esomax 2x1 ampul iv. Cepraz merupakan sefalosporin generasi ketiga yang umumnya
digunakan sebgai antibiotic kempirik di IGD. Cepraz berikatan dengan protein dan memiliki
waktu paruh yang lama yang biasa diberikan 1-2 kali sehari via intavena mau pun
intramuscular..12
33
34