Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seiring dengan peningkatan status ekonomi, perubahan gaya hidup dan efek
samping modernisasi, kecenderungan penyakit yang timbul di masyarakat pun
mengalami pergeseran ke arah penyakit tidak menular dan kronis. Beberapa penyakit
yang sering timbul antara lain diabetes melitus dan hipertensi. Di masa yang akan
datang, jumlah penderita penyakit degeneratif ini diperkirakan akan semakin meningkat,
karena jumlah penduduk usia lanjut juga semakin bertambah. Hal ini akan memberikan
dampak dan beban ganda bagi pembangunan kesehatan di wilayah terkait.

Menurut World Health Organization (WHO, 2008), masalah kesehatan utama


yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis. Penyakit kronis
tersebut banyak macamnya, dua diantaranya ialah penyakit Hipertensi dan Diabetes
Melitus. Berdasarkan hasil penelitian di 15 kabupaten/kota di Indonesia yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan tahun 2011- 2012,
memberikan fenomena 17,7% kematian disebabkan oleh stroke dan 10% kematian
disebebkan karena gagal jantung. Faktor utama penyebab terjadia kematian karena 2
penyakit diatas ialah karena Hipertensi.

Dengan berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional sejak bulan Januari 2014,


sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, maka Puskesmas
sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sekaligus garda terdepan pelayanan
kesehatan masyarakat dapat melaksanakan kegiatan Prolanis untuk melakukan
pembinaan proaktif dan terintegrasi bagi para penderita penyakit kronis.

Definisi Prolanis menurut BPJS Kesehatan ialah suatu sistem pelayanan


kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan
peserta, Faskes (Fasilitas Kesehatan) dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
(Buku panduan praktis PROLANIS BPJS Kesehatan, 2014). Penyakit kronis yang
dimaksud dalam program Prolanis BPJS ialah penyakit diabetes melitus tipe II dan
penyakit hipertensi, dengan bentuk aktivitas pelaksanaan yang meliputi konsultasi medis/
edukasi, homevisit, aktivitas klub dan pemantauan status kesehatan 6 dengan
penanggungjawab program ada pada Kantor Cabang BPJS Kesehatan Bagian Manajemen
Pelayanan Primer (BPJS Kesehatan, 2014).

Dokter pelayanan primer juga diharapkan dapat memberikan pelayanan promotif


dan preventif yang komprehensif. Selain itu mereka memiliki tugas untuk mengedukasi
dan meningkatkan kemampuan peserta PROLANIS untuk memelihara kesehatan
pribadinya secara mandiri. Pelayanan yang diberikan oleh Dokter Keluarga PROLANIS
seperti pelayanan obat untuk penyakit diabetes pasien selama satu bulan, mengingatkan
jadwal konsultasi dan pengambilan obat, memberi informasi dan pengetahuan tentang
penyakit diabetes secara teratur dan terstruktur, pemantauan status kesehatan secara
intensif serta adanya kegiatan kunjungan rumah (home visit) bagi peserta. Dokter
keluarga akan memantau kepatuhan pasien terhadap program pengelolaan penyakit
kronis ini untuk mengetahui apakah pasien benar-benar melakukan apa yang
direncanakan oleh dokter keluarga PROLANIS.

Komitmen peserta dalam mengikuti PROLANIS juga merupakan hal yang sangat
penting. Peserta diharapkan mengikuti segala semua ketentuan pengobatan yang
direncanakan, karena jika tidak ada komitmen maka program ini akan gagal. Dengan
adanya PROLANIS, target peningkatan status kesehatan, pengetahuan, kemampuan,
dan kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri dapat
terwujud secara maksimal. Target ini juga didasarkan pada panduan klinis yang berlaku.

Indikator keberhasilan program PROLANIS adalah terwujudnya Profil Kesehatan


Peserta melalui pemantauan berkesinambungan terhadap peserta. Hal ini bertujuan agar
jumlah peserta yang hidup sehat dengan penyakit kronis dapat dioptimalkan dan peserta
yang jatuh pada fase akut atau penyakit menjadi semakin parah dapat diminimalisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, diketahui rumusan masalahnya:

1. Di masa yang akan datang, jumlah penderita penyakit degeneratif (diabetes melitus,
hipertensi) ini diperkirakan akan semakin meningkat, karena jumlah penduduk usia
lanjut juga semakin bertambah. Hal ini akan memberikan dampak dan beban ganda
bagi pembangunan kesehatan di wilayah terkait.
2. Kegiatan prolanis berperan besar dalam peningkatan status kesehatan, pengetahuan,
kemampuan, dan kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secata
mandiri dapat terwujud secara maksimal.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
1. Evaluasi program pengelolahan penyakit kronis di wilayah puskesmas Selemadeg I
pada bulan Januari- April 2019 untuk Meningkatkan kesehatan agar dapat mencapai
mutu kehidupan yang berkualitas dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Memberikan pencegahan dan deteksi dini, serta konsep dan pemahaman mengenai
penyakit kronis kepada peserta Prolanis melalui edukasi, sehingga terdapat
perubahan dalam tingkat pemahaman, sikap dan perilaku setiap peserta
2. Mendorong peserta Prolanisuntuk mencapai kualitas hidup yang optimal, dan
mencegah timbulnya komplikasi penyakit bagi para peserta yang telah menderita
penyakit kronis.

3. Terjadinya interaksi dan diskusi antar peserta dan petugas kesehatan mengenai
penyakit kronis dan hal-hal yang berkaitan.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis

Mini project ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam program Prolanis
tahun 2019

1.4.2 Manfaat Aplikatifnya

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mengikuti kegiatan prolanis,agar


pasien terhindar dari komplikasi. Dukungan keluarga berperan terhadap kepatuhan
pasien mengikuti program prolanis.

2. Bagi Dinas Kesehatan


Hasil mini project ini dapat dijadikan bahan referensi untuk meningkatkan kinerja
program prolanis di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg I pada tahun mendatang.
3. Bagi Penulis

Menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh selama pendidikan kedokteran, menambah

pengetahuan, pengalaman serta masukan penulis selanjutnya.

.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Prolanis

PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan


proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas
Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta
BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014)
Tujuan program ini dalam BPJS adalah untuk mendorong peserta
penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75%
peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik”
pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan
Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit. (Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014).
Sasaran dari kegiatan Prolanis adalah seluruh peserta BPJS Kesehatan
penyandang penyakit kronis khusunya diabetes melitus (DM) Tipe 2 dan hipertensi.
Kegiatan Prolanis lebih menyasar penyangdang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan
hipertensi dikarenakan penyakit tersebut dapat ditangani ditingkat primer dan dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Adapun kegiatan yang dilaksanakan Prolanis
meliputi aktifitas konsultasi medis/ edukasi, Home visit, Reminder SMS gateway,
aktivitas klub dan pemantauan status kesehatan. 24 Penanggung jawab dalam kegiatan
Prolanis adalah kantor cabang BPJS Kesehatan bagian manajemen pelayanan primer.

Adapun Program Pengelolaan Penyakit Kronis memiliki karateristik sebagai berikut:

a. Penetapan target kesehatan individual bagi setiap penderita penyakit kronis.


b. Penanganan kesehatan per individual peserta penderita penyakit kronis fokus pada
upaya promotif dan preventif untuk mencegah episode akut.
c. Edukasi dan upaya meningkatkan kesadaran dan peran serta Peserta penderita
penyakit kronis terhadap perawatan kesehatannya secara mandiri.
d. Penerapan protokol pengobatan yang berdasaran evidence base medicine.
e. Peningkatan fungsi gate keeper pada tingkat Rawat Jalan Tingkat Pertama dalam
rangka pengendalian biaya pelayanan rujukan. (Rini, 2014)
2.2 Mekanisme Prolanis

Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis bersifat komprehensif


(menyeluruh) meliputi :

a. Upaya promotif; penyuluhan/informasi berbagai media, konsultasi, dan reminder


aktifitas medis
b. Upaya preventif; imunisasi, penunjang diagnostik, kunjungan rumah (home
visite), konseling
c. Upaya kuratif; pemeriksaan dan pengobatan penyakit pada Rawat Jalan Tingkat
Pertama, Rawat Jalan Lanjutan, Rawat Inap Lanjutan serta pelayanan obat d.
Upaya rehabilitatif; penanganan pemulihan dari penyakit kronis

Pelayanan PROLANIS di fasilitas kesehatan primer lebih fokus pada pelayanan


promotif dan preventif meliputi :

 Pemberian konsultasi medis, informasi, edukasi terkait penyakit kronis kepada


penderita dan keluarga

o kunjungan ke rumah pasien

o Penyuluhan penyakit kronis

o Pelatihan bagi tata cara perawatan bagi penderita



 Pemantauan kondisi fisik peserta kronis secara berkesinambungan

 Pemberian resep obat kronis dan kemudian peserta mengambil obat

 pada Apotek yang ditunjuk

 Pemberian surat rujukan ke Fasilitas yang lebih tinggi untuk kasus-kasus yang tidak
dapat ditanggulangi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Primer.

 Penanganan terapi penyakit kronis dan peresepan obat kronis sesuai Panduan Klinis
penanganan penyakit kronis yang berlaku

 Membuat dokumentasi status kesehatan per Pasien terhadap setiap pelayanan yang
diberikan kepada tiap pasien

 Membuat jadwal pemeriksaan rutin yang harus dijalani oleh peserta

2.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Prolanis


 Persiapan pelaksanaan PROLANIS

1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:


a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)

2. Menentukan target sasaran


3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan distribusi target
sasaran peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta PROLANIS
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi, pertemuan kelompok
pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan yang
diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar
PROLANIS
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status kesehatan
peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta
yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes
Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes
Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS Membuat laporan kepada Kantor
Divisi Regional/ Kantor Pusat

 Aktifitas PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara
peserta dengan Faskes Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Definisi : Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi
peserta PROLANIS

Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub) PROLANIS minimal 1 Faskes


Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi
kesehatan Peserta dan kebutuhan edukasi.

Langkah - langkah:

a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai tingkat


severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang
b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi
Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya

c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub


d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari
peserta.Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis
(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub)
e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan
pertama
f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing Faskes Pengelola:
1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola
2) Menganalisis data
g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
h. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan
kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya

 Reminder melalui SMS Gateway


Definisi : Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal
konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut

Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing


Faskes Pengelola
Langkah – langkah:

a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta


PROLANIS/Keluarga peserta permasing-masing Faskes Pengelola
b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway
c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes
Pengelola
d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah peserta
yang telah mendapat reminder)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder dengan
jumlah kunjungan
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

 Home Visit
Definisi : Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta
PROLANIS untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi
peserta PROLANIS dan keluarga

Sasaran:

Peserta PROLANIS dengan kriteria :

a. Peserta baru terdaftar


b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan
berturut-turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)
d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
Langkah – langkah:

a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan Home Visit

b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan

c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit

d. Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes Pengelola dengan berkas sebagai
berikut:
1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang
dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah
peserta yang telah mendapat Home Visit)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit
dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

2.4 Hal-Hal Yang Perlu Mendapat Perhatian


1. Pengisian formulir kesediaan bergabung dalam PROLANIS oleh calon peserta
PROLANIS. Peserta PROLANIS harus sudah mendapat penjelasan tentang program
dan telah menyatakan kesediaannya untuk bergabung.
2. Validasi kesesuaian diagnosa medis calon peserta. Peserta PROLANIS adalah peserta
BPJS yang dinyatakan telah terdiagnosa DM Tipe 2 dan atau Hipertensi oleh Dokter
Spesialis di Faskes Tingkat Lanjutan.
3. Peserta yang telah terdaftar dalam PROLANIS harus dilakukan proses entri data dan
pemberian flag peserta didalam aplikasi Kepesertaan. Demikian pula dengan Peserta
yang keluar dari program. Pencatatan dan pelaporan menggunakan aplikasi Pelayanan
Primer(P-Care).

2.5 Diabetes militus


 Definisi DM
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit dengan gangguan metabolisme kronis
disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufiensi fungsi insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah
(Depkes RI, 2005). Diabetes mellitus menggambarkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kadar gula darah dalam batas normal atau memproduksi insulin(Setiawan & Tri,
2007).

 Klasifikasi
Diabetes mellitus terdapat 4 jenis yaitu :
1). Diabetes mellitus tipe 1
Pada DM tipe 1 ini terjadi gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik serta gangguan produksi insulin. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi autoimun maupun idiopatik yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas
sehingga tidak dapat memproduksi insulin (WDF, 2009).
2). Diabetes mellitus tipe 2
Pada penderita DM tipe 2 sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. DM
tipe 2 tidak terjadi perusakan sel-sel β Langerhans secara autoimun sebagaimana yang
terjadi pada DM tipe 1 sehingga dalam penanganannya biasanya tidak memerlukan
terapi pemberian insulin. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan yang menjadi
penyebab terjadinya DM tipe 2 seperti obesitas, diet tinggi lemak atau rendah serat,
serta kurangnya olahraga (Depkes RI, 2005).

3). Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional (GDM = Gestational Diabetes Mellitus) adalah
peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan (ADA, 2013). Intoleransi glukosa
GDM pertama kali terjadi selama masa kehamilan pada atau setelah trimester kedua
yang bersifat sementara selama masa kehamilan (Depkes RI, 2005).

4) DM tipe khusus lain

DM tipe ini ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak ada
resistensi insulin. Biasanya pasien menunjukkan hiperglikemia ringan pada usia dini.
Beberapa mutasi genetik telah menunjukkan dalam reseptor insulin dan berkaitan dengan
resistensi insulin. Resistensi insulin A mengacu pada sindrom klinis acanthosis nigricans,
virilisasi pada wanita, ovarium polikistik, dan hiperinsulinemia. Sebaliknya, tipe B
resistensi insulin disebabkan oleh autoantibodi ke reseptor insulin. Leprechaunism adalah
sindrom anak dengan spesifik fitur wajah dan resistensi insulin yang parah karena cacat
pada gen reseptor insulin. Diabetes Lipoatrophic merupakan hasil dari cacat postreseptor
dalam signaling insulin (Triplit et al., 2008).

 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus tipe 1

Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes


juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal
ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris:
childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM)
adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah
akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM
dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada
anak – anak.

Diabetes Melitus tipe 2

Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada
tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif;
pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal
atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap
insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi
karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi
asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot
dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan
pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin
meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab
tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang
menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.
Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM
tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di
mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat,
diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama
mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.

Diabetes tipe lain

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang pada
biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic,
diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel
beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan
pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid
(pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan
kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat
meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga
meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga
meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes
karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin.
(Silabernagi,2002)

 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis


tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya


diabetes mellitus perlu diperlukan apabila terdapat keluhan klasik seperti dibawah ini :

a. Keluhan klasik diabetes mellitus berupa :


- Poliuria
- Polidipsia
- Polifagia
- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
b. Keluhan lain berupa :
- Lemah badan
- Kesemutan
- Gatal
- Mata Kabur
- Dsifungsi ereksi pada pria
- Pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis diabetes mellius dapat ditegakkan melalui tiga cara :
a. Jika ditemukan keluhan klasik dan kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >
200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl disertai adanya
keluhan klasik.
c. Kadar glukosa plasma >= 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tabel Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring
dan diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .

Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar glukosa Plasma ( vena ) < 100 100-199 >200


darah sewaktu
Darah Kapiler
<90 90 – 199 >200
( mg/dl )

Kadar glukosa Plasma (vena) <100 100 – 125 >126


darah puasa (
Darah Kapiler <90 >126
mg /dl ) 90 – 99

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring
dan diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .

Tabel 3. Kriteria Diabetes Mellitus

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.
Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
Gambar 1. Alur Pemeriksaan Diabetes Mellitus

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam
darah berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan
terjadinya komplikasi (Depkes RI, 2005). Dengan target hemoglobin AIC ≤ 6,5%, GDP <
110 mg/dL dan GDPP < 140 mg/dL (AACE, 2007). Pengobatan non farmakologis terdiri
dari intervensi gaya hidup menggunakan latihan fisik dan modifikasi asupan gizi. Terapi ini
efisien dalam mencegah gangguan toleransi glukosa pada pasien diabetes tipe 2 (Martin &
Kolb, 2008).

1) Edukasi (Penyuluhan)

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan edukasi yang komprehensif


serta upaya peningkatan motivasi. Oleh karena itu partisipasi pasien, keluarga, dan
masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.
2) Terapi gizi medis

Terapi Gizi Medis (TGM) adalah pengaturan pola makan dan pemahaman tentang
jenis serta jumlah makanan berdasarkan kebutuhan individu. Terapi gizi medis
bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah, profil lipid, dan
berat badan dalam batas normal sehingga kualitas hidup pasien meningkat.

3) Latihan jasmani

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar kolesterol
HDL, sehingga dapat memperbaiki atau mengendalikan glukosa darah. Terbukti
dalam observasi pengukuran kadar glukosa sebelum dan sesudah latihan fisik pada
senam aerobik mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah ( PERKENI,2006).

4) Insulin

Pada orang normal produksi insulin tiap hari 20-60 unit. Apabila produksi insulin
lebih dari 60 unit perhari berarti terjadi resistensi insulin. Hal ini bisa disebabkan
karena jumlah reseptor insulin menurun, adanya anti-insulin, dan kerusakan insulin
dijaringan yang membutuhkannya

Jenis insulin (ADA, 2013) :

 Insulin kerja-cepat, bekerja sekitar 15 menit setelah injeksi, waktu puncak


sekitar 1 jam, dan terus bekerja selama 2 sampai 4 jam. Jenis: Insulin
glulisine (Apidra), insulin lispro (Humalog), dan insulin ASPART
(Novolog)

 Insulin reguler atau short-acting, biasanya mencapai aliran darah dalam


waktu 30 menit setelah injeksi, waktu puncak 2 sampai 3 jam setelah
injeksi, dan berlaku efektif sekitar 3 sampai 6 jam. Jenis: Humulin R, R
Novolin
 Insulin intermediate-acting, umumnya mencapai aliran darah sekitar 2
sampai 4 jam setelah injeksi, puncaknya 4 sampai 12 jam kemudian, dan
berlaku efektif untuk sekitar 12 sampai 18 jam. Jenis: NPH (Humulin N, N
Novolin)
 Insulin long-acting, mencapai aliran darah beberapa jam setelah injeksi dan
cenderung menurunkan kadar glukosa cukup merata selama periode 24-
jam. Jenis: Insulin detemir (Levemir) dan insulin glargine (Lantus).


5) Obat Hipoglikemik Oral

Obat hipoglikemik oral hanya digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
tidak berhasil dengan terapi non farmakologis. Mekanisme obat hipoglikemik oral
yaitu menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi sekresi insulin endogen oleh
sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin di reseptor intrasel (Davis,
2005).

 Komplikasi

Komplikasi terdapat dua macam yaitu:

1) Komplikasi akut

a) Ketoasidosis diabetik (KAD)

KAD timbul sebagai akibat dari pemecahan sel-sel lemak jaringan yang

menghasilkan asam lemak bebas sehingga meningkatkan senyawa keton yang bersifat
asam dalam darah.

b) Hiperglikemik

Suatu keadaan dimana kadar gula darah sangat tinggi. Faktor penyebabnya meliputi
makan secara berlebih, stres emosional serta penghentian obat DM secara mendadak.
c) Hipoglikemi

Ditandai dengan tekanan darah turun, terasa lapar, mual, lemah, lesu, keringat dingin,
tangan gemetar sampai koma. Hal ini disebabkan karena kadar gula darah rendah
(Anies, 2006).

) Komplikasi kronis

Komplikasi kronis ada dua jenis yaitu Makroangiopati (pembuluh darah jantung;
pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak) dan Mikroangiopati (retinopati diabetik;
nefropati diabetik dan neuropati) (Perkeni, 2006).

2.6 Hipertensi

 Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya


140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII.
 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output)
dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan
hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan
isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi
miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas
pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis, system rennin-
angiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.

Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan
volume darah.

Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor
(EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu
jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial
natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator
yang cenderung menurunkan tekanan darah.

 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut


maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi. Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar
berasal dari negara maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination
Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada
orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di
Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.
Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

 Kriteria

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi


esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan hipertensi sekunder
adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang melatarbelakanginya.

Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2.

Kriteria Tekanan Darah menurut JNC 7

Kriteria Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Darah

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-90

Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Hipertensi urgensi >180 Atau >110

Hipertensi emergensi >180 Atau >110 + Kerusakan organ target


Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah
menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang
hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit
kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140
mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik. Risiko penyakit kardiovaskuler
dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan
20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.

 Klasifikasi

Berdasarkan Etiologinya Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

- Hipertensi Primer atau Esensial



Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik
adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. 90% dari
semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi esensial.

- Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit,
kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui
penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi
sekunder.Skitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal
(stenoisarteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2%
adalah penyakit kelaian hormonal (hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan
sisanya akibat pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).

 Faktor risiko
- Faktor Genetika (Riwayat keluarga)

Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.

- Ras
Orang –orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata
yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.

- Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat
yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre – menopause cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya,
sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon
estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai
pria dalam hal penyakit jantung

- Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih
berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat

- Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang
stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian
homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh
diri.

- Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.

- Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam.

- Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai
ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.

- Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang
tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari
pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

 Patofisiologi
a. Hipertensi primer

Beberapa teori patogénesis hipertensi primer meliputi :

- Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik


- Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
- Retensi Na dan air oleh ginjal
- Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
pembuluh darah
- Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel

Sebab – sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan
elastisitas) pada arteri – arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal
atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang
olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.
b.Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang


meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah
renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan obat-
obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi perubahan
struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.

 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

- Sakit kepala
- Kelelahan
- Mual-muntah
- Sesak napas
- Gelisah
- Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak
disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera.
 Diagnosis

1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:

a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah


b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-
obatan analgesic dan obat/ bahan lain.
 Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).

c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)

d. Gejala kerusakan organ


 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis

 Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki

 Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria

e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah

 Pengukuran rutin di kamar periksa


- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
lantai dan lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-13,
lebar 35 cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas arteri
brachialis)
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan suara
Korotkoff fase I dan V

- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau


pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.

 Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)



- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic

- Hipertensi office atau white coat

- Hipertensi sekunder

- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi

- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi

 Pengukuran sendiri oleh pasien



b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan hipertensi
sekunder

Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran tekanan


darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.
3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

o Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)


o Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
o Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
o Elektrolit (kalium)
o Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
o Asam urat (serum)
o Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
o Elektrokardiografi (EKG)

Beberapa anjurantest lainnya seperti:

o Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya


LVH
o Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
o Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
o Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
o Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
o Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
o Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
o Foto thorax.

Gambaran kardiomegali dengan hipertensi pulmonal


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Mini Project

Jenis mini project yang dilakukan adalah dalam bentuk deskriptif yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi secara objektif.

A. Ruang Lingkup Pelaksanaan

1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg I

2. Waktu pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada periode tahun 2019

A. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data

Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk
angka-angka yang dapat dihitung besarannya. Data kualitatif dalam penelitian
ini adalah hasil laporan kegiatan dan laporan kasus Prolanis serta data
kepustakaan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang telah
dikumpulkan oleh petugas program Prolanis Puskesmas Selemadeg I dan dari
data studi kepustakaan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

3.2. Sasaran

Sasaran pelaksanaan ini adalah seluruh masyarakat di wilayah Kerja Puskesmas


Selemadeg yang menderita Hipertensi dan dm di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg.

3.3. Metode yang digunakan

o Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu data kegiatan program prolanis dan penyuluhan
PTM Puskesmas Selemadeg I.
o Observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu, pengamatan mengenai peran
kegiatan Prolanis dalam peningkatan status kesehatan, pengetahuan, kemampuan, dan
kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri baik dari
petugas puskesma Selemadeg ataupun kader yang terlibat.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 GAMBARAN UMUM

A. Geografi

Puskesmas Selemadeg merupakan satu-satunya Puskesmas yang berada di

Kecamatan Selemadeg. Letak geografis wilayah kerja puskesmas adalah membujur dari

daerah pantai sampai pegunungan. Puskesmas Selemadeg yang terletak di jantung ibu

kota kecamatan memiliki luas wilayah kerja 52,05 Km2. Adapun batas wilayah kerja

puskesmas :

Utara : Wilayah Hutan Gunung Batukaru

Selatan : Samudera Hindia

Timur : Desa Megati – Kecamatan Selemadeg Timur

Barat : Desa Antosari – Kecamatan Selemadeg Barat

Sesuai dengan peta wilayah berikut:


Wilayah kerja Puskesmas Selemadeg meliputi 10 desa dan 60 dusun. Semua

wilayah kerja dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda

empat. Desa yang terdekat dengan ibu kota kecamatan adalah Desa Bajera, sedangkan

yang paling jauh adalah Desa Wanagiri dan Wanagiri Kauh.

A. Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg sebanyak 22.584 jiwa

(6.818 KK) dengan kepadatan penduduk 434 jiwa/ km2. Desa yang paling tinggi kepadatan

penduduknya adalah Desa Bajera dengan kepadatan 1.455 jiwa/ km2, sedangkan yang

paling rendah tingkat kepadatannya adalah Desa Wanagiri sebesar 188 jiwa/ km2.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kesehatan Reproduksi Remaja
    Kesehatan Reproduksi Remaja
    Dokumen15 halaman
    Kesehatan Reproduksi Remaja
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen4 halaman
    Laporan Kasus
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Miniiiiiiii
    Miniiiiiiii
    Dokumen43 halaman
    Miniiiiiiii
    Anonymous tw1S18Bt
    Belum ada peringkat
  • Panduan Pelayanan Kerohanian
    Panduan Pelayanan Kerohanian
    Dokumen7 halaman
    Panduan Pelayanan Kerohanian
    TIKA HANDAYANI
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen4 halaman
    Laporan Kasus
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Olahraga
     Olahraga
    Dokumen1 halaman
    Olahraga
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen10 halaman
    Kasus
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Cholesistitis
    Lapkas Cholesistitis
    Dokumen34 halaman
    Lapkas Cholesistitis
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus I
    Laporan Kasus I
    Dokumen25 halaman
    Laporan Kasus I
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Phbs
    Phbs
    Dokumen2 halaman
    Phbs
    Anonymous tw1S18Bt
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Cholesistitis
    Lapkas Cholesistitis
    Dokumen34 halaman
    Lapkas Cholesistitis
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kolesistitis
    Kolesistitis
    Dokumen16 halaman
    Kolesistitis
    Anonymous oDtkN0o
    100% (1)
  • DMMMM
    DMMMM
    Dokumen22 halaman
    DMMMM
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner PDi
    Kuisioner PDi
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner PDi
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    made mela
    Belum ada peringkat
  • DM
    DM
    Dokumen2 halaman
    DM
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen10 halaman
    Document 1
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Bab I: 1.1 Latar Belakang
    Bab I: 1.1 Latar Belakang
    Dokumen53 halaman
    Bab I: 1.1 Latar Belakang
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Bab I: 1.1 Latar Belakang
    Bab I: 1.1 Latar Belakang
    Dokumen43 halaman
    Bab I: 1.1 Latar Belakang
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner PDi
    Kuisioner PDi
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner PDi
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner PDi
    Kuisioner PDi
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner PDi
    made mela
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi
    Pralingga Dewi
    Belum ada peringkat