Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN HIPOKALEMIA

Pembimbing :

dr. Sukiman, Sp. PD

Oleh :

Amalia Grahani Prasetyo

2014730006

Ilmu Penyakit Dalam


Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran & Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura
2018
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Usia : 24 tahun
TTL : Bangka, 23 September 1993
Alamat : Tipar Cakung
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Tanggal masuk : 08 Oktober 2018
No. Kamar : Abudzar Atas
No. RM : 00-97-9x-xx
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama

BAB Cair sejak ± 2 hari smrs

Keluhan Tambahan

Mual, muntah, lemas, pusing, demam

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak ± 2 hari smrs sebanyak 4
kali sehari awalnya berwarna coklat kehitaman sekarang berwarna
kekuningan terdapat sedikit ampas, namun tidak disertai lendir dan darah
tetapi berbau busuk. Pasien juga mengeluh nyeri perut terasa melilit,
mual disertai dengan muntah-muntah 10 kali, muntah berisi makanan
yang dimakan. Selain itu pasien juga mengeluh demam, lemas karena
terus menerus bolak-balik ke kamar mandi dan kepala terasa pusing.
Buang Air Kecil tidak ada gangguan.
Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien belum pernah mengalami gejala ini sebelumnya

 Riwayat hipertensi, DM, Penyakit jantung, pengobatan TB


disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak terdapat riwayat penyakit seperti ini pada keluarga.


 Riwayat asma, TB paru, DM, Hipertensi, dan penyakit jantung
disangkal.
Riwayat Pengobatan
 Pasien belum pernah berobat untuk meredakan keluhan seperti ini
Riwayat alergi
 Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan, obat-obatan,
maupun debu.
Riwayat Psikososial
 Pasien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dan sering makan
makanan pedas. Pasien tidak merokok dan minum alkohol.

1.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Kompos Mentis
 TTV :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 82 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36,3o C
 Status gizi
- BB : 56 kg
- TB : 156 cm
- IMT : 21,87 (normoweight)
 Status generalis :
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
 Hidung : Septum deviasi (-),sekret (-/-), epistaksis (-/-)
 Telinga : Normotia, sekret (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir kering, faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1
 Leher :Pembesaran KGB (-), Permbesaran tiroid (-)
 Thoraks :

Pulmo

- Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding


dada (-),
- Palpasi :Vokal fremitus sama kanan dan kiri
- Perkusi :Sonor di seluruh lapangan paru.
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-),
Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas →ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri →ICS V 1 jari medial linea
midclavicularis sinistra

Batas kanan →ICS IV linea parasternalis dextra

- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop


(-)
 Abdomen
- Inspeksi : Datar, distensi abdomen (-), luka operasi (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) 18 x/menit
- Palpasi : nyeri tekan er epigastrium (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
- Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
 Extremitas
- Atas :
Kanan : Dingin, edema (-), CRT <2 detik
Kiri :Dingin, edema (-), CRT <2 detik
- Bawah :
Kanan : Dingin, edema (-), CRT <2 detik
Kiri : Dingin, edema (-), CRT <2 detik
 Kulit

Turgor kulit : Baik


1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 14,0 g/dL 11,7 – 15,5

Hematokrit 33 % 35 - 47

Leukosit 17,2 103/µl 3,6-11,00

Trombosit 232 103/µl 150-440

Eritrosit 4,12 106/µl 3,80-5,20

MCH 81 Fl 80-100

MCV 27 Pg 26-34

MCHC 33 mg/dL 32-36

Creatinin 0,9 g/dL <1,4

Na 136 mEq/L 135-147

K 2,7 mEq/L 3,5-5,5

Cl 107 mEq/L 94-111

GDS 131 Mg/dL 70-200


1.5 Resume
Tn. R. 24 tahun, datang dengan keluhan BAB cair sejak ± 2 hari smrs
sebanyak 4x/hari, nyeri perut, demam, mual disertai dengan muntah 10 kali,
lemas, pusing.
Pada pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran : kompos mentis, tanda-
tanda vital normal, pemeriksaan fisik ditemukan mukosa bibir kering (+), akral
dingin (+), Bising usus meningkat (+) dan nyeri tekan epigastrium (+)
Pemeriksaan Penunjang : Kalium 2,7 mEq/L, Leukosit 17,2 x 103/ul

1.6 Daftar Masalah

 Gastroenteritis Akut e.c Bacterial Infection


 Hipokalemia

1.7 Assessment/Pembahasan.
Gastroenteritis akut
Menurut saya berdasarkan hasil pemaparan pasien berupa wawancara medik
dan pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan pada kasus ini
didapatkan:
 BAB cair sebanyak 4x/hari,berbau busuk
 Mual
 Muntah
 Nyeri perut lemas
 Pusing
Saya memutuskan bahwa kasus ini diagnosisnya adalah Gastroenteritis akut e.
c. Bacterial Infection serta diagnostic definitif yang mendukung adalah hasil
laboratorium darah serta rencana selanjutnya adalah pemeriksaan kultur feses.
Dehidrasi Ringan
Menurut saya berdasarkan hasil pemaparan pasien berupa wawancara medik
dan pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan pada kasus ini
didapatkan:
 Lemas
 Mukosa bibir kering
 Akral dingin
Saya memutuskan bahwa kasus ini diagnosisnya adalah Dehidrasi Ringan

Hipokalemi
Menurut saya berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan pada kasus ini didapatkan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
kalium 2,7 mEq/L
Saya memutuskan bahwa kasus ini diagnosisnya adalah Hipokalemi serta
diagnostic definitif yang mendukung adalah hasil laboratorium darah serta
rencana selanjutnya adalah pemeriksaan elektrolit ulang 24 jam..

1.8 Planning Terapi


1) Masalah I : GEA
Diet lambung
Inj ranitidin 2 x 25 mg
Inj ondancentron 3 x 8 mg(saat perlu)
Ofloxacin 2 x 400 mg po

2) Masalah II : Dehidrasi Ringan


Rehidrasi Inisial:
Berdasarkan Skor Daldiyono
Kebutuhan Cairan : 4 x 10% x 56 kg x 1000cc = 1500 cc/4 jam
15
Pemberian cairan : 1050cc/2 jam pertama, 450 cc/2 jam berikutnya
Rehidrasi rumatan : 2200cc/24 jam
3) Masalah III : Hipokalemia Ringan
Target Kalium : 3,5 mEq/L
Kadar kalium pasien : 2,7 mEq/L
Pasien diberi KSR 3 x 500mg po

1.9 Monitoring dan Evaluasi


Tanggal S O A P

09/10/201 BAB cair sudah TD : 110/70 mmHg, GEA dengan  IVFD RL 1500 cc/4 jam
8 berkurang, nyeri N : 78 x/menit, RR : Hipokalemia
perut berkurang, 20 x/menit, S :  Inj ranitidin 2 x25 mg
muntah (-), 36,6°C
mual (+), pusing nyeri tekan er
(+) epigastrium (+)  Inj ondancentron 3 x 8
mg(bila perlu)

 Ofloxacin 2 x 400 mg po

 KSR 3 x 500 mg

10/10/201 BAB cair sudah TD : 120/80 mmHg, GEA dengan  IVFD 2200 cc/24 jam
8 berkurang, nyeri N : 88 x/menit, RR : Hipokalemia
perut (-), mual 20 x/menit,S :  Inj ranitidin 2 x25 mg
(+), pusing (-) 36,3°C
 Inj ondancentron 3 x 8
mg(bila perlu)

 Ofloxacin 2 x 400 mg po

 KSR 3 x 500 mg

11/10/201 mual (+) TD : 110/80 mmHg, GEA dengan  IVFD 2200 cc/24 jam
8 N : 84 x/menit, RR : Hipokalemia
20 x/menit, S :  Inj ranitidin 2 x25 mg
36,2°C
 Inj ondancentron 3 x 8
mg(bila perlu)

 Ofloxacin 2 x 400 mg po

 KSR 3 x 500 mg

1.10 Kesimpulan
Diagnosis akhir: Gastroenteritis akut e.c. bacterial infection dengan
Hipokalemi
a) Edukasi:
- Istirahat yang cukup.
- Makan secara teratur pada jam tertentu serta menjaga
kebersihan makanan
- Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan
- Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
- Memasak makanan dan air minuman hingga matang
- Menjaga personal hygine terutama saat BAB dan BAK
b) Prognosis:
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanactionam : ad bonam
CLINICAL MANAGEMENT DEHIDRASI DAN GASTROENTERITIS AKUT
REHIDRASI INISIAL SELAMA 4 JAM REHIDRASI RUMATAN SELAMA 24 JAM

1050 cc 450 cc 2200 cc

Pukul 12.00 WIB REHIDRASI INISIAL Pukul 18.00 WIB REHIDRASI RUMATAN Pukul 18 .00 WIB
SKOR DALDIYONO : 4

TERAPI DEHIDRASI:
 Jenis Cairan: Ringer Laktat
 Jumlah Cairan :
o Rehidrasi Inisial: Berdasarkan Skor Daldiyono, pemberian cairan : 1050cc/2 jam pertama, 450 cc/2 jam berikutnya
o Rehidrasi rumatan : 2200cc/24 jam
TERAPI GASTROENTERITIS AKUT:
 Inj ranitidin 2 x25 mg
 Inj ondancentron 3 x 8 mg(bila perlu)
 Ofloxacin 2 x 400 mg po
TERAPI HIPOKALEMIA: Kadar kalium pasien : 2,7 mEq/L dapat diberikan KSR 3 x 500mg po
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

GASTROENTERITIS
1. DEFINISI
Gastroenteritis adalah peradangan selaput lendir saluran
gastrointestinal yang ditandai dengan diare dengan atau tanpa muntah.
Diare juga dapat didefinisikan dari berat tinja lebih dari 200 gram per hari
atau 200 ml/24 jam. definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali perhari.
Diare akut dapat didefinisikan sebagai perubahan pada frekuensi
buang air besar menjadi lebih sering dari normal atau perubahan
konsistensi feses menjadi lebih encer atau kedua-duanya dalam waktu
kurang dari 14 hari. Umumnya disertai dengan segala gangguan saluran
cerna yang lain seperti mual, muntah dan nyeri perut, kadang-kadang
disertai demam, darah pada feses serta tenesmus (gejala disentri).
Sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. EPIDEMIOLOGI

Data WHO tahun 2009 menunjukan angka kematian diare akut


diseluruh dunia mencapai 2 miliar kasus pertahun. Di amerika serikat,
ditemukan 100 kasus kasus diare akut pada dewasa tiap tahunnya,
menyebabkan 250.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dan 5000
meninggal dunia. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara
berkembang termasuk indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan
negara maju.
3. ETIOLOGI
Disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Diare akut paling banyak
disebabkan oleh infeksi.
a. Infeksi
1. Enteral
 Bakteri
- Akibat adanya infeksi bakteri di usus halus yang
disebabkan oleh Vibrio cholera, Euschericia coli
nbiasanya bersifat non inflamasi, BAB cair, tidak
menginvasi mukosa, tidak ditemukan leukosit feses

- Akibat infeksi bakteri di kolon (Salmonella sp.,


Shigella sp., Campylobacter jejunii, Yersinia
enterocolica, Entero Invasive Euschericia
coli/EIEC, Euschericia coli 0157:H7,
Staphylococcus aureus, Clostridium difficile),
biasanya dapat menginvasi mukosa, bersifat
inflamasi, adanya diare berdarah serta ditemukan
leukosit feses.

 Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalkvirus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (cmv),Echovirus,virus HIV.
Pada infeksi virus bersifat Non-inflamasi, tidak menginvasi
mukosa, BAB cair, tidak ditemukan adanya lekosit feses.
 Parasit
- Akibat infeksi parasit di usus halus yang disebabkan oleh
Giardia lamblia, Cryptosporidium, biasanya bersifat non
inflamasi, tidak menginvasi mukosa, BAB cair, tidak
ditemukan leukosit feses.
- Akibat infeksi parasit di kolon yang disebabkan oleh
Entamoeba histolytica, biasanya bersifat inflamasi, dapat
menginvasi mukosa, diare berdarah, ditemuakan adanya
leukosit feses.
 Worm
A.lumbricoides, cacing tambang, trichuris trichiura,
S.stercoralis, cestodiasis dll.
 Fungus : kandida/moniliasis
2. Perenteral
Otitis media akut (OMA), pneumonia. Traveler’s diarrhea :
E.coli, Giardia lamblia, Sigella, Entamoeba histolitica dll.
b. Non Infeksi
a. Makanan :
- Intoksikasi makanan : makanan beracun atau
mengandung logam berat, makanan mengandung
bakteri/toksik : clostridium perfringgens, B.cereus,
S.aureus, Streptococcus anhaemolyticus dll.
- Alergi : susu sapi, makanan tertentu.
- Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat monosakarida
(glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida, (sakarosa,
laktosa), lemak : rantai panjang trigleserida protein : asam
amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein
intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.
b. Imunodefesiensi : hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (bruton), penyakit granulomatose
kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA
heavycombination
c. Terapi obat . antibiotik,kemoterapi, antasid, dll
d. Tindakan tertentu seperti gastrektomi
,gastroenterostomi,dosis tinggi terapi radiasi.
e. Lain-lain: sindrom Zollingger-ellison,neuropati automik
(neuropati diabetic).
Keadaan Resiko dan kelompok risiko tinggi yang mungkin
mengalami diare infeksi :
1. Baru saja berpergian/ melancong : ke negara berkembang, daerah
tropis, kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang
sering berkemah

2. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan
shell fish, terumata yang mentah, rumah makan cepat saji
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko
infeksi HIV

4. PATOFISIOLOGI

a. Diare Osmotik

Diare yang disebabkan karena sejumlah besar bahan makanan yang


tidak dapat diabsorpsi dalam lumen usus sehingga terjadi
hiperosmolaritas intra lumen yang menimbulkan perpindahan cairan
dari plasma ke dalamlumen.Terjadi pada malabsorpsi karbohidrat,
penggunaan garam magnesiumataupun bahan yang bersifat laksansia .
Dikatakan diare osmotik bila osmotic gap feses > 125mosmol/kg
(normal< 50mosmol/kg). Berhenti bila pasien puasa.
b. Diare Sekretorik
Diare yang terjadi bila ada gangguan transpor elektrolit baik
absorbsi yang berkurang maupun sekresi yang meningkat melalui
dinding usus. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan
bakteri. Biasanya dengan volume banyak, cair, tidak ada
pus/darah.Diare sekretorik terjadi misalnya pada kasus kolera (toksin),
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek atau penggunaan
laksatif non-osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin,
vasoactiveintestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare
sekretorik. Diare tetap berlangsung walaupun pasien dipuasakan.
c. Diare Eksudatif
Diare yang terjadi akibat proses inflamasi/peradangan yang
menyebabkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.
Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun
bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, penyakit usus
inflamasi (inflamatory bowel disease) atau akibat radiasi. Oleh karena
terjadi kerusakan dinding usus, feses dapat mengandung pus, darah
atau mukus. Pada diare eksudatif terjadi juga peningkatan beban
osmotik, hipersekresi cairan akibat peningkatan prostaglandin dan
terjadi hiperperistaltik.
d. Diare Hiperperistaltik / Hipermotilitas
Diare tipe ini terjadi akibat gangguan motilitas yang menyebabkan
waktutransit usus menjadi lebih cepat. Pada usus halus menyebabkan
waktu paparan untuk absorpsi berkurang.Tipe ini terjadi pada keadaan
tirotoksikosis, penyakit usus iritabel(irritable bowel syndrome),
diabetes melitus, dan paska gastrektomi(dumping syndrome).Diare
dapat terjadi melalui lebih dari satu mekanisme patofisiologi.
Misalnya, padainfeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang
bekerja yaitu peningkatan sekresidan penurunan absorpsi usus.

5. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala
kliniktergantung penyebab yang mendasari.diare karena penyakit usus
halus biasanya berjumlah banyak, diare air dan sering berhubungan
dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi
sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan
diare infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri
abdomen, demam, tinja yang yang sering, bisa air, malabsorptif, atau
berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Pasien yang memakan
toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalai nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan
diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa
jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan
karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa
usus, seperti giardia lamblia dan cryptosporidium, biasanya menyebabkan
rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin
berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas, dan kembung.
Dengan mengetahui riwayat penyakit, dapat membantu untuk menegakan
diagnosis, sehingga penting menanyakan hal-hal berikut :
- Onset,

- durasi, frekuensi, progresivitas diare, kualitas diare;

- Mual dan muntah;

- Lokasi dan karakteristik nyeri perut;

- Riwayat penyakit dahulu, penyakit dasar/komorbid;

- Petunjuk epidemiologi (daerah endemik, Kejadian Luar


Biasa/KLB).

Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum, kesadaran, status gizi, tanda vital (tensi, nadi,
laju respirasi, suhu);

- Status hidrasi

- Kualitas nyeri perut (untuk menyingkirkan penyakit-penyakit lain


yang bermanifestasi diare akut)

- Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare


dengan feses berdarah, terutama pada usia >50 tahun.

- Identifikasi penyakit komorbid

Penyakit yang bermanifestasi diare akut dengan atau tanpa gejala


peritonitis
• Apendisitis
• Adneksitis
• Divertikulitis
• Peritonitis sekunder karena perforasi usus
• Infeksi sistemik: seperti malaria, campak, tifoid, dll
• Inflammatory bowel disease
• Enterokolitis iskemik
• Oklusi arteri/vena mesenteric
6. PENUNJANG DIAGNOSTIK
Pemeriksaan feses rutin penting dikerjakan. Pada kasus dengan
dehidrasi dilakukan pemeriksaan darah, feses, dan urin rutin, pemeriksaan
kimia darah meliputi ureum, kreatinin, elektrolit, serum transaminase, gula
darah, dan bila perlu analisis gas darah. Kultur feses dilakukan pada kasus
dengan dehidrasi, demam, diare berdarah, atau setelah 3 hari pengobatan
tidak ada perbaikan klinik. Media untuk kultur dapat dilihat pada
Pemeriksaan sigmoidoskopi/kolonoskopi dilakukan pada kasus diare
berdarah bila pemeriksaan penunjang yang sebelumnya tidak
memperlihatkan penyebab yang jelas.
Agar darah Seluruh bakteria aerob dan jamur,
mendeteksi produksi sitokrom oksidase
Mac Conkey Eosin-Methylene Blue Menghambat organisme gram-positif,
(EMB) agar dapat memfermentasi laktosa
Xylose-lysine-deoxycholate (XLD) Menghambat organisme gram-positif
agar; Hektoen enteric (HE) agar dan GNB non-patogenik, dapat
memfermentasi laktosa dan produksi
H2S
Skirrow agar Selektif untuk spesies Campylobacter
Sorbitol-Mac Conkey (SM) Agar Selektif untuk enterohemorrhagic E
coli
Cefsulodin-ingrasannovobiocin (CIN) Selektif untuk Y enterocolitica
agar
Thiosulfate-citrate-bilesucrose (TCBS) Selektif untuk spesies Vibrio
agar
Cycloserine-cefoxitinfructose- egg Selektif untuk C difficile
(CCFE) agar
Medium kultur untuk isolasi bakteri dengan spesimen feses

Pada kasus dengan dehidrasi atau toksisitas berat atau diare yang
berlangsung lebih dari beberapa hari perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut antara lain
seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja dan ELISA (Enzym linked immunosorbent
Assay) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis dan foto x-ray
abdomen.
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan
hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi
bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invafsif ke mukosa, memiliki
leukoositosis dengan kelebihan sel darah putih muda. Neutropenia dapat
timbul pada aalmonellosis.
Ureum dan kreatinin untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubbuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri,
cacing dan parasit pada dewasa.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3
bulan sebelumnya tau mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa
tinja untuk pengukuran toksin Clostridium difficile.
Retroskopi atau sigmoidkopi perlu dipertimbangkan pada pasien-
pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau pasien diare akut
persisten. Sigmoidooskopi mungkin adekuat pada pemeriksaan awal. Pada
pasien AIDS kolonoskopi perlu dipertimbangkanuntuk melihat penyebab
infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa dilakukan
apabila mukosa terlihat inflamasi berat.

7. PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI


Komplikasi pada diare paling sering yaitu adalah dehidrasi, menurut
keadaan klinisnya diare dapat dibagi atas 3 tingkatan :
1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB)  turgor mulai kembali
lambat, suara sedikit serak

2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB)  turgor kembali lambat,


suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok (nadi cepat, napas
cepat dan dalam)

3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB)  tanda dehidrasi sedang di


tambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), sianosis.

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan,


A. Keadaan klinis : ringan, sedang, berat
B. Berat jenis plasma : pada dehidrasi bj plasma meningkat
- Dehidrasi berat : bj plasma 1,032-1040
- Dehidrasi sedang : bj plasma 1,028-1,032
- Dehidrasi ringan : bj plasma 1,025-1,028
C. Pengukuran central venous preassure (cvp)
Bila cvp +4 s/d +11 cm h2 : normal syok atau dehidrasi maka cvp
kurang dari +4 cm h2o2.

Derajat dehidrasi menurut PGI konsensus tatalaksana diare akut


pada orang dewasa :
8. TATALAKSANA
1. Terapi Suportif

Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi,


asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan,
sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang
banyakdan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan
intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung
elektrolit dan gula harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah,
efektif dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral
antara lain : oralit, pedialit, dll. Cairan infus antra lain : ringer
laktat, dll. Cairan diberikan 50-200 ml/ kgBB/ 24 jam tergantung
kebutuhan dan status hidrasi. Pemberian cairan diberikan sesuai
dengan derajat dehidrasi.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-
macam pemberian cairan :

1. Jumlah cairan dibutuhkan = (BJ Plasma sekarang dikurangi


1,025) hasilnya dibagi 0,001 kemudian dikalikan Berat Badan
lalu dikalikan 4 ml.
2. Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:

 Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan : 5% X Kg BB


 Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan : 8% X Kg BB
 Dehidrasi berat, kebutuhan cairan : 10% X Kg BB

3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis antara lain :

No PEMERIKSAAN SKOR
1 Muntah 1
2 Vox 2
3 Apatis 1
4 Somnolent (Soporous) 2
5 Tekanan darah 60-90 mmHg 1
6 Tekanan darah < 60 mmHg/tak teratur 2
7 Nadi ≥ 120 x/menit 1
8 Nafas ≥ 30 x/menit 1
9 Turgor kurang 1
10 Facies cholerica 2
11 Ekstremitas dingin 1
12 “Washer woman’s hand” 1
13 Cyanosis 2
14 Umur antara 50 – 60 tahun -1
15 Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (kg) x 1 liter


15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya
diberikan cairan peroral (sebnyak mungkin sedikit demi sedikit),
bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan
per intravena.
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan
pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk
pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr Na bikarbonat
dan 1,5 gr KCl per liter air, contoh oralit generik, renalyte, pharolit,
dll. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket
yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika
sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti
dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok
teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.
Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.

Pemberian cairan dehidrasi dibagi atas :

a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi initial): jumlah total


kebutuhan cairan menurut rumus BJ plasma atau skor
daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai
rehidrasi optimal secepat mungkin
b. Satu jam berikut/jam ke 3 (tahap kedua) pemberian cairan
diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada
syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan
peroral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan
kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss (iwl)

Berdasarkan PGI tatalaksana diare pada orang dewasa antara


lain :
Oral, misalkan: Cairan garam gula, oralit, pedialyte, renalyte.
o Diberikan pada pasien dengan diare akut tanpa komplikasi
atau dengandehidrasi ringan.

o Larutan rehidrasi oral (LRO), dengan komposisi:

- Natrium 75mmol/L, Klorida 65mmol/L, glukosa


anhidrat 75mmol/L,kalium 20mmol/L,sitrat
10mmol/L = 245mmol/L

- Larutan rehidrasi oral (LRO) dari beras (air tajin)


lebih superior dari LRO biasa pada kolera.
Intravena
o Diberikan kepada pasien dengan diare akut dengan
komplikasi dehidrasi sedang-beratdan/atau komplikasi
lainnya.

o Resusitasi, dapat digunakan cairan intravena sebagai berikut


yaitu ringer laktat dan ringer asetat,

Rumatan, dapat digunakan kombinasi elektrolit + nutrisi cairan


intravena sebagai berikut:
- Ringer laktat
- Ringer asetat + Dekstrosa + As.Amino
- Normal salin
- Ringer dekstrosa
- Aminofluid, dan cairan sejenis lainnya
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN DEHIDRASI
(klasifikasi berdasar CDC AS 2008)
Dehidrasi minimal
- Kekurangan cairan kurang 3% dari kebutuhan normal/berat
badan. Terapi:

Kebutuhan cairan = 103/100 x 30-40cc/kgBB/hari Atau


Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10% BB)]
ditambah 30 40cc/kgBB/hari

Dehidrasi ringan sedang


- Kekurangan cairan 3-9% dari kebutuhan normal/berat badan.
Terapi:

Kebutuhan cairan = 109/100 x 30-40cc/kgBB/hari Atau


Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
Dehidrasi berat
- Kekurangan cairan di atas 9% dari kebutuhan normal/berat
badan. Terapi:

Kebutuhan cairan = 112/100 x 30-40cc/kgBB/hari


Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
- Dalam satu jam pertama 50% defisit cairan harus diberikan,
setelah itu 3 jam berikutnya diberikan sisa defisit, selanjutnya
diberikan sesuai dengan kehilangan cairan melalui feses (losses).

2. Terapi Etiologik
INFEKSI
Bakteri (Contagious acute gastrointestinal infection – NEJM 2004).
E. coli patogen (EPEC), toksigenik (ETEC), hemoragik (EHEC).
 Kuinolon (siprofloksasin [500mg BID], norfloksasin [400mg BID],
levofloksasin [500mg OD]).

 Kotrimoksazol (forte tab/160mg+800mg BID).

 Kuinolon (siprofloksasin [500mg BID], norfloksasin[400mg BID],


levofloksasin [500mg OD]).

 Kotrimoksazol (forte tab/160mg+800mg BID).

Salmonella sp.
 Kloramfenikol (500mg QID), Tiamfenikol (50mg/kg BBdosis
terbagi QID).

 Kuinolon (siprofloksasin [500mg BID], norfloksasin [400mg


BID], levofloksasin [500mg OD]).

 Kotrimoksazol (forte tab/160mg+800mg BID).

Shigella sp.
 Kuinolon (Siprofloksasin [500mg BID], norfloksasin [400mg
BID], levofloksasin [500mg OD]).

 Kotrimoksazol (forte tab/160mg+800mg BID).

Campylobacter jejunii
 Kuinolon (Siprofloksasin [500mg BID],
norfloksasin,levofloksasin [500mg OD]).
 Makrolid (Eritromisin [500mg BID 5 hari]).

Vibrio cholera
 Tetrasiklin (500mg QID 3 hari).

 Doksisiklin (300mg QD, single dose).

 Fluorokuinolon (Siprofloksasin [500 mg BID], norfloksasin,


levofloksasin [500mg OD]).

Clostridium difficile
 Oral metronidazol (250-500mg QID 7-14 hari).

 Oral vankomisin (125mg QID 7-14 hari).

 Probiotik

Yersinia enterocolytica
 Aminoglikosida (Streptomisin IM 30mg/kgBB/24 jam, BID 10
hari).

 Kotrimoksazol (forte tab 160mg/800mg BID).

 Fluorokuinolon (Siprofloksasin [500mg BID], norfloksasin


[400mg BID], levofloksasin [500mg OD]).

Virus
Tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan simtomatik.

Parasit
Giardia lamblia : Metronidazol (250-500mg QID 7-14 hari).
Kriptosporidium
Paromomisin (4g/24 jam dosis terbagi) plus Azitromisin (500mg dosis
tunggal dilanjutkan 250mg OD selama 4 hari).
Entamoeba histolitika
– Metronidazol (250-500mg QID 7-14 hari).
– Tinidazol (2g/24 jam 3 hari).
– Seknidazol (1,5g/24 jam selama 5 hari).
– Paromomisin (4g/24 jam dosis terbagi).
Isospora belii
– Kotrimoksazol (forte tab 160mg+800mg BID 7-10hari).
Jamur (pada pasien dengan penyakit penyerta HIV/AIDS).
 Biasanya antifungal diberikan secara intravena terlebih dahulu,
dilanjutkan oral tergantung keadaan umum.

 Candida sp. (Flukonazol [50mg BID], itrakonazol [200mg BID],


vorikonazol [200mg BID], amfoterisin B [1mg/kgBB per 24 jam],
nistatin [4 dd 1cc/1 tab]).

 Cryptococcus (Flukonazol [50mg BID], itrakonazol [200mg BID],


amfoterisin B [1mg/kgBB per 24 jam]).

 Coccidiomycosis (Flukonazol [50mg BID], itrakonazol [200mg


BID], amfoterisin B [1mg/kgBB per 24 jam]).

NON INFEKSI
Intoleransi laktosa
– Stop dan hindari makanan yang mengandung laktosa.
– Pemberian enzim laktase buatan (lactaid).
– Probiotik (untuk merangsang pembentukan laktase).
Alergi dan hipersensitivitas makanan (alergi makanan laut,
kacang, telur)
– Hindari makanan/minuman yang mengandung alergen.
– Kortikosteroid dan antihistamin.
Intoleransi makanan (contoh kapsaisin/cabe, asam cuka).
– Hindari makanan/minuman yang menimbulkan intoleransi.
Fase akut sindrom usus iritabel (irritable bowel syndrome).
– Antiansietas.
– Antispasmodik (Buscopan® 20mg, 2-3x/hari, maksimum
100mg/24 jam).
Fase akut tirotoksikosis
– Atasi tirotoksikosis.
– Simtomatik.
Fase akut penyakit usus inflamatorik (inflammatory bowel disease)
– Antiinflamasi (5-ASA dan kortikosteroid)
3. Terapi Simtomatik

a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya


secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat
enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali
secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara
normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan
lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta


kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein
adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan
lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. Contoh
obat Loperamid pemberian awal 4mg, selanjutnya 2 mg setiap BAB
cair, maksimal 16mg/24 jam, Difenoksilat (kombinasi dengan
loperamid dan atropin, 5mg 3-4 x sehari).
c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau


smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap
bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel
mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit. Contoh obat Atapulgit (2 tab @ 630mg
setelah diare, diulang 2 tab setiap diare selanjutnya, maksimal 12
tab/24 jam).
9. KOMPLIKASI DIARE AKUT

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi


utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak dimana dapat terjadi
dehidrasi (ringan, sedang, berat). Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi
maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi adalah
Sepsis dan Ileus paralitik.

10. INDIKASI RAWAT INAP PADA PASIEN DIARE AKUT

• Dehidrasi sedang sampai berat


• Vomitus persisten
• Diare yang memberat dalam 48 jam
• Usia lanjut dan geriatri
• Pasien dengan penekanan sistem imun (immunocompromised)
• Diare akut dengan komplikasi
HIPOKALEMI
1. Definisi
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah
dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di
tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang
umum adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur
gastrointestinal.1

2. Etiologi
Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah:
a. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium
tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan
kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi
tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme
regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit
kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam
7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal.
Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari,
sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat
cukup kalium dalam diet mereka3.
b. Disfungsi Ginjal
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis
Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat
yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
c. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar
dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai
pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain
yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction),
muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
d. Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras
cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak
dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

1. Patofisiologi Keseimbangan Elektrolit

Perpindahan Trans Selular


Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan
faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke
intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb.
Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks
kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP
ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini
adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar
K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan
dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan
terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium
serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6
jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas
Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas
dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa
menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong
kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan
sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik,
kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis
diabetes.

2. Derajat Hipokalemia
Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,
sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.
Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan
mengancam jiwa.

F. Gejala Klinis Hipokalemia


a CNS dan neuromuscular
Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
b Pernapasan
Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
c Saluran cerna
Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.
d Kardiovaskuler
Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
e Ginjal
Poliuria,nokturia.

3. Diagnosis
Untuk memastikan hipokalemia, akan dilakukan serangkaian pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang, seperti kadar K dalam serum kurang
dari 3.5 mEq/L, kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam, kadar Mg dalam serum,
analisis gas darah, dan terdapat gelombang U pada elektrokardiografi (EKG).

4. Penatalaksanaan Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan,
perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa
menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa
mempengaruhi kadar kalium serum.
Koreksi dilakukan berdasarkan kadar kalium, yaitu:
1. Kalium 2,5 – 3,5 mEq/LBerikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi
tiga dosis.
2. Kalium <2,5 mEq/L
Ada 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis:
a. [(3,5 – kadar K+ terukur) x BB(kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4
jam pertama.
[(3,5 – kadar K+ terukur) x BB(kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mE/ kgBB/24jam), dalam
20 jam berikutnya.
b. (3,5 – kadar K+ terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.

A .Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti
kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah
kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa
diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.
Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20
mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang
mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi
lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan
60 mmol kalium 6.

B. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena


Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum
> 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan
maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak,
0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis
maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena
sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh
dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia
lebih berat.
C. Koreksi Hipokalemia Perioperatif
• KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa
disertai defisiensi Cl-.
• Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih
sesuai.
• Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan
tidak ada gejala klinik.
• Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L
dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah
kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk
memastikan bahwa defisit terkoreksi.

D. Kalium iv
• KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami
hipokalemia berat.
• Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan
sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L),
sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa
menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L
karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.10
• Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol
K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
• Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan.
Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan
melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat
penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
• Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer,
karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.
E. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100
mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang,
aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).

5. Prognosis
Dengan mengkonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengkoreksi
hipokalemia. Pada hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat,
penurunan kadar kalium secara drastis dapat menyebabkan masalah jantung yang
serius yang dapat berakibat fatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Penerbitan Media


Aesculapius FKUI.
2. Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of
Medicine 1998 Aug 13;339(7): 451-458.
3. PGI. 2009. Konsensus penatalaksanaan diare akut pada orang dewasa.
Jakarta: PGI.
4. Papadakis, Maxine A dan Stephen J. Mc.Phee. 2017. Current Medical
Diagnosis and Treatment. New York: Mc. Graw Hill Education.
5. Price & Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2006; p. 344.
6. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta:
FKUI.
7. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby.
Hypokalemia and Potassium Excretion. Journal of the American Geriatrics
Society 1997;45(12).

Anda mungkin juga menyukai