Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN


SOFT TISSUE TUMOR

Disusun Untuk Memenuhi


Ujian Kepaniteraan Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Fahmi Fauzi Sugandi


20184010131

Pembimbing :

dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An

SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2020
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS

MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN


SOFT TISSUE TUMOR

Disusun Oleh:

Fahmi Fauzi Sugandi


20184010131

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal 10 Januari 2020

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An


BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama
cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang
kedokteran gawat darurat.1
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra-
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap
penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan
pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.1
Tindakan anestesi dilakukan pada ekstirpasi soft tissue tumor. Jaringan
lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ
tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak adalah yang berasal dari
jaringan embrional mesoderm yaitu jaringan ikat, otot,pembuluh darah dan limfe,
jaringan lemak, dan selaput saraf.
Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau
pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru. Tumor jaringan
lunak merupakan tumor yang jarang ditemukan. Insidennya 1% dari seluruh
keganasan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan pada anak. Dapat
terjadi pada semua kelompok umur. Pada anak-anak tersering usia sekitar 4 tahun
dan pada orang dewasa terbanyak pada usia 45-50 tahun. 2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 Tahun
Alamat : Dagan, Murtigading, Sanden, Bantul
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Diagnosis Pre Op : Soft Tissue Tumor manus dextra
Tindakan Op : Eksisi
Diagnosis Post Op : Post eksisi soft tissue tumor manus dextra
Tanggal Masuk : 08 Januari 2020
Tanggal Operasi : 09 Januari 2020

B. Kasus

1. Keluhan Utama
Seorang pasien wanita dengan keluhan terdapat benjolan di tangan kanan makin besar.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang Pasien wanita datang dengan keluhan keluar terdapat benjolan di tangan
kanan makin besar, sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan terasa nyeri. Penurunan berat
badan disangkal, demam disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Operasi : lima tahun yang lalu SC atas indikasi gagal induksi,
Riwayat Hipertiroid : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertiroid/Keluhan Serupa : Disangkal

5. Riwayat Personal Sosial


Pasien tidak merokok, personal higiene baik dan menstruasi teratur.

6. Kesimpulan Evaluasi Pra Anestesi


Ya Tidak
Masalah mobilisasi leher V
Leher pendek V
Batuk V
Sesak nafas V
Nyeri dada V
Denyut jantung tidak normal V
Kejang V
Merokok V
Pingsan V
Muntah V
Sedang hamil V
Obesitas V

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum
Sedang
2. Kesadaran
Compos Mentis (E4V5M6)
3. Tanda Vital
Suhu badan : 36,7 0C
Frekuensi nadi : 115 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Skor nyeri : 1
4. Status General
a. Kepala
Mata : Pupil isokor, Konjungtiva anemis -/- , Sklera
Ikterik -/-
Hidung : Simetris +, Sekret -/-, perdarahan -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1, faring
hiperemis - , Tanda candidiasis - , sariawan -,
gusi berdarah - , Mallampati II, buka mulut 3
jari
Telinga : Simetris, perdarahan -/-

b. Leher
Pembesaran limfonodi - , nyeri - , peningkatan JVP -, pergerakan leher bebas,
bising tiroid (-).
c. Thoraks
1) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada SIC 4 linea
midclavicula kiri.
Perkusi : Batas kanan atas linea para sternalis
kanan SIC 2, batas kiri atas linea
para sternalis kiri SIC 2, batas
kanan bawah linea para sternalis
SIC 4, batas kiri bawah line mid
sternalis SIC 4.
Auskultasi : S1-S2 Reguler,
2) Paru
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi,
retraksi intracostal - , retraksi
substernal -
Palpasi : Fremitus +/+
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ , suara
tambahan -
d. Abdomen
Inspeksi : Supel +
Auskultasi : Peristaltik +
Perkusi : Tympani +
Palpasi : Hepar lien dbn, nyeri -,

e. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time <2 detik, edema kaki -/-
5. Pemeriksaan Khusus
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 52 Kg
Buka mulut : 3 Jari
Jarak Thyromental : 3 Jari
Mallampati : II
Gerakan Leher : Bebas

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgen Thoraks
Pulmo tak tampak kelainan
Besar cor normal
2. Laboratorium
08 januari 2020
Hematologi
Hemoglobin 13,4 14.0-18.0 gr/dL
Lekosit 7,12 4.0-11.0 ribu/uL
Eritrosit 4,80 4.50-5.00 ribu/uL
Trombosit 376 150-450 ribu/uL
Hematokrit 41,6 42.0-52.0 ribu/uL
Hitung jenis
Eosinofil 2 2-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 0 2-5 %
Segmen 55 51-67 %
Limfosit 20 20-35 %
Monosit 5 4-8 %
Golongan Darah
Golongan A
Darah
Hemostatis
PTT 13.4 12-16 detik
APTT 30.4 28-38 detik
Control PTT 13.1 11-16 detik
Control APTT 29.1 28-36.5 detik
Diabetes
GDS 111 80-200 mg/dl
Elektrolit
Natrium 142.0 137.0-145.0 mmol/l
Kalium 4.00 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 106.0 98.0-107.0 mmol/l
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis pre operasi : Soft Tissue Tumor manus dextra
2. American Society of Anesthesiologists (ASA) I

F. PENATALAKSANAAN ANESTESI

1. Pra Anestesi
Intruksi pra Anestesi :
a. Melengkapi Inform Consent Anestesi
b. Pasang IV line dan 3way, pastikan tetesan lancer.
c. Maintenance RL 20 tpm
d. Puasa minimal 8 jam sebelum operasi (Mulai tanggal 08 januari 2020, pukul 24.00
WIB)
2. Anestesi
Diagnosa Pra Bedah : Soft Tissue Tumor manus dextra
Diagnosa Pasca Bedah : Post eksisi soft tissue tumor manus
dextra
Jenis Pembedahan : Eksisi
Premedikasi : Injeksi Midazolam 2.5 mg
Injeksi Fentanyl 50 mcg
Induksi : Injeksi Propofol 30 mg
Injeksi ketamin 20 mg
Jenis Anestesi : General Anestesi
Teknik Anestesi : TIVA
Pemeliharaan : O2 100%
Obat-obat : Injeksi Ondansetron 4 mg
Injeksi Ketorolac 30 mg
Injeksi Propofol 40 mg
Kebutuhan cairan selama operasi
Maintenance Operasi : 2cc/kg BB
(MO) 2 cc x 52 kg = 104 cc
Pengganti Puasa (PP) : Lama puasa x MO
12 jam x 104 cc = 1.248 cc
Stress Operasi (SO) : 4cc/kgBB/jam (Operasi ringan)
4 cc x 52 kg = 208 cc
Kebutuhan cairan I : (½ x 1.248) + 104 + 208 = 936 cc
Perdarahan : ±50 cc
Urin output : 0
Total kebutuhan cairan : 936 cc + 50 cc + 0 cc = 986 cc
Jumlah pemberian : Infus RL 500 cc
cairan
Sisa kebutuhan : 500 cc – 986 cc = -486 cc
Estimation Blood : 65 x 52= 3380 cc
Volume (EBV)
Average Blood Loss : 20% x 3380 = 676 cc
(ABL)
Lama Operasi : 25 Menit

3. Monitoring intraoperatif
Pemantauan selama anestesi :

Mulai anestesi : 14.00

Mulai operasi : 14.05

Selesai operasi : 14.20

Selesai anestesia : 14.25

Durasi Operasi : 25 menit


4. Post Anestesi
a. Maintenance anestesi
B1 (Breathing) : RR 18-22 x/menit
Suara dasar vesikuler +/+
Nafas terkontrol
B2 (Blood) : Tekanan darah terkontrol
B3 (Brain) : Pupil isokor
B4 (Bladder) : Tidak terpasang kateter
B5 (Bowel) : Peristaltik +
B6 (Bone) : ROM ekstremitas tak terbatas
b. Pemantauan di ruang PACU/RR
1) Monitoring Tanda Vital
Tekanan Darah : 122/72 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Saturasi : 100 %

2) Oksigenasi : Nasal Canul 2 liter/menit


3) Skor Aldrete Pasien
Skor Jam I Jam II Jam III Jam IV
Aldrate
Kesadaran 1 2
Sirkulasi 2 2
Pernafasan 2 2
Aktifitas 0 1
Warna 2 2
Kulit
TOTAL 7 9
Keterangan : pasien boleh pindah ke bangsal jika skor Aldrete > 8
4) Skor Bromage
Pasien dapat menggerakkan Lutut (1)
Keterangan : Pasien dapat dipindah kebangsal apabila skor kurang
dari 2.

c. Intruksi pasca Operasi


Observasi : Awasi Keadaan Umum dan Tanda
vital
Posisi : Supine
Infus : Ringer Laktat 20 tpm
Analgetik : Injeksi ketorolac 30 mg/8jam I,
mulai pukul 22.00 WIB
Anti Muntah : Injeksi Ondansetron 4 mg/8jam
IV, mulai pukul 22.00 WIB (kp)
Mobilisasi : Jika sadar penuh, peristaltik (+) ,
mual (-), muntah (-), coba makan
minum bertahap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel selain tulang,
tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel hematopoietik, dan jaringan limfoid.
Tumor jaringan lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang
membentuknya, termasuk lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular. Namun,
sebagian tumor jaringan lunak tidak diketahui asalnya.2 Tumor (berasal dari tumere bahasa
Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun,
istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan biologis yang
tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak
(benign). Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau
pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.2

B. Epidemiologi
Tumor jaringan lunak merupakan tumor yang jarang ditemukan. Insidennya 1%
dari seluruh keganasan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan pada anak.
Dapat terjadi pada semua kelompok umur. Pada anak-anak tersering usia sekitar 4 tahun
dan pada orang dewasa terbanyak pada usia 45-50 tahun. 2,3

C. Etiologi
Adapun etiologi tumor jaringan lunak yaitu (Sukardja, 2005):
a. Kondisi genetik
Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk
beberapa tumor jaringan lunak. Contoh klasik adalah Gen NF1 pada
neurofibromatosis merupakan faktor predisposisi terjadinya multiple neurofibroma
dan memiliki kecenderungan mengalami tranformasi keganasan. 2,3
b. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi induksi yang
mendorong transformasi neoplastik. 2
c. Lingkungan karsinogen
Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dilaporkan meningkatnya
insiden tumor jaringan lunak. Sebagai contoh, kejadian angiosarkoma hepatik
berhubungan dengan paparan arsen, thorium dioxide, dan vinyl chloride. 2,3
d. Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors dapat muncul secara kebetulan.
Beberapa penelitian melaporkan kejadian soft tissue sarcoma meningkat pada
jaringan parut, bekas fraktur, dan pada implant tertutup. 2,3

D. Patogenesis
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT)
adalah proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal
tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30%
di badan. 3
Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak,
seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor
membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul
di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh. 3
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh.3
E. Gambaran klinis
Gejala dan tanda tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di
mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit
yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya
terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya
penekanan pada saraf-saraf tepi.2
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila
diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan
di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh. Umumnya pertumbuhan tumor
jaringan lunak relatif cepat membesar, berkembang menjadi benjolan yang keras, dan
bila digerakkan agak sukar dan dapat menyebar ke tempat jauh ke paru-paru, liver
maupun tulang. Kalau ukuran tumor sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan
perdarahan pada kulit diatasnya. 3
Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan utama
pasien sarkoma jaringan lunak (SJL) daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang
umumnya tidak nyeri dan tidak mempengaruhi kesehatan secara umum kecuali
pembesaran tumornya. Hal ini yang mengakibatkan seringnya terjadi misinterpretasi
antara sarkoma jaringan lunak dan tumor jinak jaringan lunak. Untuk SJL lokasi di
visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak nyeri,
hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat pula perdarahan
gastrointestinal, obstruksi usus atau berupa gangguan neurovaskular. 2
Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya. Keluhan
yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar. Keluhan
yang berhubungan dengan metastasis jauh. 2
Pada pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan lokasi dan ukuran tumor,
batas tumor, konsistensi dan mobilitas, serta menilai nyeri. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan kelenjar getah bening regional untuk menilai metastasis regional. 3
Data epidemiologi di Sweden tahun 2008, menyatakan bahwa pembesaran
tumor lebih dari 5 cm dan lebih dalam dari jaringan subkutan dapat menyokong diagnosis
sebagai suatu malignansi dari soft tissue tumor. 2,3
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Soft tissue tumor yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum.
2. Evakuasi.
Pada dasarnya prinsip penatalaksanaan untuk tumor jinak jaringan lunak adalah eksisi yaitu
pengangkatan seluruh jaringan tumor

K. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala dan tanda tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di
mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang
tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi
akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada
saraf-saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila
diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan
di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi :
Tumor primer :
 Lokasi tumor
 Ukuran tumor
 Batas tumor, tegas atau tidak
 Konsistensi dan mobilitas
 Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik / sensorik
dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain
sesuai dengan lokasi lesi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap, USG
L. Manajemen perioperatif
Evakuasi jaringan tumor pengobatan utama pada soft tissue tumor.
a. Preoperatif
Pada manajemen preoperatif tidak diperlukan intervensi obat-obatan yang terindikasi
khusus pada pasien dengan soft tissue tumor. Manajemen preoperatif pada umumnya sama
seperti penatalaksanaan operasi pada umumnya.
b. Intraoperatif
Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat. Ketamin,
pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang menstimulasi sistem saraf
simpatis dihindari karena adanya kemungkinan peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung. Pasien hipertiroid dapat menjadi hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan
untuk mengalami respon hipotensi selama induksi anestesi. Kedalaman anestesi yang
adekuat harus dicapai sebelum dilakukan laringoskopi atau stimulasi pembedahan untuk
menghindari takikardi, hipertensi atau aritmia ventrikel. Untuk mengurangi respon
hemodinamik saat melakukan intubasi atau stimulasi pembedahan dapat diberikan
fentanyl.7 Tujuan utama dari manajemen intraoperatif pasien soft tissue tumor adalah untuk
mencapai kedalaman anestesia yang mencegah peningkatan respon sistem saraf pusat
terhadap stimulasi pembedahan.

c. Postoperatif
Tidak terdapat ancaman yang serius pada manejemen postoperatif pasien dengan soft
tumor tissue.
BAB III

PEMBAHASAN

Soft tissue tumor merupakan hal yang umum dan mudah bagi ahli anestesi. Manajemen
yang simple, efektif dan efisien melihat sejauh ini tidak menimbulkan komplikasi maupun gejala-
gejala klinik yang dapat timbul secara tiba-tiba pada periode perioperatif.
Premedikasi merupakan tindakan awal anestesi dengan pemberian obat sebelum induksi
anestesi untuk menghilangkan kecemasan, menghasilkan efek sedasi, dan memfasilitasi pemberian
anestesi terhadap pasien disebut premedikasi. Tujuan dari premedikasi pada dasarnya terdiri dari
dua, yaitu:
a) Mempengaruhi pasien, yaitu dengan menimbulkan rasa nyaman, menghilangkan rasa
nyeri, dan mati ingatan atau amnesia.
b) Membantu ahli anestesi, yaitu memudahkan atau memperlancar proses induksi,
mengurangi jumlah obat anestesi, mencegah efek samping dari obat anestesi umum,
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, menekan refleks vagus, mencegah muntah, dan
aspirasi.
Premedikasi dapat diberikan dengan menggunakan satu atau kombinasi dari dua obat.
Pemilihan obat untuk premedikasi tergantung tujuan dari premedikasi itu sendiri. Waktu adalah
yang paling penting dalam pemberian premedikasi dimana waktu yang tepat dalam pemberian
premedikasi akan menghasilkan manfaat yang besar. Secara umum waktu pemberian secara oral
adalah 60-90 menit sebelum pembedahan, bila diberikan secara intramuskular dapat diberikan 30-
60 menit sebelum induksi anestesi, dan jika diberikan secara intravena dapat diberikan 5-10 menit
sebelum pembedahan.
Midazolam sebagai premedikasi induksi anestesi dengan dosis 0.05-0.1 mg/kgbb.
Midazolam bekerja dengan berikatan dengan reseptor GABA untuk meningkatkan frekuensi
pembukaan kanal ion klorida. Benzodiazepin juga dapat menurunkan sekresi ACTH, dan juga
akan memproduksi kortisol jika digunakan dengan dosis tinggi selama pembedahan. Obat-obat
golongan ini akan menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan
akan menyebabkan penurunan respon glikemia pada pembedahan.
Fentanyl adalah obat pereda nyeri yang digunakan untuk meredakan rasa sakit yang hebat.
Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat anestesi ketika pasien akan menjalani operasi.
Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem saraf pusat terhadap rasa sakit. Dosis
anestesinya adalah 0,5-20 mcg/kgBB.
Obat Induksi : Propofol adalah modulator selektif reseptor GABA yang merupakan
neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan akan terjadi
peningkatan konduksi klorida transmembran sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post-
sinap dan inhibisi fungsi neuron post-sinap. Interaksi antara propofol dengan reseptor GABA
menurunkan kecepatan disosiasi neurotransmiter inhibisi (GABA) dari reseptornya sehingga
memperpanjang efek GABA. Penggunaan propofol untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi,
pengobatan mual muntah dari kemoterapi
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
Induksi:iv 2-2,5 mg/kg
Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 μg/kg/menit, antiemetic iv10 mg Pada ibu
hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi janin.
Ketamin mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan pasienmengalami
katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Dosis Induksi : iv 1-2,5
mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB.

Pertimbangan anestesi yang diberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan,
dapat memperhatikan terlebih dahulu beberapa faktor ini, yakni umur, jenis kelamin, status fisik,
dan jenis operasi. Berdasarkan dari faktor umur, pilihan anestesi pada pasien bayi, dan anak dapat
diberikan anestesi umum karena golongan pasien ini cenderung kurang kooperatif. Sedangkan
untuk orang dewasa dapat dilakukan anestesi umum atau analgesia regional, tergantung dari jenis
operasi yang akan dilakukan. Perlu diperhatikan juga dari faktor jenis kelamin, faktor emosional,
dan rasa malu yang lebih dominan terlihat pada pasien perempuan merupakan pendukung pilihan
anestesi umum.
Untuk faktor dari status fisik, perlu diperhatikan penyakit sistemik yang diderita pasien,
komplikasi dari penyakit primer, dan terapi yang sedang dijalaninya. Hal ini sangat penting,
mengingat adanya interaksi antara penyakit sistemik/pengobatan yang sedang dijalani dengan
tindakan/obat anestesi yang digunakan. Apabila dilihat dari jenis operasi, terdapat 4 masalah yang
perlu dipertimbangkan untuk menentukan pilihan anestesi, yakni lokasi, posisi, manipulasi, dan
durasi operasi.3 Pada umumnya, anestesi intravena total digunakan terutama untuk prosedur
pembedahan. Anestesi intravena total dapat meningkatkan stabilitas hemodinamik dengan waktu
pemulihan yang cepat, dan penurunan postoperative nausea and vomiting (PONV).
Tenaga kesehatan yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama pemberin
anestesia/analgesia bertujuan untuk memantau pasien, dan memberikan antisipasi segara terhadap
perubahan abnormal yang terjadi. Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan, yaitu:3,5 5.1.Jalan
nafas Jalan nafas selama anestesia baik dengan teknik sungkup atau intubasi trakea harus dipantau
secara ketat, dan kontinyu untuk mempertahankan kebutuhan jalan nafas.
Oksigenasi yang dilakukan bertujuan untuk memastikan kadar zat di dalam udara/gas
inspirasi, dan di dalam darah. Hal ini dilakukan terutama pada anestesia umum inhalasi dapat
dilakukan dengan 2 cara, yakni:Memeriksa kadar oksigen gas inspirasi, dilakukan dengan
mempergunakan alat pulse oxymeter yang mempunyai alarm batas minimum, dan maksimum. 2.
Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna darah luka operasi, dan permukaan
mukosa, secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut, dan pemeriksaan analisis gas darah.
Ventilasi dapat dilakukan dengan diagnostik fisik yaitu dengan mengawasi gerakan naik
turunnya dada, kembang kempisnya kantong reservoir, atau dengarkan suara nafas menggunakan
auskultasi. Dapat juga dilakukan dengan memantau end tidal CO2 terutama pada operasi lama,
misalnya bedah kraniotomi. Pemantauan menggunakan sistem alarm pada alat bantu nafas
mekanik yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang terdengar jika nilai ambang tekanan
dilampaui. Kesulitan ventilasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi O-B-E-S-E, yaitu O=
Overweight, B= Bearded, E= Eldery, S= Stridor, E= Edentulous.
Pemantauan fungsi sirkulasi dapat dilakukan dengan mengukur tekanan darah secara
invasif, EKG, dan disertai dengan oksimeter denyut. Pemantauan ini dilakukan pada pasien
berisiko tinggi pada anestesia atau bedah ekstensif, dan dilakukan secara kontinyu selama tindakan
berlangsung. Yang kedua pemantauan dapat dilakukan melihat dari produksi urin, ditampung, dan
diukur volumenya setiap jam terutama pada operasi besar, dan lama.
Apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada terjadi perubahan suhu tubuh, maka suhu
harus diukur secara kontinyu pada daerah sentral tubuh melalui esophagus atau rectum dengan
termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang mampu menayangkan secara
kontinyu.
BAB IV

KESIMPULAN

. Asesmen pre anestesi, optimisasi preoperative, dan pemilihan teknik anestesi yang
cocok patut diperhatikan. Pada pasien ini datang dengan diagnosis preoperasi Soft tissue tumor
manus dextra dengan dilakukannya eksisi soft tissue tumor manus dextra pada perempuan 36 tahun
dengan status ASA 1 menggunakan manajemen TIVA telah dilakukan dengan manajemen anestesi
sesuai dengan teori dan protap yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi M, dkk. Anestesiologi, Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI. 1st ed.
Jakarta. CV Infomedia; 2004
2. I Dewa Gede Sukardja.2005. Onkologi Klinik.Edisi 2. Airlangga University
Press.Surabaya.
3. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta.
4. Soenarjo, Jatmiko, HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran Undip / RSUP dr. Kariadi. Semarang.2010
5. Purmono A. Buku Kuliah Anastesi. EGC : Jakarta. 2015.
6. Mangku, Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi. Indeks: Jakarta. 2009.
7. Gunawan, S. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI: Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai