Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An
Disusun Oleh:
Muhammad Apriyanda, S.Ked J 510 165 037
Mita Restuning Aji, S.Ked J 510 165 078
Nur Isman , S.Ked J 510 165 061
Disusun Oleh:
Muhammad Apriyanda, S.Ked J 510 165 037
Mita Restuning Aji, S.Ked J 510 165 078
Nur Isman , S.Ked J 510 165 061
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-
tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara
ke rongga hidung. 1,2
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.
Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran
pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia,
sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. 1,2
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus
maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infindibulum etmoid.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar
dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih
15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus
frontalnya tidak berkembang. Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya
2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-
lekuk. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto
Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar
ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal.
Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm
di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini
jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid
posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-
kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus
etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-
superior dari perlekatan konka media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus
frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sisnusitis maksila.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
etmoid.1,2
RHINOSINUSITIS
Definisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada
sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi
yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia. 1
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.
Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema
mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan
infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan
siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis
adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri
penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza,
Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis
dan lain-lain.
Epidemiologi
Patofisiologi
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini
disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu. 1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) . nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata
menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Working Diagonsis
RINOSINUSITIS
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,1
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien
dapat membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.7
2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan
lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC).
3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan.
4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan dekongestan
oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk
drainase.5,6,7
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas
(community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi penyakit dan
membantu membasmi infeksi.1
6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak.
Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan pemberantasan 90 %.5
7. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and
Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan
diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon,
antibiotik seharusnya ditukar.7
8. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih
tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan melemahkan
respon inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak
menyakinkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan
dibandingkan dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi
dan tidak ada risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung.
Review Cochrane baru-baru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik
untuk rinosinusitis akut, melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan
jangka pendek.5,8
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik
dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi
rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised.
Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi
struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis
atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan
tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan
pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi
melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus
yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat
melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya
meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika
tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada
intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau
sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan
demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus
dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5
Prognosis
A. General Anestesi
a. Definisi
b. Stadium Anestesi
c. Persiapan Pra-Anestesi
d. Premedikasi Anestesi
e. Obat-obatan Premedikasi
f. Induksi
1) Persiapan Induksi
2) Pemeliharaan
g. Intubasi
h. Ekstubasi
i. Pemulihan
j. Terapi Cairan
BAB III
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
Nomer RM : 033XXXX
Tanggal MRS : 13-11-2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri pada pipi kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS PKU Muhamaadiyah
Surakarta dengan keluhan nyeri pada pipi kiri. Pipi kiri pasien bengkak
dan terasa nyeri.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan Umum : Sedang
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan Darah : 201/106 mmHg
d) Nadi : 80 kali/menit
e) Respirasi : 18 kali/menit
f) Suhu : Afebris
2. Pemeriksaan Fisik
a) Status Gizi
1) Berat Badan : 80 kg
2) Tinggi Badan : 152 cm
b) Kepala
c) Leher
d) Thorax
e) Abdomen
f) Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi
2. Pemeriksaan CT Scan Kepala Polos
Tak tampak lesi hipodens/ isodens/ hiperdens intraserebral
Tampak lesi hiperdens sinus maxillaris dextra
Hipertrofi concha nasalis bilateral
Septum nasi deviasi ke sinistra
Nasopharing bersih
Air cellulai mastoidea normal
Kesan : Rhinosinusitis Maxillaris Dextra dengan septum nasi
deviasi ke sinistra
E. DIAGNOSIS
Rinosinusitis Sinus Maxilaris Dextra
F. TINDAKAN / TATALAKSANA
Caldwell-Luc
2. Pemeriksaan Fisik
a. Jalan Nafas : Normal
b. Anamnesis : Autoanamnesis