Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak
langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir
diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau
2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 10 mmHg.
Tempat Penusukan Kateter
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara
perkutan atau dengan cutdown melalui vena sentral atau vena perifer, seperti vena basilika,
vena sephalika, vena jugularis interna/eksterna dan vena subklavia.
Gelombang CVP
Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:
a= kontraksi atrium kanan
c= dari kontraksi ventrikel kanan
x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
v= penutupan katup trikuspid
y= pembukaan katup trikuspid
Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian perhatikan; 1) denyut vena jugularis
interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c
(awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih
menutup), 2) normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni, 3) ila lebih tinggi bearti
tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal jantung kanan . Menurut Kadir A
(2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan
(CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point
tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH 2O.
Pemantauan CVP dengan Manometer
Skala pegnukur
Selang penghubung (manometer line)
Standar infus
Three way stopcock
Pipa U
Set infus
b. Cara Merangkai
Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
Mengeluarkan udara dari selang infuse
Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
Mengeluarkan udara dari manometer line
Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
c. Cara Pengukuran
Memberikan penjelasan kepada pasien
Megatur posisi pasien
Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur atau
tansduser
Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat
(ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan nilai dibaca
pada akhir ekspirasi
Membereskan alat-alat
Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
Peranan Perawat
1. Sebelum Pemasangan
Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan mengatur posisi
sesuai dg daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
Memelihara alat-alat selalu steril
Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat pemasangan spt gg irama
jtg, perdarahan
Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan
3. Setelah Pemasangan
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara: 1) melakukan Zero Balance: menentukan titik
nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila, 2) Zero balance:
dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang tidak sesuai dg kondisi klien, 3)
melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap
gelombang.
Mengkorelasikan nilai yg terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien.
Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt. Emboli udara, balon
pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom, infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis, &
infark pulmonal).
Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
Memastikan letak alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau gelombang
tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swan gans).
Pengukuran tekanan vena sentral dilakukan dengan pemasangan jarum atau kateter pada vena
dan dihubungkan dengan suatu transduser. Biasanya dipasang pada saat operasi setelah
induksi anestesi atau intubasi sedangkan pada ruang rawat intensif dilakukan dengan sedasi
dan anestesi lokal. Pemasangannya harus dipandu dengan pemeriksaan EKG untuk mendeteksi
terjadinya aritmia. Kateter yang digunakan bervariasi sesuai dengan usia anak, yaitu nomor 3
untuk anak dengan berat badan kurang dari 3 kg, nomor 4 untuk berat badan kurang dari 10 kg,
nomor 5 untuk berat badan 10 sampai 20 kg, serta nomor 6 untuk berat badan lebih dari 20 kg4.
Tekanan vena sentral diukur dengan transduser tekanan dalam milimeter air raksa (mmHg) atau
manometer air (cm H2O). Untuk mengkonversi air raksa ke air, nilai air raksa dikalikan 1,36
(mmHg x 1,36); untuk mengkonversi air ke air raksa, nilai air dibagi 1,36 (cm H2O : 1,36)9,18.
Tekanan vena sentral pada bayi yang sehat antara -2 sampai +4 mmHg, dan anak yang
menderita kelainan jantung bawaan antara 4--8 mmHg. Pada pasien yang memakai ventilator
nilainya antara 2--6 mmHg dan sering tidak toleran dengan tekanan yang rendah antara 0--3
mmHg. Nilai tekanan vena sentral yang lebih dari 8 mmHg biasanya sering disertai dengan
disfungsi miokard atau tekanan dalam torak yang meninggi seperti pada pneumotorak,
tamponade jantung, regurgitasi trikuspid, hipertensi pulmonal, atau gagal ventrikel4,9,18.
Jika peninggian nilai tekanan vena sentral kurang 3 mmHg setelah pemberian cairan, misalnya
50--200 cc, maka tambahan cairan masih dapat diberikan. Sedangkan bila peninggian tekanan
lebih dari 7 mmHg, berarti cairan yang diberikan telah maksimal18.
Pada beberapa keadaan, didapatkan penurunan tekanan vena sentral, preload ventrikel kanan,
serta curah jantung. Sistem kardiopulmonal yang lain normal, seperti pada dehidrasi berat,
sepsis, perdarahan, diabetik ketoasidosis, dan lain-lain. Pada kasus-kasus yang berat,
penanganannya sebaiknya dipandu dengan pemasangan tekanan vena sentral sehingga
didapatkan data tentang kebutuhan cairan yang baik untuk membantu curah jantung18.
Kelemahan pemeriksaan tekanan vena sentral sebagai indikator preload otot jantung adalah
bahwa tekanan vena sentral hanya mengukur tekanan sisi kanan saja sehingga tidak
menggambarkan tekanan sistemik. Toussain dkk.17 memperlihatkan kelemahan pemeriksaan
tekanan vena sentral dibandingkan dengan tekanan baji pada diagnosa tanpa gangguan jantung
dan lebih jelek lagi pada yang ada gangguan jantung. Shoemaker dkk. (1988) memperlihatkan
bahwa pemeriksaan tekanan vena sentral dan parameter non-invasif yang lain seperti frekuensi
jantung, EKG, serta urine output sama tidak adekuatnya untuk mendeteksi gagal sirkulasi4,8,17.
Komplikasi pemasangan tekakan vena sentral adalah bakteremia, emboli udara, hematom lokal,
pneumotorak, dan sepsis. Oleh karena itu, kateter vena sentral harus dicabut atau diganti
setelah 3 hari pemasangan4,6,8.
Sumber:
Rokhaeni H. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat RS Jantung
Harapan Kita
Altman: Nursing Skills
Kadir A. (2007). Sirkulasi Cairan Tubuh:FK UKWS
Sutanto M. (2004). Hemodinamik
1. Pengertian
CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di
dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis
(KVS)
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak
langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir
diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O
atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 10 mmHg.
Perawat harus memperhatikan perihal :
1. Mengadakan persiapan alat alat
2. Pemasangan manometer pada standard infus
3. Menentukan titik nol
4. Memasang cairan infus
5. Fiksasi
6. Fisioterapi dan mobilisasi
2. Tujuan
1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara
intravena
3. Untuk mengambil darah vena
4. Untuk memberikan obat obatan secara intra vena
5. Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
6. Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang cukup lama
CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai dengan
parameter yang lainnya seperti :
Denyut nadi
Tekanan darah
Volume darah
Set CVP
Spuit 2,5 cc
Antiseptik
Obat anaestesi lokal
Sarung tangan steril
Bengkok
Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
Plester
4. Cara Kerja
a. Daerah yang Dipasang :
Vena femoralis
Vena cephalika
Vena basalika
Vena subclavia
b. Cara Pemasangan :
Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc
Jarum ditusukkan kira kira 1 jari kedepan medial, ke arah telinga sisi
yang berlawanan
CVP Manometer
Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang
satu. Sisi yang lain ditempatkan pada manometer.
Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran
V.cava superior, atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu.
Penderita terlentang
8. Nilai CVP
Bila CVP normal, tanda tanda shock bertambah -> shock septik
Bila darah atau cairan dengan hati hati dan dipantau pengaruhnya
dalam sirkulasi.
Bila CVP normal, tanda tanda shock negatif -> shock hipovolemik
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock, cardiogenik
shock
Hematothoraks
Pneumothoraks
Emphysema mediastinum
(JVP) dalam bahasa Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung
(indirek). Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter
yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang
diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior).
Karena cara tersebut invasif, digunakanlah vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti
sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira-kira
berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang
dibentuk kedua linea midaxillaris.
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihat pada
posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus.
JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan).
Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga
Processus xipoideus merupakan bagian terbawah dan terendah sternum. Merupakan rawan
hialin yang tipis yang pada orang dewasa mengalami osifikasi pada ujung proximalnya.
Angulus sterni (sudut Louis) yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus
sterni, dapat dikenal dengan adanya peninggian transversal pada permukaan anterior sternum.
Peninggian transversal terletak setinggi rawan costa II, tempat dimana semua rawan costa dan
costa dihitung. Angulus sterni terletak berhadapan dengan diskus intervetebralis antara
vertebra thoracica IV dan V.
Sistem vena mempunyai tekanan lebih rendah dari pada arteri. Dinding vena sedikit
mengandung otot dari pada arteri, hal ini mengurangi kekakuan vena dan lebih
menggelembung. Hal lain yang menentukan tekanan vena adalah volume darah dan kapasitas
jantung kanan untuk memompa darah ke system arteri pulmonalis.
Penyakit jantung dapat mengubah berbagai variabel, mempengaruhi tekanan vena sentral.
Misalnya gagalnya tekanan vena ketika output ventrikel kiri atau volume darah berkurang
secara signifikan, atau meningkat ketika kegagalan jantung kanan atau ketika tekanan
meningkat di kantong pericardial akan menghambat darah balik ke atrium. Perubahan
tekanan vena direfleksikan dengan tingginya kolom darah di vena jogularis. Yang disebut
Jogular venous Pressure (JVP). Tekanan vena jugularis mereflksikan tekanan atrium kanan,
yang memberikan indikator klinis yang penting untuk fungsi jantung dan hemodinamik
jantung kanan. JVP biasanya diukur vertikal jarak di atas angulus sternum: pertemuan ujung
klavikula denan Kosta kedua dan manubrium sterni. Tinggi normal JVP adalah 5 -2 cm H2O
sampai 5 +2 cm H2O
PROSEDUR
INSPEKSI DAN PALPASI
1. Melakukan cuci tangan menurut WHO.
2. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita
3. Menjelaskan maksud pemeriksaan dan meminta persetujuan serta buat pasien
nyaman.
4. Penderita berbaring dengan membuat sudut 30 derajat dari bidang horizontal.
5. Identifikasi vena jugularis.
6. Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis (bendung vena dengan cara
mengurut vena kebawah lalu dilepas).
7. Tentukan titik angulus sternalis (pertemuan manubrium sterni dengan corpus sterni)
8. Dengan mistar plastik pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal kedada sampai titik manubrium sterni.
9. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis.
10. Ukurlah hasil pembacaan ( hasil yang dibaca 5+ angka didapat pada mistar).
Tambahan:
1. Untuk melihat kenaikan vena jugularis Tempatkan telapak tangan pada tengah
abdomen
2. Tekan telapak tangan kearah dalam
3. Tahan 30-60 detik
4. Mengamati ada tidaknya kenaikan tekanan vena jugularis.
5. Melakukan cuci tangan.
No. TEMPLATE
1. Dokter pasien
interaksi
2.
3.
4.
PROSEDUR
0 1 2
1. Senyum, Salam
2. Ajak bicara
3. Inform Concent
(Menjelaskan pemeriksaan
yang akan dilakukan dan
minta persetujuan pasien)
Prosedur
1. Melakukan cuci tangan
menurut (WHO)
2. Pemeriksa berdiri di
sebelah kanan penderita
3. Penderita berbaring dengan
membuat sudut 30 derajat
4. Identifikasi vena jugularis
5. Menemukan titik teratas
pada pulsasi vena jugularis
6. Tentukan titik angulus
sternalis..
7. Dengan mistar pertama
proyeksikan titik tertinggi
pulsasi vena secara horizontal.
8. Mistar kedua letakkan
vertikal ke angulus sternalis
9. Ukur lah jarak antara titik
angulus strnalis vertikal ke
titik pertemuan kedua mistar
10. Melakukan cuci tangan
Penalaran Klinis 1. Menjelaskan tujuan
pemeriksaan JVP
2. Mampu menyimpulkan
hasil yang didapat
Profesional
1. Menguasai diri sendiri
2. Menghormati pasien
3. Mampu melakukan tugas
dengan baik dan kesalahan
minimal sesuai dengan
standar yang berlaku.
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna
% Cakupan skill = Skor / total x 100 % = %