Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An
Disusun Oleh:
Muhammad Apriyanda, S.Ked J 510 165 037
Mita Restuning Aji, S.Ked J 510 165 078
Nur Isman , S.Ked J 510 165 061
Disusun Oleh:
Muhammad Apriyanda, S.Ked J 510 165 037
Mita Restuning Aji, S.Ked J 510 165 078
Nur Isman , S.Ked J 510 165 061
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
BAB I
PENDAHULUAN
A. SINUSITIS
1. Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal.Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering
disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold)
yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus
paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai
semua sinus paranasalis disebutpansinusitis. Disekitar rongga hidung
terdapat empatsinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus
etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
2. Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom
Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor
predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada
rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.1,2
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-
lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi
edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak
menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan
epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan
sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).
Bakteri penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhalis dan lain-lain.
3. Patogenesis
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus
secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ
yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
4. Manifestasi klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke
tenggorok (post nasal drip).Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti
demam dan lesu.1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat
lain (referred pain) .nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di
antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida,
nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal
drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Sakit kepala kronik
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
f. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis,
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
5. Tatalaksana
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga
drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,
Medika Mentosa
3. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :10,11
a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
e. mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
f. memperlancar induksi, misal : pethidin
g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium, sulfas
atropin.
i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis
pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan
demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik,
derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat
hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang
berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi,
macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan11.
4. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk
mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial
yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau
tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos,
mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan
mengurangi rasa mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa
kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi lokal maupun regional. Dalam dosis toksik dapat
menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada
pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1 –2
mg intravena.
Sediaan : dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV
b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk
premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan
induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia
pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan
buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila
digunakan pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan di medula yang dapat ditunjukkan dengan
respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi
narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi
efek tersebut.
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
Dosis : 1 mg/ kgBB.
Pemberian : IV, IM
5. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam
stadium anestesi setelah induksi.
Pada kasus ini digunakan obat induksi :
a. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat
dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide
telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk
induksi tanpa premedikasi3.
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat
intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat
diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif,
pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol mengurangi
mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai induksi
maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan untuk
operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan
sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat
memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi
pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik11,12.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi
secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan
dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O
dan/atau anestetik inhalasi lain10,12.
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup
berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer
dan venodilatasi.Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira
80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh
distribusinya adalah 2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira
30-60 menit. Propofol cepat dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat
daripada thiopenthal pada tikus. Propofol diekskresikan ke dalam urin
sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang dari 1% diekskresi
dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar daripada
aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme
ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol
dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam
memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak
merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak
dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena
bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang
minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini
didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi
sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya
tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.
Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang
terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik10.
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi
pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga
saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg)10,12.
6. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah
terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber
(pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi
dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut
dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan
zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.
Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena
Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan
dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%11.12.
7. Obat Pelumpuh Otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme
kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat
secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat
kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi
cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi
otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali10,11.
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru
yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman
Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan
dengan obat terdahulu antara lain adalah :
8. Intubasi Nasal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.
Intubasi trakea bertujuan untuk :10
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
9. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang.Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk10.
a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang
ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-
lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg
BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang = 6 ml/kgBB/jam
Berat = 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan
kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan
kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.
10. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery
room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi.Ruang
pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU.Dengan
demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya11.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang
perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi
dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa dipakai untuk
anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara Steward
mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang sangat luas
pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage10,13.
\
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas 2
motorik perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas 1
perintah atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas 0
perintah atau secara sadar.
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk 2
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi 1
Apneu/tidak bernafas 0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula 2
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari semula 1
Tekanan darah berbeda >50% dari semula 0
4 Kesadaran Sadar penuh 2
Bangun jika dipanggil 1
Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna Kemerahan atau seperti semula 2
kulit Pucat 1
Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
Bromage score < 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
BAB III
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
Nomer RM : 033XXXX
Tanggal MRS : 13-11-2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri pada pipi kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS PKU Muhamaadiyah
Surakarta dengan keluhan nyeri pada pipi kiri. Pipi kiri pasien bengkak
dan terasa nyeri.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi : Prostat
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (+) sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat asma : (-)
4. Riwayat Alergi :
Alergi obat dan makanan : Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan Umum : Sedang
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan Darah : 201/106 mmHg
d) Nadi : 80 kali/menit
e) Respirasi : 18 kali/menit
f) Suhu : Afebris
2. Pemeriksaan Fisik
a) Status Gizi
1) Berat Badan : 80 kg
2) Tinggi Badan : 152 cm
b) Kepala : pipi kiri bengkak, nyeri tekan (+) pipi kiri.
c) Leher : dalam batas normal
d) Thorax
Paru : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
e) Abdomen : dalam batas normal
f) Ekstremitas : akral hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi
13 November 2017
Darah Rutin
Leukosit : 10.90 x 103 H
Eritrosit : 4.37 x 106 L
Hemoglobin : 12.4 g/Dl L
Hematokrit : 37.1 L
Trombosit : 242
Neutrofil : 71.4 H
Limfosit : 20.8
Monosit : 7.8
MCV : 84.9
MCH : 28.3
MCHC : 33.4
MPV : 8.5 fL L
Kimia Klinik
SGOT : 25
SGPT : 26
Ureum : 64.0 H
Creatinin : 2. 10 H
GDS : 334.4 H
E. DIAGNOSIS
Rinosinusitis Sinus Maxilaris Dextra
F. TINDAKAN / TATALAKSANA
Caldwell-Luc
2. Pemeriksaan Fisik
a. Jalan Nafas : Normal
b. Anamnesis : Autoanamnesis
1. Pre Operasi
Pasien setelah dikonsulkan dengan dokter spesialis THT, kemudian
direncanakan operasi Caldwell-Luc. Sebelum dilakukan operasi tanda vital
pasien; TD : 201/106 mmHg, DJ: 80x/menit, S: afebris, SpO2: 99% dan GCS
:15 (E4V5M6). Pasien memiliki riwayat operasi prostat sebelumnya dan pasien
juga memliki riwayat Diabetes melitus (+) sejak 10 tahun yang lalu, riwayat
hipertensi (-), alergi (-), asma (-).
2. Durante Operasi
Sebelum dilakukan tindakan operatif pada pasien ini diputuskan akan
dilakukan general anestesi dan memakai fasilitas intubasi atas salah satu
indikasi lokasi tindakan operatif yang terletak di area kepala sehingga dengan
teknik ini diharapkan dapat mengendalikan jalan napas dengan baik, serta pada
pasien ini dilakukan pemasangan endotrakeal tube (ETT).
Induksi anestesi pada pasien ini dimulai dengan pemberian Ketorolac
Trometamol 30 mg IV untuk memberi efek analgetik . Obat hipnotik pada
operasi ini menggunakan recofol ½ ampul (100mg) yang isinya adalah
propofol. Propofol digunakan sebagai induksi pada anestesi umum dan
perawatan intensif. Injeksi secara intravena sering menyebabkan nyeri oleh
karena itu diberikan lidokain 2% ½ ampul (mg) yang dicampurkan kedalam
propofol. Dosis propofol adalah 2-2,5mg/Kgbb sehingga pada pasien ini
diberikan 100mg dan dosis lidokain adalah 1-2mg/Kgbb.
Propofol merupakan cairan berwarna putih seperti susu, tidak larut dalam
air dan bersifat asam. Sebagai obat induksi, mula kerjanya cepat. Penurunan
kesadaran segera terjadi setelah pemberian obat secara intravena. Obat ini
merupakan hipnotik murni, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi
otot. Walaupun terjadi penurunan tonus otot rangka, hal ini disebabkan karena
efek sentralnya.Propofol menyebabkan depresi respirasi yang beratnya sesuai
dengan dosis yang diberikan. Pada ibu hamil propofol tidak boleh diberikan
karena dapat menembus plasenta.
Propofol adalah modulator selektif reseptor gamma aminobutyric acid
(GABA). GABA merupakan neurotransmitter inhibitor utama di sistem saraf
pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan akan terjadi peningkatan konduksi
klorida transmembran sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post sinap
dan inhibisi fungsi neuron post sinap. Interaksi antara propofol dan reseptor
GABA menurunkan kecepatan disosiasi neurotransmitter inhibisi dari
reseptornya sehingga memperpanjang efek GABA. Efek hipnotik propofol
sebagian besar oleh karena kerjanya meningkatkan GABA, memicu ion klorida
melalui ikatannya ke reseptor β subunit GABAa. Propofol melalui kerjanya di
reseptor GABAamenghambat pelepasan asetilkolin dihipokampus dan corteks
prefrontal. Sistem α2 adrenoreseptor juga berperan secara tidak langsung pada
efek sedasi propofol.
Efek propofol pada sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan
darah arteri pada saat induksi. Penurunan tekanan darah terjadi oleh karena
propofol menurunkan resistensi sistemik vaskular dan menurunkan
kontraktilitas jantung.
Untuk pemeliharaan anestesi diberikan secara inhalasi. Zat yang
diberikan adalah N2O (Nitrous Oksida), O2(Osigen), dan Isofluran. N2O
merupakan gas yang tidak berwarna, berbau harum manis dan tidak mudah
terbakar. N2O di dalam darah tidak berikatan dengan hemoglobin tetapi larut
dalam plasma dengan kelarutan 15 kali lebih besar dari kelarutan oksigen. N2O
mampu berdifusi di semua rongga tubuh, sehingga dapat menimbulkan
hipoksia apabila tidak diberikan bersamaan dengan oksigen. Oleh karena itu,
oksigen harus diberikan setiap memberikan N2O. Pada pasien ini diberikan
N2O : O2 sebanyak 2 : 2 L/menit (50:50).
Selain itu, sebagai anestesi inhalasi juga diberikan isofluran. Isofluran
merupakan halogenisasi eter yang dikemas dalam bentuk cairan, tidak
berwarna, tidak eksplosif dan tidak larut dalam darah. Isofluran tidak
menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebral serta mekanisme
autoregulasi aliran darah otak lebih stabil. Isofluran juga menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen otak, tidak berpengaruh pada tekanan
intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang
menguntungkan pada teknik hipotensi kendali sehingga, isofluran dijadikan
pilihan utama pada kraniotomi.
Efek depresi napas pada isofluran ditentukan berdasarkan dosisnya. Efek
depresi otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibandingkan dengan
obat anestesia volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut jantung lebih stabil
selama anestesia. Isofluran juga dapat menurunkan tonus otot skelet melalui
mekanisme depresi pusat motoris pada serebrum, sehingga berpotensiasi
dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Isofluran hampir seluruhnya
dikeluarkan melalui udara ekspirasi hanya 0,2% dimetabolisme dalam tubuh.
Untuk induksi, konsentrasi isofluran yang diberikan pada udara inspirasi
adalah 2-3% bersama-sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola
napas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-2,5% dan untuk napas kendali
berkisar antara 0,5-1%. Pada pasien saat induksi diberikan isofluran sebanyak
2,5% dan pada saat pemeliharaan diberikan isofluran sebanyak 1-2%.
Obat tambahan yang diberikan selama operasi adalah ketorolac 1 ampul
(30mg guna mengurangi rasa nyeri selama operasi dan setelah operasi.
Ketorolac merupakan senyawa anti inflamasi non steroid yang bekerja pada
jalur siklooksigenase, menghambat biosintesis prostaglandin dengan efek
analgetik kuat secara perifer maupun sentral.
Selanjutnya pasien juga diberikan ondansetron 1 ampul (4mg) sebagai
antiemetik. Ondansetron merupakan obat selektif pada reseptor antagonis 5
hidroksi triptamin (5HT3) di otak dan juga aferen saraf vagal saluran cerna.
Obat ini selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah setelah
operasi dan radioterapi. Ondansetron memblok reseptor di gastrointestinal dan
area postrema CNS. Obat anastesi akan menyebabkan pelepasan serotonin dari
sel-sel mukosa enterochromafin dan dengan melalui lintasan yang melibatkan
5HT3 dapat merangsang area post trema menimbulkan muntah.
Pelepasan serotonin akan diikat reseptor 5HT3 dan memicu aferen vagus
untuk mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga diaktifkan akibat
manipulasi pembedahan atau iriasi usus yang merangsang distensi
gastrointestinal. Kerja obat ini adalah dengan memblokade sentral pada area
post trema dan nukleus traktus solitorius melalui kompetitif selektif di reseptor
5HT3. Ondansetron juga memblokade reseptor perifer pada ujung saraf vagus
yaitu dengan menghambat ikatan serotonin dan reseptor pada ujung saraf
vagus. Dosis ondansetron adalah 0,1mg/Kgbb.
Untuk mengganti kehilangan cairan tubuh diberikan cairan kristaloid
selama operasi. Selama operasi tanda vital pasien juga dipantau setiap 5 menit.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pulih sadar.
3. Post Operasi
Pasien dibawa ke ruang pulih sadar dan dipantau tanda vitalnya. Tanda
vital pasien DJ: 78x/menit, TD:135/85 mmHg, SpO2: 99%. Pasien juga
dilakukan ekstubasi dan diberikan oksigen nasal sebanyal 3 liter per menit.
Skor aldrete pada saat pasien masuk ruang pulih sadar adalah 4 dengan rincian
warna kulit (2), aktifitas motorik (0), pernapasan (1), tekanan darah (2),
kesadaran (0). Setelah dievaluasi selama 1 jam di ruang pulih sadar skor aldrete
pasien adalah 9 dengan rincian warna kulit (2), aktifitas motorik (2),
pernapasan (2), tekanan darah (2), dan kesadaran (1). Skor aldrete pada pasien
>8 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
BAB V
KESIMPULAN