Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH STUDI KASUS KOMUNITAS

“SINUSITIS”

Dosen Pengampu:
apt. Sri Rejeki Handayani, M. Farm
apt. Carolina Eka Waty, S.Farm, M.Sc

Disusun Oleh :
Venestesia Ayu Suliustita (2120424779)

PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di
seluruh dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita
sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat
menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan,
termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan
bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin
terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-
pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan
meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan
prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi
sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya
yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf
otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus.
Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis
mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan
kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30
tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil
positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau
(62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan
sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri
sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih
dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus
karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu
biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab
timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes

2
kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini
cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan
reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang
paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan
pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari swamedikasi?
2. Bagaimana anatomi fisiologi hidung?
3. Apa definisi dari sinusitis?
4. Bagaimana klasifikasi sinusitis?
5. Bagaimana Etiologi sinusitis?
6. Bagaimana patofisiologi sinusitis?
7. Bagaimana tatalaksana sinusitis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari swamedikasi.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi hidung.
3. Untuk mengetahui definisi dari sinusitis.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari sinusitis.
5. Untuk mengetahui Etiologi dari sinusitis.
6. Untuk mengetahui patofisiologi sinusitis.
7. Untuk mengetahui tatalaksana sinusitis.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Swamedikasi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya
masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya,
swamedikasi /pengobatan sendiri dapat menjadi masalahterkait obat (Drug
Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan
penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah
peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi,
et al (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan
oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang
dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter.
Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari
informasi umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan
seperti dokter atau petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini
bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga
diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat
keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006;
Zeenot, 2013).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung
bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas;
struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah
tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus
hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid
dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),

4
3) puncak hidung (hip),
4) ala nasi,
5) kolumela,
6) lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari:
1) tulang hidung (os nasal)
2) prosesus frontalis os maksila
3) prosesus nasalis os frontal;
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
3) tepi anterior kartilago septum.

2. Anatomi hidung dalam


Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari
os. internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh
septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka
inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan
meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam

5
C. Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan radang pada rongga hidung (A.K. Muda
Ahmad, 2003).
Sinusitis adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat
berupa sinusitis maxilaris dan frontalis sinusitis dapat berlangsung akut
maupun kronik. Dapat mengenai anak yang sudah besar. Pada sinusitis
pranasal sudah berkembang pada umur 6-11 tahun (Ngystia,1997).

D. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dikategorikan:
 Sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4
mnggu).
Macam-macam sinusitis akut
 Sinusitis maksilla akut
 Sinusitis etmoidal akut
 Sinusitis frontal akut
 Sinusitis sphenoid akut
 Sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan)
 Sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan). (Anonim, 2010).

E. Etiologi
Pada sinusitis akut bias terjadi setelah adanya infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
parainfluenza virus).
Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumonia, haemohilus influenza). Jika system pertahanan tubuh menurun
atau drainase dari sinus tersumbat akibat flu atau infeksi virus lainnya ,
maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan
menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.Infeksi jamur

6
bias menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan siste kekebalan,
contohnya jamur Aspergillus. Peradangan menahun pada hidung.
Pada sinusitis kronik yaitu sinusitis akut yang sering kambuh atau
tidak sembuh, alergi, karies dentis ( gigi geraham atas ), septumnasi yang
bengkok sehingga mengganggu aliran mukosa, benda asing di hidung dan
sinus paranasal, dan tumor pada hidung.

F. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus
dan lancarnya klirens mukosiliar ( mucociliary clearance ) didalam
kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi sel epitel respiratorius. Lapisan
mukosa yang elapisi sinus dapat dibagi menjadi dua, yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mucus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandung zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan . cairan
mucus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi pathogenesis
terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel selmensekresikan cairan
mucus dengan kualitas yang kurang baik, disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mucus yang kurang baik pada sinus.
Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan dan
eksudasi yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini
menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase , resorbsi oksigen yang ada
dirongga sinus, kemudian terjadi hipoksia ( oksigen menurun, PH
menurun, tekanan negative ) selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler
meningkat , sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi , peningkatan
eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi
disinus ataupun pertumbuhan kuman.

7
Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya
berhadapan akan saling bertemu , sehingga siliatidak dapat bergerak dan
lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi
didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang
diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen. Bila sumbatan berlangsung terus,
akan terjadi hipoksia dan retensi lender sehingga timbul infeksi oleh
bakteri anaerob. (Consensus tahun 2004).

G. Penatalaksanaan Sinusitis
Tujuan terapi sinusitis ialah :
- Mempercepat penyembuhan
- Mencegah komplikasi
- Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase


dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
1. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis
akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan
maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang
dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2.
Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala
klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang
sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.
2. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian
rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin
tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya
diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz

8
displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.
3. Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik
yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai
kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.( Higler, AB. 1997).

9
BAB III
KASUS

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke apotek untuk membeli obat.


Pasien merupakan seorang perenang freediving dan baru saja pulang dari Nusa
Penida untuk freediving. Pasien mengeluhkan sakit kepala, demam, hidung
tersumbat, pembengkakan disekitar hidung dan mata serta nyeri pada bagian
wajah dan terasa sakit jika ditekan. Pembengkakan disekitar hidung dan mata
semakin parah pada pagi hari. Obat apakah yang direkomendasikan untuk pasien
tersebut ?

DOKUMENTASI SWAMEDIKASI
Nama Pasien Ny. Zaitun
Jenis Kelamin Perempuan
Usia 35 tahun
Alamat Jl. Mojosongo No. 45
Tanggal pasien 18 September 2021

datang
Gejala yang Keluhan : sakit kepala, demam, hidung tersumbat, pembengkakan

diderita disekitar hidung dan mata serta nyeri pada bagian wajah dan terasa

sakit jika ditekan. Pembengkakan disekitar hidung dan mata semakin

parah pada pagi hari.

Pemeriksaan : -
Riwayat alergi -
Riwayat peyakit -
sebelumnya

OBAT YANG DIBERIKAN :


Nama Obat Dosis Cara No Batch Tanggal ED

pemakaian
1 Paracetamol 500 mg 3 x 1 , 1 tab 1214353 9/Desember/2023
4
2 Cofred Triprolidine HCl 3 x 1 , 1 tab 5724682 12/September/2022
2,5 mg,
Pseudoephedrine

10
HCl 60 mg

3
4
REKOMENDASI

Melakukan pemeriksaan ke dokter jika penyakit tak kunjung membaik.

*) coret salah satu


Surakarta, 18 September 2021
Yang menyerahkan,

apt. Venestesia Ayu Suliustita, S.Farm.

11
KESIMPULAN

Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa pasien mengalami gejala sinusitis
yaitu, sakit kepala, demam, hidung tersumbat, pembengkakan disekitar hidung
dan mata serta nyeri pada bagian wajah dan terasa sakit jika ditekan.
Pembengkakan disekitar hidung dan mata semakin parah pada pagi hari. Untuk
kasus swamedikasi ini, apoteker merekomendasikan dengan terapi obat
parasetamol sebagai antipiretik dan analgetik serta dekongestan untuk hidung
tersumbat yang dialami pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Ashok Kumar K,


Kramper M, et al. Clinical practice guideline (update): Adult sinusitis.
Otolaryngol - Head Neck Surg (United States). 2015 ; 152(2):1-38.
Beule AG. Epidemiology of chronic rhinosinusitis, selected risk factors,
comorbidities and economic burden. Laryngorhinootologie. 2015 ;
94(1):2–5.
Depkes RI. Pola penyakit 50 peringkat utama menurut DTD pasien rawat jalan di
Rumah Sakit Indonesia. 2003.

13

Anda mungkin juga menyukai