Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di

seluruh dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita

sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat

menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan,

termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan

bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin

terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-

pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan

meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan

prostat) bagi laki-laki.

Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi

sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya

yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf

otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus.

Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis

mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan

kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30

tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil

1
positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau

(62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).

Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan

sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri

sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih

dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus

karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu

biasa.

Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab

timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes

kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini

cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan

reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang

paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan

pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar pad a sinusitis ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sinusitis ?

3. Bagaimana klasifikasi dan kriteria sinusitis berdasarkan skenario

kasus pada masing-masing pasien ?

C. Tujuan Penulisan

 Tujuan Umum

2
Memahami bagaimana konsep dasar dan proses asuhan

keperawatan pada klien sinusitis.

 Tujuan Khusus

 Mengidentifikasi Konsep sinusitis meliputi definisi,

etiologi,

 manifestasi klinis dan patofisiologi, komplikasi,

penatalaksanaan, pencegahan, serta pemeriksaan

penunjangnya.

 Mengidentifikasi proses keperawatan pada mastoiditis

- Mengetahui pengkajian pada klien sinusitis.

- Mengetahui diagnosa keperawatan yang terjadi pada

klien sinusitis, tujuan dan kriteria hasil

- Mengetahui intervensi keperawatan dari klien

dengan sinusitis.

D. Manfaat Penulisan

a. Bagi klien

Mengetahui faktor-faktor resiko penyakit dan gejala dari penyakit

sinusitis sehingga dapat mengetahui cara pencegahan dan

pengobatannya.

b. Bagi institusi pendidikan

3
Memperbanyak informasi dan pandangan terhadap masalah

kesehatan dan penyakit yang sering timbul terutama penyakit

sinusitis.

c. Bagi masyarakat umum

Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang faktor yang

mempengaruhi timbulnya sinusitis pada seluruh tingkatan usia

sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulannya.

d. Bagi penulis

Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai konsep dasar

penyakit sinusitis pada anak maupun dewasa serta dapat menjadi

pedoman asuhan keperawatan pada saat praktik di Rumah Sakit.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi hidung luar

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung

bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas;

struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah

tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago

yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus

hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid

dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

1) pangkal hidung (bridge),

2) batang hidung (dorsum nasi),

3) puncak hidung (hip),

4) ala nasi,

5) kolumela,

6) lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan

yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.

Kerangka tulang terdiri dari:

1) tulang hidung (os nasal)

5
2) prosesus frontalis os maksila

3) prosesus nasalis os frontal;

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang

rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu

1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)

3) tepi anterior kartilago septum.

6
2. Anatomi hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari

os. internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang

memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh

septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka

inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan

meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut

meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam

2.1 Septum nasi

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan

kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os

etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) ,

7
premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior

oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.

2.2 Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari:

1. Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan

prosesus

horizontal os palatum.

2. Atap hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan

inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os

etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung

dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen

n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan

permukaan kranial konka superior.

3. Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka

media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior,

lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus

medial.

8
4. Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah

konka. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut

meatus inferior, celah antara konka media dan inferior disebut

meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus

superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka

suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan

konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan

konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada

maksila bagian superior dan palatum.

2.3 Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah

yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka

media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral

meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya

bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os

sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus

sfenoid.

2.4 Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan

celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini

9
terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus

etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya

menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk

bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara

atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus

medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.

Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang

berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di

atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang

dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum

maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di

infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya

bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di

posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan

kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di

depan infundibulum.

2.5 Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga

meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-

kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril.

2.6 Nares

10
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum

nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah

kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya

dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os

vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian

luar oleh lamina pterigoideus.

2.7. Sinus Paranasal

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus

yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus

maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya,

yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap

ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus

zygomatikus os maksilla.(2)

3. Kompleks ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid

anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan

koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga

di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting

yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid,

hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.

11
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum

karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu

ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung.

Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit

resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari

resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum

etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka

media.

4. Perdarahan hidung
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a.

etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika

dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan

dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina

mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina

bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari

cabang – cabang a.fasialis.

12
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-

cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan

a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).

Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma,

sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama

pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya .Vena di vestibulum dan struktur luar

hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus

kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga

merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi

hingga ke intracranial.

5. Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan

sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari

n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung

lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain

memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor

atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari

n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari

13
n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan

sedikit di atas ujung posterior konka media.

Nervus olfaktorius : saraf ini turun dari lamina kribrosa dari

permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel

reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.

6. Fisiologi hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori

fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :

1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),

penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran

tekanan dan mekanisme imunologik lokal;

2) Fungsi Penghidu. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan

pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga

hidung, konka superior, dan sepertiga bagian atas septum. Partikel

bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir

atau bila menarik nafas dengan kuat.

3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu

proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui

konduksi tulang;

4) Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,

proteksi terhadap trauma dan pelindung panas;

14
5) Refleks nasal. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan

sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas.

6.1 Sistem Mukosiliar Hidung

Gambar 3. Sistim
Mukosiliar /
Mucociliary C

Transportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme

mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan cara

mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada palut

lender ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan local pada

mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance

mucosiliar atau sistem pembersih mukosiliar sesungguhnya.

Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja

simultan, yaitu gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya

masuk menembus gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior

bersama dengan materi asing yang terperangkap di dalamnya ke arah

nasofaring. Aliran cairan pada sinus mengikuti pola tertentu.

Transportasi mukosiliar pada sinus maksila berawal dari dasar yang

kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar ke ostium sinus

alami. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat diukur

15
dengan menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam

permukaan mukosa. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim

(muramidase), dimana enzim ini dapat merusak bakteri. Enzim

tersebut sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A), dengan

ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel.

Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga ditemukan pada

sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia

tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan

mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama

materi asing yang terperangkap ke arah faring. Cairan perisiliar yang

di bawahnya akan di alirkan kearah posterior oleh aktivitas silia,

tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi

mukosiliar yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk

kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka

materi yang terperangkap oleh palut lender akan menembus mukosa

dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari TMS sangatlah

bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20 mm /

menit.

Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan

media maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang,

silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke

dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus

16
seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan

gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan

pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15

hingga 20 mm/menit.

Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila

akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan

etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui

anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah

nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan

sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui

posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari

rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.

Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada

setiap bagian hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan

gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior, sekitar 1

hingga 20 mm / menit.

Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia

yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap

individu. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Ada empat pasang

17
(delapan) sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ;

sinus frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan

posterior), sinus maksila, yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum

Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini

dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi

udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-

masing.

Gambar 4. Sinus Paranasal

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu

bagian anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah

konka media, atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus

maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara

di berbagai tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus

etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding

lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Proctor

18
berpendapat bahwa salah satu fungsi penting sinus paranasal adalah

sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke

mukosa hidung.

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang

berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus

alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian

inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk

oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui

ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi

sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet

19
1. Sinus maksila

Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus

paranasal yang terbesar. Merupakan sinus pertama yang terbentuk,

diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa

kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian

berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal

yaitu 15 ml pada saat dewasa.

Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai

cekungan ektodermal yang terletak di bawah penonjolan konka

inferior, yang terlihat berupa celah kecil di sebelah medial orbita.

Celah ini kemudian akan berkembang menjadi tempat ostium sinus

maksila yaitu di meatus media. Dalam perkembangannya, celah ini

akan lebih kea rah lateral sehingga terbentuk rongga yang berukuran

7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga sinus maksila. Perluasan

rongga tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan berkembang sebesar

2 mm vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun. Mula-mula

dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan pada usia 12

tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi dasar

hidung dan kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan

perluasan rongga. Perkembangan sinus ini akan berhenti saat erupsi

gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan

18 tahun.

20
Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya

menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus

zigomatikus os maksila. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial

os maksila yang disebut fosa kanina,dinding posteriornya adalah

permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding

lateral rongga hidung. Dinding medial atau dasar antrum dibentuk

oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus os etmoid,

prosesus maksilaris konka inferior, dan sebagaian kecil os lakrimalis.

Dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah

prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di

sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus

semilunaris melalui infundibulum etmoid. Menurut Morris, pada buku

anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata sinus maksila pada bayi baru

lahir 7-8 x 4-6 mm dan untuk usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20

mm. Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus

medius melalui lubang kecil, yaitu ostium maksila yang terdapat di

bagian anterior atas dinding medial sinus. Ostium ini biasanya

terbentuk dari membran. Jadi ostium tulangnya berukuran lebih besar

daripada lubang yang sebenarnya. Hal ini mempermudah untuk

keperluan tindakan irigasi sinus.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila

adalah :

21
1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi

rahang atas , yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1

dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi

molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut tumbuh ke

dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja.

Gigi premolar kedua dan gigi molar kesatu dan dua

tumbuhnya dekat dengan dasar sinus. Bahkan kadang-

kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup

oleh mukosa saja. Proses supuratif yang terjadi di

sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus

melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan

pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan

dengan rongga sinus yang akan mengakibatkan

sinusitis.

2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

3) Os sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus,

sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, dan

drainase harus melalui infundibulum yang sempit.

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior

dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada

daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila

dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

22
2. Sinus frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak

bulan ke emapat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-

sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai

berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran

maksimal sebelum usia 20 tahun.

Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan

seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan

pasangannya, kadang-kadang juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk

sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar

dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis

tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus

frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukuran rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam

1,5-2 cm, dan isi rata-rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran septum-

septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh

tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga

infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal

berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang

berhubungan dengan infundibulum etmoid

3. Sinus etmoid

23
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling

bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat

merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Sel-sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4

bulan, berasal dari meatus superior dan suprema yang membentuk

kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Sinus etmoid sudah

ada pada waktu bayi lahir kemudian berkembang sesuai dengan

bertambahnya usia sampai mencapai masa pubertas. Pada orang

dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi

2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian

posterior, volume sinus kira-kira 14 ml.

Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang

menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral

os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial

orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus

etmoid anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus etmoid

posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus

etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang

berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut

bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.

Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat

24
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum

dapat menyebabkan sinusitis maksila(2)

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan

dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea

yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di

bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sphenoid.

4. Sinus sfenoid

Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai

pasangan evaginasi mukosa di bagian posterior superior kavum nasi.

Perkembangannya berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi

mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis

posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak berusia 3 tahun sinus

sfenoid masih kecil, namun telah berkembang sempurna pada usia 12

sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran

serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama

lain oleh septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah,

sehingga salah satu sinus akan lebih besar daripada sisi lainnya.

Letak os sfenoid adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus

etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut

septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm,

dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat

25
sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os

sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan

tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya

adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering

tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan

dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

2. Fisiologi sinus paranasal

Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang

bermacam-macam. Bartholini adalah orang pertama yang

mengemukakan bahwa ronga-rongga ini adalah organ yang penting

sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku Maori dari

Selandia Baru memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka

tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas dan lebar. Teori ini

dipatahkan oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara yang

kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar.

Beradasarkan teori dari Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal

adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan bunyi yang

masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai

fisiologi sinus paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus

paranasal tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya

26
sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang

dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain adalah

(1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan

mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini

ialah ternyata tidak didapati pertukaran udara yangdefinitif antara

sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi

sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas,

sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam

sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan

kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

(2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi

orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

Akan tetapi kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di

antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

(3) Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat

tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang

hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat

kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

(4) Membantu resonansi suara

27
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat ,

posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi

sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi antara resonansi

suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

(5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

(6) Membantu produksi mukus.

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi

karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling

strategis

B. DEFINISI

Sinusitis merupakan radang pada rongga hidung (A.K. Muda

Ahmad, 2003).

Sinusitis adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat

berupa sinusitis maxilaris dan frontalis sinusitis dapat berlangsung akut

maupun kronik. Dapat mengenai anak yang sudah besar. Pada sinusitis

pranasal sudah berkembang pada umur 6-11 tahun (Ngystia,1997).

28
C. Klasifikasi

Secara klinis sinusitis dikategorikan:

 Sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4

mnggu).

Macam-macam sinusitis akut

 Sinusitis maksilla akut

 Sinusitis etmoidal akut

 Sinusitis frontal akut

 Sinusitis sphenoid akut

 Sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan)

 Sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan). (Anonim, 2010).

D. Etiologi

Pada sinusitis akut bias terjadi setelah adanya infeksi virus pada

saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan

parainfluenza virus.)

Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam

keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus

pneumonia, haemohilus influenza). Jika system pertahanan tubuh menurun

atau drainase dari sinus tersumbat akibat flu atau infeksi virus lainnya ,

maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan

29
menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.Infeksi jamur

bias menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan siste kekebalan,

contohnya jamur Aspergillus. Peradangan menahun pada hidung.

Pada sinusitis kronik yaitu sinusitis akut yang sering kambuh atau

tidak sembuh, alergi, karies dentis ( gigi geraham atas ), septumnasi yang

bengkok sehingga mengganggu aliran mukosa, benda asing di hidung dan

sinus paranasal, dan tumor pada hidung.

E. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus

dan lancarnya klirens mukosiliar ( mucociliary clearance ) didalam

kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi sel epitel respiratorius. Lapisan

mukosa yang elapisi sinus dapat dibagi menjadi dua, yaitu lapisan viscous

superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mucus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta

mengandung zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan

tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan . cairan

mucus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya

berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi pathogenesis

terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi

obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang

30
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel selmensekresikan cairan

mucus dengan kualitas yang kurang baik, disfungsi silia ini akan

menyebabkan retensi mucus yang kurang baik pada sinus.

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan dan

eksudasi yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini

menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase , resorbsi oksigen yang ada

dirongga sinus, kemudian terjadi hipoksia ( oksigen menurun, PH

menurun, tekanan negative ) selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler

meningkat , sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi , peningkatan

eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi

disinus ataupun pertumbuhan kuman.

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu , sehingga siliatidak dapat bergerak dan

lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi

didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang

diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang

baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen. Bila sumbatan berlangsung terus,

akan terjadi hipoksia dan retensi lender sehingga timbul infeksi oleh

bakteri anaerob. (Consensus tahun 2004).

31
F. WOC TEORI

32
33
G. WOC KASUS

34
H. Manifestasi Sinusitis

 Demam > 39oc ,edema periorbital, nyeri wajah

 Batuk malam hari sering menyertai infeksi virus pernafasan atas,

tetapi batuk siang hari lebih berkesan sinusitis.

 Nyeri kepala, pelembekan edema tidak lazim

 Pemeriksaan sesudah pemberian dekogestan topical dapat

menunjukkan adanya nanah dalam meates yang memberi kesan

keterlibatan sinus maksillaris ,frontalis, atau etmoidalis anterior ,

nanah pada meatus superior memberikan kesan keterlibatan sel

spernoid atau etmodalis posterior.

 Cairan postnatal dapat mengakibatkan nyeri tenggorokan atau batuk

persisten terutama malam hari

 Pada etmoditis akut terutama pada bayi dan anak kecil, selulitis

periorotas, dengan edema jaringan lunak dan kemerahan kulit

merupakan manifestasi yang lazim.

 Gejala sinusitis kronis sering terjadi demam, malaise, mudah lelah,

anoreksia. (Ngystia, 1997)

I. Pemeriksaan Penunjang Sinusitis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

35
1. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,

pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang

lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius

(pada sinusistis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus

superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid).

2. Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak

sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.

3. Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan.

Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu

menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal.

Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid

level) atau penebalan mukosa.

4. CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena

mampu manila anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam

hidung dan sinus secacra keseluruhan dan perluasannya. Namun

karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis

kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi

sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.

5. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram

atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat

terbatas kegunaannya.

6. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil secret dari meatus medius/superior, untuk mendapat

36
antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil secret yang

keluar dari pungsi sinus maksila.

7. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus

maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat

kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan

irigasi sinus untuk terapi. (Anonim, 2010).

J. Penatalaksanaan Sinusitis

Tujuan terapi sinusitis ialah :

- Mempercepat penyembuhan

- Mencegah komplikasi

- Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase

dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

1. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis

akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan

maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang

dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan

kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat

diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2.

Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala

37
klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang

sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.

2. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika

diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian

rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin

tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat

menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya

diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz

displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang

bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita

kelainan alergi yang berat.

3. Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)

merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan

operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah

sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan

tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik

yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai

kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya

komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.( Higler, AB. 1997).

K. Komplikasi

Sinus akut

38
 Akses otak

 Sinusitis orbita atau periobita

 Absesorbita superiousteal

 Osteomilitis

 Meningitis

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis

kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

1. Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan

dengan mata (orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid,

kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi

melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat

timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses

orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.

Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau

subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.

2. Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa:

Osteomielitis dan abses suberiostal. Paling sering timbul akibat

sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula

pada pipi.

39
3. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya

kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut

sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma

bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.

(Soepardi, EA. 2007).

L. Asuhan Keperawatan Sinusitis

10.1 Askep Teori

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian

tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah

terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas

1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,

pekerjaan,,

2. Keluhan utama :

Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

3. Riwayat Penyakit sekarang :

40
Sekarang Berisi tentang kapan gejala mulai dirasakan,

seberapa sering gejala dirasakan, upaya yang telah dilakukan

untuk mengatasinya.

4. Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan

hidung atau trauma

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

- Pernah menedrita sakit gigi geraham.

5. Riwayat keluarga :

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu

yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien

sekarang.

6. Riwayat spikososial

a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien

(cemas/sedih0

b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat

41
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat

tanpa memperhatikan efek samping

b. Pola nutrisi dan metabolisme :

Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi

gangguan pada hidung

c. Pola istirahat dan tidur

Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena

klien sering pilek.

d. Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan

konsepdiri menurun

e. Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu

akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous,

mukopurulen).

8. Pemeriksaan Persistem

Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi

pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan

umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2

(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6

(Bone).

42
1. Pernafasan B1 (breath)

a. Bentuk dada : normal

b. Pola napas : tidak teratur

c. Suara napas : ronkhi

d. Sesak napas : ya

e. Batuk : tidak

f. Retraksi otot bantu napas ; ya

g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

2. Kardiovaskular B2 (blood)

a. Irama jantung : regular

b. Nyeri dada : tidak

c. Bunyi jantung ; normal

d. Akral : hangat

3. Persyarafan B3 (brain)

a. Penglihatan (mata) : normal

b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan

c. Penciuman (hidung) : ada gangguan

d. Kesadaran: gelisah

e. Reflek: normal

43
4. Perkemihan B4 (bladder)

a. Kebersihan : bersih

b. Bentuk alat kelamin : normal

c. Uretra : normal

d. Produksi urin: normal

5. Pencernaan B5 (bowel)

a. Nafsu makan : menurun

b. Porsi makan : setengah

c. Mulut : bersih

d. Mukosa : lembap

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas

b. Kondisi tubuh: kelelahan

9. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal,

kesadaran.

2) Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada

sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

B. Analisa Data

Data subyektif :

44
1. Observasi nares :

a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,

frekwensinya

b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma

c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis,

jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :

a. warna, jumlah, konsistensi secret

b. Epistaksis

c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :

a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya

b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.

4. Gangguan umum lainnya :

Kelemahan

Data Obyektif

1. Demam, drainage ada :

- Serous Mukppurulen

- Purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada

hidung dan sinus yang mengalami radang Pucat, Odema

keluar dari hidng atau mukosa sinus.

3. Kemerahan dan Odema membran mukosa.

45
4. Pemeriksaan penunjang :

a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan

b. Pemeriksaan rongent sinus.

46
C. Diagnosa Keperawatan

1. Jalan nafas tidak efektik berhubungan dengan obtruksi

penumpukan sekret hidung) sekunder dari peradangan

sinus.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

peradangan pada hidung

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dai kebutuhan

berhubungan dengan nafsu makan menurun sekuder dari

peradangan sinus.

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien

tentang penyakit dan prosedur tindakan medis

(irigasi/operasi).

5. Gangguan Istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung

buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan .

6. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

47
D. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Jalan nafas tidak efektik berhubungan dengan obtruksi (penumpukan

sekret hidung) sekunder dari peradangan sinus.

Tujuan : jalan nafas efektif setelah sekret (seous, purulen)dikeluarkan

Kriteria hasil :

 Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

 Jalan nafas kembali normal terutama hidung

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji penumpukan sekret yang a. Mengetahui tingkat keparahan

ada dan tindakan selanjutnya

b. Mengetahui perkembangan
b. Obsevasi tanda-tanda vital
klien sebelum dilakukan

c. Kolaborasi dengan tim medis operasi

untuk pembersihan sekret c. Kerjasama untuk meghilangkan

penumpukan sekret/masalah.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada

hidung

Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang

Kriteria Hasil:

48
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang

- Klien tidak menyeringai kesakitan

49
INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji tingkat nyeri klien a. Mengetahui tigkat nyeri klien

dalam menentukan tindakan

selanjutnya

b. Jelaskan sebab dan akibat b. Dengan sebab dan akibat nyeri

nyeri pada klien serta diharapkan klien berpartisipasi

keluarganya dalam perawatan untuk

mengurangi nyeri

c. Klien mengetahui tekhnik

c. Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi dan relaksasi sehingga

distraksi dapat mempraktekkannya bila

mengalami nyeri.

d. Mengetahui keadaan umum dan

d. Observasi tanda-tanda vital perkembangan kondisi klien.

dan keluahan klien e. Menghilangkan/menguragi

e. Kolaborasi dengan tim medis keluhan nyeri klien

1. Terapi Konservatif :

- Obat Acetaminopen,

Aspirin, obat sakit kepala

50
berupa puyer atau tablet.

Dekongestan Hidung (obat

tetes hidung) à untuk

memperlancar drenase, hanya

diberikan untuk waktu yang

terbatas 5 sampai 10 hari.

- Drainase Sinus, pada sinus

frontal dapat dilakukan dari

dalam hidung (intranasal)

atau dengan operasi dari luar

(eksternasal), seperti pada

operasi killian. Sedangkan

pada sinus sfenoid dilakukan

dari dalam hidung

(intranasal)

2. Pembedahan :

- Irigasi Antral :

Untuk Sinusitis Maksilaris

dilakukan untuk

mengeluarkan sekret yang

terkumpul di dalam

rongga sinus maksila

51
- Operasi Cadwell luc. à

untuk mengangkat mukosa

yang patologik dan

membuat drainase dari sinus

yang terkena

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dai kebutuhan berhubungan dengan

nafsu makan menurun sekuder dari peradangan sinus.

Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi

Kriteria hasil

 Klien menghabiskan korsi makannya

 Berat badan tetap seperti sebelum sakit atau bertambah

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji pemenuhan kebutuhan a. Mengatahui kekurangan nutrisi

nutrisi klien klien

b. Jelaskan pentingnya makanan b. Dengan pengetahuan yang baik

bagi proses penyembuhan. tentang nutrisi akan memotivasi

c. Catat intake ouput makanan meningkatkan pemenuhan

klien. nutrisi

d. Anjurkan makan sedikit tapi c. Mengetahui perkembangan

sering pemenuhan nutrisi klien

e. Sajikan makan secara menarik d. Dengan sedikit tapi sering

52
mengurangi penekana yang

berlebihan pada lambung

e. Meningkatkan selara makan

klien

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang

penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi).

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria hasil :

 Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

 Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya

serta pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji tingkat kecemasan klien a. Menentukan tindakan

b. Berikan kenyamanan dan selanjutnya.

ketentraman pada klien. b. Memudahkan penerimaan klien

c. Temani klien Perlihatkan rasa terhadap informasi yang

empati (datang dengan diberikan

menyentuh klien) c. Meningkatkan pemahaman

klien tentang penyakit dan


c. Berikan penjelasan pada klien
terapi untuk penyakit tersebut
tentang penyakit yang
sehingga klien lebih koopretif.

53
dideritanya perlahan, tenang d. Dengan menghilangkan

serta gunakan kalimat yang stimulus yang mencemaskan

jelas, singkat mudah di akan meningkatkan ketenangan

mengerti klien.

d. Singkirkan stimulasi yang e. Mengetahui perkembangan

berlebihan misalnya : klien secara dini.

Tempatkan klien diruangan f. Obat dapat menurunkan tingkat

yang lebih tenang kecemasan klien

- batasi kontak dengan orang

lain/klien lain yang

kemungkinan mengalami

kecemasan Observasi tanda-

tanda vital.

- Bila perlu, kolaborasi dengan

tim medis.

1. Terapi Konservatif :

- Obat Acetaminopen ; Aspirin,

obat sakit kepala berupa puyer

atau tablet. Dekongestan

Hidung (obat tetes hidung) à

untuk memperlancar drenase,

54
hanya diberikan untuk waktu yang

terbatas 5 sampai 10 hari.

- Drainase Sinus, pada sinus

frontal dapat dilakukan dari dalam

hidung (intranasal) atau dengan

operasi dari luar (eksternasal),

seperti pada operasi killian.

Sedangkan pada sinus sfenoid

dilakukan dari dalam hidung

(intranasal)

2. Pembedahan :

- Irigasi Antral :

Untuk Sinusitis Maksilari

dilakukan untuk mengeluarkan

sekret yang terkumpul di dalam

rongga sinus maksila

- Operasi Cadwell luc. untuk

mengangkat mukosa yang

patologik dan membuat drainase

dari sinus yang terkena

5. Gangguan Istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri

sekunder dari proses peradangan .

55
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria hasil :

- Klien tidur 6-8 jam sehari

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji kebutuhan tidur klien. a. Mengetahui permasalahan

b. Ciptakan suasana yang klien dalam pemenuhan

nyaman. kebutuhan istirahat tidur

c. Anjurkan klien bernafas lewat b. Agar klien dapat tidur dengan

mulut. tenang.

d. Kolaborasi dengan tim medis c. Pernafasan tidak terganggu

dalam pemberian obat. d. Pernafasan dapat efektif

kembali lewat hidung

6. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh 36,5-37,5

 Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab.

INTERVENSI RASIONAL

a. Monitoring perubahan suhu a. Suhu tubuh harus dipantau secara

tubuh efektif guna mengetahui

56
b. Mempertahankan keseimbangan perkembangan dan kemajuan dari

cairan dalam tubuh dengan pasien.

pemasangan infus. b. Cairan dalam tubuh sangat

c. Kolaborasi dengan dokter dalam penting guna menjaga

pemberian antibiotik guna homeostasis (keseimbangan)

mengurangi proses peradangan tubuh. Apabila suhu tubuh

(inflamasi). meningkat maka tubuh akan

d. Anjurkan pada pasien untuk kehilangan cairan lebih banyak.

memenuhi kebutuhan nutrisi c. Antibiotik berperan penting

yang optimal sehingga dalam mengatasi proses

metabolisme dalam tubuh dapat peradangan (inflamasi).

berjalan lancer. d. Jika metabolisme dalam tubuh

berjalan sempurna maka tingkat

kekebalan/ sistem imun bisa

melawan semua benda asing

(antigen) yang masuk.

57
BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan Keperawatan pada Tn. A

Tn. A Umur 35 tahun datang ke RS dengan keluhan sakit kepala, demam,

hidung tersumbat, kehilangan rasa membaui dan nyeri tekan (tumpul) di sekitar

wajah, nyeri terlokalisir di area hidung (sinus), nyeri betambah berat dirasakan

Tn.A ketika membungkuk atau tidur terlentang. Tn. A juga mengeluh

mengeluarkan cairan hijau tebal dari hidung disertai nanah atau darah. Kemudian

Tn.A dikaji nyerinya dengan cara menundukan kepala dan melakukan valsava

manuver, ternyata nyeri bertambah berat. TD (130/80 mmHg), RR (20 x/menit),

HR (80 x/menit), Suhu (380C). Pada saat akan diberikan tindakan keperawatan,

pasien menolak tindakan tersebut.

PENGKAJIAN

A. Anamnesa

a. Identitas :

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 35 tahun

b. Keluhan Utama :

58
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit kepala,demam, hidung

tersumbat, kehilangan rasa membaui dan nyeri tekan (tumpul) di

sekitar wajah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tn. A Umur 35 tahun datang ke RS dengan keluhan sakit

kepala,demam, hidung tersumbat, kehilangan rasa membaui dan nyeri

tekan (tumpul) di sekitar wajah, nyeri terlokalisir di area hidung

(sinus), nyeri betambah berat dirasakan Tn.A ketika membungkuk

atau tidur terlentang. Tn. A juga mengeluh mengeluarkan caira hijau

tebal dari hidung disertai nanah atau darah.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : -

e. Riwayat Penyakit Keluarga : -

f. Riwayat Alergi :

B. Pengkajian Pola Fungsi

a. Pola Aktivitas/Latihan : nyeri betambah berat dirasakan Tn.A ketika

membungkuk atau tidur terlentang.

b. Pola Nyeri/Kenyamanan : pasien mengeluh sakit kepala, nyeri tekan

tumpul disekitar wajah.

c. Pola Sensorik : pasien kehilangan rasa membaui.

59
C. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breathing) : hidung tersumbat

b. B2 (Blood) : -

c. B3 (Brain) : sakit kepala, demam.

d. B4 (Bladder) : -

e. B5 (Bowel) : -

f. B6 (Bone) : nyeri pada pipi

D. Pemeriksaan Penunjang

- Valsava Manuver : nyeri bertambah berat

E. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

Keperawatan

1 DS: Peradangan pada Gangguan rasa

Pasien datang ke RS hidung nyaman nyeri

dengan keluhan sakit

kepala, nyeri tekan

(tumpul) di sekitar

wajah, nyeri

terlokalisir di area

hidung (sinus), nyeri

betambah berat

60
dirasakan Tn.A

ketika membungkuk

atau tidur terlentang.

DO:

Saat melakukan

valsava manuver,

ternyata nyeri

bertambah berat. TD

(130/80 mmHg).

2 DS: Adanya Ketidakefektifan

Pasien mengeluh penumpukan sekret bersihan jalan napas

hidung tersumbat,

kehilangan rasa

membaui, pasien

juga mengeluh

mengeluarkan cairan

hijau tebal dari

hidung disertai nanah

atau darah.

DO: -

3 DS: Proses inflamasi Hipertermi

61
Pasien mengeluh

demam.

DO:

Suhu 38oC

4 DS: Kurang informasi Defisit pengetahuan

Pasien menolak mengenai tindakan

tindakan yang akan

keperawatan dilakukan

DO:

Pada saat akan

dilakukan tindakan

keperawatan, klien

menolak.

F. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada

hidung

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

penumpukan sekret

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

62
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai

tindakan yang akan dilakukan.

63
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

64
65
DAFTAR PUSTAKA

Diambil dari :

Blogger Nuzulull

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35554-

Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-Askep%20Sinusitis.html

Anonim1. Asuhan Keperawatan Sinusitis.

http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_ sinusitis.html, diakses tanggal

22 November 2010

Anonim2. Askep Sinusitis. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-

sinusitis/, diakses tanggal 22 November 2010

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku

Kedokteran EGC

Higler, AB. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC

Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. Jakarta: Gaya Baru

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman

diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya

Ngystia, 1997 Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

66
LAMPIRAN

LAPORAN TUTORIAL

STEP I

KLASIFIKASI ISTILAH

1. Valsava maneuver

2. Nyeri terlokalisir

3. Nanah

4. Nyeri tekan

5. Hidung tersumbat

6. Cairan hijau kental

7. TD, RR, HR

8. Demam

JAWABAN

1. Suatu tindakan mendorong paksa pada saluran pernapasan dengan cara

menutup bibir/mulut dan hidung agar udara keluar melalui telinga pada

saluran eustachi.

2. Nyeri terlihat pada asalnya/ lokasinya hanya pada satu titik/ jelas.

3. Cairan hijau kental, akibat reaksi tubuh terhadap pagositosit virus dan

bakteri.

4. Akibat tekanan yang ditimbulkan dari jaringan yang meradang pada ujung

dinding saraf

5. Penyumbatan saluran hidung yang diakibatkan cairan di lapisan hidung

atau adanya peradangan.

67
6. Cairan yang sudah terinfeksi yang diproduksi berlebih.

7. Tekanan darah, normalnya 90-120/90, Respirasi rate 16-24x/mnt, Hate rate

60-100x/mnt

8. Keadaan dimana suhu tubuh meningkat / respon alami tubuh melawan

benda asing,virus, atau bakteri terhadap tubuh. Sebagai proses pertahanan

tubuh.

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nyeri tekan tumpul disekitar wajah?

2. Kehilangan rasa membaui?

3. Nyeri terlokalisir ddaerah hidung?

4. Nyeri bertambah berat dirasakan ketika tidur terlentang?

5. Mengeluarkan cairan hijau

6. Suhu meningkat

7. Sakit kepala, demam, hidung tersumbat?

8. Dikaji nyeri dengan cara menundukkan kepala dan melakukan valsava

maneuver dan nyeri bertambah berat?

9. Pasien menolak untuk dilakukan tindakan operasi?

STEP III

ANALISA MASALAH

68
1. Adanya tekanan yang ditimbulkan pada jaringan yang meradang pada

ujung dinding saraf

2. hidung tersumbat karena adanya cairan yang menumpuk

3. daerah yang terinfeksi didaerah hidung, hidung merupakan gerbang utama

pernapasan/ akibat imunitas yang tidak baik, sehingga terjadi peradangan

4. karena dapat menutup saluran bernapas/ oksigen sulit masuk sehingga

timbul lah nyeri

5. adanya infeksi/ adanya perlukaan

6. terjadi peradangan di sinus, danmerupakan akibat dari system pertahanan

tubuh

7. suhu menningkat, berpengaruh pada sakit kepala,hidung tersumbat, karena

reaksi dan adanya cairan disinus

8. untuk menentukan seberapa besar skala nyeri pada pasien/ untuk

memastikan bahwa pasien mengalami penyakit sinus.

9. Kurang pengetahuan atau kurangnya pendikikan kesehatan.

STEP IV

HIPOTESA

SINUSITIS MAXILLARIS

STEP V

LEARNING OBJECTIVE

1. Defenisi Sinusitis

69
2. Klasifikasi Sinusitis

3. Etiologi Sinusitis

4. Patofisiologi Sinusitis

5. WOC Sinusitis

6. Manifestasi Sinusitis

7. Pemeriksaan penunjang Sinusitis

8. Penatalaksanaan Sinusitis

9. Komplikasi Sinusitis

10. Asuhan keperawatan Sinusitis

STEP VI

BELAJAR MANDIRI

70
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN ANAK DENGAN

SINUSITIS

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK II B

SEMESTER 5 B

71
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN

2014

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Peran keluarga dalam perawatan pasien dengan sinusitis

Subpokok bahasan : Peran keluarga dalam perawatan pasien dengan sinusitis

Sasaran : Keluarga dan pasien yang mengalami sinusitis

Hari/Tanggal : Selasa, 28 Oktober 2014

Waktu : 15 menit

Tempat : Rumah Sakit Dr. Raden Mataher

72
A. LATAR BELAKANG

Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh

dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa

dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan

seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk

perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri.

Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di

waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah

dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah

keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.

Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis

sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75%

disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang

menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam

penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di

antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang

meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi

antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang

terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit

manusia (50%).

Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan

sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri

73
sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih

dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus

karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.

Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya

sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal

berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak

menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji

cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-

reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen

penyebab dapat ditentukan

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Klien dengan sinusitis merupakan adalah suatu peradangan yang terjadi pada

sinus yang merupakan rongga udara yang terdapat diarea wajah yang

terhubung dengan hidung, fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga

kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah rongga hidung

dengan tujuan memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga dalam

perawatan klien dengan sinusitis.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

74
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 15 menit, keluarga

diharapkan mampu memahami peran keluarga dalam perawatan pasien

dengan sinusitis dan dapat merawat anggota keluarganya yang mengalami

sinusitis.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 15 menit

diharapkan keluarga mampu :

a. Menjelaskan pengertian sinusitis

b. Menyebutkan penyebab sinusitis

c. Menyebutkan perngobatan sinusitis

d. Menjelaskan peran keluarga dalam merawat pasien sinusitis.

D. PELAKSANAAN KEGIATAN

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu

1. Pembukaan - Mengucapkan - Membalas 2 menit

dan salam salam salam

- Memperkenalkan - Mendengarkan

diri - Mendengarkan

- Menjelaskan - Memberikan

75
tujuan respon

- Apersepsi

2. Penyampaia Menjelaskan tentang : Mendengarkan dan 10

n Materi - Pengertian memperhatikan menit

sinusitis.

- Penyebab

mastoiditis.

- Tatalaksana

sinusitis.

- Peran keluarga

pada pasien

dengan sinusitis.

3. Penutup - Tanya Jawab - Bertanya dan 3

- Evaluasi dan mendengarkan menit.

menyimpulkan - Memperhatikan

materi. - Membalas

- Mengucapkan salam

salam

E. METODE

1. Ceramah

76
2. Tanya jawab

F. MEDIA

Laptop

G. SETTING TEMPAT

1. Peserta (pasien dan keluarga) duduk di kursi tunggu

2. Penyaji duduk di depannya.

H. MATERI (Terlampir)

I. EVALUASI

Menanyakan kepada pasien dan keluarga klien

1. Coba jelaskan pengertian sinusitis !

2. Sebutkan penyebab sinusitis !

77
3. Sebutkan dampak sinusitis !

4. Jelaskan peran keluarga peran keluarga dalam merawat pasien sinusitis!

78
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University.

Widodo .2003.Gangguan-Gangguan Kejiwaan.jakarta;Rajawali

79
Lampiran 1

LANDASAN TEORI

SINUSITIS

A. PENGERTIAN MASTOIDITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh

dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa

dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan

seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk

perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri.

Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di

waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah

dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah

keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.

B. ETIOLOGI

Pada sinusitis akut bias terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran

pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan

parainfluenza virus.)

80
Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam

keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus

pneumonia, haemohilus influenza). Jika system pertahanan tubuh menurun

atau drainase dari sinus tersumbat akibat flu atau infeksi virus lainnya , maka

bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan

menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.Infeksi jamur

bias menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan siste kekebalan,

contohnya jamur Aspergillus. Peradangan menahun pada hidung.

Pada sinusitis kronik yaitu sinusitis akut yang sering kambuh atau

tidak sembuh, alergi, karies dentis ( gigi geraham atas ), septumnasi yang

bengkok sehingga mengganggu aliran mukosa, benda asing di hidung dan

sinus paranasal, dan tumor pada hidung.

C. PENCEGAHAN MASTOIDITIS

 Biasakan mencuci tangan sesering mungkin untuk menghindari bakteri

menempel di tangan dan menimbulkan alergi. Jaga pula lingkungan agar

tetap bersih.

 Mencegah stres dan mengonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan,

terutama sayur dan buah yang dapat menguatkan sistem kekebalan tubuh

sehingga akan mencegah serangan sinus musiman.

81
 Jaga kondisi sinus agar tetap kering dan bersih dengan minum air yang

cukup agar cairan hidung tetap encer.

 Menggunakan obat semprot hidung untuk melawan alergen.

 Menghindari zat-zat yang menyebabkan alergi yang terdapat di

lingkungan, seperti debu, asap rokok, dll

 Selain cara-cara tersebut di atas, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi

High-Desert Bee Propolis secara rutin untuk membantu meningkatkan

kekebalan tubuh dan memperkecil kemungkinan terjadinya peradangan

di dalam tubuh.

D. PENGOBATAN SINUSITIS

1. Minum air panas. air panas serta makanan panas bisa menolong melepas

sumbatan pada sinus anda, selain itu minuman panas bisa menolong

melembabkan selaput lendir anda, mempercepat gerakan silia hingga

dapat membersihkan lendir keluar dari sinus dengan cepat. anda dapat

minum teh hangat atau sup panas tiap-tiap hari.

2. Beri kompres hangat ke muka anda. kerjakan kompres hangat ini tiga kali

1 hari sepanjang lima menit sebagai sisi dari penyembuhan sinusitis anda.

pakai handuk kecil yang dibasahi air hangat, lantas letakkan di ke-2 pipi

serta di antara mata anda. kompres hangat ini dapat menolong menambah

sirkulasi darah di sinus anda serta mempercepat gerakan silia untuk buang

cairan mukus yang menumpuk.

82
3. Menghirup uap air hangat. anda dapat mempersiapkan sesuatu baskom

diisi air hangat serta digabung dengan sedikit garam. cocokkan tingkat

kepanasan air tersebut hingga tidak menyakiti anda, hirup uap air tersebut

sepanjang berapa kali tiap-tiap sesinya. kerjakan ini lebih kurang 3 kali 1

hari untuk penyembuhan sinusitis.

4. Ekstrak daun zaitun. daun zaitun dikenal efisien saat memerangi infeksi

bakteri atau jamur yang mendasari berlangsungnya sinusitis.

5. Vit. c dikenal dikarenakan kemampuannya untuk memperkuat sistem

kekebalan tubuh serta kurangi reaksi alergi. vit. c juga bisa kurangi

penyumbatan sinus dengan segera, urangi kandungan histamin. histamin

merupakan senyawa yang diproduksi tubuh yang mengakibatkan

peradangan serta pembengkakan pada selaput lendir. minumlah vit. c satu

gram 3 kali 1 hari, atau anda dapat mendapatkannya dari buah-buahan

yang memiliki kandungan banyak vit. c layaknya jeruk serta jambu biji

untuk menyembuhkan sinusitis anda

6. Zinc atau seng merupakan nutrisi dengan sebagian keuntungan. zinc bisa

membunuh virus yang bisa memperpendek durasi flu serta kurangi efek

berlangsungnya sinusitis. zinc juga dikenal dikarenakan kemampuannya

menambah daya tahan tubuh serta kurangi peradangan. anda dapat

meminum tablet zinc 15 mg tiga kali 1 hari sebagai penyembuhan

sinusitis

7. Buah-buahan serta sayuran. quercetin yaitu di antara dari grup senyawa

yang dimaksud flavonoid yang berlangsung dengan alami dalam buah-

83
buahan serta sayuran. quercetin menambah efektivitas vit. c dalam tubuh

serta juga bisa menghalangi sistem peradangan sinusitis halangi pelepasan

zat inflamasi layaknya histamin. mengkonsumsi sayuran serta buah

dengan alami dapat menghindar serta menyembuhkan sinusitis.

84
Aspek Legal Etik Keperawatan

Kasus Mastoiditis

Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan

dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus

dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk

melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa

prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :

a. Autonomy (penentu pilihan)

Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk

mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti

perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.

Pada kasus terlihat bawa klien menolak untuk dilakukan rawat inap dengan

tujuan agar kondisi Tn A. dapat dipantau, namun keluarga klien menolak.

Untuk itu perawat harus menghargai keputusan klien yang mengambil

keputusan sendiri.

b. Non Maleficence (do no harm)

Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan

bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode

etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan,

resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.

Pada Kasus ini masalah bahaya bagi klien tidak disebutkan.

85
c. Beneficence (do good)

Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban

untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang

mengutungkan klien dan keluarga.

Beneficence meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan klien dengan cara

menentukan cara terbaik untuk membantu pasien.

Dalam hal ini, perawat harus melakukan tugasnya dengan baik, termasuk

dalam hal memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada klien, guna

membantu mempercepat proses penyembuhan klien , seperti memberi obat

sesuai dosis dan tepat waktu.

d. Informed Consent

Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan

persetujuan seseorang untuk memperbolehkan sesuatu yang terjadi (mis.

Operasi, transfusi darah, atau prosedur invasif). Ini berdasarkan

pemberitahuan tentang resiko penting yang potensial, keuntungan, dan

alternatif yang ada pada klien. Persetujuan tindakan memungkinkan klien

membuat keputusan berdasarkan informasi penuh tentang fakta. Seseorang

yang dapat memberikan persetujuan jika mereka legal berdasarkan umur,

berkompeten, dan jika mereka telah diidentifikasi secara legal sebagai

pembuat keputusan.

86
Setiap pasien mempunyai hak untuk diberi informasi yang jelas tentang

semua resiko dan manfaat dari perlakuan apapun, termasuk semua resiko

dan manfaat jika tidak menerima perlakuan yang di anjurkan atau jika tidak

ada perlakuan sama sekali. Semua orang dewasa mempunyai otonomi , hak

membuat keputusan-keputusan bagi dirinya sendiri selama keputusan –

keputusan itu tidak membahayakan atau merugikan orang lain. Saat

mengambil keputusan tentang suatu terapi pembedahan atau terapi medik,

setiap pasien punya hak untuk menolak terapi yang demikian, atau untuk

memilih terapi alternatif.

Pada kasus ini klien akan dilakukan tindakan untuk rawat inap, namun

keluarga klien menolak untuk dilakukan tindakan. Berdasarkan penjelasan

di atas, seseorang yang dewasa atau wali anak mempunyai otonomi, hak

untuk membuat keputusan sendiri. Pasien berhak atas hak untuk membuat

keputusan sendiri dengan mengatakan bahwa klien tidak ingin dilakukan

tindakan rawat inap. Sebagai seorang perawat kita harus menghargai

keputusan tersebut, namun perawat juga harus memberikan penjelasan

informasi yang benar dan jujur kepada pasien untuk memberikan pengertian

dan edukasi kepada klien dengan cara yang baik tanpa melukai dan

melakukan paksaan.

e. Justice (perlakuan adil)

Perawat mengambil keputusan dengan rasa keadilan sesuai dengan

kebutuhan tiap klien.

87
Pada kasus ini, mengalami sinusitis dengan keluhan sakit kepala, demam,

hidung tersumbat, kehilangan rasa membaui dan nyeri tekan (tumpul) di

sekitar wajah, nyeri terlokalisir di area hidung (sinus), nyeri betambah berat

dirasakan Tn.A ketika membungkuk atau tidur terlentang. Tn. A. Peran

perawat disini yaitu memberikan intervensi dengan tujuan meringankan

keluhan klien sehingga klien merasa nyaman. Dan membantu memenuhi

kebutuan klien dengan baik.

f. Kejujuran, Kerahasiaan, dan Kesetiaan.

Prinsip mengatakan yang sebenarnya (kejujuran) mengarahkan praktisi

untuk menghindari melakukan kebohongan atau menipu klien. Kejujuran

tidak hanya berimplikasi bahwa perawat harus berkata jujur, namun juga

membutuhkan adanya sikap positif dalam memberikan informasi yang

berhubungan dengan situasi klien. Dalam hal ini, apabila klien bertanya

apapun tentang kondisinya, perawat harus menjawab semua pertanyaan

klien dengan jujur. Prinsip kejujuran mengarahkan perawat dalam

mendorong klien untuk berbagi informasi mengenai penyakit mereka.

Pada Kasus ini klien melakukan penolakan terhadap tindakan keperawatan

rawat inap , peran perawat yaitu memberikan informasi penjelasan terhadap

tindakan yang akan dilakukan dengan jujur dan dengan kata-kata yang

dimengerti oleh klien. Memberikan penjelasan harus lah dengan tutur kata

88
yang baik, sehingga klien mengerti dengan apa maksud dan tujuan terhadap

prosedur yang akan dilakukan..

Kerahasiaan adalah prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien.

Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapa pun

yang tidak secara langsung terlibat dalam perawatan klien. Konflik

kewajiban mungkin akan muncul ketika seorang klien memilih untuk

merahasiakan informasi tertentu yang dapat membahayakan klien atau orang

lain. Prinsip kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang

janji yang dibuatnya pada klien. Ketika seseorang jujur dan memegang janji

yang dibuatnya, rasa percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-

klien akan terbentuk.

Dengan berkata jujur dan dapat menepati janji, diharapkan perawat dapat

mendapat kepercayaan dari klien sehingga memudahkan perawat dalam

melakukan intervensi. Selain dengan klien, perawat juga harus membina

hubungan saling percaya dengan anggota keluarga klien sehingga akan

memudahkan perawat juga dalam pendekatan keluarga klien.

89
Daftar Pustaka

Rayburn, F. William. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.

Liu, T.Y. David. 2008. Manual Persalinan. Jakarta: EG

90

Anda mungkin juga menyukai