Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Rhinitis adalah gangguan yang sangat umum yang disebabkan oleh


peradangan atau iritasi pada mukosa hidung. Gejala dominan yaitu sumbatan
hidung namun, pada beberapa pasien, pilek, bersin berlebihan atau hidung gatal
mungkin menjadi gejala yang paling mengganggu. Penyebab paling umum dari
inflamasi hidung adalah infeksi virus dan respon alergi terhadap alergen yang
terdapat di udara.

Rhinitis merupakan masalah yang sering hadir dalam perawatan primer dan
dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar. Hal ini mempengaruhi kualitas
hidup, kinerja dan kehadiran di sekolah dan tempat kerja, serta memiliki dampak
yang signifikan terhadap biaya perawatan kesehatan. Meskipun sebagian besar
kasus rhinitis jinak, jangka pendek dan bersifat self-limiting atau dapat sembuh
sendiri, namun terdapat sejumlah besar yang mengalami gejala yang lebih
signifikan sering dalam jangka waktu yang lama.
Ada 3 jenis rhinitis yang sering ditemukan pada praktek klinik yaitu rhinitis
alergi, rhinitis non-alergi dan rhinitis infeksi. Rhinitis alergi terjadi ketika alergen
merupakan pencetus untuk menimbulkan gejala pada hidung. Rhinitis alergi
merupakan kondisi yang paling umum terjadi di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat, mempengaruhi antara 10-30% populasi dewasa umum dan hingga 40%
anak-anak. Rhinitis non-alergi adalah ketika obstruksi dan rhinorrhea terjadi
dalam kaitannya dengan non-alergi, pencetus non-infeksi seperti perubahan cuaca,
paparan bau yang menyengat atau asap rokok, perbedaan tekanan udara, dan lain-
lain. Diperkirakan mempengaruhi lebih dari 19-20 juta pasien di Amerika Serikat,
dengan rhinitis vasomotor merupakan subtipe yang paling umum. Sedangkan pada
rhinitis infeksi, common cold dan banyak virus dan jamur (Aspergillus
(aspergilosis), Candida (candidiasis),Rhizopus oryzae (mukormikosis) sering
menyebabkan rhinitis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

Hidung bagian luar


Hidung luar berbentuk piramid dengan pangkal hidung dibagian
atas dan puncaknya berada dibawah. Hidung bagian luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit , jaringan ikat.
Kerangka tulang terdiri dari; sepasang os nasal, prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terdiri dari; sepasang
kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior
(kartilago ala mayor) dan tepi anterior kartilago septum nasi. Otot-otot ala
nasi terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok dilator, terdiri dari
muskulus dilator nares (anterior dan posterior), muskulus proserus, kaput
angular muskulus kuadratus labii superior dan kelompok konstriktor yang
terdiri dari muskulus nasalis dan muskulus depressor septi.

.
Gambar 2.1. Anatomi hidung bagian luar

2
Hidung bagian dalam
Hidung bagian dalam dipisahkan oleh septum nasi di bagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kavum nasi kiri yang tidak sama
ukurannya. Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior dan lubang
hidung bagian belakang disebut nares posterior atau disebut choana.
Bagian dari rongga hidung yang letaknya sesuai dengan ala nasi disebut
vestibulum yang dilapisi oleh kulit yang mempunyai kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrisae. Rongga hidung
dilapisi oleh membran mukosa yang melekat erat pada periosteum dan
perikondrium, sebagian besar mukosa ini mengandung banyak pembuluh
darah , kelenjar mukosa dan kelenjar serous dan ditutupi oleh epitel torak
berlapis semu mempunyai silia.
Kavum nasi terdiri dari :
1. Dasar hidung : dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.
2. Atap hidung : terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal
prosesus frontalis, os maksila, korpus os etmoid dan korpus
os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina
kribrosa.
3. Dinding lateral : dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka
media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan
lamina pterigoideus medial.
4. Konka : pada dinding lateral terdapat empat buah konka yaitu konka
inferior, konka media, konka superior dan konka suprema.
Konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan konka yang terbesar dan merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila. Sedangkan konka
media, superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid.
5. Meatus nasi : diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga
sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara

3
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus
nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media
dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus superior yang
merupakan ruang antara konka superior dan konkamedia
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
6. Dinding medial: dinding medial hidung adalah septum nasi.
Mukosa hidung
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir. Epitel organ
pernapasan yang biasanya berupa epitel kolumnar bersilia, bertingkat
palsu, berbeda- beda pada bagian hidung.pada ujung anterior konka dan
septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa silia, lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur
utama arus inspirasi epitel menjadi kolumnar ; silia pendek agak irreguler.
Sel sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus
ekspirasi memiliki silia yang panjang yang tersusun rapi.

Gambar 2.2 Anatomi hidung bagian dalam

4
2.2 FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional. Fungsi


hidung dan sinus paranasal adalah 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara
(air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran
tekanan dan mekanisme imunologik lokal, 2) fungsi penghidu karenaterdapatnya
mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu, 3)
fungsi fonetik berguna untuk resonansi suara, membantu prosesbicara dan
mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang, 4) fungsistatis dan
mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma, dan
pelindung panas, 5) refleks nasal.

2.3 DEFINISI

Rhinitis jamur adalah peradangan atau iritasi yang terjadi di membran


mukosa di dalam hidung yang diakibatkan oleh jamur. Rhinitis jamur dapat terjadi
bersamaan dengan sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif. Rhinitis jamur
non-invasif dapat menyerupai rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih berat.
Rinolit ini sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya terjadi
destruksi kartilago dan tulang.

2.4 ETIOLOGI

Etiologi dari rhinitis jamur biasanya adalah :


Aspergillus (aspergilosis)
Candida (candidiasis)
Rhizopus oryzae (mukormikosis)

5
2.5 EPIDEMIOLOGI

Data mengenai epidemiologi rhinitis jamur sangat terbatas bila


dibandingkan dengan rhinitis jenis lainya, terutama rhinitis alergi. Rhinitis alergi
merupakan bentuk yang paling sering dari semua penyakit atopi, diperkirakan
mencapai prevalensi 5-22%. Dimana dalam dekade terakhir ini peningkatan
prevalensi rhinitis alergi di seluruh dunia sekitar 6%-8%. Namun, prevalensi ini
bisa menjadi lebih tinggi, dikarenakan banyaknya pasien yang mengobati diri
sendiri tanpa berkonsultasi ke dokter, maupun penderita yang tidak terhitung pada
survei resmi. Disebutkan bahwa di Indonesia pravalensi rhinitis alergi pada anak
berkisar antar 9%-27% dan dewasa 22%.

2.6 PATOFISIOLOGI

6
2.7 GEJALA KLINIS dan DIAGNOSIS

Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria.
Jika terjadi invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum
atau hidung pelana. Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan
histopatologi, pemeriksaan sediaan langsung atau kultur jamur, misalnya
Aspergillus, Candida,dan Rhizopus oryzae.
Diagnosis
Anamnesa : Riwayat penyakit alergi dalam keluarga, Perlu ditanya gejala
spesifik; pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset
dankeparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap
pengobatan,kondisi lingkungan dan pekerjaan.
Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret
mukopurulen, mungkin terlihat ulkus atau perforasi pada septum disertai
dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black eschar).
Pemeriksaan Penunjang :
- Biopsi pada jaringan yang dicurigai terinfeksi
- Pemeriksaan kultur dapat membantu menegakkan diagnosa, dan dilakukan
sebelum pemberian terapi anti jamur.

2.8 PENATALAKSANAAN

Untuk rhinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh


gumpalan jamur. Pemberian obat jamur sistemik maupun topical tidak diperlukan.
Terapi untuk rhinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya
dengan pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci hidung dan pembersihan
hidung secara rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Untuk infeksi jamur
invasif, kadang-kadang diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik
dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang
memerlukan tindakan rekonstruksi.

7
2.9 KOMPLIKASI

Sinusitis
Sinus terinfeksi atau mengalami peradangan yang diakibatkan oleh rhinitis
dan kondisi ini merupakan komplikasi rhinitis yang umum terjadi. Hal ini terjadi
karena ingus yang dihasilkan oleh sinus secara alami tidak bisa mengalir ke
hidung melalui saluran kecil seperti biasa akibat tersumbatnya saluran tersebut.

Gejala sinusitis seperti sakit gigi, demam, hidung tersumbat atau berair,
serta rasa sakit yang parah di sekitar mata, dahi atau pipi bisa diatasi dengan obat
pereda nyeri seperti ibuprofen, aspirin, atau parasetamol. Jika sinus yang dialami
terinfeksi bakteri, disarankan untuk mengonsumsi antibiotik yang akan diresepkan
dokter. Operasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki pengaliran sinus jika
sinusitis yang dialami sudah cukup lama atau kronis.

Infeksi Telinga Bagian Tengah


Rhinitis dapat menyebabkan masalah infeksi telinga bagian tengah atau
otitis media, yaitu gangguan pada tabung Eustachian. Tabung ini terletak di
belakang hidung, menghubungkan bagian belakang hidung dan telinga tengah
yang berfungsi untuk mengalirkan cairan. Cairan yang bertumpuk di telinga
tengah akibat rhinitis menjadi terinfeksi dan menyebabkan infeksi pada telinga
bagian tengah. Infeksi telinga tengah dapat menyebabkan timbulnya gejala-gejala
seperti hilangnya pendengaran, sakit telinga, kehilangan keseimbangan, dan
demam.

Polip Hidung
Polip hidung terkadang bisa terjadi akibat rhinitis. Polip adalah
pembengkakan yang tumbuh di dalam hidung yang terjadi akibat peradangan
selaput hidung. Ukuran polip hidung beragam dan bisa berwarna abu-abu, merah
muda atau kuning.

Operasi umumnya diperlukan untuk mengangkat polip yang besar. Namun


jika polip masih berukuran kecil maka dapat diatasi dengan obat semprot hidung

8
steroid agar tidak halangan di hidung. Polip bisa mengganggu pernapasan,
menghambat sinus, serta mengurangi kemampuan indra penciuman. Sinusitis
dapat terjadi jika polip hidung tumbuh secara berkelompok atau cukup besar.

2.10 DIAGNOSA BANDING

Rhinitis Rhinitis Difteri Rhinitis Rhinitis Sifilis


Hipertrofi Atrofi
Epidemiolog Berhubungan dengan Wanita>pria. Jarang ditemukan
imunisasi
i Sering pada
masyarakat
ekonomi
sosial rendah
Temporary Hidung
Pattern tersumbat
Symptom Hidung Demam, toksemia, Nafas Seperti rhinitis akut
tersumbat, limfadenitis, berbau, lainnya. Kadang
mulut kering, paralisis otot ingus kental, terdapat
sakit kepala, pernafasan, ingus berwarna bercak/bintik
gang.tidur bercampur darah, hijau, mukosa. Gumma,
pseudomembran gang.penghi ulkus pada septum
putih yang berdarah, du, sakit yang menyebabkan
krusta coklat dinares kepala, perforasi septum.
anterior dan rongga hidung
hidung. tersumbat.

9
Rhinitis Rhinitis Rhinitis Rhinitis
TB Alergi Vasomotor Medikamentosa
Epidemiologi Berhubungan
dengan kasus
TB dan AIDS
Temporary Gejala sering Drug abuse
Pattern dicetuskan
oleh berbagai
rangsangan
non-spesifik
Symptom TB berbentuk Bersin seperti rinitis Hidung tersumbat
noduler atau terutama alergi. gejala terus menerus dan
ulkus pada pagi dominan berair.
terutama hari, rinore berupa
pada tulang encer dan hidung
rawan septum banyak, tersumbat
yang hidung bergantian
menyebabkan tersumbat, kanan-kiri
perforasi hidung dan tergantung
mata gatal, posisi, rinire
lakrimalis. mukoid atau
serosa, jarang
disertai gejala
pada mata.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN.

Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat


disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi, dan secara klinis didefinisikan oleh
beberapa gejala umum dari nasal discharge, gatal, bersin, hidung tersumbat dan
kongesti. Ada 3 jenis rhinitis yang sering ditemukan pada praktek klinik yaitu
Rhinitis Alergi, Rhinitis Non-alergi dan Rhinitis Infeksi. Rhinitis infeksi dimana
proses inflamasi disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi yang terdiri
dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.
Rhinitis jamur adalah peradangan atau iritasi yang terjadi di membran
mukosa di dalam hidung yang diakibatkan oleh jamur. Rhinitis jamur dapat terjadi
bersamaan dengan sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif. Rhinitis jamur
non-invasif dapat menyerupai rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih berat.
Rinolit ini sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya terjadi
destruksi kartilago dan tulang.
Untuk rhinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh
gumpalan jamur. Pemberian obat jamur sistemik maupun topical tidak diperlukan.
Terapi untuk rhinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya
dengan pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci hidung dan pembersihan
hidung secara rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Untuk infeksi jamur
invasif, kadang-kadang diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik
dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang
memerlukan tindakan rekonstruksi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Kalogjera L. Rhinitis in Adults. 2011 ; 65(2):181-7. Diunduh dari:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22359885
2. Angier Elizabeth, Jenny Willington, Glenis Scadding, Steve Holmes, Samantha
Walker. Management of Allergic and Non-Allergic: A Primary Care Summary of
BSACI Guidelines. Primary Care Respiratory Journal (2010); 19(3): 217-222
3. Nguyen Tran, John Vickery, Michael Blaiss. Management of Rhinitis: Allergic
and Non-Allergic. Allergy Asthma Immunol Res. 2011 July ; 3(3):148-156.
4. Soepardi Efiaty, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2007. Edisi Ke-7. Hal 119.
5. Centers for Disease Controls and Prevention. Common Colds: Protect Yourself
and Others. Last Updated on February 24 2014. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/features/rhinoviruses/
6. Regan Elizabeth. Diagnosing Rhinitis: Viral and Allergic Characteristic.
September 2008. Vol. 33, No. 9. Diunduh dari: www.nursingcenter.com
7. Balasubramanian. Rhinitis Classification and Management. Otolaryngology
online. Diunduh dari: otolaryngology.wdfiles.com
8. Scadding Glenis. The Different Faces of Non-Allergic Rhinitis. World Allergy
Forum: Non-Allergic Rhinitis and Polyposis. Diunduh dari:
http://www.worldallergy.org/educational_programs/world_allergy_forum/sydney/
scadding.php
9. Common Cold FactSheet. The Texas Department of Insurance, Division of
Workers Compensation (TDI, DWC). Diunduh dari:
www.tditexas.gov/pubs/videoresource/fscommoncold.pdf
10. Bryan Charles. Upper Respiratory Tract Infections and Other Infection of The
Head and Neck. 2011. University of South Carolina School of Medicine. Diunduh
dari:
http://pathmicro.med.sc.edu/infectious%20disease/upper%20respiratory%20tract.
htm

12
11. Rudolf Probst, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Othorhinolaryngology.
2006. Thieme. Hal 49-51
12. Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 1997. Edisi 6. Jakarta. Hal 206-207

13

Anda mungkin juga menyukai