Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Polip nasi adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di


dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada laki-laki ataupun perempuan,
dari usia anakanak hingga usia lanjut.1
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya
sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada
pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan.
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan
4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan
antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan
hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark
memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per
tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan
pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.3
Polip hidung merupakan penyakit multifaktorial, mulai dari
infeksi, inflamasi non infeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas
genetik. Banyak teori yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari
inflamasi kronis, oleh karena itu, tiap kondisi yang menyebabkan adanya
inflamasi kronis pada rongga hidung dapat menjadi faktor predisposisi
polip. Kondisi-kondisi ini seperti rinitis alergi ataupun non alergi, sinusitis,
intoleransi aspirin, asma, Churg-strauss syndrome, cystic fibrosis,
katagener syndrome, dan Young syndrome.2

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari bagian eksternal dan internal. Hidung eksternal
atau luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:
pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung

(tip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).4,5

Gambar 1. Anatomi Hidung External.5

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang
terdiri: tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, prosesus
nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior yang disebut juga kartilago ala mayor dan tepi anterior
kartilago septum.4

2
Gambar 2. Anatomi Hidung External.1

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan


ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian
depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.4
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut
panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai empat buah
dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. 4,5

3
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina.
Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan
kolumela. 4,5

Gambar 3. Anatomi Hidung Internal. 1

Dinding lateral terdapat empat konka. Yang terbesar dan letaknya


paling bawah adalah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konka media, lebih kecil lagi adalah konka superior. Diantara konka-konka
dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.
Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior,
medius dan superior. Meatur inferior terletak diantara konka inferior
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) ductus nasolakrimalis. Mestus medius
terlrtak diantara konka media dengan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus
etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat diantara konka superior dan
konka media, terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. 1,4,5

4
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk ole
hos maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat
sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
tenggkorak dan rongga hidung. 1,4,5

Gambar 4. Anatomi Hidung Internal. 1

5
Gambar 5. Anatomi Hidung Internal. 1
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.
karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari
cabang a. maksilaris interna. Bagian depan hidung mendapat perdarahan
dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat

6
anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.
labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut kieselbach (Littles
area). Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.
oltalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. 1,4,5

Gambar 6. Perdarahan Hidung. 1

Gambar 7. Perdarahan Hidung. 1

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris


dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang
berasal dari n. oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar
mendapat mendapat persaravan sensoris dari n. maksila melalui ganglion

7
sfenopalatina. Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun
mmelalui lamina kribrsa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
kemudian berakir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius
di daerah sepertiga atas hidung. 1,4,5

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologic dan


fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan
mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). 4,5
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung
dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. 4,5
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu tidak bersilia. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu
sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa
penghidu bewarna coklat kekuningan. 4,5
Pada bagian yang terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam
keadaan normal mukosa respiratori bewarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Dibawah epitel
terdapat tunika propia yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar
mukosa dan jaringan limfoid. 4,5

8
2.2 Fisiologi Hidung
Mekanisme Eksitasi Sel Olfaktorius
Sel-sel reseptor untuk sensasi penghidu adalah sel-sel olfaktorius.
Terdapat sekitar 100 juta sel pada epitel olfaktorius yang tersebar di antara
sel-sel sustentakular. Ujung mukosa dari sel olfaktorius membentuk
tombol yang dari tempat ini akan dikeluarkan 4 sampai 25 rambut
olfaktorius (silia olfaktorius), yang terproyeksi ke dalam mucus yang
melapisi permukaan dalam rongga hidung. Silia olfaktorius yang
terproyeksi ini akan membentuk alas yang akan bereaksi terhadap bau di
udara, dan kemudian akan merangsang sel-sel olfaktorius. Pada membrane
olfaktorius, diantara sel-sel olfaktorius tersebar banyak glandula bowman
yang kecil, yang mensekresi mucus ke permukaan membrane
olfaktorius.6,7
Substansi yang berbau, yang tercium pada saat kontak dengan
permukaan membrane olfaktorius, mula-mula menyebar secara difus ke
dalam mucus yang menutupi silia. Selanjutnya, akan berikatan dengan
protein reseptor di membrane setiap silium. Bau tersebut berikatan dengan
bagian protein reseptor yang melipat kea rah luar. Namun demikian,
bagian dalam protein yang melipat akan saling berpasangan untuk
membentuk protein-G. Subunit alfa akan memecah diri dari protein-G dan
segera mengaktivasi adenilat siklase, siklase yang teraktivasi akan
membentuk molekul cAMP dengan jumlah ang banyak. Akhirnya, cAMP
ini mengaktivasi protein membrane lain didekatnya, yaitu gerbang kanal
ion natrium, yang akan membuka gerbangnya dan memungkinkan
sejumlah besar ion natrium mengalir melewati membrane ke resptor di
dalam sitoplasma sel. Ion natrium akan meningkatkan potensial listrik
sehingga merangsang neuron olfaktorius dan menjalarkan potensial aksi ke
dalam system saraf pusat melalui nervus olfaktorius.6,7

Jaras Olfaktorius
Traktus olfaktorius memasuki otak pada sabungan anterior antara
mesensefalon dan serebrum, disini traktus akan membagi dua jaras, satu

9
yang berjalan disebelah medial menuju area olfaktorius medial, dan yang
lain berjalan di sebelah lateral menuju area olfaktorius lateral. Area
olfaktorius medial mewakili system olfaktorius yang paling tua, sedangkan
area olfaktorius lateral merupakan input untuk system olfaktorius yang tua
dan system yang paling baru. 6,7
Area olfaktorius medial terdiri dari sekelompok nuclei yang
terletak di bagian tengah basal otak tepat di anterior hipotalamus. Sebagian
besar bentuk bentuk yang mencolok ini adalah nuclei septum, yang
merupakan nuclei di garis tengah yang masuk ke dalam hipotalamus dan
bagian primitive lainnya dalam sistim limbik otak. 6,7
Area olfaktorius lateral terutama terdiri dari korteks prepiriformis
dan kortek piriformis ditambah bagian kortikal nuclei amigdaloid. Dari
daerah ini, jaras sinyal berjalan ke hampir semua bagian system limbik,
terutama ke bagian yang kurang primitive, seperti hipokampus. Gambaran
penting area olfaktorius lateral adalah bahwa sebagian besar jaras sinyal
dari area ini langsung masuk ke bagian kortek serebri yang lebih tua yang
disebut paleokorteks dalam bagian anteromedial lobus temporalis. Ini
adalah satu-satunya area dari seluruh korteks serebsi, yang merupakan
tempat sinyal sensorik berjalan langsung ke korteks tanpa terlebih dahulu
melewati thalamus. 6,7

2.3 Definisi Polip Nasi


Kata polip berasal dari Yunani (Polypous) yang kemudian
dilatinkan (polyposis) dan berarti berkaki banyak. Polip hidung adalah
masa yang tumbuh dalam rongga hidung, sering kali multiple dan bilateral.
Massa ini lunak berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan
licin mengkilat, bertangkai dan mudah digerakkan. Berasal dari epitel
dimeatus medius, ethmoid atau sinus maksila. Dapat menjadi besar dan
dapat memenuhi rongga hidung dan sampai keluar dari nares anterior.
Ada polip yang tumbuh ke posterior ke arah nasofaring dan disebut
polip koanal, sering tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior.
Polip koanal paling sering berasal dari sinus maksila (antrum). Sehingga

10
disebut juga polip antrokoanal. Polip koanal yang lain adalah sfenokoanal
dan etmoidokoanal.

2.4 Epidemiologi
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya
sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada
pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan.
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan
4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan
antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan
hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark
memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per
tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan
pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.3

2.5 Etiologi
Sampai sekarang etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti
tapi ada 3 faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu :
1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung
dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor
3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema
mukosa hidung.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
Alergi terutama rinitis alergi
Sinusitis kronik
Iritasi
Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi
septum dan hipertrofi/ konka

11
2.6 Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang


kebanyakan terdapat didaerah meatus medius. Kemudian stroma akan
terisi oleh cairan intraseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun kedalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.


Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka
waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi irreguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur
bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus
etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum
nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang
sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena
pada rinitis alergi banyak terdapat di indonesia karena tidak adanya variasi
musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai di
kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi
di meatusmedia.

2.7 Gejala Klinis

Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada masa dalam


hidung, sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia. Gejala
sekunder termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore,
nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur,
dan penurunan prestasi kerja. Biasanya polip sudah dapat terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip yang sangat besar dapat mendesak
dinding rongga hidung sehingga menyebabkan deformitas wajah (hidung
mekar). Polip kecil yang berada di celah meatus medius sering tidak
terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada nasoendoskopi.

12
Pada pemeriksaan foto sinus paranasal sering menunjukkan rinosinusitis.
Pada pemeriksaan CT scan akan terlihat bagaimana sel-sel ethmoid dan
kompleks ostio-meatal tempat biasanya polip tumbuh. CT scan perlu
dilakukan bila ada polip unilateral, bila tidak membaik dengan pengobatan
konservatif selama 4-6 minggu, bila akan dilakukan operasi BESF dan bila
ada kecurigaan komplikasi sinusitis.

2.8 Penegakan Diagnosa

Anamnesis
Keluhan utama polip hidung adalah hidung terasa
tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih
sampai purulen,hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-
bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala didaerah
frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin dijumpai post nasal
drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah
bernapas melalui mulut. Suara sengau, halitosis, gangguan tidur
dan penurunan kualitas hidup.
Dapat menyebabkan gejala pada pernapasan bawah,berupa
batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan
asma .
Makroskopis : Polip merupakan masa bulat atau lonjong dengan
permukaan licin berwarna pucat keabuan, lobuler , dapat multiple
dan bersifat sangat tidak sensitif. Warna polip yang pucat tersebut
disebabkan oleh sedikitnya aliran darah yang memasok polip
tersebut. Bila terjadi trauma berulang atau suatu proses inflamasi
dapat berubah jadi kemerahan.

Pemeriksaan fisik
Polip nasi yang masiv dapat menyebabkan deformitas
hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran
batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat

13
sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan. Pada rhinoskopi posterior terlihat
bila ukurannya besar akan tampak massa berwarna putih keabu-
abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di nasofaring. Dan
bisa juga dilakukan dengan endoskopi nasal.4
Pembagian stadium polip menurut mackay dan lund (1997),
Stadium 1 : Polip masih terbatas dimeatus medius, Stadium 2 :
polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung
tapi belum memenuhi rongga hidung, Stadium 3 : polip yang
masif.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos sinus paranasal dapat memprlihatkan penebalan
mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus, tetapi
kurang bermanfaat pada kasus polip.
2. Pemeriksaan tomografi komputer (CT-Scan) sangat
bermanfaat untuk melihat jelas keadaan dihidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi,
polip atau ada sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan
terapi medikamentosa, jika ada komplikasi sinusitis dan
pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah
endoskopi.

2.9 Diagnosa Banding


Diagnosis banding polip nasi termasuk tumor-tumor jinak yang
dapat tumbuh dihidung seperti kondroma, neurofibroma, angiofibroma dan
lain-lain. Papiloma inversi (Inverted papiloma) adalah tumor hidung yang
secara histologis jinak tapi perangai klinisnya ganas dapat menyebabkan
pendesakan / destruksi dan sering kambuh kembali, penampakannya
sangat merupai polip. Tumor ganas hidung seperti karsinoma atau sarkoma
biasanya unilateral, ada rasa nyeri dan mudah berdarah, sering
menyebabkan destruksi tulang. Diagnosis banding lain adalah meningokel

14
/ meningoensefalokel pada anak. Biasanya akan menjadi lebih besar pada
saat mengejan atau menangis.8
Polip didiagnosabandingkan dengan konka polipoid, yang
ciri-cirinyasebagai berikut :
Tidak Bertangkai
Sukar digerakan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah Berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin)

Polip :
Bertangkai
Mudah digerakan
Konsistensi lunak
Tidak nyeri bila ditekan
Tidak mudah berdarah
Pada pemeriksaan vasokonstriktor ( kapas adrenalin ) tidak
mengecil.
P a d a pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk
membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan
pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati-hati
pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
karena bisa menyebabkan vasokonstriktor sistemik,
meningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien
hipertensi dan penyakit jantung lainnya.

2.10 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal
adalah kortikosteroid. Baik bentuk oral maupun topikal,
memberikan respon anti inflamasi non-spesifik yang mengurangi

15
ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan hidung. Obat-obatan
lain tidak memberikan dampak yang berarti.
a. Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang
disebabkan polip nasal adalah kortikosteroid oral seperti
prednison. Agen anti inflamasi nonspesifik ini secara
signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan
memperbaiki gejala lain secara cepat. Sayangnya, masa
kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan
munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan
hingga bulanan.
b. Kortikosteroid Topikal Hidung
Respon antiinflamasi non-spesifiknya secara teoritis
mengurangi ukuran polip dan mencegah tumbuhnya polip
kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia semprot
hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk
pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti
fluticson, mometason, budesonid dan lain-lain.8
c. Leukotrin inhibitor
Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-
lipoxygenase yang akan menghasilkan leukotrin yang
merupakan mediator inflamasi.

2. Operatif
Menjelang operasi, selama 4 atau 5 hari pasien diberi antibiotik
dan kortikosteroid sistemik dan lokal. Hal ini penting untuk
mengeliminasi bakteri dan mengurangi inflamasi, karena inflamasi
akan menyebabkan edema dan perdarahan yang banyak, yang akan
mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid juga bermanfaat
untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan lebih mudah.
Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien akan optimal
untuk menjalani bedah sinus endoskopi dan kemungkinan

16
timbulnya komplikasi juga ditekan seminimal mungkin. Tindakan
operasi yang dapat dilakukan meliputi :
Polipektomi intranasal
Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi)
menggunakan senar polip atau cunam dengan analgetik lokal, bisa
juga dengan menggunakan alat yang sangat menguntungkan seperti
microdebrider yang dapat memotong langsung menghisap polip
sehingga perdarahan sangat minimal.8
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) Merupakan
tindakan yang terbaik pengangkatan polip sekaligus operasi sinus.
Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar,
berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal

2.11 Prognosis
Polip nasi sering kambuh kembali, oleh karena itu pengobatannya
juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tetapi yang
paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen
penyebab. Secara medikamentosa dapat diberikan antihistamin, dengan
atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa
mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan
gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan
imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi
pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

17
BAB III
KESIMPULAN
Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan
keluhan sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin
berat dirasakan. Etiologi polip terbanyak merupakan akibat reaksi
hipersensitivitas yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan
bersamaan dengan rinitis alergi.
Pada ananmnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung,
anosmia,rinitis alergi,keluhan sakit kepala didaerah frontal, atau sekitar
mata, adanya sekret hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior
ditemukan masa yang lunak, bertangkai, mudah digerakkan,tidak ada nyeri
tekan dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstrktor lokal.
Penatalaksanaan pada polip nasi ini bisa secara konservatif maupun
operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan
keluhan daripasien tersendiri.
Pada pasien dengan riwayat rhinitis alergi, polip nasi mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga memungkinkan
pasien harus menjalani polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.

18

Anda mungkin juga menyukai