Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH SENSORI PERSEPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELAINAN SISTEM PENCIUMAN

PADA PENYAKIT SINUSITIS

Oleh :

Kelompok 7

1. Evie Nurainy Adelan NIM 1130014092


2. Roudhotun Nikmah NIM 1130014096
3. Alfin Hidayatur Rahman NIM 1130014103
4. Nurul Fatmalia NIM 1130014105

Semester / Kelas : 4C

Dosen Pembimbing :
Muhammad Khafid, S.Kep., Ns

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuan Keperawatan pada
Kelainan Sistem Penciuman pada Penyakit Sinusitis” Kemudian shalawat beserta
salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunnah untuk keselamatan umat di
dunia.
Penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca dapat
memperoleh pengetahuan tentang Konsep, Asuhan Keperawatan, Penatalaksanaan
dan Pendidikan Kesehatan pada Penyakit Sinusitis. Kami menyadari masih banyak
kekurangan yang kami lakukan dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan demi tercapainya
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 28 Februari 2016

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sinusitis merupakan proses peradangan pada mukosa atau selaput lendIr
sinus parasanal. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus
maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga
sinus ini dilapisi lapisan mukosa yang merupakan lanjutan mukosa rongga hidung
dan bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada kondisi
anatomi dan fisiologis normal, sinus terisi udara. Deviasi dari struktur anatomi
normal maupun perubahan fungsi lapisan mukosa dapat menjadi predisposisi
penyakit sinus.
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia,
hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari
ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi
sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk),
pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada
sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering
gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan
akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan
prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat
kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan
oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan
perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44
penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%)
memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada
kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan
seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah
(87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis
akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang
patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya
tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak
kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.

3
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya
sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal
berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak
menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit
(tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi
yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat
ditentukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari penyakit Sinusitis?
2. Apa yang dimakhsud dengan penyakit Sinusitis?
3. Apa penyebab dari penyakit Sinusitis?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Sinusitis?
5. Apa saja klasifikasi dari penyakit Sinusitis?
6. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Sinusitis?
7. Bagaimana WOC dari penyakit Sinusitis?
8. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Sinusitis?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk penyakit Sinusitis?
10. Apa saja komplikasi dari penyakit Sinusitis?
11. Bagaimana cara pencegahan untuk penyakit Sinusitis?
12. Bagaimana pengobatan dari penyakit Sinusitis?

1.3 Tujuan Umum


Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit sinusitis

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2
2.1 Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput
lendir sinus parsial. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan
cairan atau kerusakan tulang dibawahnya. Sinus paranasal adalah ronga rongga
yang terdapat pada tulang – tulang di wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi),
sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus
sphenoid (di belakang sinus etmoid). (Efiaty, 2007)
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal, dan sinusitis sphenoid. (Endang mangunkususmo dan Nusjirwan Rifki,
2001)
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus
maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus
sphenoid belum.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi, oleh karen merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drenase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar
gigi (prosesus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis

5
maksila, ostirium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Menurut Soepardi, EA. 2007
1. Anatomi

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah
ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid
anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior
rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada
usia antara 15-18 tahun.
a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir
sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan
cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat

6
dewasa.Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya
ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah
dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila
adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang
atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang
juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut
dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke
atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan
komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar
sinus, sehingga drenase hanya  tergantung dari gerak silia, lagi pula
dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan
selanjutnya menyebabkan sinusitis.

b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak
bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada
usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20
tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih
besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.
Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan
kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus
berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk
dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke
daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

7
c. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan
focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid
seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior
ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior
dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang
menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os
etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial
orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan
sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan
lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan
dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior
dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,
disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang
terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan
dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea
yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian
belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

d. Sinus Sfenoid  
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus

8
berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan
menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai
indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak
sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior didaerah pons.

2. Fisiologi
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak
mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain :
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean
ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan
rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang
lebih 1/1000  volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa
sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators) 
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan
tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung
dan organ-organ yang di lindungi.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
d. Membantu resonasi suara
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi

9
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara
dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mucus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

2.3 Etiologi
Menurut Amin dan Hardhi, 2015
Sinusitis paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang
dialirkan ke dalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan ke belakang, kea rah
tenggorokan untuk ditelan di saluran pencernaan. Semua keadaan yang
mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan
menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2
macam, yaitu :
a. Faktor local adalah smua kelainan pada hidung yang dapat mnegakibatkan
terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor,
benda asing, iritasi polutan, dan gangguan pada mukosilia (rambut halus
pada selaput lendir)
b. Faktor sistemik adalah keadaan diluar hidung yang dapat menyebabkan
sinusitis; antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS),
penggunaan obat – obat yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung

1. Penyebab pada sinusitis akut adalah :


a. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
Parainfluenza virus).

10
b. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan
sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

d. Peradangan menahun pada saluran hidung


2. Penyebab pada Sinusitis Kronik adalah
a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh
b. Alergi
c. Karies dentis ( gigi geraham atas )
d. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
e. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
f. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

2.4 Tanda dan Gejala


Menurut Amin dan Hardhi, 2015
1. Secara umum, tanda dan gejala dari penyakit sinusitis adalah :
a. Hidung tersumbat
b. Nyeri di daerah sinus

11
c. Sakit Kepala

d. Hiposmia / anosmia

e. Hoalitosis

f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak

2. Sinusitis maksila akut

12
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri
tekan, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan
bercampur darah.
3. Sinusitis etmoid akut
Gejala : Sekret kental di hidung dan  nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.

4. Sinusitis frontal akut


Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang
setelah sore hari, sekret kental dan penciuman berkurang.
5. Sinusitis sphenoid akut  
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
6. Sinusitis Kronis
Gejala  : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang
berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain
misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering
demam.

2.5 Klasifikasi
Menurut D. Thane R. Cody dkk, 1986
Klasifikasi sinusitis berdasarkan patologi berguna dalam penatalaksanaan pasien.
Di samping menamakan sinus yang terkena, beberapa konsep seperti lamaya
infeksi sinus, harus menjadi bagian klasifikasi
a. Sinusitis Akut
Sinusitis akut merupakan suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsug
dari satu hari sampai 3 minggu.
b. Sinusitis Sub Akut
Sinusitis sub akut merupakan infeksi sinus yang berlangsung dari 4 minggu
sampai 12 minggu. Perubahan epitel di dalam sinus biasanya reversible pada
fase akut dan sub akut, biasanya perubahan tak reversible timbul setelah 3
bulan sinusitis sub akut yang berlanjut ke fase berikutnya / kronik.
c. Sinusitis Kronik
Fase kronik dimulai setelah 12 minggu dan berlangsung sampai waktu yang
tidak terbatas.

2.6 Patofisiologi

13
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga
mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di
dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi
antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995
membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika
lebih dari 8 minggu. Sedangkan Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut
dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan
kronik jika lebih  dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik
umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara
adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati
secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis
akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%)
dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di
temukan (20%). Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi
umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan
anaerob.

14
2.7 WOC (Web Of Caution)

Infeksi oleh virus / bakteri Membran mukosa sinus Inflamasi

Peningkatan sekresi Hilangnya fungsi silia Edema, kemerahan,


mukus normal demam, nyeri kepala

Obstruksi hidung Bakteri dapat masuk dan Hipertermi


(Hidung tersumbat) berkembang Nyeri

Bakteri dapat tumbuh Obstruksi sinus pada


dengan baik nasal

Penyebaran bakteri
secara sistemik Iritasi sinus Kesalahan interpretasi

Gangguan organ Sekresi nasal yang Defisiensi pengetahuan


sistemik purulen Ansientas

Komplikasi Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Gangguan menelan

Intracranial Orbita, osteomielitis &


abses sub periosteal pada
tulang frontal
Meningitis akut
Abses subdural di otak

15
2.8 Epidemiologi
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas
pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis.

2.9 Pemeri ksaan Penunjang


Menurut Amin dan Hardhi, 2015
1. Rinoskopi anterior
Pada pemeriksaan Rinoskopi anterior akan didapatkan mukosa yang edema
dan hiperemis, terlihat sekret mukopus pada meatus media. Pada sinusitis
ethmoiditis kronis eksasserbasi akut dapat terlihat suatu kronisitas misalnya
terlihat hipertrofi konka, konka polipoid ataupun poliposis hidung.
2. Rinoskopi posterior
Pada pemerikasaan Rinoskopi posterior, tampak sekret yang purulen di
nasofaring dan dapat turun ke tenggorokan.
3. Nyeri tekan pipi sakit
4. Transiluminasi
Dilakukan di kamar gelap memakai sumber cahaya penlight berfokus jelas
yang dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan. Arah sumber cahaya
menghadap ke atas. Pada sinus normal tampak gambaran terang pada daerah
glabella. Pada sinusitis ethmoidalis akan tampak kesuraman

16
5. X Foto sinus paranasalais : Kesuraman, Gambaran “airfluidlevel”, Penebalan
mukosa

2.10 Komplikasi
Menurut Efiaty Arsyad Soepardi, 2001
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjdi ialah :
1. Osteomielitis dan abses sub periostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frotal dan biasanya ditemukan pada anak
– anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
2. Kelainan orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling
sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses sub
periostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus
cavernosus.
3. Kelainan intracranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau sub dural, abses otak dan
thrombosis sinus cavernosus

2.11 Pencegahan
1. Makan-makanan bergizi serta konsumsi vitamin C untuk menjaga dan
memperkuat daya tahan tubuh

17
2. Rajin berolahraga, karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus
maupun bakteri
3. Hindari stres
4. Hindari merokok
5. Usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas
6. Hindari efek buruk dari polusi udara dengan menggunakan masker
7. Bersihkan ruang tempat tinggal
8. Istirahat yang cukup
9. Hindari alergen (debu,asap,tembakau) jika diduga menderita alergi

2.12 Penatalaksanaan
Menurut Amin & Hardhi, 2015
Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala membrantas infeksi,dan
menghilangkan penyebab. Pengobatan dpat dilakukan dengan cara konservatif dan
pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri dari :
1. Istirahat yang cukup dan udara disekitarnya harus bersihdengan kelembaban
yang ideal 45-55%
2. Antibiotika ayang adekuat palingsedikit selama 2 minggu
3. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri
4. Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan lebih dari
pada 5harikarena dapat terjadi Rebound congestion dan Rhinitis redikamentosa.
Selain itu pada pemberian dekongestan terlalu lama dapat timbul rasa nyeri,
rasa terbakar,dan kering karena arthofi mukosa dan kerusakan silia
5. Antihistamin jikaada factor alergi
6. Kortikosteoid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang cukup parah.
Pengobatan operatif dilakukan hanya jika ada gejala sakit yang kronis, otitis
media kronik, bronchitis kronis, atau ada komplikasi serta abses orbita atau
komplikasi abses intracranial. Prinsip operasi sinus ialah untuk memperbaiki
saluran sinus paranasalis yaitu dengan cara membebaskan muara sinus dari
sumbatan. Operasi dapat dilakukan dengan alat sinoskopi (1-“ESS= fungsional
endoscopic sinus surgery). Tekhnologi ballon sinuplasty digunakan sebagai
perawatan sinusitis. Tekhnologi ini, sama dengan balloon Angioplasty untuk
menggunakan kateter balon sinus yang kecil dan lentur (fleksibel) untuk
membuka sumbatan saluran sinus, memulihkan saluran pembuangan Sinus yang
normaldan fungsi-fungsinya. Ketika balon mengembang, ia akan secaraperlahan
mengubah struktur dan memperlebar dinding-dinding dari saluran tersebut
tanpa merusak jalur sinus.

18
BAB 3
APLIKASI KASUS

Kasus
Tuan M datang ke RS tanggal 18 Februari 2016 dengan keluhan nyeri kepala dan
tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering
kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien
menelan makanan dan menundukkan kepala. Pasien mengalami penurunan berat
badan sebanyak 1 kg dari berat badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah
mempunyai riwayat penyakit THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan
pasien didiagnosa menderita sinusitis.

3.1 Pengkajian
1. Identitas/ biodata klien
Nama : Tn. M
Tempat tanggal lahir : Surabaya, 18 September 1964
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia

Penanggung Jawab
Nama : Ny. P

19
Alamat : Jln. Argolawu no.49 Surabaya
Hubungan dg klien : Istri

2. Riwayar Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan
tenggorokan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tuan M datang ke RS tanggal 18 Februari 2016 dengan keluhan nyeri
kepala dan tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai
pilek yang sering kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri
dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan
kepala. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg dari berat
badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit
THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa
menderita sinusitis.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat THT. 
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita sinusitis.
e. Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi
rumah kurang (tidak adekuat).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Suhu : 38ºC
2) Nadi : 84 /menit
3) TD : 120/80 mmHg
4) RR : 25 /menit
5) BB : 62 kg
6) Tinggi badan : 170 cm

b. Pemeriksaan B1 – B6
B1 (breathing) : Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan
adanya secret kental pada hidung

20
B2 (blood) : Normal
B3 (brain) : Pasien composmentis
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun  dan
BB  turun
B6 (bone) : Kelemahan otot dan malaise

c. Pemeriksaan Penunjang
a) Rinoskopi anterior
b) Rinoskopi posterior
c) Nyeri tekan pipi sakit
d) Transiluminasi
e) X Foto sinus paranasalais

4. Analisa Data

21
No Masalah
Data Etiologi
. Keperawatan
1. Data subjektif: Inflamasi pada sinus
Pasien mengeluh nyeri frontal
kepala.
Data objektif: Peradangan
Nyeri
Pasien tampak gelisah,
didapati skala nyeri 8, Nyeri pada kepala
RR= 25 x/ menit.

2. Data subjektif: Inflamasi pada sinus


Pasien mengeluh frontal
sesak nafas.
Data objektif: Produksi secret
Ada retraksi dinding meningkat
dada, penggunaan
Bersihan jalan nafas
pernafasan cuping Akumulasi secret
tidak efektif
hidung, suara nafas
ronkhi, RR=25 Bersihan jalan nafas
x/menit. tidak efektif

Ronkhi
Sesak nafas
3. Data subjektif: Inflamasi
Pasien mengeluh tidak
nafsu makan. Produksi secret
Data objektif: meningkat
Penurunan berat badan
dari 63 kg menjadi 62 Secret terakumulasi
kg, makanan yang dihidung
disajikan tidak pernah Gangguan
dihabiskan. Hidung tersumbat
pemenuhan nutrisi
Penciuman terganggu kurang dari
kebutuhan
Tidak bisa mencium
aroma makanan

Nafsu makan menurun

Nutrisi tidak terpenuhi

4. Data subjektif: Inflamasi


Pasien mengeluh tidak
bisa tidur dengan Rasa tidak nyaman Gangguan istirahat;
nyenyak. karena hidung tersumbat tidur berhubungan
Data objektif: (buntu) dengan hidung
Gelisah, lemas, mata tersumbat (buntu)
cowong, tidur kurang Tidur tidak nyenyak
dari 6-8 jam perhari.
5. Data Subjektif: Infeksi saluran
Pasien mengeluh pernafasan atas
kedinginan
Data Objektif: Makrofag menangkap
Suhu tubuh= 38°C benda asing yang masuk
ke tubuh

Merangsang
pengeluaran mediator Hipertermi
kimia

Prostalglandin
22
Peningkatan set. point
Hipotalamus

Suhu tubuh meningkat


5.
a.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada hidung.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang
mengental.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan nafsu  makan menurun.
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi.

23
3.3 Intervensi

1. Nyeri (kepala, tenggorokan) berhubungan dengan peningkatan tekanan


sinus sekunder terhadap peradanggan sinus paranasal.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu
1x24 jam.
Kriteria hasil :
a. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau menghilang
b. RR=16-20 x/menit, Nadi=60-100x/menit, ekspresi wajah klien tidak
menyeringai lagi.
c. Skala nyeri 2
Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian obat analgesic 1. Obat analgesic dapat menurunkan
atau menghilangkan rasa nyeri.
2. Ajarkan Teknik distraksi atau 2. Teknik distraksi diharapkan bisa
pengalihan nyeri dengan teknik menurunkan skala nyeri setelah
relaksasi pengobatan dengan obat analgesic.
3. Observasi dilakukan untuk
3. Observasi TTV, Keluhan klien dan memastikan bahwa nyeri
skala nyeri berkurang yang ditandai dengan
RR dalam skala normal.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
yang mengental
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif dalam waktu 10 – 15 menit
Kriteria Hasil :
d. Klien tidak lagi menggunakan pernafasan cuping hidung
e. Tidak ada suara nafas tambahan
f. Ronkhi (-)
g. TTV normal
Intervesi Rasional
1. Kolaborasi pemberian nebulising 1. Nebulizing dapat mengencerkan
secret dan berperan sebagai
bronkodilator untuk melebarkan
jalan nafas.
2. Foto thoraks dada serta melakukan 2. Mengetahui letak secret dan
clapping atau vibrasi mengakumulasi secret di
supsternal sehingga mudah untuk
di drainase.
3. Kolaborasi melakukan suction (pada 3. Mengeluarkan secret dari paru.
px. yang mengalami penurunan
kesadaran dan tidak mampu
melakukan batuk efektif). 4. Mengeluarkan secret dari jalan
4. Ajarkan batuk efektif (pada px. yang nafas khusunya pada pasien yang
tidak mengalami penurunan tidak mengalami penurunan
kesadaran dan mampu melakukan gangguan kesadaran dan bisa
batuk efektif). melakukan batuk efektif.
5. Observasi TTV 5. Untuk mengetahui perkembangan
kesehatan klien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nafsu makan menurun.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi dalam waktu 5x24 jam
Kriteria Hasil :
a. Berat badan klien kembali seperti semula (63kg), BB normal= 63 kg
b. Makanan yang disajikan selalu dihabiskan

24
Intervensi Rasional
1. Sajikan makanan secara menarik 1. Dengan menu yang bervariasi,
dengan memperhatikan nutrisi yang dapat menumbuhkan nafsu makan
diperlukan oleh klien. klien sehingga kebutuhan nutrisi
klien kembali terpenuhi.
2. Catat intake dan output makanan 2. Mengetahui perkembangan
klien pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien.
3. Dengan sedikit tapi sering dapat
3. Anjurkan makan sedikit sedikit tapi mengurangi penekanan pada
sering. lambung
4. Dengan pemahaman yang baik
4. Berikan helath education pentingnya tentang nutrisi akan memotivasi
makanan bagi proses penyembuhan. untuk meningkatkan pemenuhan
nutrisi.
4. Gangguan Istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat tidur 6-8 jam perhari
b. Tidak gelisah
c. Mata tidak cowong
d. Klien tidak lemas
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan tidur klien 1. Mengetahui permasalahan klien
dalam pemenuhan kebutuhan ;
istirahat klien
2. Ciptakan suasana yang nyaman 2. Klien dapat tidur dengan tenang.
3. Kolaborasi pemberian obat tidur 3. Agar klien dapat tidur
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi infeksi
Tujuan : Suhu kembali dalam keadaan normal
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh 36,5-37,5 C
b. Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
Intervnsi Rasional
1. Monitoring perubahan suhu tubuh 1. Suhu tubuh harus dipantau secara
efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan dari
pasien.
2. Berikan kompres hangat 2. Dapat membantu mengurangi
demam
3. Kolaborasi pemberian antipiretik 3. Mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus,
meskipun demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme dan
autodestruksi dari sel-sel
terinfeksi.

25
3.4 Implementasi

NO No DX Implementasi Paraf
1. 1 1. Mengkolaborasi pemberian obat Perawat A
analgesic
2. Mengajarkan Teknik distraksi
atau pengalihan nyeri dengan
teknik relaksasi
3. Mengobservasi TTV, Keluhan
klien dan skala nyeri

3.5 Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Evaluasi


1. Nyeri kepala, - S : Px mengatakan kalau
tenggorokan Nyerinya berkurang
berhubungan dengan O : - Klien mengungkapkan
peradangan pada nyeri yang dirasakan
hidung. berkurang atau menghilang
- RR=16-20 x/menit,
Nadi=60-100x/menit,
ekspresi wajah klien tidak
menyeringai lagi.
- Skala nyeri 2
A : Masalah teratasi
P : Rencana dihentikan

26
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

1
2
3
4
4.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Penyakit Sinusitis dapat menyerang pada segala usia terbanyak pada
kelompok usia 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan
seimbang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena
pembentukan sinusnya belum sempurna. Hasil positif pada tes kulit yang
terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit
manusia (50%).

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada klien dengan Sinusitis keluhan utama yang timbul seperti nyeri
kepala dan tenggorokan, nyeri di bola mata, demam, ingus kental di
hidung, hidung tersumbat, pusing, penciuman berkurang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien biasanya pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah
menderita penyakit akut dan pendarahan hidung atau trauma.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Sinusitis bukan merupakan penyakit keturunan

3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dan observasi keadaan umum, dan pemeriksaan TTV.
a. keadaan umum
b. Tanda- tanda Vital
Nadi : 84x /menit, Tekanan Darah : 120/80 mmHg, RR : 20x /menit
c. B1-B6
B1 (breathing) : Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan
adanya

27
secret kental pada hidung
B2 (blood) : Normal
B3 (brain) : Pasien composmentis
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun  dan
BB  turun
B6 (bone) : Kelemahan otot dan malaise

4. Pemeriksaan penunjang
1. Rinoskopi anterior : Mukosa merah, Mukosa bengkak, Mukopus di
meatus medius
2. Rinoskopi posterior : Mukopus nasoparing
3. Nyeri tekan pipi sakit
4. Transiluminasi : kesuraman pada sisi sakit
5. X Foto sinus paranasalais : Kesuraman, Gambaran “airfluidlevel”,
Penebalan mukosa

4.2 Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi
2. Hipertermia b.d proses inflamasi, pemajanan kuman
3. Nyeri akut b.d iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi
4. Ansietas b.d proses penyakit (kesulitan bernafas) , perubahan dalam status
kesehatan (Eksudat purulen)
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi tentang penyakit yang diderita
dan pengobatannya
6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat

28
4.3 Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan sekunder


akibat proses inflamasi
Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan nafas a. Respiratory status: Airway suction
ventilation a. Pastikan
Definisi : b. Respiratory status : kebutuhan oral
Ketidakmampuan untuk airway patency atau tracheal
membersihkan sekresi suctioning
atau obstruksi dari Kriteria hasil : b. Auskultasi suara
saluran pernafasan untuk a. Mendemonstrasikan napas sebelum dan
mempertahankan batuk efektif dan suara sesudah suctioning
kebersihan jalan nafas. napas yang bersih, c. Informasikan pada
tidak ada sianosis dan klien pada
Batasan karakteristik : dispeneu (mampu keluarga tentang
a. Tidak ada batuk mengeluarkan sputum, suctioning
b. Suara mampu bernapas d. Minta klien napas
nafastambahan dengan mudah, tidak dalam sebelum
c. Perubahan ada pursed lips) suction dilakukan
frekuensinafas b. Menujukan jalan napas e. Berikan oksigen
d. Perubahan irama yang paten (pasien dengan
nafas tidak merasa tercekik, menggunakan
e. Sianosis irama napas, frekuensi nasal untuk
f. Kesulitan berbicara pernafasan dalam memfasilitasi
Atau mengeluarkan rentang normal,tidak suction
suara Penurunan ada suara napas nasotracheal
bunyi nafas upnormal) f. Gunakan alat yang
g. Dipsneu c. Mampu steril setiap
h. Sputum dalam mengindentifikasikan melakukan
jumlah berlebihan dan mencegah factor tindakan
i. Batuk tidak efektif yang menghambat g. Anujrkan pasien
j. Orthopneu jalan napas untuk istirahat dan
k. Gelisah napas dalam
l. Mata terbuka lebar setelah kateter
dikeluarkan dari
Faktor yang nasotracheal
Berhubungan h. Monitor status
Lingkungan : oksigen pasien
a. Perokok pasif i. Ajarkan keluarga
b. Mengisap asap bagaimana cara
c. Merokok melakukan suction
j. Hentikan suction
Obstruksi jalan nafas : dan berikan
a. Spasme jalan nafas oksigen apabila
b. Mokus dalam pasien
jumlah berlebihan menunjukan
c. Eksudat dalamjalan brikaldi
alveoli

29
d. Materi asing dalam k. Buka jalan napas,
jalan nafas gunakan teknik
e. Adanya jalan nafas chinlift
tambahan l. Posisikan pasien
f. Sekresi bertahan / untuk mengatur
sisa sekresi fentilasi
g. Sekresi dalam m. Pasang mayo bila
bronki perlu
n. Melakukan fisio
Fisiologi terapi dada bila
a. Jalan nafas alergi perlu
b. Asma o. Auskultasi suara
c. Penyakit paru napas catat adanya
obstruktif kronik suara tambahan
d. Hiperplasi dinding p. Monitor respirasi
bronchial dan status oksigen
e. Infeksi
f. Disfungsi
neorumuskuler

2. Hipertermia b.d proses inflamasi, pemajanan kuman


Hipertermi NOC NIC
Thermoregulation Fever theatment
Definisi: Kriteria hasil : a. Monitor suhu
Peningkatan suhu tubuh a. Suhu tubuh dalam sesering mungkin
diatas kisaran normal rentang normal b. Monitor IWL
b. Nadi dan RR dalam c. Monitor warna dan
Batasan karakteristik : rentang normal suhu kulit
a. Konvulsi c. Tidak ada perubahan d. Monitor
b. Kulit kemerahan warna kulit dan tidak penurunan tingkat
c. Peningkatan suhu ada pusing kesadaran
tubuh diatas kisaran e. Monitor WBC,
normal Hb, dan Hct
d. Kejang f. Monitor intake dan
e. Takikardi output
f. Takipnea g. Berikan antipiretik
h. Berikan
Faktor yang pengobatan untuk
Berhubungan mengatasi
a. Anastesia penyebab demam
b. Penurunan respirasi i. Selimuti pasien
c. Dehidrasi j. Lakukan
d. Pemajanan kolaborasi
lingkungan yang pemberian IV
panas k. Kompres pasien
e. Penyakit pada lipat paha dan
f. Pemakaian pakaian aksila
yang tidak sesuai l. Tingkatkan
dengan suhu sirkulasi udara
lingkungan m. Monitor suhu
g. Peningkatan laju minimal 2 jam
metabolisme n. Monitor TD, nadi,
h. Medikasi RR

30
i. Trauma o. Monitor warna dan
j. Aktifitas berlebihan suhu kulit
p. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
q. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehagangatan
tubuh
r. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
s. Auskultasi TD,
nadi, suhu,dan RR
t. Catat adanya
fluktuasi tekana
darah
u. Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan
v. Monitor suara paru
w. Monitor kualitas
dari nadi
x. Monitor sianosis
perifer
y. Identifikasi
penyebab dari
perubahan
z. Identifikasi pola
pernapasan
upnormal

Analgesic
Administration
a. Tentukan pilihan
analgesik
tergantuentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dois, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Tentukan analgesik
pilihan, rute
peberian, dan dosis
optimal
e. Pilih rute

31
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
f. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta
Nyeri Akut NOC NIC
a. Pain level Pain Manajemen
Definisi : b. Pain control a. Lakukan
Pengalaman sensor dan c. Comfort level pengkajian nyeri
emosional ag tidak secara
menyenangkan yang Kriteria hasil : komperhensif
muncul akibat kerusakan a. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
jaringan yan aktul atau nyeri (tahu penyebab karakteristik,
potensial atau nyeri, mampu durasi, frekuensi,
digambarkan dalam hal menggunakan tehnik kualitas dan faktor
kerusakan sedemikian nonfarmakologi untuk presipitasi
rupa (International mengurangi nyeri, b. Obserfasi reaksi
Asociation For The mencari bantuan) nonverbal dari
Study of Pain) : Awitan b. Melaporkan bahwa ketidak nyamanan
yang iba-tiba atau lambat nyeri berkurang c. Gunakan teknik
dari intensitas ringan dengan menggunakan komunikasi
hingga berat dengan manajemen nyeri terapeutik untuk
akhir yang daat c. Mampu mengenali mengetahui
diantisipasi atau nyeri (skala, intensitas, pengalaman nyeri
diprediksi dan frekuensi, dan tanda pasien
berlangsung < 6 bulan. nyeri) d. Kaji kutur yang
d. Menyatakan rasa mempengaruhi
Batasan karakteristik : nyaman setelah nyeri respon nyeri
a. Perubahan selera berkurang e. Evaluasi
makan pengalaman nyeri
b. Perubahan tekanan masa lampau
darah f. Bantu pasien dan
c. Perubahan frekuensi keluarga untuk
jantung mencari dan
d. Perubahan frekuensi menemukan
pernafasan dukungan
e. Laporan isyarat g. Kontrol
f. Diaforesis lingkungan yang
g. Perilaku distraksi dapat
(Miss; berjalan mempengaruhi
mondar-mandir nyeri seperti suhu
mencari oranglain ruangan,
atau aktifitaslain, pencahayaan, dan
altifitas yang kebisingan
berulang) h. Kurangi faktor
h. Mengekrpersikan presipitasi nyeri
perilaku (Miss; i. Pilih dan lakukan
Gelisah, merengek, penanganan nyeri
menangis). (farmakologi, non

32
i. Masker wajah (Mis; farmakologi dan
mata kurang interpersonal)
bercahaya, tamak j. Berikan analgetik
kacau, gerakan mata untuk mengurangi
berpencar ata nyeri
tetappada satu foku k. Tingkatkan
meringis) istirahat
j. Sikap melindungi l. Kolaborasi dengan
area nyeri dokter jika ada
k. Fokus menyempit keluhan dan
(Miss; gangguan tindakan nyeri
persepsi nyeri, tidak berhasil
hambatan proses
berfikir, penurunan Analgesic
intraksi dengn Administration
oranglain dan a. Tentukan pilihan
lingkungan) analgesik
l. Indikasi nyeri yang tergantuentukan
dapat diamati lokasi,
m. Perubahan posisi karakteristik,
untuk menghidari kualitas, dan
nyeri derajat nyeri
n. Sikap tubuh sebelum
melindungi pemberian obat
o. Dilatasi pupil b. Cek instruksi
p. Melaporkan nyeri dokter tentang
secara verbal jenis obat, dois,
q. Gangguan tidur dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
Faktor yang d. Tentukan
Berhubungan analgesik pilihan,
Agen cedera (Miss; rute peberian, dan
Biologis, zat kimia, fisik, dosis optimal
psikologis) e. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
f. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat

4. Ansietas b.d proses penyakit (kesulitan bernafas) , perubahan dalam


status kesehatan ( Eksudat purulen).
Ansietas NOC NIC
Definisi : Perasaan tidak a. Anxiety Self-control Anxiety Reduction
nyaman atau b. Anxiety level (Penurunan
kekhawatiran yang samar c. Coping Kecemasan)
disertai respon autonom a. Gunakan
(sumber sering kali tidak Kriteria hasil : pendekatan yang
spesifik atau tidak a. Klien mampu menenangkan
dikietahui oleh individu); mengidentifikasi dan b. Nyatakan dengan

33
perasaan takut yang mengungkapkan gejala jelas harapan
disebabkan oleh cemas terhadap pelaku
antisipasiterhadap b. Mengidentifikasi,meng pasien
bahaya. Hal ini ungkapkan dan c. Jelaskan semua
merupakan isyarat mengungkapkan untuk prosedur dan apa
kewaspadaan yang mengontrolcemas yang dirasakan
memperingatkan individu c. Vital sign dalam batas selama prosedur
akan adanya bahaya dan normal d. Pahami prespektif
memampukan individu d. Postur tubuh,ekspresi pasien terhadap
untuk bertindak wajah, bahasa tubuh situasi stress
menghadapi ancaman. dan tingkat aktivitas e. Temani pasien
mununjukkan untuk memberikan
Batasan karakteristik : berkurangnya keamanan dan
a. Perilaku kecemasan. mengurangi takut
a) Penurunan f. Dorong keluarga
produktifitas untuk menemani
b) Gerakan yang anak
irelevan g. Lakukan back/neck
c) Gelisah rub
d) Melihat sepintas h. Dengarkan dengan
e) Insomnia penuh perhatian
f) Kontak mata yang i. Identifikasi tingkat
buruk kecemasan
g) Mengekspresikan j. Bantu pasien
kekhawatiran mengenalsituasi
karena perubahan yang menimbulkan
dalam peristiwa kecemasan
hidup k. Dorong pasien
h) Agitasi untuk
i) Mengintai mengungkapkan
j) Tampak waspada perasaan,ketakutan,
persepsi
b. Affektif l. Instruksikan pasien
a) Gelisah, disstres menggunakan
b) Kesedihan yang tekhnikrelaksasi
mendalam m. Berikan obat untuk
c) Ketakutan mengurangi
d) Perasaan tidak kecemasan.
adekuat
e) Berfokus pada
diri sendiri
f) Peningkatan
kewaspadaan
g) Iritabilitas
h) Gugup senang
berlebihan
i) Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidak
berdayaan
j) Peningkatan rasa
ketidak
berdayaan yang
persisten
k) Bingung,menyes

34
al
l) Ragu/tidak
percaya diri
m) Khawatir

c. Fisiologis
a) Wajah tegang,
tremor tangan
b) Peningkatan
keringat
c) Peningkatan
ketegangan
d) Gemetar,tremor
e) Suara bergetar

d. Simpatik
a) Anoreksia
b) Eksitasi
kardiovaskular
c) Diare,mulut
kering
d) Wajah merah
e) Jantung berdebar-
debar
f) Peningkatan
tekanan darah
g) Peningkatan
denyut nadi
h) Peningkatan
reflex
i) Peningkatan
frekuensi
pernapasan,pupil
melebar
j) Kesulitan
bernapas
k) Vasokonstriksi
superficial
l) Lemah, kedutan
pada otot

e. Parasimpatik
a) Nyeri abdomen
b) Penurunan
tekanan darah
c) Penurunan denyut
nadi
d) Diare,mual,vertig
o
e) Letih,gangguan
tidur
f) Kesemutan pada
ekstremitas
g) Sering berkemih
h) Anyang-anyangan

35
i) Dorongan segera
berkemih

f. Kognitif
a) Menyadari gejala
fisiologis
b) Bloking
fikiran,konfusi
c) Penurunan lapang
persepsi
d) Kesulitan
berkonsentrasi
e) Penurunan
kemampuan untuk
belajar
f) Penurunan
kemampuan
untukmemecahkn
masalah
g) Ketakutan
terhadap
konsekuensi yang
tidakspesifik
h) Lupa,gangguan
perhatian
i) Khawatir,
melamun
j) Cenderung
menyalahkan
orang lain

Faktor yang
Berhubungan :
a. Perubahan dalam
(status ekonomi,
b. Lingkungan,status
kesehatan,polaintera
ksi, fungsi
peran,status peran)
c. Pemajanan toksin
d. Terkait keluarga
e. Herediter
f. Infeksi/kontaminan
interpersonal
g. Penularan oenyakit
interpersonal
h. Krisis maturasi,krisis
situasional
i. Stress,ancaman
kematian
j. Penyalahgunaan zat
k. Ancaman pada
(status ekonomi,
l. Lingkungan, status
kesehatan,pola

36
interaksi, fungsi
peran, status
peran,konsepdiri)
m. Konflik tidak
disadari mengenai
tujuan penting hidup
n. Konflik tidakdisadari
mengenai nilai yang
esensial/penting
o. Kebutuhan yang
tidak dipenuhi
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi tentang penyakit yang
diderita dan pengobatannya
Defisiensi pengetahuan NOC NIC
a. knowledge : disease Teaching : disease
Definisi : process proses
Ketiadaan atau defisiensi b. knowledge : health a. berikan penilaian
informasi kognitif yang behavior tentang timgkat
berkaitan dengan topic Kriteria hasil : pengetahuan
tertentu. a. pasien dan keluarga pasien tentang
menyatakan proses penyakit
Batasan karakteristik : pemahaman tentang yang spesifik
a. Perilaku hiperbola penyakit, kondisi, b. jelaskan
b. Ketidakakuratan prognosis dan program patofisiologi dari
mengikuti perintah pengobatan penyakit bagaimna
c. Ketidakakuratan b. pasien dan keluarga halini
melakukan tes mampu melaksanakan berhubungan
d. Perilaku tidak tepat prosedur yang dengan anatomi
(mis., hysteria, dijelaskan secara benar dan fisiologi,
bermusuhan, agitasi, c. pasien dan keluarga dengan cara yang
apatis) mampu menjelaskan tepat
e. Pengungkapan kembali apa yang c. gambarkan tanda
masalah dijelaskan perawat/tim dan gejala yang
kesehatan lainnya biasa muncul pada
Faktor yang penyakit,dengan
Berhubungan : cara yang tepat
a. keterbatasan kognitif d. identifikasi
b. salah interpretasi kemungkinan
informasi penyebab, dengan
c. kurang panjanan cara yang tepat
d. kurang minat dalam sedangkan
belajar informasi pada
e. kurang dapat pasien tentang
mengingat kondis,dengan
f. tidak familier cara yang tepat
dengan sumber e. hindari jaminan
informasi yang kosong
f. sedangkan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
g. diskusi perubahan

37
gaya hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasidi masa
yang akan dating
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
h. diskusi pilihan
terapi atau
penanganan
i. dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau di
indikasikan
j. rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
local,dengan cara
yang tepat
k. intruksikan pasien
mengenai tanda
dan
gejalauntukmelapo
rkan pada
pemberian
perawatan
kesehatan yang
tepat.

6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan malaise


Intoleransiaktifitas NOC NIC
Definisi : a. Energy conservation Activity therapy
Ketidakcukupan energy b. Aktifitiy tolerance a. Kolaborasi dengan
sikologi atau fisiologi c. Selfcare : ADLs tenaga rehabilitasi
untukmelanjutkan atau Kriteriahasil : medic dalam
menyelesaikan aktifitas a. Berpartisipasi dalam merencanakan
kehidupan sehari-hari aktifitas fisik tanpa program terapi yang
yang harus atau yang disertai peningkatan tepat
ingin dilkukan tekanan darah, nadi, b. Bantu klien untuk
Batasan karakteristik : dan RR mengidentifikasi
a. Respon tekanandarah b. Mampu melakukan aktivitas yang
abnormal aktifitas sehari-hari mampu dilakukan
terhadapaktifitas (ADLs) secara mandiri c. Bantu untuk
b. Frekuensi jantung c. TTV normal memilih aktivitas
abnormal terhadap d. Energy sikomotor konsisten yang
aktifitas e. Level kelemahan sesuai dengan
c. Perubahan EKG yang f. Mampu berpindah kemampuan fisik,
mencerminkan dengan atau tanpa psikologi dan social

38
aritmia bantuan alat d. Bantu untuk
d. Perubahan EKG yang g. Status mengidentifikasi
mencerminkan kardiopulmonariadeku dan mendapatkan
iskemia at sumber yang
e. Ketidaknyamanan h. Sirkulasi status baik diperlukan untuk
setelah beraktifitas i. Status respirasi : aktivitas yang
f. Dyspnea setelah pertukaran gas dan diinginkan
beraktifitas ventilasi adekuat e. Bantu untuk
g. Menyatakan merasa mendapatkan alat
letih bantu aktivitas
h. Menyatakan merasa seperti kursi roda,
lemah krek
Factor yang f. Bantu untuk
berhubungan : mengidentifikasi
a. Tirah baring atau aktivitas yang
imobilisasi disukai
b. Kelemahan umum g. Bantu klien untuk
c. Ketidakseimbanganant membuat jadwal
ara suplai dan oksigen latihan di waktu
d. Imobilitas luang
e. Gaya hidupmonoton h. Bantu pasien /
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktifitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang
aktif beraktifitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor responfisik,
emosi, social dan
spiritual.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari a. Nutritional Status : Nutrion Management
kebutuhan tubuh b. Nutritional Status : a. Kaji adanya alergi
Definisi : Asupan nutrisi food and fluid makanan
tidak cukup untuk c. Intake b. Kolaborasi dengan
memenuhi kebutuhan d. Nutritional Status : ahli gizi untuk
metabolic nutrient intake menentukan jumlah
Batasan karakteristik : e. Weight control kalori dan nutrisi
a. Kram abdomen yang dibutuhkan
b. Nyeri abdomen Kriteria Hasil psien
c. Menghindari a. Adanya peningkatan c. Anjurkan pasien
makanan berat badan sesuai untuk
d. Berat badan 20% atau tujuan meningkatkan
lebih dibawah berat b. Berat badan ideal intake Fe
badan ideal sesuai dengan tinggi d. Anjurlkan pasien
e. Kerapuhan kapiler badan untuk
f. Diare c. Mampu meningkatkan
g. Kehilangan rambut mengidentifikasi protein dan vitamin

39
berlebihan kebutuhan nutrisi C
h. Bising usus hiperaktif d. Tidk ada tanda alnutrisi e. Berikan substransi
i. Kurang makanan e. Menunjukkan gula
j. Kurang informasi peningkatan fungsi f. Yakinkan diet yang
k. Kurang minat pada pengecapan dari dimakan
makananan menelan mengandung tinggi
l. Penurunan berat f. Tidak terjadi serat untuk
badan dengan asupan penurunan berat badan mencegah
makanan adekuat yang berarti konstipasi
m. Kesalahan konsepsi g. Berikan makanan
n. Kesalahan informasi yang terpilih
o. Membrane mukosa (sudah
pucat dikonsultasikan
p. Ketidakmampuan dengan ahli gizi)
memakan makanan h. Ajarkan pasien
q. Tonus otot menurun bagaimana
r. Mengeluh gangguan membuat catatan
sensai rasa makanan harian
s. Mengeluh asupan i. Monitor jumlah
makanan kurang dari nutrisi dan
RDA (recomemded kadungan kalori
daily allowance) j. Berikan informasi
t. Cepat kenyang tentang kebutuhan
sebelum makan nutrisi
u. Sariawan ronga mulut k. Kaji kemampuan
v. Steatorea pasien untuk
w. Kelemahan otot mendapatkan
pengunyah nutrisi yang
x. Kelemahan otot untuk dibutuhkan
menelan
Nutrion Monitoring
Faktor – factor yang a. BB pasien dalam
berhubungan : batas normal
a. Factor biologis b. Monitor adanya
b. Factor ekonomi penuunan berat
c. Ketidakmampuan badan
untuk mengabsorbsi c. Monitor tipe dan
nutrient jumlah aktivitas
d. Ketidakmampuan yang biasa
untuk mencerna dilakukan
makanan d. Monitor interaksi
e. Ketidakmampuan anak atau orangtua
untuk menelan selama makan
makanan e. Monitor
f. Factor psikologis lingkungan selama
makan
f. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
g. Monitor kulit
keringdn perubahan
pigmentasi
h. Monitor turgor
kulit

40
i. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
j. Monitor mual dan
mutah
k. Monitor kadar
albumin, total
protein, HB, dan
kadar Ht
l. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
m. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
n. Monitor kalori dan
intake nutrisi
o. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertronik papila
lidah, dan cavitas
oral
p. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

4.4 Implementasi

NO No DX Implementasi Paraf

41
1 1 Airway suction Perawat A
a. Meastikan kebutuhan oral atau
tracheal suctioning
b. mengauskultasi suara napas
sebelum dan sesudah suctioning
c. mengnformasikan pada klien
pada keluarga tentang suctioning
d. Meminta klien napas dalam
sebelum suction dilakukan
e. memberikan oksigen dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction
nasotracheal
f. menggunakan alat yang steril
setiap melakukan tindakan
g. meganjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari
nasotracheal
h. Memonitor status oksigen pasien
i. mengajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
suction
j. menghentikan suction dan
berikan oksigen apabila pasien
menunjukan brikaldi
k. membuka jalan napas, gunakan
teknik chinlift
l. memposisikan pasien untuk
mengatur fentilasi
m. memasang mayo bila perlu
n. Melakukan fisio terapi dada bila
perlu
o. mengauskultasi suara napas catat
adanya suara tambahan
p. Memoonitor respirasi dan status
oksigen

4.5 Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Evaluasi

42
1. Ketidakefektifan - S : Px mengatakan kalau
bersihan jalan nafas b.d mampu bernapas dengan
sekresi berlebihan mudah
sekunder akibat proses
inflamasi O : - K/U komposmentis
- Klien mampu
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih
- Klien mampu
mengindentifikasikan
dan mencegah factor
yang menghambat jalan
napas

A : Masalah teratasi

P : Rencana dihentikan

BAB 5
PENUTUP

43
1
2
3
4
5
5.1 Kesimpulan
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal, dan sinusitis sphenoid. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid
kanan dan kiri.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain :
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning), Sebagai penahan suhu (thermal
insulators) , Membantu keseimbangan kepala dan lain-lain.
Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2 macam, yaitu : Faktor local
dan Faktor Sistemik. Tanda dan gejala dari penyakit sinusitis adalah : Hidung
tersumbat, nyeri di daerah sinus, sakit kepaladan lain-lain. Klasifikasi ada 3
macam yaitu sinusitis akut, sub akut dan kronik. Pemeriksaan penunjang antara
lain Transiluminasi, Rinoskopi anterior, Rinoskopi posterior dan lain-lain.
Pencegahan pada penyakit sinusitis Rajin berolahraga, karena tubuh yang
sehat tidak mudah terinfeksi virus maupun bakteri, Hindari stres, Hindari
merokok dan lain-lain. Penatalaksanaannya yaitu Istirahat yang cukup dan udara
disekitarnya harus bersih dengan kelembaban yang ideal 45-55%, Antibiotika
ayang adekuat palingsedikit selama 2 minggu, Analgetika untuk mengatasi rasa
nyeri.

5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan masalah ini makalah kami dapat mengemukakan
beberapa saran yang mungkin dapat menjadi masukan yang bersifat positif antara
lain : Diharapkan agar mahasiswa mahasiwi dapat memahami tentang penyakit
Sinusitis ini dan terus megembangkan dalam tindakan nyata pada kehidupan
masyarakat. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebaai acuan tambahan

44
pembelajaran bagi ilmu keperawatan. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan
referensi tambahan di perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adam GL, Boies LR, Hilger PA. 1994. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 5. Jakarta :
EGC
Cody, D. Thane R. dkk. 1986. Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Jakarta :
Buku
Kedokteran EGC
Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga dan Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher edisi ke 6.Jakarta : FK UI
Mangunkusumo E, Rifki N. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan
Kepala Leher Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa
Medis dan Nanda NIC – NOC edisi revisi Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher.
Jakarta : Gaya Baru
Soepardi, Efiaty Arsyad & Iskandar Nurbaiti. 2001. Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC

45

Anda mungkin juga menyukai