Anda di halaman 1dari 50

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Fakultas Kedokteran

REFERAT

RHINOSINUSITIS

Pembimbing :

dr. Susilaningrum Sp. THT-KL

Disusun Oleh :

Kartika Pratiwi 112015083

Nico Stefan 112015237

Satrio Adiras Putra 112015073

RSPAD GATOT SOEBROTO

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

KEPALA DAN LEHER

KEPANITERAAN KLINIK

Periode 27 Juni 2016 s/d 6 Agustus 2016


KATA PENGANTAR

Salam sejahtera, syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dari Nya, saya berhasil menyelesaikan tugas referat ini. Semua ini tidak mungkin
bisa saya lakukan jika hanya degan kemampuan diri saya sendiri. Ucapan penghargaan dan
terima kasih juga saya ucapkan kepada ketiga pembimbing saya saat koas ini yaitu dr. Hj.
Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL, dr. Tantri Kurniawati, Sp. THT-KL., M.Kes, dan dr. Zulrafli,
Sp. THT-KL, karena bantuan dan bimbingan dari mereka, saya bisa menentukan isi yang harus
ditulis dalam referat ini. Beliau semua, selaku pembimbing koas saya, telah membantu saya
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kesehatan telinga, tenggorok dan leher,
sehingga saya bisa mengerti lebih dalam lagi tentang ilmu THT ini.

Saya berharap dengan referat yang telah saya siapkan ini bisa membantu para pembaca,
bukan hanya dari kalangan medis tetapi orang awam juga, bisa mengerti dan memberikan
manfaat dalam hidup mereka. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih atas kesediaan anda untuk
membaca referat ini. Saya juga memohon maaf jika ada bahasa yang kurang menyenangkan
yang tidak sengaja saya tulis dalam referat ini. Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkati.

29 April 2016,

Penulis

Rhinosinusitis 2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................ 1

Kata Pengantar ................................................................................................................ 2

Daftar Isi ......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 32

Rhinosinusitis 3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain
menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus
disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis
maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid.Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut
paranasal sinusitis.

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi
bakteri.Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan
maksila.Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial.Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari.
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena
hal diatas.Terapi antibiotik diberikan pada awalnyadan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa
polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

2. Rumusan Masalah
Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi anatomi
dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis,
pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit sinusitis
b. Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan penyakit sinusitis

4. Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai
literatur.

BAB II

Rhinosinusitis 4
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu.Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri.Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-
tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 – 4 bulan, kecuali sinus sfenoid
dan sinus frontal. Sinus etmoid dan maksila telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus
frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8
tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari
bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar
maksimal pada usia antara 15 – 18 tahun. 1
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung; jumlah, ukuran, bentuk, dan simetri bervariasi. Sinus – sinus ini
membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai : sinus
maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa
kelompok – kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan,
masing – masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh
epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan
mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat,
rongga terutama berisi udara. 1

- Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahirsinus
maksila bervolume 6 – 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila
berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila
yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus

Rhinosinusitis 5
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
1

Dasar dari sinus maksila sangat berdekatan dengan rahang gigi atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gig tersebut dapat menonjol ke dalam
sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. 1
Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi
mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris. 2

- Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel – sel resessus frontal atau dari sel – sel
infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya
2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat – sekat dan tepi
sinus berlekuk – lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis
dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang
terletak di resessus frontal. Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid
anterior. 1
Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear
yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri
carotis interna. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan
supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari nervus trigeminus.
2

- Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm,
dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus
etmoid berongga – rongga, terdiri dari sel – sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara
konka media dan dinding medial orbita. Sel – sel ini jumlahnya bervariasi antara
4 – 17 sel (rata – rata 9 sel).

Rhinosinusitis 6
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel – sel sinus etmoid anterior biasanya kecil –
kecil dan banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel –
sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media. Di bagian terdepan
sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resessus frontal, yang
berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus etmoid yang disebut fovea
etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah
lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga
orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.
Suplai darah berasal dari cabang nasal dari arteri sphenopalatina.
Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilaris nervus trigeminus.
2

- Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm.
Volumenya bervariasi dari 5 – 7,5 ml.
Batas- batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan
bagian lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina.Aliran vena melalui
v.maksilaris ke v.jugularis dan pleksus pterigoid.sinus sfenoid dipersarafi oleh
cabang n V.1 dan V.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan
mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi dasar
sinus. 2

Rhinosinusitis 7
Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal3

Kompleks Ostiomeatal
Kompleks ostiomeatal dideskripsikan sebagai area yang terdapat di dinding
lateral hidung dimana terdapat meatus medius yang merupakan muara dari sinus
paranasalis (kecuali sinus sfenoid). Adanya sedikit kelainan (contoh: variasi
anatomi, pembengkakan mukosa) dapat menghambat ventilasi di daerah ini, yang
mengakibatkan rangkaian kelainan di sinus paranasalis.
Struktur fungsional dari kompleks ini terdiri dari prosesus uncinatus, hiatus
semilunaris, resesus frontalis, bulla ethmoid, infundibulum ethmoid dan muara dari
sinus maksila. 1
Gambar 2. Anatomi Kompleks Ostio-Meatal4

2. Fungsi Sinus Paranasal


Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : 1

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)


Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih

Rhinosinusitis 8
1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus.

b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

c. Membantu keseimbangan kepala


Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap
bermakna.

d. Membantu resonansi suara


Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.

e. Sebagai peredam perubahan tekanan suara


Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin dan beringus.

f. Membantu produksi mukus


Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untukmembersihkan
partikel yang turut masuk dalam udara.

3. Sinusitis
a. Definisi
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal.Umumnya disertai atau dipicu
oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Definisi lain menyebutkan, sinusitis
adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai
anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid,
sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid.Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. 5

Rhinosinusitis 9
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan.Pada anak hanya
sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus
sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.5

Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga
sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla adalah
dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan
sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 5

Klasifikasi sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut apabila gejala


berlangsung kurang dari 4 minggu dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat pasien
bisa sembuh sepenuhnya.Sinusitis subakut merupakan perkembangan gejala selama 4
hingga 12 minggu dan dinyatakan sinusitis kronis bila gejala berlangsung melebihi 3
bulan.5

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang bisa membedakan antara sinusitis akut,
sinusitis subakut dan sinusitis kronis.Seperti radang-radang akut timbul sebagai gejala
sinusitis akut, hilangnya tanda radang akut dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversible adalah tanda bagi sinusitis subakut dan dikatakan sinusitis kronis ditandai
dengan perubahan histologik mukosa irreversible, misalnya sudah berubah menjadi
jaringan granulasi atau polipoid. 5

Gambar 3. Sinusitis6

Rhinosinusitis 10
b. Epidemiologi
Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan
lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun.Sinusitis lebih sering terjadi
dari awal musim gugur dan musim semi.Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring
dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius
lainnya.Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka
lebih sering kontak dengan anak kecil.Angka perbandingannya 20% perempuan
disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa
muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus. 7

c. Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit
timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi
gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti
perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap
tembakau dan lain-lain. 7

Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis,


berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma.Adapun
agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.8

i. Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi
virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang
sinus.Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidungdan
penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus.
Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: rhinovirus,
influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus. 8

ii. Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis
kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena
sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun

Rhinosinusitis 11
fungis mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung
bersifat oportunistik, dimana prpporsi terbesar merupakan bakteri anaerob
(Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella). 8

iii. Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, tetapi immunosupresif,
dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS.Jamur penyebab infeksi
biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes. 9

d. Predisposisi
Sinusitis lebih sering disebabkan adanya factor predisposisi, seperti :
 gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.
 gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok,
polusi udara, atau karena panas dan kering.
 Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : atresia atau
stenosis koana, deviasi septum, hipertrofi konka media, polip yang dapat terjadi
pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik, tumor atau neoplasma, udem
mukosa karena infeksi atau alergi, benda asing.
 Berenang dan menelam pada waktu sedang pilek.
 Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.
 Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan
imunosupresi oleh obat.10

e. Diagnosis

Diagnosis dari sinusitis didasarkan pada kombinasi dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan foto radiologis dan/atau laboratorium.Sinusitis bakterialis akut
dicurigai pada pasien dengan riwayat infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama
10 sampai 14 hari. Gejala utama pada orang dewasa antara lain, hidung tersumbat, ingus
purulen, nyeri pada gigi dan wajah, post-nasal drip, sakit kepala dan batuk. 11

Dalam menganamnesis pasien, differensial diagnosis dari sinusitis dan faktor


predisposisinya harus dipertimbangkan. Anamnesis yang akurat memiliki dampak untuk
terapi awal dan manajemen terapi selanjutnya yang lebih baik. 11

i. Anamnesis

Rhinosinusitis 12
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.5

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri
khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (reffered
pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke
dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal.Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-
kadang ada nyeri alih ke gig dan telinga. 5

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip


yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. 5

Kelainan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang


hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal
drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik
muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis),
bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit
diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. 5

ii. Pemeriksaan Fisik12


Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi dengan teliti pada
wajah.Sinusitis akut dapat dihubungkan dengan adanya pembengkakan dan nyeri
tekan pada daerah yang terkena.

Keadaan mukosa hidung dan sekresinya harus diperiksa. Mukosa yang merah
dan membengkak terlihat pada kasus rhinitis dan sinusitis, concha yang pucat
menandakan adanya rhinitis akut.

Pada saat terjadi infeksi saluran pernapasan, awalnya sekret terlihat jernih dan
cair, tetapi setelah beberapa hari sekret dapat menjadi lebih tebal dan berwarna
kuning kehijauan.Sekret purulen yang terdapat di meatus medius dan bertahan
selama lebih dari 10 hari merupakan karakteristik dari sinusitis.Eksudat purulen di
meatus medius dipercaya menjadi tanda khas dari sinusitis bakterialis, tetapi

Rhinosinusitis 13
mungkin sulit dinilai tanpa diberikan dekongestan dan vasokonstriktor.Ketiadaan
eksudat purulen tidak menyingkirkan adanya diagnosis sinusitis.

Keadaan orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya tanda-tanda sekresi


mukopurulen dari faring bagian posterior.Pada kasus tertentu, sinusitis dapat
disertai dengan nyeri pada gigi karena bagian akar gigi menjadi dasar dari sinus
maksilaris.Pada kenyataanya, beberapa kasus sinusitis maksilaris disebabkan oleh
adanya infeksi pada akar gigi yang menjalar melalui tulang ke rongga sinus.

Pemeriksaan telinga mungkin menunjukkan adanya otitis media, khususnya


pada anak-anak dengan sinusitis.Sinusitis bakterialis persisten yang tidak teratasi
dengan baik dapat memudahkan terjadinya otitis media rekuren.

Dalam menilai pasien dengan sinusitis rekuren, pada pemeriksaan fisik harus
dicai tanda-tanda adanya imunodefisiensi, komplikasi dar infeksi primer (contoh:
mastoiditis, orbital celllulitis), pertumbuhan yang buruk pada anak, disfungsi sillia,
dan abnormalitas anatomi.

Dalam pasien-pasien tertentu dengan sinusitis rekuren atau kronik, perlu


dipertimbangkan pemeriksaan nasoendoskopi.Pemeriksaan ini memberikan
visualisasi yang lebih baik untuk melihat kelainan pada septum, concha, mukosa,
nasofaring, adenoid, orificium tuba eustachius, tonsil, lidah bagian posterior,
epiglotis, glotis dan pita suara.Selain itu dapat diidentifikasi asal dan perluasan dari
polip dan adanya sekret purulen pada ostium.

iii. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi
sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas,
pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan.Dengan pemeriksaan radiologis
tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi,
kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya,
sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.13

 Pemeriksaan foto kepala

Rhinosinusitis 14
Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling
utama untuk mengevaluasi sinus paranasal.Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan
jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan-kelainan
jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi.Pemeriksaan ini dari sudut
biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas


berbagai macam posisi antara lain: 13

a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)


Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala
tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi
pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-
meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Gambar 4. Air fluid level sinus maxilla posisi Caldwell13

b. Foto kepala lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar
kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu
sama lain. 13

Pada sinusitis tampak : 1

- penebalan mukosa
- air fluid level (kadang-kadang)
- perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal
- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)

Rhinosinusitis 15
Gambar 5. Air fluid level pada Sinus Maxilla (foto lateral) 14

c. Foto kepala posisi Waters


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis
orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.Pada foto ini, secara ideal
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua
sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Watersumumnya dilakukan
pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding
posterior sinus sphenoid dengan baik. 13

Gambar 6. Foto kepala posisi Waters14

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien
menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak
lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini
biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris. 13

Rhinosinusitis 16
Gambar 7. Foto kepala posisi submentoverteks14

e. Foto Rhese
Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus
ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain. 13

f. Foto proyeksi Towne


Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 300-600
ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas glabela dari
foto polos kepala dalam bidang midsagital.proyeksi ini paling baik untuk
menganalisis dinding posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zigomatikus posterior. 13

 Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul


untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-
tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar
pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM).
Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan
palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis. 15

Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus


sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka tampak
kelainan pada mukosa berupa penebalan. 15

Rhinosinusitis 17
Gambar 8. Foto normal CT- Scan Sinus Maxilla13

Gambar 9. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan
penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan. 16

Gambar 10. Foto CT-Scan axial memperlihatkan gambaran sinusitis ethmoid dan sphenoid
dextra dengan destruksi dinding lateral sinus sphenoid dextra7

 Pemeriksaan MRI

MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur


jaringan lunak dalam sinus.Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan
sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu

Rhinosinusitis 18
yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI
membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan
yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.15

MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali


mukokel.MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi
empiema subdural atau epidural. 17

Gambar 11. Foto MRI normal sinus.18

Gambar 12. Foto MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan18

2. Pemeriksaan mikrobiologis
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih
akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior.Namun
demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit.Biakan bakteri spesifik
pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena.Seringkali
diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih
umum untuk penyakit ini.

Rhinosinusitis 19
Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri.
Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis
bakterinya penyebab sinusitisnya. Pemeriksaan kultur terhadap sekret sinus maksila
mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Streptokokus pneumonia (18 kasus -
45%), diikuti Pseudomonas sp 8 kasus (20%), Streptokokus piogenes dan Klebsiela
pneumonia masing-masing 5 kasus (12,5%) dari 40 sampel penelitian pada tahun 2007.
Pada penelitian ini tidak dijumpai lebih dari 1 kuman aerob pada satu sediaan.

Legent F dkk (Prancis, 1994) menemukan kuman penyebab sinusitis maksila


kronis yang terbanyak adalah. Stafilokokus aureus, diikuti Hemofilus influensa,
Streptokokus pneumonia. Sedangkan Fombeur dkk (Paris, 1994) menemukan kuman
Streptokokus pneumonia sebagai penyebab terbanyak dari sinusitis maksila kronis,
diikuti oleh Stafilokokus aureus dan Hemofilus influenza, Moraxela kataralis dan
Corynebacterium sp. Dari penelitian dan berbagai teori yang ada menyebutkan bahwa
terdapat campur tangan bakteri pada sinusitis

3. Sinuskopi
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat
tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan
keadaan dari ostium sinus.

Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu


keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

f. Klasifikasi sinusitis

Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut, dan
kronis.Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas sinusitis tipe rinogen
dan sinusitis tipe dentogen.Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau
masalah di hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung
dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen terjadi disebabkan kelinan gigi,
dimana yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu
gigi premolar dan molar.10

1. Sinusitis akut

Rhinosinusitis 20
Sinusitis akut biasanya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus
yang melebihi 10 hari.Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis
dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran nafas atas oleh virus tidak
semubuh selama 10 hari atau memburuk setelah 5 – 7 hari.17

Penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi


virus, terdapat transudasi rongga – rongga sinus, mula – mula serous yang biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri,
yang bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan pultiplikasi bakteri, sehingga secret menjadi purulent.17

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat
disertai rasa nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang sering sekali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik seperti demam
dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri
khas sinusitis akut, serta kadang – kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered
pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksilaris. Nyeri di
dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis.Pada sinusitis sfenoid, nyeri
dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Gejala lain adalah
sakit kepala, hiposmia, anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak pada anak.19

 Sinusitis maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drainase) dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksilaris, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.19
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi.nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga.19

Rhinosinusitis 21
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk.Secret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali
ada.19
 Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding lateral labirin etmoidalis
(lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita.19
Pada dewasa seringkali bersamaan dengan sinusitis maksilaris serta
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.Gejala
berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung,
drainase, dan sumbatan hidung.19
 Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama – ama dengan
infeksi sinusitis etmoidalis anterior.Penyakit ini terutama ditemukan pada
dewasa, dan selain gejala infeksi yang umum, pada sinusitis frontalis terdapat
nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari
dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan – lahan mereda
hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri
bila disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbital. Tanda
patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah
sinus yang terinfeksi.19
 Sinusitis sfenoidalis
Pada sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipitalm di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu
dengan gejala infeksi sinus lainnya.19

2. Sinusitis Subakut19
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda – tanda radang
akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada rinoskopi
anterior tampaj secret meatus medius atau superior.Pada rinoskopi posterior

Rhinosinusitis 22
tampak secret purulent nasofaring.Pada pemeriksaan transluminasi tampak
sinus yang sakit, suram, atau gelap.

3. Sinusitis Kronik19
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,
umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja.Harus
dicari factor penyebab dan factor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung.Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi
imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi menjadi kronis apabila
pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
Gejala yang timbul diantaranya (1) terdapat skeret pada hidung dan post
nasal drip yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat,
(2) rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan, (3) pendengaran terganggu
karena adanya sumbatan tuba eustachius, (4) nyeri atau sakit kepala, (5) gejala
pada mata klarena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis, (6) gejala
di saluran cerna karena mukopus tertelan sehingga menyebabkan
gastroenteritis.
Temuan pemeriksaan fisik tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pemebengkakan pada wajah.Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan secret
kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan
polip, tumor, atau komplikasi sinusitis lainnya.Rinoskopi posterior tampak
secret purulent di nasofaring atau turun ke tenggorok.

4. Sinusitis Dentogen1

Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.Dasar sinus maksila


adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksilaris hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang –
kadang tanpa tulang pembatas.Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi
atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada
sinusitis maksilaris kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulent dan napas
berbau busuk.

Rhinosinusitis 23
e. Patofisiologi5
Sinus paranasal ditemukan normal steril dalam keadaan fisiologis. Sekresi
yang dihasilkan oleh sinus dialirkan melalui silia melalui ostia dan keluar melalui rongga
hidung.Mukus yang dihasilkan juga mengandung substansi antimikroba dan zat-zat
yang berfungsi untuk mekanisme pertahanan tubuh.Pada orang normal, laju sekresi
selalu menuju ke ostia yang mencegah adanya kontaminasi pada ruang sinus. Ostium
sinus maksilaris hanya berdiameter 2,5mm, apabila ada edema mukosa sebesar 1-3mm,
akan menyebabkan kongesti (dapat disebabkan oleh alergi, virus iritasi bahan
kimia) dan obstruksi dari sekresi sinus.Keadaan ini menimbulkan tekanan
negatif di dalam sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi serosa.

Mukus yang terhambat ini, apabila terinfeksi akan menyebabkan sinusitis. Ada
hipotesa mekanis yang mengatakan bahwa karena rongga sinus ini berhubungan
dengan rongga hidung, maka koloni bakteri dari nasofaring dapat menginfeksi rongga
sinus.Patofisiologi dari rhinosinusitis berhubungan dengan 3 faktor, yaitu :

Gambar 13. Patofisiologi sinusitis19

 Obstruksi jalan keluar sekresi sinus.

Obstruksi dari ostia sinus mencegah drainase yang baik.ostia dapat tertutup oleh
pembengkakan mukosa atau karena penyebab lokal (trauma, rinitis),dapat juga oleh
reaksi inflamasi yang disebabkan oleh penyakit sistemik dan gangguan imunitas.

Rhinosinusitis 24
Obstruksi mekanik yang disebabkan oleh polip hidung, benda asing, septum deviasi
atau tumor juga dapat menyebabkan obstruksi ostia.Biasanya, batas mukosa yang
edematous memiliki penampilan bergigi, tetapi dalam kasus yang parah, mukus
dapat benar-benar mengisi sinus, sehingga sulit untuk membedakan prosesalergi
dari sinusitis infeksi. Secara karakterisitik, semua sinus paranasal dan konka yang
berdekatan membengkak. Air fluid level dan erosi tulang tidak ditemukan
pada sinusitis alergi ringan, tetapi pembengkakan mukosa disertai buruknya
drainase sinus dapat dicuragai adanya infeksi sekunder bakteri.

 Kelainan pada mukosiliar

Drainesa sinus paranasal bergantung pada gerakan mukosiliar, bukan


bergantung pada gravitasi.Koordinasi dari sel epitel kolumner bersilia
menyebabkan drainase selalu menuju ke ostia sinus. Ada beberapa hal yang
dapat mengganggu fungsi mukosilia ini, yaitu berkurang sel epitel bersilia, aliran
udara yang tinggi, virus, bakteri, sitotoksin lingkungan, mediator inflamasi,
kontak antar 2 permukaan mukosa, udara dingin/kering, jaringan parut, PH
rendahm anoxia, asap rokok, toksin kimia, dehidrasi, obat antihistamin dan
antikolinergik, serta Kartagener sindrom.

 Berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.

Adanya kurangnya sekresi atau hilangnya kelembapan pada permukaan yang


tidak dapat terkompensasi oleh kelenjar mukus dan sel goblet mukus menjadi
sangat kental.Berubahnya konsistensi mukus menjadi lebih kental menyebabkan
drainase menuju ostia berjalan lambat, dan mukus ini akan tertahan untuk
beberapa waktu.

Rhinosinusitis 25
Gambar 14. Patogenesis Sinusitis20

Inflamasi akut dari mukosa sinus menyebabkan hyperaemia, eksudasi cairan,


keluar sel PMN dan meningkatnya akticitas dari kelenjar serosa dan
mukus.Tergantung pada virulensi organisme, daya tahan tubuh host, dan
kemampuan dari ostium sinus intuk men-drainase eksudat yang ada, penyakitnya
dapat ringan (non-supuratif) atau berat (supuratif).Pada awalnya, eksudat serous
lama kelamaan dapat menjadi purulent. Bahkan pada infeksi yang cukup berat dan
lama, dapat menyebabkan perubahan pada mukosa (hipertrofi/atrofi), silia rusak,
pembentukan polip, empyema sinus, dan destruksi dinding tulang yang berujung
pada komplikasi.

f. Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi
dan mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
kompleks ostio-meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami.5

Penatalaksanaan sinusitis supuratif dapat dibagi menjadi penatalaksanaan medis


dan penatalaksanaan bedah.Penatalaksanaan bedah dapat berupa penatalaksanaan
bedah minor, pembedahan di poliklinik atau intervensi di ruang operasi. 21

i. Penatalaksanaan Medis
Karena sebagian besar infeksi sinusitis supuratif akut disebabkan oleh
organisme gram-positif yang kebanyakannya Diplococcus pneumonia, Staphylococcus
aureus, Steptococcus (grup A,B,dan D), dan Heamophilus influenza (gram negatif)

Rhinosinusitis 26
disertai hospes organisme anaerob, maka terapi terpilihnya penisilin G. Penisilin G juga
merupakan pilihan yang baik terapi awal dan definitive untuk kokus gram negatif, basal
gram positif dan gram negative. Ini kunci utama penatalaksanaan medis pada sinusitis
supuratif akut. Untuk H.influenza, diindikasikan pemberian ampisilin. 22

Terapi antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol.


Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus yang terlibat,
perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat; bila tidak, mungkin terjadi
sinusitis supuratif kronik. 21

Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase dan
pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan irigasi
sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis
dilakukan tindakan pencucian Proetz.Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam
seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak
secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.5

Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani


bermanfaat.Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat mencegah
eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi sinusitis. 21

ii. Penatalaksanaan Bedah


Harus dipertimbangkan penatalaksanaan bedah untuk mempermudah drainase
sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit.Hal ini diperlukan (1) bila
terancam komplikasi, (2) untuk menghilangkan nyeri hebat, dan (3) bila pasien tidak
berespon terhadapat terapi medis. 21

1. Pembedahan Radikal
Pembedahan radikal yaitu pengangkatan mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena.Untuk sinus maxillaris dilakukan
operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus ethmoidalis dilakukan
ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar
(ekstranasal).Drainase sekret pada sinus frontalis dapat dilakukan dari dalam
hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal) seperti dalam operasi Kilian.
Drainase sinus sphenoidalis dilakukan dari dalam hidung (intranasal).5

2. Pembedahan Non-Radikal

Rhinosinusitis 27
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskop Fungsional
(BSEF).Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks
ostiomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan
drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian
mukosa sinus akan kembali normal. 5

g. Komplikasi
Komplikasi sinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak
mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi sinusitis akut ataupun kronik.5

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain
karena terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang rendah, virulensi kuman dan
penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan5.

Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain sebagai berikut:

i. Komplikasi ke mata
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis: batas medial
sinus ethmoid dan sphenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus
maxilla. Sinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre
antibiotik hampir 50% terjadi komplikasi ke mata, 17% berlanjut ke meningen dan
20% terjadi kebutaan. 8,22

Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak
ebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak
yang lebih besar dan dewasa.Ethmoiditis sering menimbulkan komplikasi orbita,
diikuti sinusitis frontal dan maxilla. 5

ii. Komplikasi intrakranial


Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut,
eksaserbasi akut ataupun kronik.Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa
diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal
dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentuk. 8

Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal:

Rhinosinusitis 28
1. Osteomielitis
Penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium
menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang
frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan
penimbunan pus di superiosteum. 8,22

2. Epidural abses
Terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering
tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang
dahi.Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang
makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam. 8

3. Subdural empiema
Terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung
dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark
kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan
tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun.8

4. Abses otak
Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan
penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses
timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar
otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak,
ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur. 8

5. Meningitis
Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena
infeksi sekunder dari sinus ethmoid dan sphenoid. Gejala-gejala tampak jelas :
adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma. 8

h. Prognosis
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita
sembuh tanpa pengobatan.Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi.
Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka

Rhinosinusitis 29
prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien
ini kadang mengalami kekambuhan.22

Rhinosinusitis 30
BAB III

KESIMPULAN

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus
maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari
mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi

Sinus paranasalis ini mempunyai fungsi :

1. Pengatur kondisi udara (air conditioning)


2. Penahan suhu (thermal insulators)
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi udara
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang ditandai dengan inflamasi
dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal.Penyebab utama daripada
sinusitis bakterialis adalah infeksi saluran pernapasan oleh virus yang biasanya dilanjutkan
dengan infeksi bakteri.
Diagnosis untuk sinusitis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti foto radiologis, pemeriksaan sinoskopi dan
pemeriksaan mikrobiologis
Gejala utama yang tampak pada sinusitis adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Sinusitis dapat terjadi karena adanya faktor-faktor seperti obstruksi jalan keluar sekresi
sinus, kelainan pada mukosiliar, dan berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.
Prinsip penatalaksanaan pada sinusitis adalah membuka sumbatan di kompleks ostio-
meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan cara medis maupun bedah.
Komplikasi sinusitis secara umum dibagi menjadi dua yaitu komplikasi ke mata dan
komplikasi ke intrakranial.
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita
sembuh tanpa pengobatan.Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi.

Rhinosinusitis 31
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D , Mangunkusumo E,. Sinus paranasal dalam Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Edisi ke-enam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI;2009.h. 145-9
2. Soetjipto D. Hidung dan Sinus Parasanal Anatomy Hidung dan sinus Parasanal. Dalam
Iskandar N. ddl (Eds) Buku ajar Ilmu penyakit THT. Balai Penerbit FK UI, Jakarta,
1990 ; 75 – 84
3. Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal. Diunduh dari
http://www.merckmanuals.com/media/professional/figures/ENT_paranasal_sinuses.gi
f pada tanggal 6 April 2015.
4. Gambar 2. Anatomi Kompleks Ostio-meatal. Diunduh dari
http://images.radiopaedia.org/images/428046/d69c346493ac284e07557940fecb84_gal
lery.png pada tanggal 6 April 2015.
5. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001.hal.150-3
6. Gambar 3. Sinusitis. Diunduh dari http://www.alison-burke.com/jpgs-
large/anatomy/jxr90003f1.jpg pada tanggal 6 April 2015.
7. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Updated Apr 2, 2012.
Diunduh dari http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156 pada
tanggal 6 April 2015.
8. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. Buku
Ajar Penyakit THT ( BOIES Fundamental of Otolaryngology). Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran; 1997.hal.240-59.
9. Leignton S, Robson A, Russell J. Rhinosinusitis. In : Burton M. Hall & Colman’s
Diseases of Ear, Nose and Throat.Fifteenth Edition. London: Churchill Livingstone;
2000.p.111-7
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran jilid II. Edisi ke
IV. Jakarta : Media Aesculapius FKUI ; 2014. h. 1046 – 49
11. John E McClay, MD. Overview of Nasal Polyps. In : Mayer Md, AD. 2012 [cited 2012
April 2012] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/994274-overview

Rhinosinusitis 32
12. Raymond G. Slavin, MD, Sheldon L. Spector, MD, and I. Leonard Bernstein, MD. The
diagnosis and management of sinusitis: a practice parameter update. J Allergy Clin
Immunol. December 2005; 116(6): 13-5.
13. Rachman MD, Sinus paranasalis dan Mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik Departemen Radiologi
FKUI; 2005. Hal 431-45.
14. Dr Tomas Sempere Dura, Orbit And Paranasal Sinuses Conventional X-Rays. Dalam :
Atlas Of Anatomy By Sectional Imaging, Berlin, Bayer Health Care; 2009.
15. Okuyemi KS, Tsue TT. Radiologic Imaging In The Management Of Sinusitis. In: Siwek
J. Radiologic Decision Making. Kansa: University of Kansas School Of
Medicine;2002.p.1882-6
16. Russell A.Faust, PhD,MD. Development Of The Paranasal Sinuses In Children. In: Ask
The Boogor Doctor. 2010. Available From:
http://www.boogordoctor.com/2012/02/development-of-the-paranasal-sinuses-in-
children/
17. Nicoll D, McPhee SJ, Pignone M, Chou TM, Detmer WM. Sinusitis. In: Pocket Guide
To Diagnostic Test. Third Edition. San Francisco: Lippincott Williams &Wilkins
Publisher,1999.p.208.
18. Gambar 11 foto MRI normal sinus. Diunduh dari https://ispub.com/IJORL/10/2/3250.
Pada tanggal 9April 2015
19. Pletcher A. Higler,MD, Penyakit Sinus Paranasalis. BOIES Buku ajar penyakit THT.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2012. h. 240-59
20. Gambar 14 Patofisiologi sinusitis. Diunduh dari
https://josephinewidya.wordpress.com/2013/11/. Pada tanggal 9 April 2015
21. Cody DT, Kern EB, Pearson BW, Sinusitis. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung Dan
Tenggorokan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2002.hal 233-9
22. Shah AR, Salamone FN, Tani TA, Acute & Chronic Sinusitis. In : Lalwni AK. Current
Diagnosis & Treament In Otolaryngology Head & Neck Surgery. New York: Mc Graw
Hill; 2008.P.273-81

Rhinosinusitis 33
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN THT-KL

Hari / tanggal ujian / presentasi kasus : ......................

NAMA: Andreas Klemens

NIM: 112015130

I. IDENTITAS

Nama : Tn. DMY

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Gabus Bulak RT 001/002 Tambun Utara - Karawang

Pekerjaan : Buruh pabrik pelak mobil bagian pengecekan barang

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan : SMK

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Alloanamnesis

Tanggal : 29 April 2016

Pukul : 20.00

Rhinosinusitis 34
KELUHAN UTAMA

Hidung tersumbat

KELUHAN TAMBAHAN

Hidung gatal, sering bersin, keluar sekret berwarna kekuningan dan kental. Sakit kepala seperti
tertekan di seluruh kepala, batuk berdahak, nyeri tenggorok, nyeri telinga, demam.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat, disertai gatal dan sering bersin terutama pada pagi
hari dan malam hari sejak 1 bulan yang lalu. Hidung tersumbat tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi tubuh pasien. Keluar sekret berwarna kekuningan dan kental. Pasien juga mengeluh sakit kepala
seperti tertekan di seluruh kepala, batuk berdahak, nyeri tenggorok, nyeri menelan, dan demam sejak
1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh nyeri telinga sejak 1 hari yang lalu, tidak ada sekret yang keluar
dari telinga, tidak mengalami penurunan pendengaran, tidak terasa seperti berdengung. Akibat dari
keluhan ini pasien jadi sulit tidur Pasien tidak mengeluh adanya nyeri di sekitar hidung, pipi, dan mata.
Pasien juga tidak mengeluh adanya kaku kuduk. Pasien hanya minum obat batuk dan obat penurun
panas yang dibelinya warung. Namun batuk tak kunjung sembuh dan demam turun hanya sesaat
setelah minum obat lalu naik kembali.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien memiliki riwayat hidung tersumbat, gatal, sering bersin, dan keluar sekret bening encer setiap
pagi sejak kecil. Namun tidak pernah berobat karena tidak terlalu mempermasalahkan.

Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil dan riwayat alergi. Yang sangat terlihat adalah alergi makanan
laut dan udara dingin, setelah makan makanan laut kulit terasa gatal dan saat udara dingin hidung
terasa tersumbat, gatal, sering bersin dan keluar sekret bening-encer. Untuk allergen lain, pasien tidak
tahu.

Rhinosinusitis 35
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Ibu pasien memiliki riwayat asma dan alergi ikan laut

RIWAYAT PENGOBATAN

1 tahun yang lalu pasien pergi berobat ke dokter THT dengan keluhan yang sama dengan yang pasien
alami saat ini

RIWAYAT ALERGI

Ada riwayat alergi makanan laut dan udara dingin

RIWAYAT KEBIASAAN

Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak usia 17 tahun. Pasien pulang pergi menuju tempat kerja
menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan masker.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum: tampak sakit ringan

Kesadaran: komposmentis

Tekanan darah: 120/80

Suhu: 37, 9oC

HR: 90x/menit

RR: 20x/menit

Rhinosinusitis 36
KEPALA

Mata

Pupil:

Bentuk pupil Isokor Isokor

Reflek cahaya + +

Pergerakan bola mata normal normal

Lapang pandang normal normal

Ketajaman penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Konjungtiva : Tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

Telinga :

Hidung :

Rongga Mulut : Lihat Status THT

Tenggorokan :

Maksilo fasial :

Leher :

THORAKS

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, tidak tampak
retraksi sela iga

Rhinosinusitis 37
Palpasi : Tak teraba massa, pergerakkan dada simetris kanan dan kiri saat statis maupun
dinamis

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru-paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki +/+

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba pada linea midklavikularis kiri, sela iga ke-
4, pergerakkan dada simetris kanan dan kiri saat statis maupun dinamis

Perkusi : batas kanan jantung di sela iga ke-4, linea sternalis kanan

batas kiri jantung di sela iga ke-4, linea midklavikularis kiri

Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi

– Abdomen mendatar, tidak tampak ada benjolan, tidak ada bekas luka operasi,
peristaltik usus tidak terlihat

• Palpasi

• Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

– Asites : undulasi (-), shifting dullness (-)

– Hepar : hepar tidak membesar, Murphy sign (-)

– Lien : lien tidak membesar

• Perkusi

– Timpani pada seluruh lapang perut

Rhinosinusitis 38
• Auskultasi

– Bising usus (+), nomoperistaltik

EKSTREMITAS

Refleks fisiologis : ++ ++

++ ++

Refleks Patologis : - -

- -

Oedem : - -

- -

Motorik : 5 5

5 5

Parese : - -

- -

STATUS THT

TELINGA

Aurikular

Dekstra Sinistra

Inspeksi

Bentuk : normotia normotia

Besar : normal normal

Rhinosinusitis 39
Fistel : tidak ada tidak ada

Sikatrik : tidak ada tidak ada

Palpasi

Benjolan : tidak ada

Preaurikular

Dekstra Sinistra

Inspeksi

Fistel : tidak ada tidak ada

Sikatriks : tidak ada tidak ada

Palpasi

Nyeri tekan tragus : tidak ada tidak ada

Benjolan : tidak ada tidak ada

Perkusi

Nyeri ketok : tidak ada tidak ada

Retroaurikuler

Dekstra Sinistra

Inspeksi

Kulit : tidak ada tidak ada

Fistel : tidak ada tidak ada

Sikatriks : tidak ada tidak ada

Rhinosinusitis 40
Abses : tidak ada tidak ada

Massa : tidak ada tidak ada

Palpasi

Nyeri tekan : tidak ada tidak ada

Benjolan : tidak ada tidak ada

Perkusi

Nyeri ketok mastoid : tidak ada tidak ada

Canalis Acusticus Eksternus

Dekstra Sinistra

Inspeksi lapang lapang

Kulit : tenang tenang

Serumen : sedikit sedikit

Sekret : tidak ada tidak ada

Granulasi : tidak ada tidak ada

Mukosa : tenang tenang

Oedem : tidak ada tidak ada

Benda asing : tidak ada tidak ada

Membran Timpani

dextra sinistra

Refleks cahaya : - -

Rhinosinusitis 41
Perforasi : - -

Kolesteatoma : - -

Granulasi : - -

Hiperemis : + +

TES PENDENGARAN

Tes Berbisik : Tidak dilakukan

Tes Penala

Tes Rinne : +

Tes Weber : tidak ada lateralisasi

Tes Schwabach : tidak dilakukan

HIDUNG

Dekstra Sinistra

Hidung luar

Inspeksi

Bentuk : simetris simetris

Deformitas : tidak ada tidak ada

Oedem : tidak ada tidak ada

Massa : tidak ada tidak ada

Perdarahan : tidak ada tidak ada

Rhinosinusitis 42
Palpasi

Nyeri tekan : tidak ada tidak ada

Krepitasi : tidak ada tidak ada

Rhinoskopi Anterior

Dekstra sinistra

Mukosa : oedem, hiperemis oedem hiperemis


Septum Nasi : tidak ada deviasi tidak ada deviasi

Konka Inferior : hipertrofi hipertrofi

Sekret : mukopurulen mukopurulen

Pasase Udara : kurang baik kurang baik

Massa : tidak ada tidak ada

Perdarahan : tidak ada tidak ada

Krusta : tidak ada tidak ada

Rhinoskopi Posterior

Koana : Tidak dilakukan

Adenoid : Tidak dilakukan

Orifficium Tuba : Tidak dilakukan

Torus Tubarius : Tidak dilakukan

Fossa Rusenmuller : Tidak dilakukan

Rhinosinusitis 43
TRANSILUMINASI (Tidak dilakukan)

Sinus Frontalis Sinus Frontalis

Sinus Maksillaris Sinus Maksillaris

RONGGA MULUT

Oral Hygiene :

• Oral hygiene : baik, terawat

• Mukosa bucogingiva : tidak hiperemis, ulkus (-)

• Gigi

– Karang gigi : (-)

– Karies gigi : (-)

– Fraktur : (-)

• Palatum : tidak hiperemis, edema (-)

TENGGOROKAN

Tonsil Dextra Sinistra

Ukuran : T-1 T-1

Hiperemis : - -

Kripta : - -

Detritus : - -

Lidah

Bentuk : normal

Warna : tidak hiperemis

Rhinosinusitis 44
Gerakan : normal

Parese : tidak ada

Massa : tidak ada

Orofaring

Dinding faring posterior : hiperemis

Granula : tidak ada

Post nasal drip : mukopurulen

Uvula : tidak memanjang, tidak deviasi

Arcus Faring : simetris

Refleks muntah :+

LARINGOSKOPI INDIREK

Tonsila lingualis Tidak dilakukan

Valekula Tidak dilakukan

plikaariepiglotis Tidak dilakukan

Epiglotis Tidak dilakukan

True vocal cord Tidak dilakukan

False vocal cord Tidak dilakukan

Rhinosinusitis 45
Aritenoid Tidak dilakukan

Trakea Tidak dilakukan

MAKSILO FASIAL

Dekstra sinistra

Inspeksi

Bentuk : normal normal

Parese N VII : tidak ada tidak ada

Racoon eyes : tidak ada tidak ada

Massa : tidak ada tidak ada

Palpasi

Krepitasi : tidak ada tidak ada

Nyeri Tekan : di dahi di dahi

Parestesi : tidak ada tidak ada

Benjolan : tidak ada tidak ada

Maloklusi : tidak ada tidak ada

LEHER

Inspeksi

KGB Oedema Hematom Luka

Submental : -/- -/- -/- -/-

Submandibula : -/- -/- -/- -/-

Rhinosinusitis 46
Upper jugulare : -/- -/- -/- -/-

Mid jugulare : -/- -/- -/- -/-

Lower jugulare : -/- -/- -/- -/-

Supra clavicula : -/- -/- -/- -/-

Trigonum superior : -/- -/- -/- -/-

Palpasi

Massa KGB

Submental : -/- -/-

Submandibula : -/- -/-

Upper jugulare : -/- -/-

Mid jugulare : -/- -/-

Lower jugulare : -/- -/-

Supra clavicula : -/- -/-

Trigonum superior : -/- -/-

V. RESUME

Seorang laki-laki-laki berusia 24 tahun datang dengan keluhan hidung tersumbat, disertai gatal dan
sering bersin terutama pada pagi hari dan malam hari sejak 1 bulan yang lalu. Hidung tersumbat tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi tubuh pasien. Keluar sekret berwarna kekuningan dan kental.
Pasien juga mengeluh sakit kepala seperti tertekan di seluruh kepala, batuk berdahak, nyeri
tenggorok, nyeri menelan, dan demam sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh nyeri telinga sejak 1
hari yang lalu, tidak ada sekret yang keluar dari telinga, tidak mengalami penurunan pendengaran,
tidak terasa seperti berdengung. Akibat dari keluhan ini pasien jadi sulit tidur Pasien tidak mengeluh
adanya nyeri di sekitar hidung, pipi, dan mata. Pasien juga tidak mengeluh adanya kaku kuduk.

Rhinosinusitis 47
Pasien hanya minum obat batuk dan obat penurun panas yang dibelinya warung. Namun batuk tak
kunjung sembuh dan demam turun hanya sesaat setelah minum obat lalu naik kembali.

Pasien memiliki riwayat hidung tersumbat, gatal, sering bersin, dan keluar sekret bening encer setiap
pagi sejak kecil. Namun tidak pernah berobat karena tidak terlalu mempermasalahkan.

Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu memiliki keluhan yang sama dengan yang saat ini, namun tidak
ada nyeri telinga dan pernah berobat ke dokter THT. Setelah berobat pasien merasa sembuh dan tidak
kembali kontrol.

Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil dan riwayat alergi. Yang sangat terlihat adalah alergi makanan
laut dan udara dingin, setelah makan makanan laut kulit terasa gatal dan saat udara dingin hidung
terasa tersumbat, gatal, sering bersin dan keluar sekret bening-encer. Untuk allergen lain, pasien tidak
tahu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam 37,9oC, pada pemeriksaan paru terdengar suara ronkhi.
Pada pemeriksaan telinga didapatkan mukosa hiperemis. Pada pemeriksaan hidung didapatkan konka
inferior hipertrofi, terdapat sekret mukopurulen, mukosa oedem dan hiperemis.

Pada pemeriksaan orofaring tampak dinding faring hiperemis dan ditemukan post nasal drip
mukopurulen.

Pada pemeriksaan maksilofasial ditemukan nyeri tekan di bagian dahi

VI. DIAGNOSIS SEMENTARA

Rhinosinusitis akut

VII. DIAGNOSIS BANDING

Rhinitis simpleks

Rhinitis vasomotor

Rhinosinusitis 48
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes darah rutin

Rontgent sinus tidak ada hasil

Hitung sel darah tepi

IX. DIAGNOSIS AKHIR

Rhinosinusitis akut

X. PENATALAKSANAAN

Difenhidramin 2x25 mg

Beklometason 200mcg 2x/hari

Oksimetazolin 0,05% 1x3 tetes

Paracetamol 3x500 mg

Amoxicillin clavulanat 3x625 mg selama 14 hari

Obat tetes telinga (polimixyn B 10000 IU + neomycin sulfate 5 mg + flourohidrocortisone acetat


1 mg + lidokain 40 mg) 2x 4 tetes

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad Bonam

Quo ad functionam : ad Bonam

Quo ad sanationam : dubia ad Bonam

Rhinosinusitis 49
XII. SARAN DAN USULAN
Obat dipakai secara teratur sesuai aturan

14 hari kontrol kembali

Telinga jangan dikorek-korek

Hindari faktor pencetus alergi

Kurangi merokok

Gunakan masker saat bepergian menggunakan motor

Rhinosinusitis 50

Anda mungkin juga menyukai